SKRIPSI
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN
KINERJA KARYAWAN PT. TELKOM DIVISI REGIONAL I MEDAN
OLEH DEBBY ZELVIA
110502319
PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA
KARYAWAN PT. TELKOM DIVISI REGIONAL I MEDAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi dan kinerja karyawan PT. Telkom Divisi Regional I Medan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan analisis regresi linier sederhana dengan nilai signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, budaya organisasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi PT. Telkom Divisi Regional I Medan. Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Telkom Divisi Regional I Medan. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara parsial budaya organisasi berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap komitmen organisasi, kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi, dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL CULTURE, LEADERSHIP AND JOB SATISFACTION TOWARDS ORGANIZATIONAL
COMMITMENT AND JOB PERFORMANCE AT PT. TELKOM DIVISION REGIONAL I MEDAN
The purpose of this study is to identify and analyze the impact of organizational culture, leadership and job performance on organizational commitment and job performance. The hypothesis of this research is analysed using the multiple regression analysis and simple linier regression analysis with a significant value of 5%. A survey of 60 respondents was carried out at PT. Telkom Regional Division I Medan and the results indicate that simultaneously, organizational culture, leadership and job satisfaction has a positive and significant effect on organizational commitment of PT. Telkom Regional Division I Medan. Organizational commitment has a positive and significant effect on the job performance of PT. Telkom Regional Division I Medan. The result also shows that partially, organizational culture has a positive but insignificant effect of organizational commitment, leadership has a positive and significant effect on organizational commitment and job satisfaction has a positive and significant effect on organizational commitment.
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH
SWT telah memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja
Karyawan PT. Telkom Medan” ini guna serta memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan, saran,
motivasi dan doa dari berbagai pihak. Terutama terimakasih untuk Papa Riza Iswa dan Mama Herlina M. Arifin yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moral dan materil, bimbingan, nasehat, serta doanya kepada peneliti
serta abang saya Tony Mauliza, ST dan adik- adik saya Bobby Yolanda Putra
dan M. Affan Khalifa yang senantiasa memberikan dukungan.
Pada kesempatan ini juga penulis sertakan ucapan terimakasih yang
sebesar- besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Azhar Maksum, ME.c, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME., selaku Ketua Departemen
Manajemen dan Dra. Marhayanie, MSi selaku Sekretaris Departemen
3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si dan Ibu Dra. Friska Sipayung,
Msi selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara .
4. Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah
sabar memberi arahan dan membimbing saya menyelesaikan skripsi
ini.
5. Ibu Lusy Anna, MS. selaku Dosen Pembanding 1 yang turut memberi
masukan dan arahan untuk menyempurnakan skripsi ini.
6. Bapak Ir. Abdul Hadi G.r. Dipl. P.M dan Bapak Abdurrauf serta
seluruh karyawan PT. Telkom Divisi Regional I Medan, yang telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian
pada PT. Telkom, membimbing dan memberikan arahan yang jelas.
7. Kepada seluruh keluarga dan sahabat- sahabat tercinta di Qatar.
8. Kepada Gabysca, Tika, Ayu, Anggi, Randa, Vido, Ori, Michael,
Fachri, Fandi, Yosua, Farhan, Fandi, Fauzan, Lukman, Bayu, Fadhil
dan Nadela dan seluruh sahabat-sahabat stambuk 2011 Program Studi
S1 Manajemen yang tidak bisa disebutkan satu persatu.yang telah
banyak memberi dukungan dan bantuan selama penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga segala kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah SWT.
Medan, Juni 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Budaya Organisasi ... 12
2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi ... 12
2.1.2. Fungsi Budaya Organisasi... 15
2.1.3. Indikator dan Dimensi Budaya Organisasi………...17
2.2 Kepemimpinan……….18
2.2.1. Pengertian Kepemimpinan………....18 2.2.2. Teori Kepemimpinan ... 20
2.2.3. Tipe dan Gaya Kepemimpinan ... 23
2.2.4. Indikator dan Dimensi Kepemimpinan ... 27
2.3 Kepuasan Kerja ... 28
2.3.1. Pengertian Kepuasan Kerja ... 28
2.3.2. Teori Kepuasan Kerja ... 29
2.3.3. Faktor- Faktor Penyebab Kepuasan Kerja ... 31
2.3.4. Ketidakpuasan Kerja Karyawan ... 33
2.3.5. Indikator Kepuasan Kerja... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 50
3.1 Jenis Penelitian... 50
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 50
3.3 Batasan Operasional ... 50
3.4 Definisi Operasional Variabel ... 51
3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 54
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 55
3.6.1. Populasi ... 55
3.6.2. Sampel ... 56
3.7 Jenis Data ... 57
3.8 Metode Pengumpulan Data ... 58
3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59
3.9.1. Uji Validitas ... 59
3.9.2. Uji Reliabilitas ... 60
3.10 Teknik Analisis Data ... 61
3.10.1. Analisis Deskriptif ... 61
3.10.2. Uji Asumsi Klasik... 61
3.10.2.1. Uji Normalitas ... 61
3.10.2.2. Uji Multikolinearitas ... 62
3.10.2.3. Uji Heteroskedostisitas ... 62
3.10.3. Metode Analisis Regresi Linear Berganda ... 63
3.10.4. Metode Analisis Regresi Linier Sederhana………. 64
3.10.4.1. Koefisien Determinasi (R²) ... 64
3.10.4.2. Uji Signifikan Simultan (Uji-F) ... 65
3.10.4.3. Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 67
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 67
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 67
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan………...71
4.1.3. Budaya Perusahaan ………...72
4.1.4. Struktur Organisasi……….75
4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 75
4.2.1. Hasil Uji Validitas ... 76
4.2.2. Hasil Uji Reliabilitas ... 78
4.3 Analisis Deskriptif ... 79
4.3.1. Karakteristik Responden ... 79
4.3.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 80
4.3.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 80
4.3.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 81
4.3.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja……...82
4.3.2. Deskriptif Variabel ... 82
4.3.2.1. Budaya Organisasi (X1)... 83
4.3.2.2. Kepemimpinan (X2) ... 88
4.3.2.5. Kinerja Karyawan (Y2) ……… 103
4.4 Hasil Uji Asumsi Klasik ……… 105
4.4.1. Uji Normalitas ……… 105
4.4.1.1. Hasil Uji Normalitas dengan Histogram ……….. 105
4.4.1.2. Hasil Uji Normalitas dengan Normal P-P Plot Of Regression Standarizied Residual ……….. 106
4.4.1.3. Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test .. 108
4.4.2. Uji Multikolinearitas ………... . 109
4.4.3. Uji Heteroskedostisitas ……… 110
4.4.3.1. Hasil Uji Heteroskedostisitas dengan Scatter Plot …. 111
4.4.3.2. Hasil Uji Heteroskedostisitas dengan Glejser ………. 112
4.5 Analisis Regresi Linier Berganda ……… 113
4.5.1. Koefisien Determinasi (R²)………..114
4.5.2. Uji Signifikan Simultan (Uji-F)………...116
4.5.3. Uji Signifikan Parsial (Uji-t)………...117
4.6 Analisis Regresi Linier Sederhana……….119
4.6.1. Koefisien Determinasi (R²)………..120
4.6.2. Uji Signifikan Parsial (Uji-t)………...121
4.7 Pembahasan………122
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………130
5.1 Kesimpulan………...……… 130
5.2 Saran………...131
DAFTAR PUSTAKA………135
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 48
4.1 Logo PT. Telkom, Tbk. ………. 70
4.2 Struktur Organisasi PT. Telkom Divisi Regional I ..…... 75 4.3 Uji Normalitas dengan Histogram (Berganda) ... 105 4.4 Uji Normalitas dengan Histogram (Sederhana) …... 106 4.5 Uji Normalitas dengan Normal P-P Plot of
Regression Standarizied Residual (Berganda) ... 107 4.6 Uji Normalitas dengan Normal P-P Plot of
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 139
2 Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 146
3 Distribusi Jawaban Responden ... 148
4 Uji Asumsi Klasik ... 150
5 Hasil Analisis Regresi Berganda ... 154
ABSTRAK
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA
KARYAWAN PT. TELKOM DIVISI REGIONAL I MEDAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi dan kinerja karyawan PT. Telkom Divisi Regional I Medan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan analisis regresi linier sederhana dengan nilai signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, budaya organisasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi PT. Telkom Divisi Regional I Medan. Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Telkom Divisi Regional I Medan. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara parsial budaya organisasi berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap komitmen organisasi, kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi, dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL CULTURE, LEADERSHIP AND JOB SATISFACTION TOWARDS ORGANIZATIONAL
COMMITMENT AND JOB PERFORMANCE AT PT. TELKOM DIVISION REGIONAL I MEDAN
The purpose of this study is to identify and analyze the impact of organizational culture, leadership and job performance on organizational commitment and job performance. The hypothesis of this research is analysed using the multiple regression analysis and simple linier regression analysis with a significant value of 5%. A survey of 60 respondents was carried out at PT. Telkom Regional Division I Medan and the results indicate that simultaneously, organizational culture, leadership and job satisfaction has a positive and significant effect on organizational commitment of PT. Telkom Regional Division I Medan. Organizational commitment has a positive and significant effect on the job performance of PT. Telkom Regional Division I Medan. The result also shows that partially, organizational culture has a positive but insignificant effect of organizational commitment, leadership has a positive and significant effect on organizational commitment and job satisfaction has a positive and significant effect on organizational commitment.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Lingkungan bisnis pada saat ini tumbuh dan berkembang secara drastis
dan sangat dinamis dan karena perkembangan tersebut diperlukan sistem
manajemen yang efektif dan efisien. Keberhasilan dan kelanjutan hidup suatu
usaha bukan hanya ditentukan dari keberhasilan dalam mengelola modal atau
keuangan, tetapi juga ditentukan dari keberhasilannya mengelola sumber daya
manusia. Pengelolaan sumber daya yang dimaksud adalah bahwa perusahaan
harus mampu untuk menyatukan cara pandang karyawan dan pimpinan
perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan antara lain melalui motivasi
kerja dan loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaan mereka, pelatihan dan
pengembangan, pengarahan dan koordinasi yang baik dalam bekerja oleh
seorang pemimpin kepada bawahannya.
Dunia bisnis dan industri pada abad ke 21 ini bergerak cepat bersama arus
globalisasi. Globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang telah
dilahirkan dengan kemajuan zaman. Dalam era globalisasi saat ini, perusahaan
dituntut untuk memiliki kinerja yang baik supaya dapat bertahan di dunia
persaingan yang sangat ketat dan kompetitif antar organisasi. Kondisi tersebut
menuntut suatu organisasi dan perusahaan untuk terus melakukan berbagai
inovasi guna mengantisipasi adanya persaingan yang sangat ketat. Setiap
organisasi dan perusahaan melakukan berbagai macam cara untuk mencapai
keuntungan, tapi tidak terlepas dari tujuan utamanya yaitu untuk
mensejahterakan dan memotivasi para karyawan sehingga perusahaan
mendapatkan timbal balik yang diperoleh dari kemampuan karyawannya
karena karyawan merupakan aset bagi perusahaan dan memegang peranan
yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian dan pengkajian yang
lebih dalam.
Organisasi pada saat ini juga dituntut untuk mempunyai keunggulan
bersaing baik dalam hal kualitas, servis, biaya maupun sumber daya manusia
yang profesional. Menciptakan dan meningkatkan kinerja karyawan dan
komitmen organisasi adalah tidak mudah karena kinerja karyawan dan
komitmen organisasi dapat tercipta jika variabel variabel yang
mempengaruhinya antara lain budaya organisasi, kepemimpinan dan kepuasan
kerja dapat diakomodasi dengan baik dan diterima oleh semua karyawan di
dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dalam menghadapi persaingan bisnis
yang semakin ketat seiring dengan meningkatknya ilmu pengetahuan dan
pengembangan teknologi sekarang ini, Sumber Daya Manusia (SDM) adalah
aset perusahaan yang tidak tergantikan.
Keberhasilan suatu perusahaan dipengaruhi oleh kinerja karyawan atau job
performance yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan tugas
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya untuk mencapai
tujuan organisasi. Moeheriono (2012: 5) menyatakan bahwa Kinerja
merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh seluruh
yang dicapai oleh organisasi atau karyawan adalah bentuk pertanggung
jawaban kepada organisasi dan publik. Taurisa dan Ratnawati (2012: 170)
menjelaskan Kinerja karyawan adalah tingkat keberhasilan karyawan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Perusahaan atau organisasi harus
dapat meningkatkan kinerja karyawannya dengan baik melalui kepemimpinan
yang baik, kepuasan kerja yang baik dari karyawannya, budaya organisasi
yang kuat dan komitmen yang tinggi yang dimilikki karyawan terhadap
perusahaan.
Setiap organisasi memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan ini hanya
akan dapat dicapai melalui komitmen karyawan. Seperti yang dikatakan
Dessler dalam penelitian Retnaningsih (2007: 10) yaitu bahwa memiliki
tujuan tanpa komitmen adalah sia- sia, maka karyawan yang diberdayakan
memberikan komitmen ini secara mental, emosional dan fisik. Hal ini karena
mereka mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan dan juga
memegang tanggung jawab atas tindakan mereka.
Menciptakan kepuasan kerja karyawan bukanlah hal yang mudah karena
kepuasan kerja dapat tercipta jika variabel variabel yang mempengaruhinya
dapat diakomodasikan dengan baik dan dapat diterima oleh seluruh karyawan
di dalam suatu organisasi. Salim (2013: 2) menyimpulkan bahwa Kepuasan
kerja merupakan suatu sikap yang positif yang menyangkut penyesuaian diri
yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja , termasuk
Mengingat pentingnya budaya organisasi dan dampaknya pada hasil
organisasi (seperti komitmen organisasi , kepuasan kerja dan kinerja karyawan
), membuat nya saat ini menjadi salah satu topik bisnis yang sering dibahas
dalam penelitian akademis. Robbins & Coulter (2010: 63) mengemukakan
bahwa budaya organisasi atau organizational culture adalah sehimpunan
nilai, prinsip, tradisi dan cara bekerja yang dianut bersama oleh dan
mempengaruhi perilaku serta tindakan para anggota organisasi. Pabundu
(2006: 10) menyatakan bahwa alam budaya organisasi terdapat asumsi yang
dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok organisasi
untuk berperilaku. Dalam menjalankan suatu usaha atau mengelola suatu
perusahaan, para manajer pada umumnya sudah mengenal dan menerapkan
prinsip-prinsip manajemen modern seperti misalnya penggunanaan
pendekatan struktur, sistem, strategi, MBO atau Manajement By Objective dan
sebagainya, meskipun ada juga yang masih menerapkan dan menggunakan
cara cara tradisional. Namun ternyata masih banyak para manajer yang kurang
perhatiannya terhadap budaya organisasi , padahal budaya organisasi dapat
digunakan sebagai salah satu alat manajemen untuk mencapai efisiensi,
efektifitas, produktifitas, serta etos kerja.
Salah satu elemen yang bernilai penting dalam sistem manajemen
perusahaan selain budaya organisasi adalah kepemimpinan (leadership).
Kenyataan dalam manajemen menunjukkan bahwa kelompok pekerja yang
dibiarkan sendiri tanpa pemimpin, melepaskan mereka jalan sendiri, kurang
kelompok atau regu membutuhkan pemimpin, baik pemimpin yang timbul
sendiri dari kelompok atau yang ditugaskan (Sofyandi dan Garniwa , 2007:
169). Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan
sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing perusahaan secara
berkelanjutan. Setiap organisasi terdiri dari orang- orang, dan tugas seorang
manajerlah untuk bekerja bersama dan memanfaatkan bantuan orang orang
tersebut untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Hal ini merupakan
fungsi kepemimpinan. Robbins & Coulter (2010: 10) menyatakan bahwa
ketika seorang manajer memotivasi para bawahannya, membantu mereka
menyelesaikan konflik diantara mereka, mengarahkan para individu atau
kelompok kelompok individu dalam bekerja, memilih metode komunikasi
yang paling efektif, atau menangani beragam isu lainnya yang berkaitan
dengan perilaku karyawan, maka ia sedang menjalankan fungsi
kepemimpinan. Kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang dapat
menjadi pemimpin melalui aktivitas yang terus menerus sehingga dapat
mempengaruhi bawahannya dalam rangka untuk mencapai tujuan oganisasi
atau perusahaan. Menurut Robbins & Coulter (2010: 147) kepemimpinan
berfokus pada pemimpin dan bagaimana pemimpin berinteraksi dengan
anggota kelompoknya. Saat ini pemimpin dan organisasi dihadapkan pada
perubahan yang cepat, kompetisi yang ketat, globalisasi, perampingan
organisasi, perubahan ekonomi, sosial dan kondisi pemerintahan. Pemimpin
perubahan dan kemajuan teknologi yang cepat, kebijakan pemerintah yang
terbuka sampai berbagai macam masalah ketenagakerjaan.
PT Telkom adalah perusahaan yang memiliki ruang lingkup kegiatan
dibidang telekomunikasi yang mempunyai customer disetiap daerah. Sebagai
perusahaan komunikasi yang besar saat ini, PT. Telkom memahami
pentingnya hubungan dan pemeliharaan karyawan demi mencapai tujuan
perusahaan. PT. Telkom, percaya bahwa keberhasilan organisasi sangat
bergantung kepada seberapa kuat seluruh jajarannya mempedomani visi, misi,
inisiatif strategis dan nilai- nilai ideal yang tumbuh dan berkembang dari
dalam organisasinya.
Dalam upaya memenangkan kompetisi global, PT. Telkom, Tbk secara
berkesinambungan mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia
(SDM) melalui program sertifikasi dan program global talent. PT. Telkom
memahami keberadaan SDM memiliki peran dan posisi strategis dalam upaya
pencapaian visi menjadi perusahaan berstandar global. Untuk itulah PT.
Telkom terus mengembangkan SDM yang ada sekaligus membangun
hubungan ketenagakerjaan yang baik dengan para karyawan. Oleh karena itu,
karyawan dituntut untuk lebih profesional guna mencapai tujuan perusahaan.
Kemudian guna menciptakan pemimpin masa depan, PT. Telkom
menyediakan program pengembangan kepemimpinan, salah satu program
kepemimpinannya meliputi Kepemimpinan tingkat dasar (Emerging Leaders
Development Program, First Line Development Program, Coaching For
PT. Telkom mengembangkan sistem dan budaya sesuai dengan tuntutan
dan perubahan bisnis untuk mewujudkan cita- cita agar perusahaan ini terus
maju, dicintai pelanggannya, kompetitif di industrinya dan dapat menjadi role
model perusahaan. Sejak tahun 2009, perusahaan ini melakukan transformasi
budaya perusahaan baru yang disebut “The Telkom Way”. Pengembangan
budaya selanjutnya dilakukan pada tahun 2013 dengan ditetapkannya
Arsitektur Kepemimpinan dan Budaya Perusahaan (AKBP) Telkom Group.
Secara lengkap budaya perusahaan PT. Telkom digambarkan sebagai berikut:
Philosophy to be the best: Always The Best adalah sebuah basic belief
untuk selalu memberikan yang terbaik dalam setiap pekerjaan. Always The
Best memiliki esensi “ihsan” yang dalam pengertian ini diterjemahkan
“terbaik”. Karyawan yang memiliki spirit ihsan akan selalu memberikan hasil
kerja yang lebih baik dari yang seharusnya, sehingga sikap ihsan secara
otomatis akan dilandasi oleh hati yang ikhlas. Always The Best menuntut
setiap karyawan PT. Telkom untuk memiliki integritas (Integrity), antusiasme
(Enthusiam) dan totalitas (Totality).
Menurut pengamatan yang telah dilakukan pada PT. Telkom, Tbk Kantor
Divisi Regional I Medan, terdapat beberapa karyawan yang memiliki etos
kerja dan komitmen yang rendah terhadap disiplin dasar kepegawaian.
Sebagai contoh, masih terdapat beberapa karyawan yang terlambat masuk
kerja dan kurangnya tingkat kehadiran pada upacara upacara dan apel
kesiapan kerja bulanan. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya kinerja
Untuk mengukur kinerja karyawan, PT. Telkom menggunakan
Competency Based Human Resources Management (CBHRM). CBHRM telah
mereka gunakan sejak tahun 2004 yang pada awalnya digunakan untuk
memotivasi karyawan dalam meningkatkan kinerjanya. PT Telkom, Tbk.
Kantor Devisi Regional I Medan, memiliki point pencapaian nilai kinerja
karyawan yang dihasilkan melalui konversi sebagai berikut:
Tabel 1.1
Point Pencapaian Nilai Kinerja Karyawan PT. Telkom, Tbk. Kantor Devisi Regional I Medan
Tahun 2011-2013
Range Nilai (%) Nilai Prestasi Keterangan
≥ 110 P1 Istimewa
≥ 103 s.d < 110 P2 Baik Sekali
≥ 96 s.d < 103 P3 Baik
≥ 90 s.d < 96 P4 Kurang
<90 P5 Kurang Sekali
Sumber: PT. Telkom, Tbk. Kantor Devisi Regional I Medan
Penilaian kinerja dilakukan secara langsung yang melibatkan karyawan
yang bersangkutan, atasan langsung, rekan sekerja dan bawahan. Adapun
sumber data yang diterima dari PT. Telkom, Tbk. Kantor Devisi Regional I
Medan 2011- 2013 yang berupa nilai hasil kerja sehari-hari dan diukur setiap
tahun yang disebut Nilai Kerja Individu (NKI). NKI berupa pernyataan atas
suatu kinerja karyawan dalam kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam
batas nilai prestasi, P1 adalah kinerja istimewa, P2 adalah kinerja baik sekali,
P3 adalah kinerja baik (cukup), P4 adalah kinerja kurang, dan P5 adalah
kinerja sangat kurang. Pengendalian kegiatan input data NKI ke dalam HRIS
ini, dikontrol dan dikoordinir oleh unit HC Center atau unit yang ditunjuk oleh
Tabel 1.2
Nilai Kinerja Individu
PT. Telkom, Tbk. Medan. Kantor Divisi Sumut Tahun 2011-2013
Tahun 2011 2012 2013
P1 12,4% 0,4% 0,3%
P2 54,8% 33,8% 47,3%
P3 32,5% 65,6% 52,4%
P4 0,2% 0,3% 0,0%
P5 0,0% 0,0% 0,0%
Sumber: PT. Telkom, Tbk. Kantor Divisi Sumatera Utara, Medan.
Tabel 1.2 menunjukkan persentase nilai kinerja individu secara umum,
dapat dilihat bahwa kinerja karyawan dari tahun 2011-2013 mengalami
penurunan. Kondisi ini terlihat dari P1 yang merupakan kategori kinerja
istimewa mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga tahun 2013.
Kemudian P2 yang mengalami penurunan di tahun 2012 dan P3 yang
mengalami penurunan di tahun 2011, meningkat pada tahun 2012 dan kembali
turun pada 2013. Hal ini menunjukkan adanya kinerja karyawan yang
mengalami penurunan. Penurunan kinerja karyawan ini dapat disebabkan
adanya penurunan komitmen terhadap take-home pay karyawan atau penyebab
lain sepeti budaya organisasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja karyawan.
Penurunan tingkat kinerja karyawan yang dicapai PT. Telkom, Tbk. Kantor
Divisi I Medan saat ini tidak terlepas dari budaya organisasi, kepemimpinan
dan kepuasan kerja karyawan. Sehingga karyawan kurang komit terhadap
pekerjaan dan organisasi dan terjadilah penurunan tingkat kinerja karyawan.
Budaya organisasi yang kuat, Kepemimpinan yang efektif dan Kepuasan
Kerja Karyawan merupakan hal-hal yang sangat penting dalam memengaruhi
tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti memilih PT. Telkom, Tbk. Kantor
Regional Divisi Sumatera Utara, Medan sebagai objek penelitian.
Sehubungan dengan uraian ini maka penulis tertarik untuk mengambil
judul dan meneliti tentang: “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan
dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan pada PT. Telkom, Tbk. Kantor Divisi Regional I Medan”. 1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka permasalahan yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi?
2. Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap komitmen organisasi?
3. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi?
4. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap
komitmen organisasi.
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap
komitmen organisasi.
3. Mengetahui dan menganalisi pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen
organisasi,
4. Mengetahui dan menganalisis pengaruh komitmen organisasi terhadap
1.4Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Hasil penelitian diharapkan memberikan sumbangan saran, pemikiran dan
informasi yang bermanfaat pada manajemen perusahaan khususnya
manajer perusahaan dalam meningkatkan kinerja karyawan melalui
budaya organisasi, kepemimpinan, kepuasan kerja dan komitmen
organisasional
2. Bagi akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran serta
pengaplikasian ilmu pengetahuan, sehingga berguna untuk pengembangan
ilmu terutama yang berhubungan dengan Manajemen Sumber Daya
Manusia.
3. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan dan memperluas
wawasan peneliti khususnya dalam bidang ilmu manajemen sumber daya
manusia dan mengenai budaya organisasi, kepemimpinan dan kepuasan
kerja terhadap komitmen organisasi dan kinerja karyawan.
4. Bagi Pihak lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi tambahan
atau untuk pengembangan ide-ide baru untuk penelitian selanjutnya, dan
informasi bagi pihak yang berkepentingan untuk mengkaji masalah yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya organisasi
2.1.1 Pengertian Budaya organisasi
Budaya organisasi identik dengan studi individu dan kelompok dalam
sebuah organisasi. Interaksi orang dalam sebuah organisasi menggambarkan
budaya pada organisasi tersebut. Budaya organisasi yang kuat mendukung
tujuan- tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat
atau bertentangan dengan tujuan- tujuan perusahaan.
Robbins dan Judge (2011: 520) menegaskan “Budaya organisasi adalah
sistem makna bersama yang diselenggarakan oleh anggota yang membedakan
satu organisasi dengan organisasi lain”.
Edy Sutrisno (2010: 2), mendefinisikan budaya organisasi sebagai
perangkat sistem nilai- nilai (values), keyakinan- keyakinan (beliefs), asumsi-
asumsi (assumptions), atau norma- norma yang telah lama berlaku, disepakati
san diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan
pemecahan masalah- masalah organisasinya. Budaya organisasi juga disebut
budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai- nilai atau norma- norma yang
telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi
(karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah- masalah
organisasi (perusahaan).
Robbins & Coulter (2010: 63) mengemukakan bahwa “Budaya organisasi
bekerja yang dianut bersama oleh dan mempengaruhi perilaku serta tindakan
para anggota organisasi”. Dalam kebanyakan organisasi, nilai- nilai dan
praktik- praktik yang dianut bersama (shared) ini telah berkembang pesat
seiring dengan perkembangan zaman dan benar- benar sangat mempengaruhi
bagaimana sebuah organisasi dijalankan.
Sementara menurut Mas’ud dalam penelitian oleh Kartiningsih (2007:27)
Budaya organisasional adalah sistem makna, nilai- nilai dan kepercayaan yang
dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak
dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain. Budaya organisasi
menjadi identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan
dipertahankan. Mas’ud juga menyatakan bahwa suatu budaya yang kuat
merupakan perangkat yang bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena
membantu karyawan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik sehingga
setiap karyawan pada awal karirnya perlu memahami budaya dan bagaimana
budaya tersebut terimplementasikan.
Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan
efektifitas kinerja perusahaan karena menimbulkan antara lain:
1. Nilai-nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan,
menginternalisasi, menjiwai para anggota, dan merupakan kekuatan
yang tidak tampak;
2. Perilaku karyawan secara tak disadari terkendali dan terkoordinasi oleh
kekuatan yang informal atau tidak tampak;
4. Adanya musyawarah dan kebersamaan dalam hal-hal yang berarti
sebagai bentuk partisipasi, pengakuan dan penghormatan kepada
karyawan;
5. Semua kegiatan berorientasi kepada misi atau tujuan organisasi;
6. Para karyawan merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan
kontribusinya;
7. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan
kegiatan-kegiatan perusahaan;
8. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan
perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota
organisasi, dan kekuatannya yaitu menekan para anggota untuk
melaksanakan nilai-nilai budaya;
9. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok.
Soehardi Sigit (2003: 261-262) mengungkapkan dan menerangkan
bahwa budaya organisasi dikatakan kuat, jika nilai- nilai budaya itu
disadari, dipahami dan diikuti, serta dilaksanakan oleh sebagian besar para
anggota organisasi. Adapun tanda- tanda bahwa suatu budaya itu kuat
adalah sebagai berikut:
1. Nilai- nilai budaya saling menjalin, tersosialisasikan dan
menginternalisasi pada para anggota.
2. Perilaku anggota (karyawan) terkendalikan dan terkoordinasikan oleh
kekuatan yang tak tampak (invisible) atau informal.
4. Ada partisipasi para karyawan pada organisasi.
5. Semua kegiatan berorientasi pada misi dan tujuan.
6. Ada ‘shared meaning’ atau kebersamaan mengenai sesuatu yang
dipandang berarti bagi para karyawan.
7. Para anggota karyawan tahu apa yang harus dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan.
8. Ada perasaan rewarding pada anggota (karyawan), karena diakui dan
dihargai martabat dan kontribusinya.
9. Budaya yang berlaku sesuai dengan strategi dan menopang tujuan
organisasi.
Tabel 2.1 Budaya Kuat versus Budaya Lemah
Budaya kuat Budaya lemah
Nilai- nilai diterima secara luas Nilai- nilai hanya dianut oleh segolongan orang saja di dalam organisasi- biasanya kalangan manajemen puncak.
Budaya memberikan pesan yang konsisten kepada karyawan mengenai apa yang dipandang berharga dan penting.
Budaya memberikan pesan yang saling bertolak- belakang mengenai apa yang dipandang berharga dan penting.
Para karyawan sangat mengidentikkan jati diri mereka dengan budaya organisasi.
Tidak ada kaitan yang kuat antara nilai- nilai dan perilaku para anggota organisasi.
Sumber: Robbins dan Coulter (2010: 65)
2.1.2 Fungsi Budaya Organisasi
Sebagai pedoman untuk mengontrol perilaku anggota organisasi, budaya
organsiasi memiliki manfaat dan fungsi yang berguna bagi organisasi. Dari
sisi fungsi, budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi .
1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan
yang lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota- anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar- standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu
dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Sedangkan menurut Sunarto (2008: 8-9), budaya organisasi
mempunyai beberapa fungsi antara lain:
1. Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen
organisasi, terutama pada saat organisasi menghadapi guncangan baik dari
dalam maupun dari luar akibat adanya perubahan.
2. Budaya organisasi merupakan alat untuk menyatukan beragam sifat,
karakter, bakat dan kemampuan yang ada di dalam organisasi.
3. Budaya organisasi merupakan salah satu identitas organisasi, artinya
perusahaan memiliki identitas sebagai perusahaan yang mengutamakan
ketepatan dan kecepatan.
4. Budaya organisasi berfungsi sebagai suntikan energi untuk mencapai
5. Budaya organisasi merupakan representasi dari ciri kualitas yang berlaku
dalam organisasi tersebut.
6. Budaya organisasi merupakan pemberi semangat bagi para anggota
organisasi. Organsiasi yang kuat akan menjadi motivator yang kuat juga
bagi para anggotanya.
7. Adanya perubahan di dalam suatu organisasi akan membawa pandangan
baru tentang kepemimpinan. Seorang pemimpin akan dikatakan berhasil
apabila dapat membawa anggotanya keluar dari krisis akibat perubahan
yang terjadi. Keberhasilan pemimpin disebabkan karena ia memiliki visi
dan misi yang kuat.
8. Salah satu fungsi budaya organisasi adalah untuk meningkatkan nilai dari
stakeholder nya, yaitu anggota organisasi, pelanggan, pemasok dan pihak
pihak lain yang berhubungan dengan organisasi.
2.1.3 Indikator dan dimensi Budaya Organisasi
Budaya perusahaan merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Untuk
itu, di dalam pengukuran budaya perusahaan atau organisasi diperlukan indikator
yang merupakan karakteristik dasar budaya organisasi sebagai wujud nyata
keberadaanya. Berikut adalah indikator budaya organisasi yang dikemukakan oleh
Robbins & Coulter dalam Ardana (2009: 167):
1. Inovasi dan pengambilan resiko, yaitu kadar seberapa jauh
2. Perhatian ke hal yang rinci atau detail, yaitu kadar seberapa jauh
karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan, analisis dan
perhatian yang rinci/detail.
3. Orientasi hasil, yaitu kadar seberapa jauh pimpinan berfokus pada
hasil atau output dan bukannya pada cara mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang, yaitu kadar seberapa jauh keputusan manajemen
turut mempengaruhi orang- orang yang ada dalam organisasi.
5. Orientasi tim, yaitu kadar seberapa jauh pekerjaan disusun
berdasarkan tim dan bukannya perorangan.
6. Keagresifan, yaitu kadar seberapa jauh karyawan agresif dan
bersaing, bukannya daripada bekerja sama.
7. Kemantapan/stabilitas, yaitu kadar seberapa jauh keputusan dan
tindakan organisasi menekankan usaha untuk mempertahankan
status quo.
2.2 Kepemimpinan
2.2.1 Pengertian Kepemimpinan
Salah satu stereotipe yang bias adalah bahwa pemimpin adalah
orang yang harus lebih berkualitas dan berbeda dibandingkan bawahannya.
Tapi kenyataannya kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi seorang
pemimpin yang efektif juga dibutuhkan oleh bawahannya. Agar bisa
berhasil, organisasi bukan hanya membutuhkan pemimpin yang
berkualitas tetapi juga bawahan yang berkualitas. Bawahan yang
juga mempunyai komitmen yang tinggi pada tugasnya dan juga pada
organisasi atau perusahaan dimana ia bekerja. Bawahan yang berkualitas
dan efektif tidak hanya akan mengakatan dan bertipe “yes boss” atau “asal bapak senang” saja, tetapi memprioritaskan tugas dan pekerjaan dan
melakukan nya dengan benar. Pemimpin dan bawahan yang efektif adalah
manusia yang sama, hanya saja memiliki peran yang berbeda pada waktu
yang berbeda di dalam suatu organisasi. Kepemimpinan dimiliki dan
diperankan baik oleh pemimpin dan bawahan yang secara individual
terlibat aktif dan bertanggung jawab atas tugasnya.
Kepemimpinan merupakan aktifitas orang- orang yang terjadi di
antara orang- orang dan bukan sesuatu yang dilakukan untuk orang- orang
sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut. Proses kepemimpinan juga
melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin
dan pengikut untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Dengan
demikian, baik pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab
pribadi untuk mencapai tujuan bersama tersebut (Safaria, 2004: 5).
Sofyandi dan Garniwa (2007: 175) menyatakan bahwa ketika
seorang individu berusaha mempengaruhi perilaku lainnya dalam suatu
kelompok tanpa menggunakan bentuk paksaanm kita menggambarkan
usaha ini sebagai kepemimpinan.
Menurut Robbins & Coulter (2010: 146) pemimpin adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas
Kepemimpinan merupakan proses memimpin sebuah kelompok dan
mempengaruhi kelompok itu dalam mencapai tujuaannya.
Robbins dan Coulter (2010: 10) menyatakan bahwa ketika seorang
manajer memotivasi para bawahannya, membantu mereka menyelesaikan
konflik di antara mereka, mengarahkan para individu atau kelompok-
kelompok individu dalam bekerja, memilih metode komunikasi yang
paling efektif, atau menangani beragam isu lainnya yang berkaitan dengan
perilaku karyawan, maka ia sedang menjalankan fungsi kepemimpinan.
Berdasarkan pengertian ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin dalam
mempengaruhi orang lain ke suatu arah guna mencapai tujuan organisasi.
Inti dari definisi- definisi kepemimpinan ialah “mempengaruhi orang lain
untuk melakukan perbuatan ke arah yang dikehendaki”.
2.2.2 Teori Kepemimpinan
Menurut Robbins & Coulter (2010: 147) teori – teori awal kepemimpinan berfokus pada pemimpin (teori sifat) dan bagaimana pemimpin berinteraksi
dengan anggota kelompoknya (teori perilaku).
1. Teori Sifat (Trait Theories)
Tujuh sifat yang berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif ( Robbins
dan Coulter, 2010: 148):
1. Penggerak (drive). Pemimpin menunjukkan tingkat usaha yag
2. Hasrat untuk memimpin (desire to lead). Pemimpin memiliki
hasrat yang kuat untuk memimpin orang lain.
3. Kejujuran dan integritas (honesty and integrity). Pemimpin
membangun hubungan terpercaya dengan pengikutnya
4. Kepercayaan diri (self confidence). Pengikut mencari pemimpin
yang tidak ragu-ragu. Dengan demikian pemimpin harus dapat
menunjukkan kepercayaan dirinya agar dapat meyakinkan
pengikutnya terhadap keputusan dan tujuan yang harus dicapai.
5. Kecerdasan (intelligence). Pemimpin harus cukuup cerdas agar
dapat mengumpulkan, menyatukan, dan menafsirkan banyak
informasi, memecehakan permasalahan, dan emngambil
keputusan yang tepat.
6. Pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan (job-relevant
knowledge). Pemimpin yang efektif memiliki pengetahuan
tingkat tinggi mengenai perusahaan, industry, dan permasalahan
teknis.
7. Extraversion. Pemimpin adalah orang yang enerjik dan penuh
semangat.Suka bergaul, tegas, dan jarang sekali berdiam atau
menarik diri.
2. Teori Perilaku (Behavioral Theories)
Teori perilaku ialah teori kepemimpinan yang mengidentifikasi
perilaku yang membedakan antara pemimpin efektif dan tidak efektif.
Mengenai gaya kepemimpinan seorang pemimpin, Schein
sependapat dengan Kets de Vries dan Miller yang membagi gaya
kepemimpinan berdasarkan Psychodynamic dalam lima gaya sebagai
berikut (Tika, 2006: 67):
1. Gaya paranoid
Pemimpin selalu merasa curiga dan tidak percaya pada bawahannya.
Pemimpin semacam ini mempunyai kewaspadaan tinggi baik ke dalam
maupun keluar, sinis, reaktif dengan pengembangan strategi,
mempunyai kekuatan yang tersentralisasi, konservatif dan perhatian.
2. Gaya kompulsif (mendorong)
Pemimpin yang takut terhadap kejadian- kejadian yang tidak
diharapkan atau diinginkan. Pemimpin semacam ini adalah kompulsif,
seorang perfeksionis, berhati hati dalam berpikir dan kaku dalam
mengimplementasikan strategi.
3. Gaya dramatik
Pemimpin yang banyak memerlikan perhatian perhatian orang,
memprioritaskan kepentingan diri sendiri, berlebihan ketika emosi,
mengeksploitasi orang lain, berani mengambil keputusan dan risiko
yang tinggi, tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas.
4. Gaya depresif
Seorang pemimpin yang kurang percaya diri, mempunyai tendensi
birokratis terhadap lingkungan, dan mempunyai konservatisme yang
5. Gaya schizoid
Pemimpin yang tidak mengarahkan bawahannya dan juga tidak
mendelegasikan wewenang tetapi menangani dan menyelesaikan
semua nya sendiri. Tidak memberikan perhatian kepada bawahannya
atau hal hal yang perlu dikembangkan seperti misalnya pemasaran
produk.
2.2.3 Tipe dan Gaya Kepemimpinan
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan
kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang
membedakan dirinya dari orang lain.
Menurut Kartono (2005: 34), Gaya atau style hidupnya ini pasti akan
mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya sehingga muncullah beberapa
tipe kepemimpinan. Misalnya tipe- tipe karismatis, paternalistis, militeristis,
otokratis, laissez- faire, populis, administratif, demokratis dan sebagainya.
Menurut Hasibuan (2006: 169), ada beberapa tipe kepemimpinan, antara lain:
1. Tipe karismatis
Tipe pemimpin ini memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan
yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai
pengikut yang sangat besar jumlahnya dan dapat dipercaya. Memiliki
inspirasi keberanian dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri.
2. Tipe paternalistis dan maternalistis
Tipe paternalistis selalu menganggap bawahannya sebagai manusia yang
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil keputusan
sendiri. Tipe kepemimpinan paternalistis memiliki kepribadian keayahan.
Sedangkan untuk tipe maternalistis (keibuan) memiliki ciri yang hampir
mirip dengan paternalistis. Namun yang membedakan adalah sikap yang
terlalu melindungi yang lebih menonjol disertai dengan kasih sayang yang
berlebihan.
3. Tipe militeristis
Perlu dipahami bahwa tipe kepemimpinan militeristis itu berbeda dengan
tipe kepemimpinan organisasi militer. Sifat dari pemimpin yang
militeristis antara lain lebih banyak menggunakan sistem perintah terhadap
bawahannya dan sering kali kurang bijaksana. Menghandaki kepatuhan
mutlak dari bawahan. Menyenangi formalitas, menuntut adanya disiplin
keras dan komunikasi yang berlangsung searah juga merupakan sifat dari
pemimpin militeristis.
4. Tipe otokratis
Sifat dari pemimpin otokratis adalah memberikan perintah- perintah yang
dipaksakan dan harus dipatuhi. Tidak pernah memberikan informasi secara
detail tentang rencana- rencana yang akan datang. Setiap perintah dan
kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Semua
pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan
5. Tipe laissez- faire
Tipe kepemimpinan laissez- faire praktis tidak memimpin. Dia
membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri.
Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan bawahan atau
kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahan sendiri. Pemimpin laissez- faire biasanya tidak memiliki
keterampilan teknis.
6. Tipe populistis
Kepemimpinan populistis berpegang teguh pada nilai- nilai masyarakat
yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta
bantuan luar negeri.
7. Tipe administratif
Tipe kepemimpinan ini mampu menyelenggarakan tugas- tugas
administratif secara efektif. Sedangkan para pemimpinnya terdiri dari para
teknorat dan para administrator yang mampu menggerakkan dinamika
modernisasi dan pembangunan .
8. Tipe demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi
pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung
jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan
pemimpin”, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari
setiap anggota kelompok.
Sedangkan menurut Kartono (2005: 35), ada beberapa tipe kepemimpinan:
1. Tipe deserter (pembelot)
Sifatnya: bermoral rendah, tidak memiliki rasa keterlibatan, tanpa
pengabdian, tanpa loyalitas dan ketaatan, sukar diramalkan.
2. Tipe birokrat
Sifatnya: correct, kaku, patuh pada peraturan dan norma- norma, ia adalah
manusia organisasi yang tepat, cermat, berdisiplin dan keras.
3. Tipe misionaris (missionary)
Sifatnya: terbuka, penolong, lembut hati dan ramah- tamah
4. Tipe developer (pembangun)
Sifatnya: kreatif, dinamis, inovatif, memberikan/ melimpahkan wewenang
dengan baik, menaruh kepercayaan pada bawahan.
5. Tipe otokrat
Sifatnya: keras, diktatoris, mau menang sendiri, keras kepala, sombong,
bandel dan tidak mempercayain kelompok atau bawahannya.
6. Benevolent autocrat (autokrat yang bijak)
Sifatnya: lancar, tertib, ahli dalam mengorganisir, besar rasa keterlibatan
diri.
7. Tipe compromiser (kompromis)
Sifatnya: plintat- plintut, selalu mengikuti angin tanpa pendirian, tidak
8. Tipe eksekutif
Sifatnya: bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi yang baik,
berpandang jauh dan tekun.
2.2.4 Indikator dan dimensi Kepemimpinan
Campbell dan Samiec (2005: 123-128) menyatakan bahwa kesuksesan
seorang pemimpin menuju kinerja mengesankan apabila ia menjalankan 5 dimensi
kepemimpinan, antara lain:
1. Commanding: mengambil alih tanggung jawab dan segera
mengambil keputusan untuk pencapaian kinerja secara cepat.
2. Visioning: kecakapan komunikasi pemimpin dalam menjelaskan
kepada seluruh konstituen akan masa depan perusahaan.
3. Enrolling: kecakapan dari sang pemimpin dalam menciptakan
peluang- peluang, membuat keputusan dan menyelesaikan
masalah. Hal ini berhubungan dengan kecakapan manajerial.
4. Relating: inti dari relating adalah satu yaitu harmoni. Sebagai
pemimpin, ia harus bisa membuat hubungan yang harmonis antara
dirinya dengan para anak buah atau bawahan. Di samping itu, para
bawahannya juga memiliki hubungan yang harmonis antara
mereka.
5. Coaching: ialah keahlian melatih. Seorang pemimpin akan melatih
bawahannya secara berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja
karyawan melalui proses pengembangan pada aktivitas sehari- hari,
mampu melatih anggota timnya sehingga mereka menjadi mandiri
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
2.3 Kepuasan Kerja
2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Setiap orang yang bekerja mengharapkan agar mencapai dan mendapatkan
kepuasan dari tempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan memengaruhi
produktivitas yang sangat diharapkan manajer. Untuk itu, manajer perlu
memahami apa yang harus dilakukan untuk menciptakan kepuasan kerja
karyawannya.
Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti
peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kerja, bekerja dengan
kondisi kerja yang kadang kuang ideal dan semacamnya. Bilamana orang
berbicara tentang sikap- sikap pekerja, biasanya dimaksudkan dengan kepuasan
kerja. Kepuasan kerja mencerminkan sikap dan bukan perilaku. Wibowo (2012:
502) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan variabel tergantung utama
karena dua alasan yaitu: (1) menunjukkan hubungan dengan faktor kinerja; dan
(2) merupakan preferensi nilai yang dipegang banyak peneliti perilaku organisasi.
Sofyandi dan Garniwa (2007: 90) menjelaskan bahwa kepuasan kerja
adalah sikap umum seseorang dalam menghadapi pekerjaannya, seorang yang
tinggi kepuasan kerjanya memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, sedangkan
seseorang yang tidak memperoleh kepuasan di dalam pekerjaannya memiliki
Handoko (dalam Sutrisno, 2009: 75) menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi
para karyawan memandang pekerjaan mereka. Robbins dalam Wibowo (2012:
501) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang
diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2012: 502) menyatakan kepuasan
kerja sebagai respons affective atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan
seseorang.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Kepuasan kerja adalah sikap seseorang dalam menghadapi pekerjaanya,
seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memperlihatkan sikap
yang positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak puas akan
memperlihatkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu sendiri.
2.3.2 Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wibowo (2012: 503), kepuasan kerja memiliki dua teori, dalam
pendapatnya dikatakan bahwa teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa
yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaanya daripada beberapa
lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap
kepuasan kerja. Di antara teori kepuasan kerja adalah two- factor theory dan value
1. Two- Factor Theory
Teori dua faktor ini merupakan teori kepuasan kerja yang mengusulkan
bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) adalah
bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu, motivators dan hygiene
factors.
Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar
pekerjaan itu seperti misalnya kondisi kerja, upah, keamanan, hubungan
antar karyawan dan atasan. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang
berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung dari pada
pekerjaan itu seperti misalnya sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan,
promosi, pengembangan karir dan acknowledgement.
2. Value Theory
Pada teori ini, kepuasan terjadi pada tingkat dimana hasil pekerjaan
diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang yang
menerima hasil, maka akan semakin puas. Semakin dikit orang yang
menerima, maka akan kurang puas.
Implikasi teori ini menekankan bahwa aspek pekerjaan perlu diubah untuk
mendapatkan kepuasan kerja. Teori ini juga mengusulkan bahwa kepuasan
kerja dapat diperoleh dari banyak faktor. Oleh karena itu, Wibowo (2012:
504) menganjurkan bahwa cara yang efektif untuk memuaskan pekerja
adalah dengan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila
2.3.3 Faktor- Faktor Penyebab Kepuasan Kerja
Kepuasan merupakan sebuah hasil yang dirasakan oleh karyawan.
Jika karyawan puas dengan pekerjaannya, maka ia akan betah bekerja pada
organisasi atau perusahaan tersebut. Dengan mengerti output yang
dihasilkan, maka perlu kita ketahui penyebab yang bisa mempengaruhi
kepuasan tersebut. Menurut Sutrisno (2009: 80) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
1. Faktor psikologi
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan,
yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja,
bakat dan keterampilan.
2. Faktor sosial
Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antar
karyawan maupun karyawan dengan atasan.
3. Faktor fisik
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik karyawan ,
meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran
udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya.
4. Faktor finansial
Merupakan faktor berhubungan dengan jaminan serta kesehatan
macam - macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan
sebagainya.
Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2012: 504-505)
terdapat lima faktor yang dapat memengaruhi timbulnya kepuasan
kerja, yaitu sebagai berikut:
1. Need Fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan
memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi
kebutuhannya.
2. Discrepancies (perbedaan)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan
harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan
yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih
besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas.
Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka
menerima manfaar di atas harapan.
3. Value attainment (pencapaian nilai)
Value attainment atau pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan
merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan
nilai kerja individual yang penting.
4. Equity (keadilan)
Kepuasan terdapat dari seberapa adil seorang individu
5. Dispositional/ genetic components (komponen genetik)
Kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor
genetik. Perbedaan individu mempunyai arti penting dalam
menentukan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik
lingkungan.
2.3.4 Ketidakpuasan Kerja Karyawan
Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara.
Misalnya, berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik
organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerja mereka.
Robbins dan Judge dalam Wibowo (2012: 515-516) menunjukkan empat respons
atau tanggapan yang berbeda satu sama lain, yang dapat didefinisikan sebagai
berikut:
1. Exit (keluar)
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada
meningalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau
mengundurkan diri.
2. Voice (suara)
Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan
konstuktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan
perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai
3. Loyalty (kesetiaan)
Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi dengan menunggu
secara optimistik hingga membaiknya kondisi, termasuk dengan
berbicara bagi organsisasi di hadapan kritik luar dan mempercayai
organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang terbaik
dan tepat.
4. Neglect (pengabaian)
Ketidakpuasan tinjukkan dengan membiarkan kondisi memburuk,
termasuk keterlambatan atau tingkat absen yang tinggi,
mengurangi usaha dan meningkatkan tingkat kesalahan.
2.3.5 Indikator Kepuasan Kerja
Robbins dan Judge (2008: 99) mendefinisikan Kepuasan kerja sebagai
suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari
sebuah evaluasi karakteristiknya. Kepuasan kerja adalah suatu sikap umum
seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi denga n
rekan kerja, atasan, per-aturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi
kerja dan sebagainya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu dan sebaliknya. Ada beberapa
indikator kepuasan kerja karyawan, yaitu sebagai berikut:
1. Persepsi yang berkaitan dengan pekerjaan
2. Kepuasan karyawan terhadap situasi kerja.
3. Kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pegawai terhadap kondisi
2.4 Komitmen Organisasi
2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Dalam organisasi, komitmen sering kali dikaitkan dengan kepuasan kerja.
Sutrisno (2010: 295) mengasumsikan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja
karyawan maka akan semakin tinggi pula komitmen kerja. Banyak organisasi
dalam perkembangannya mengalami berbagai macam masalah akibat munculnya
kelompok- kelompok kecil yang membuat organisasi itu tersebut menjadi kacau.
Perbedaan peran, harapan, kepentingan, persepsi dan sebagainya menjadi sumber
konflik yang dapat mengancam kehidupan kelompok tersebut dan menimbulkan
masalah masalah seperti misalnya pemogokan karyawan, absensi yang tinggi dan
tingkat turnover yang tidak terkendali. Semua ini merupakan gejala yang muncul
dan disebabkan oleh ketidakpuasan karyawan terhadap organisasi. Ini dikarenakan
rendahnya komitmen kerja dari para karyawannya.
Dalam perilaku organisasi, terdapat berbagai macam definisi tentang
komitmen. Luthans dalam Sutrisno (2010: 292) menyatakan komitmen organisasi
merupakan: (1) keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dalam suatu
kelompok, (2) kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi, (3) suatu keyakinan
tertentu dan penerimaan terhadap nilai- nilai dan tujuan- tujuan organisasi.
Buchanan dalam penelitian oleh Yeh & Hong (2012: 51) menegaskan
bahwa komitmen organisasi adalah semacam keyakinan yang menghubungkan
nilai- nilai organisasi dan tujuannya dengan perasaan dan tujuan seorang individu.
Komitmen juga berarti keinginan yang abadi untuk memelihara hubungan
(2010: 296) menjelaskan bahwa komitmen pegawai itu merupakan hal yang
penting bagi organisasi, terutama untuk menjaga kelangsungan dan pencapaian
tujuan. Namun untuk memperoleh komitmen yang tinggi, diperlukan kondisi
kondisi yang memadai untuk mencapainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi itu adalah loyalitas
karyawan atau pekerja terhadap perusahaan atau organisasinya dan juga
merupakan suatu proses mengekspresikan perhatian dan partisipasinya terhadap
organisasi itu tersebut.
2.4.2 Teori- Teori Dasar Komitmen
Menurut Moreland dkk dalam Sutrisno (2010: 298), ada beberapa teori
yang menjelaskan dasar dasar motivasional munculnya komitmen individu dalam
organisasi, yaitu teori sosialisasi kelompok, teori pertukaran sosial, teori
kategorisasi diri dan teori identitas.
1. Teori Sosialisasi Kelompok
Menurut model ini, baik kelompok maupun individu melakukan proses
evaluasi dalam hubungan bersama dan membandingkan value nya dengan
hubungan yang selama ini berlangsung. Dalam evaluasi ini, Moreland
menjelaskan bahwa perubahan perasaan akan berpengaruh terhadap
komitmen yang dimiliki individu. Semakin tinggi perasaan positif semakin
besar juga komitmen oganisasinya. Ada lima tahap yang dilalui dalam
model ini, yaitu investasi, sosialisasi, maintanance, rasionalisasi dan
kenangan dan ada juga empat transisi peran yang dilakukan mulai dari
2. Teori Pertukaran Sosial
Setiap hubungan akan selalu melibatkan pertimbangan untung dan rugi
bagi partisipannya. Reward dan cost akan menjadi faktor penting dalam
menentukan nilai suatu hubungan. Partisipan akan termotivasi untuk
meningkatkan dan memaksimalkan reward tersebut dan menurunkan cost
yang diakibatkan hubungan tersebut. Orang dapat bergabung dalam
beberapa hubungan secara simultan.
3. Teori Kategorisasi Diri
Paling tidak ada dua cara perubahan terjadinya komitmen organisasi.
Pertama, komitmen juga dapat berubah karena prototype kelompok
bersifat untabel. Kedua, komitmen juga dapat berubah karena karakteristik
keanggotaan kelompok juga untabel. Dengan perubah kedua prototype
tersebut, maka masing masing individu akan menyesuaikan diri dengan
prototype kelompok yang dimasukinya dan begitu pula sebaliknya.
Tampaknya konflik muncul setelah terjadinya perubahan pada prototype
ini. Sehingga pemogokan, konflik dan kasus- kasus negatif yang tidak
diharapkan dalam organisasi dapat muncul. (Sutrisno, 2010: 302).
4. Teori Identitas
Stryker dalam Sutrisno (2010: 302) menyampaikan bahwa teori ini
menawarkan perspektif lain pada komitmen dan perannya dalam
kelompok sosial. Pertama, pran sosial yang merupakan representasi dari
suatu harapan tertentu dari seseorang memiliki pengaruh yang kuat
suatu harapan tertentu dari seseorang memiliki pengaruh yang kuat
terhadap perilaku. Pada saat yang sama, seseorang bisa menjalankan suatu
peran. Karena itu beberapa peran bisa mengalami inkonkruensi dengan
peran lainnya.
2.4.3 Indikator dan dimensi Komitmen Organisasi
Menurut Robbins dan Judge (2008: 100-102), Komitmen organisasi adalah
suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta
tujuan- tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada
pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang
tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Tiga dimensi
terpisah komitmen organisasional adalah:
1. Komitmen afektif (affective commitment): yaitu perasaan emosional untuk
organisasi dan keyakinan dalam nilai- nilainya.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment): yaitu nilai ekonomi
yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan
meninggalkan organisasi tersebut. seorang karyawan mungkin
berkomitmen kepada pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa
bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan
keluarganya.
3. Komitmen normatif (normative commitment): yaitu kewajiban untuk