• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Pembelajaran Organisasi dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pos Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Pembelajaran Organisasi dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pos Medan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembelajaran Organisasi

2.1.1. Pengertian

Pembelajaran organisasi sering sekali diidentikkan dengan organisasi pembelajaran meskipun terdapat perbedaan diantara keduanya. Pemberlajaran organisasi (Organizational learning) merupakan jenis aktivitas dalam organisasi dimana sebuah organisasi belajar sementara organisasi pembelajaran (learning organization) adalah bentuk organisasi. Namun perbedaan antara organizational learning dengan learning organization sulit dilakukan.

Learning Organization atau Organisasi belajar adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul (Senge, 1990).

(2)

dipelihara, dimana aspirasi kolektif dipoles, dimana orang-orang belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama)

Pengertian learning organization (oganisasi belajar) menurut Marquardt (1996:19) adalah: a learning organization is an organization which learns powerfully and collectively and is continually transforming itself to better collect, manage, and use knowledge for corporate success. It empowers people within and outside the company to learn as they work. Technology is utilized to optimize both learning and productivity (Organisasi belajar adalah organisasi yang sangat berkeinginan kuat untuk belajar secara kolektif dan mentranformasikan dirinya untuk mengumpulkan, mengelola dan memanfaatkan pengetahuannya demi sukses perusahaan. Teknologi dimanfaatkan untuk mengoptimumkan pembelajaran dan produktifitas).

Suatu organisasi yang belajar secara bersungguh-sungguh dan bersama-sama, dan secara terus menerus mentransformasikan dirinya menjadi lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan untuk kesuksesan organisasi. Organisasi memberdayakan manusia di dalam dan diluar organisasi dan diluar organisasi untuk belajar sebagaimana mereka bekerja. Teknologi dimanfaatkan organisasi untuk mengoptimalkan pembelajaran maupun produktivitas.

(3)

diluar organisasi dan mampu belajar secara cepat, serta apabila organisasi memiliki lingkungan yang kondusif untuk mendorong proses belajar.

Marquardt (1996:21-27) menyajikan komponen tersebut kedalam system dan subsistem. Sistem belajar yang dimaksud terdiri atas belajar itu sendiri, organisasi, orang, pengetahuan, dan teknologi. Masing-masing komponen dalam system tersebut memiliki subsistem. Subsistem belajar terdiri atas; tingkat yang mencakup tingkat individu, kelompok, dan organisasi, jenis belajar yang terdiri atas adaptif, antisipatori, deutero, dan tindakan, keterampilan belajar yang mencakup system berpikir, model mental, penguasaan perorangan, belajar beregu, visi bersama, dan dialog.

Marquardt (1996) mengidentifikasi ciri organisasi belajar:

1) Belajar dilakukan melalui sistem organisasi secara keseluruhan dan organisasi seakan-akan mempunyai satu otak;

2) Semua anggota organisasi menyadari betapa pentingnya organisasi belajar secara terus menerus untuk keberhasilan organisasi pada waktu sekarang dan akan datang;

3) Belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus serta dilakukan berbarengan dengan kegiatan bekerja;

4) Berfokus pada kreativitas dan generative learning; 5) Menganggap berpikir system adalah sangat penting,

(4)

7) Iklim organisasi mendorong, memberikan imbalan, dan mempercepat masing-masing individu dan kelompok untuk belajar;

8) Orang saling berhubungan dalam suatu jaringan yang inovatif sebagai suatu komunitas di dalam dan di luar orgaisasi;

9) Perubahan disambut dengan baik, kejutan-kejutan dan bahkan kegagalan dianggap sebagai kesempatan belajar;

10)Mudah bergerak cepat dan fleksibel;

11)Setiap orang terdorong untuk meningkatkan mutu secara terus menerus; 12)Kegiatan didasarkan pada aspirasi, reffleksi, dan konseptualisasi;

13)Memiliki kompetensi inti (core competence) yang dikembangkan dengan baik sebagai acuan untuk pelayanan dan produksi; dan

14)Memiliki kemampu untuk melakukan adaptasi, pembaharuan, dan revitalisasi sebagai jawaban atas lingkungan yang berubah.

Garvin (2000:11) mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer dan membagi pengetahuan yang bertujuan memodifikasi perilaku organisasi. Dengan kata lain, pembelajaran organisasi merupakan kesempatan yang diberikan kepada pegawai sehingga organisasi menjadi lebih efisien.

(5)

proses perbaikan tindakan melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik. Pembelajaran organisasi juga dapat digambarkan sebagai seperangkat perilaku organisasi yang menunjukkan komitmen untuk belajar dan terus melakukan perbaikan Sedangkan organisasi pembelajaran (learning organization) adalah suatu organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasi diri (Fiol and Lyles, dalam Jashapara, 2003: 46).

Pembelajaran organisasi dalam studi ini mengacu pada pendapat Garvin (2000:11) yang mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer dan membagi pengetahuan, yang bertujuan memodifikasi perilaku anggotanya untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan baru. Oleh karena organisasi belajar melalui individu dalam organisasi, maka pembelajaran organisasi dalam studi ini terjadi melalui pembelajaran organisasi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Kim (1993) yang menekankan pentingnya hubungan antara pembelajaran individu dengan pembelajaran organisasi dengan menyatakan bahwa “....organisasi terutama belajar dari anggota organisasi.” Organisasi belajar melalui individu-individu yang menjadi bagian dari organisasi. Pembelajaran individu merujuk pada perubahan keahlian, wawasan, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh seseorang melalui pengalaman, wawasan dan observasi.

(6)

organisasi pembelajaran adalah organisasi dimana orang terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara menyeluruh.

Pandangan Senge (1990) selanjutnya menyatakan bahwa untuk meningkatkan kapasitas organisasi dapat ditempuh melalui proses belajar melalui 5 (lima) aspek yakni 1) sistem berpikir (system thinking), penguasaan pribadi (personal mastery), model mental (mental models), penjabaran visi (shared vision), dan tim belajar (team learning).

Teori pembelajaran organisasi memiliki pemikiran bahwa pengetahuan merupakan proses produksi dan pengoperasiannya dapat diklasifikasikan secara sistematis kedalam berbagai tingkatan yang menunjukkan organisasi dalam prosesnya selalu mencari proses terbaik lewat proses pembelajaran

(7)

2.1.2. Bentuk Pembelajaran Organisasi

Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang memiliki karakteristik berikut :

1) Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka;

2) Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan;

3) Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis;

4) Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus;

Senge (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran sistem. Oleh karena itu, menurut Senge (2002), bentuk atau dimensi pembelajaran organisasi ada 5 yakni :

1). Thinking System (Sistem berpikir)

(8)

2). Personal Mastery (Pemilikan budaya kerja )

Merupakan disiplin belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi dalam menciptakan hasil yang paling diinginkan dan menciptakan suatu lingkungan organisaional yang mendorong semua anggotanya untuk mengembangkaan diri mereka kearah sasaran- sasaran dan tujuan-tujuan yang dipilih. (Senge (2002))

Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang strategis. Organisasi pembelajaran memerlukan pegawai yang memiliki kompetensi yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang berbasis pengetahuan. Senge (2002)

3). Mental Model (Pemahaman dan keyakinan)

Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi (Senge (2002))

(9)

gambaran internal kita tentang dunia dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita.

4). Shared Vision (Berbagi visi)

Merupakan upaya membangun suatu rasa mempunyai komitmen dalam suatu kelompok membuatgambaran- gambaranbersama tentang masa depan yang coba kita ciptakan dan prinsip sertapraktik-praktek penuntun yang kita harapkan berfungsi sebagai sarana untuk bisa mencapai masa depan. (Senge (2002))

Shared vision juga merupakan komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang pegawai, organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi. (Senge (2002))

5). Team Learning (Pembelajaran Tim)

(10)

bisa mengembangkan kecerdasan dan kemampuan yang lebih besardari pada jumlah bakat para anggotanya secara individual. (Senge (2002))

Team learning ini juga merupakan gambaran kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya. (Senge (2002))

Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan pada masa depan. Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

(11)

studi yang dilakukan oleh Marquardt (2002), ditunjukan 2 bahwa semakin tinggi kemampuan pembelajaran suatu organisasi, semakin tinggi pula kemampuannya untuk melakukan perubahan secara efektif. Selanjutnya diketahui pula bahwa pembelajaran pada tingkat reaktif akan membuat organisasi mampu beradaptasi dengan perubahan di lingkungannya dengan memberikan respon-respon efektif. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu pembelajaran antisifatif, organisasi mampu memprediksi akan munculnya perubahan-perubahan, bahkan menjadi pemicu terjadinya perubahan.

2.1.3. Fungsi Pembelajaran Organisasi

Menurut Senge (2002 : 23) ada 3 (tiga) karakteristik fungsi dari pembelajaran organisasi, yakni:

1). Agar organisasi memiliki komitmen terhadap pengetahuan. Artinya, organisasi memiliki komitmen untuk terus menerus mengupayakan memperoleh pengetahuan.

2). Agar melalui pembelajaran organisasi, organisasi memiliki mekanisme pembaharuan (amechanism of renewal) dalam organisasi.

(12)

Sikap dan

Secara sederhana, fungsi dan hakekat pembelajaran organisasi dapat digambarkan pada gambar:

Gambar : 2.2 Fungsi dan Hakekat Pembelajaran Organisasi

Gambar proses pembelajaran organisasi tersebut di atas memperlihatkan bahwa keahlian dan kemampuan merupakan hasil proses belajar (yang merupakan integrasi dari aspirasi perenungan dan perbincangan–konseptual) akan menimbulkan perubahan

2.1.4. Tujuan Pembelajaran Organisasi

Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan dan diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya pembelajaran organisasi adalah:

1) Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota;

(13)

3) Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan kembali unsur-unsur organisasi;

4) Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan;

5) Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh mengikat beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran, pencarian, pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian.

6) Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan tindakan.

2.1.5. Faktor Faktor Penentu Pembelajaran Organisasi

Studi dari Garvin (2000), Goh dan Richards (1997) serta Marquardt (2002) menunjukan adanya beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai kondisi kunci agar pembelajaran organisasi dapat terjadi. Faktor-faktor tersebut adalah : (1). Kejelasan visi organisasi ;

(2). Peluang pembelajaran;

(3). Kebijakan manajemen sumber daya manusia; (4) Dukungan pimpinan serta;

(14)

2.1.6. Hambatan Pelaksanaan Pembelajaran Organisasi

Menurut Robbins (2008), beberapa hambatan pelaksanaan pembelajaran organisasi adalah :

1). Globalisasi dunia

Perkembangan masyarakat informasi akan sejalan dalam masyarakat pengetahuan, oleh karena itu tidak ada alasan dalam kepemimpinan abad baru atas kebutuhan akan pelaksanaan organisasi pembelajar untuk menghadapi tantangan dalam ekonomi global.

2). Kemajuan teknologi web dan aplikasi internet

Sejalan dengan kemajuan teknologi web dan aplikasi internet, maka terjadi pula beragam kemajuan, seperti orang mengembangkan dan memanfaatkan aplikasi internet baik ke dalam intranet maupun extranet. Akibatnya orang bisa komunikasi dengan siapa saja dan di mana saja, atasan bisa komunikasi dengan bawahan di ruangnya masing-masing. Oleh karena itu, perilaku organisasi akan mengalami perubahan, dan suka tidak suka setiap orang dalam organisasi harus selalu belajar untuk mengejar ketertinggalannya.

3). Total Quality Management dan bertambahnya pengaruh pelanggan

(15)

4). Mengubah Cara Pandang Organisasi Untuk Menatap Masa Depan

Tantangan terbesar menejer saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk menghadapi lingkungan yang berubah dengan cepat. Inovasi dari penemuan-penemuan dalam bidang komunikasi dan dikombinasikan dengan penemuan-penemuan dalam bidang komputer dan informasi menghasilkan pasar global yang membuat dunia tidak sebagaimana pada era sebelumnya. Sebagai hasil, prinsip-prinsip dan pedoman-pedoman menejemen yang mampu membuat organisasi lebih stabil dan dapat diprediksi, tidak dapat lagi diterapkan dalam kurun waktu yang lama. Kesuksesan organisasi pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Menejer organisasi yang sukses adalah orang yang mampu secara efektif menggunakan kebijaksanaan, mengelola organisasi dengan berbasis ilmu pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan. Di sinilah letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi pembelajar adalah pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar, beradaptasi dan berubah. Perbedaan antara organisasi pembelajar dengan organisasi tradisional disajikan sebagaimana tabel berikut

2.2. Budaya Kerja

2.2.1. Pengertian

(16)

Daya Manusia menerangkan bahwa: budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.

Ndraha (2006:45) dalam bukunya Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, sebagai berikut : ”budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.

Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik (2005:69) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.

(17)

2.2.2. Unsur Unsur Budaya Kerja

Menurut Ndraha (2006;47), budaya kerja dapat dibagi menjadi 2 (dua) unsur, yaitu:

1) Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.

2) Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama pegawai, atau sebaliknya.

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.

(18)

terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin. Budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi (Amnuhai :2003)

Menurut Triguno, (2005). pembentukan budaya kerja terjadi pada saat lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan

2.2.3 Indikator Budaya Kerja

Nilai-nilai budaya kerja diartikan sebagai suatu kekuatan atau energi yang melekat dalam setiap individu dalam berinteraksi dengan individu lainnya dalam lingkungan kerja. Nilai-nilai budaya kerja meliputi aktualisasi diri, bakat, norma-norma, prinsip-prinsip yang digunakan dalam menjalankan aktifitas kerja. Penerapan nilai-nilai budaya kerja dilingkungan kerja penting dilakukan untuk pengembangan jati diri seseorang, aparatur termasuk pegawai dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.

(19)

diamati dengan seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu.

Selanjutnya Luthans (2003 : 125) memaparkan bahwa budaya organisasi memiliki beberapa karakteristik atau indikator :

1.Peraturan – peraturan yang harus dipenuhi 2.Norma – norma

3.Nilai – nilai yang dominan 4.Filosofi

5.Aturan – aturan 6.Iklim budaya

Karakteristik budaya organisasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya unsur – unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi baik yang berorientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang menghasilkan produk.

Moekijat (2006:47) menjelaskan bahwa indikator budaya kerja tersebut adalah meliputi :

1. Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.

(20)

3. Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.

4. Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.

Menurut Triguno (2005) bahwa orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai budaya kerja dengan indikator sebagai berikut :

- Menyukai kebebasan dialog terbuka bagi gagasan gagasan dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran.

- Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang kreatif, dan tidak menyukai penyimpangan dan pertentangan.

- Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya.

- Mempersiapkan dirinya sesuai budaya kerja dalam mengelola tugas atau kewajiban bidangnya.

- Memahami dan menghargai lingkungannya. Berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangga, masyarakat dan organisasinya serta penuh rasa tanggung jawab (Said, (2008)).

(21)

menerapkan dan mengembangkan budaya kerja adalah nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif.

2.3. Kinerja Pegawai

2.3.1. Pengertian

Kinerjamerupakantingkatpencapaianhasilataaspelaksanaantugas

tertentu.Dalamkontekspengembangansumberdaya manusiakinerjaseorang pegawai dalam sebuahperusahaan sangatdibutuhkan untukmencapaiprestasi kerjabagi pegawai itu sendiri dan jugauntuk keberhasilan perusahaan.

Kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang dilaksanakan dengan nilai yang diharapkan. Hasil kerja adalah target yang harus dicapai oleh suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Hasil kerja yang ingin dicapai tidak hanya menggambarkan titik akhir dari perencanaan kerja, tetapi juga menunjukkan sistem pengorganisasian kerja, pengisian lowongan kerja, gaya kepemimpinan dan pengendalian pegawai yang kesemuanya ini merupakan faktor-faktor pendukung dari tercapainya hasil kerja yang diinginkan oleh suatu unit kerja. Di dalam organisasi modern, penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar-standar kinerja dan memotivasi kinerja individu di waktu berikutnya

(22)

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sedarmayanti (2007: 260) bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompokorang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

2.3.2. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja pada suatu instansi merupakan suatu tindakan pengukuran terhadap berbagai aktivitas yang telah dilakukan perusahaan yang dapat digunakan sebagai umpan balik untuk dapat memberikan informasi tentang keberhasilan pelaksaan perencanaan dan untuk mengetahui apakah diperlukan perbaikan untuk masa akan datang. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan dan manfaat dari kinerja dapat digunakan sebagai motivasi terhadap pegawai dalam mencapai visi, misi, dan sasaran yang telah ditetapkan perusahaan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan hasil yang diinginkan perusahaan.

Menurut Robbins (2003:155) mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

(23)

2).Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran”tingkat kepuasan”,yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

3). Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatukegiatan.

2.3.3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian kinerja adalah Faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) (Mangkunegara 2007:67) 1). Faktor Kompetensi

Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ)dan kemampuan realita, artinya pegawai yang memiliki IQ yang rata-rata (IQ 110-120) dengan memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerjayang diharapkan oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

2). Faktor Motivasi

(24)

artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dalam mencapai situasi kerja.

Kinerja dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu personal individu dan faktor ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim, situasional, dan konflik. Dalam (Sjafri 2007:155)

a. Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu pegawai.

b. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan teamleader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada pegawai.

c. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satutim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.

d. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi.

e. Faktor situasional, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

(25)

Berdasarkan penjelasan tentang klasifikasi faktor faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran organisasi dan budaya kerja adalah termasuk faktor faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja pegawai karena kedua faktor ini bukan merupakan faktor intrinsik personal.

2.4. Penelitian Terdahulu

(26)

Tabel 2.1.

Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

1 Siti Makrufah, terhadap kinerja pegawai hotel Bumi Surabaya

(27)

2.5. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2008:89).

Pembelajaran organisasi merupakan konstruk pertama. Konstruk kemampuan pembelajaran organisasi diukur dengan menggunakan dimensi yang dikembangkan oleh Marquardt (1996:30) yang terdiri dari sistem berpikir, model mental, kemampuan personal, kerjasama tim, kemampuan membagi visi bersama, dan kemampuan dialog. Pembelajaran organisasi berpengaruh terhadap kompetensi. Dalam pembelajaran organisasi, Kantor Pos Medan secara berkelanjutan memberikan kesempatan pegawai untuk belajar berdasarkan pengalaman kerja sebelumnya dengan asumsi bahwa organisasi yang memberikan kesempatan pembelajaran kepada anggota organisasinya akan berkembang dan akan menjadi pendorong timbul dan berkembangnya inisiatif. Pembelajaran organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai karena kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui pembelajaran organisasi dimaksudkan untuk mencapai atau meningkatkan kinerja yang diharapkan.

(28)

makin efektif dan efisien pelaksanaan tugas suatu organisasi makin semakin besar potensi untuk menghasilkan produktifitas kerja yang tinggi

Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel independen yakni pembelajaran organisasi (X1) dan budaya kerja (X2) dan 1 (satu) variabel dependen yakni kinerja pegawai (Y) sehingga kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut ;

`

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

2.6. Hipotesis Penelitian

Menurut Sumarsono (2007 :30), hipotesis adalah pernyataan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih dengan kata lain hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, berdasarkan teori yang ada. Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat disimulkan bahwa hipotes dalam penelitian ini adalah :

1). Ada pengaruh signifikan pembelajaran organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan.

2). Ada pengaruh signifikan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan.

3). Ada pengaruh signifikan pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan.

Pembelajaran organisasi (X1)

Kinerja pegawai (Y)

Gambar

Gambar : 2.2 Fungsi dan Hakekat Pembelajaran Organisasi
Tabel 2.1.
Gambar 2. Kerangka Konsep  Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu PT Bank Agroniaga Tbk terus melakukan upaya restrukturisasi yang mencakup aspek manajemen, karyawan, organisasi, sistem, budaya perusahaan dan identitas

Eko Indroprasetyo. Hubungan Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi, dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Boyolali. Program Pasca

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian tugas, komitmen organisasi, dan budaya organisasi kerja secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap kepuasan

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Medan Belawan”.. 1.2

Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Analisis faktor konfirmatori pada model pengukuran menunjukkan bahwa seluruh indikator atau

Dengan demikian menunjukkan bahwa secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan budaya organisasi, komitmen organisasi dan kompensasi terhadap kinerja pegawai di

Pengaruh budaya organisasi tidak bersifat statis karena terus terjadi perubahan pada kinerja pegawai untuk lebih jelasnya bahwa pengaruh budaya organisasi terhadap

Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara parsial budaya organisasi berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap komitmen organisasi, kepemimpinan