• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (11)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (11)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K-3)

MAKALAH

“KERUGIAN JIWA DAN HARTA DIAKIBATKAN STRUKTUR KESALAHAN

ALAM DAN MANUSIA”

DOSENPEMBIMBING :

FARIDA ARINIE SOELISTIANTO, ST. MT

.

Penyusun :

Kelas JTD-1A | Kelompok 3

1. Abd. Wahid Al Anas NIM : 1341160010 2. Anggy Pramanta Putra NIM : 1341160012 3. Kiki Lailatul Rahmadhani NIM : 1341160013

Jaringan Telekomunikasi Digital

Jurusan Teknik Elektro

(2)

BAB I

LATAR BELAKANG

ABSTRAK

Hutan di Indonesia juga dikenal memiliki keaneka ragaman hayati yang sangat tinggi, sehingga memiliki peranan yang baik ditinjau dari aspek ekonomi, social budaya maupun ekologi. Namun seiring dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi nasional, tekanan terhadap sumberdaya alam hampir sudah tidak seimbang lagi antara sumberdaya alam dalam hal ini hutan mangrove dengan prilaku manusia. Di Propinsi Bengkulu lima puluh persen hutan bakau (magrove) terdapat sepanjang 525 km patai barat telah mengalami kerusakan. Hutan bakau (magrove) mempunyai fungsi geologis dan ekonomis, maka pengelolaan hutan bakau perlu pendekatan yang melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah maupun pusat dengan adanya perencanaan, pelaksanaan , pemeliharaan, pengawasan dan evaluasi.

I. PENDAHULUAN

Hutan di Indonesia juga dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, sehingga memiliki peranan yang baik ditinjau dari aspek ekonomi, social budaya maupun ekologi. Namun, seiring dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi nasional, tekanan terhadap sumber daya alam hampir sudah tidak sehimbang lagi antara sumberdaya alam dalam hal ini hutan mangrove dengan perilaku manusia terhadap tekanan hutan mangrove dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan.

(3)

Ekosistem perairan adalah suatu lingkunagan perairan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara jasat hidup perairan baik biotik maupun a biotik. Ekosistem perairan terbagi menjadi perairan tawar, pesisir dan laut (Soemarwoto, 2004). Daerah hutan mangrove juga dimanfaatkan untuk usaha budidaya perikanan.

Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang spesifik. Hutan mangrove tumbuh di zona pantai yang berlumpur yang secara teratur tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi tidak dipengaruhi oleh iklim. Hutan mangrove mempunyai fungsi ekonomis dan fungsi ekologis. Salah satu fungsi ekologis adalah mencegah terjadinya abrasi pantai dan sumberdaya yang paling banyak menghasilkan nutrien bagi ekosistem dan beberapa biota, tempat berasosiasi berbagai organisme seperti udang, kerang, kepiting dan lain-lain. Sedangkan fungsi ekonomisnya sebagai penyediaan kayu, daun-daunan, sebagai bahan baku obat-obatan dan getah-getahan. Disamping itu juga hutan bakau mempunyai fungsi non ekonomis yaitu sebagai lahan eksploitasi, tambak udang, pariwisata dan sebagai daerah indusri.

Lima puluh persen hutan bakau mangrove di Propinsi Bengkulu terdapat di sepanjang 525 km pantai Barat telah mengalami

kerusakan. Diperkirakan luas hutan mangrove di sepanjang pantai Barat sekitar 5.250 ha. Hutan mangrove yang relative masih utuh adalah di pulau Enggano. Hutan mangrove di Enggano sebagian besar tersebar di bagian pantai sebelah timur Pulau Enggano, termasuk ke dalam kawasan hutan

koservasi, seperti Cagar Alam Teluk Klowe, Cagar Alam Sungai Bahewa dan Taman Buru Gunung Nanua; luasnya 1.536,8 ha. Sebagian hutan bakau (mangrove) juga terletak di sebelah barat Pulau Enggano, yaitu di Cagar Alam Tanjung Laksaha dan secara spot-spot terletak di sebelah selatan kawasan Cagar Alam Kioy (Senoaji dan Suminar, 2010).

II. Permasalahan

(4)

bakau (mangrove) pengambilan kayu yang membabi buta, pembukaan tambak-tambak untuk budidaya perairan. Permasalahan yang dihadapi di sebagian besar wilayah pantai Bengkulu antara lain :

1. Instrusi air laut

Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kearah daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin (Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman. Instrusi air laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.

2. Turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organic, minyak bumi dll. 3. Penurunan keanekaragaman hayati di wilayah pesisir

4. Peningkatan abrasi pantai

5. Turunnya sumber makanan, tempat pemijah & bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun.

6. Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air laut dlll.

7. Peningkatan pencemaran pantai.

Dalam situasi seperti ini, habitat dasar dan fungsinya menjadi hilang dan kehilangan ini jauh lebih besar dari nilai penggantinya.

III. Pemecahan Masalah

(5)

A. Hubungan Masyarakat dengan Hutan Bankau (Mangrove)

Manusia tidak bisa dipisahkan dengan lingkungannya, bahkan sangat tergantung pada lingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di lingkungan sekitarnya.

Dalam memanfaatkan sumber daya alam pesisir sebagai wujud mata pencaharian, kegiatan manusia mengalami tahap perkembangan, yaitu (a) sebagai pemburu dan peramu (huntering and gathering); (b) peternak, penangkap ikan. Melalui tahap perkembangan itu manusia belajar mengelola lingkungannya. Tetapi seiring dengan perkembangan manusia terutama sejak revolusi industri, perkembangan manusia telah menyebabkan permasalahan lingkungan yang sangat kompleks disebabkan keberadaan hutan bakau (mangrove) di Indonesia semakin parah, pada tahun 1993 luas hutan bakau (mangrve) di Indonesia 3,7 juta hektar. Namun pada tahun 2005, hutan bankau tersebut tinggal sekitar 1,5 juta hektar.

Masyarakat yang hidupnya bergantung dari hutan bakau (mangrove) ini seringkali merupakan kelompok yang paling miskin di Indonesia. Dari 25,9 juta orang yang dikategorikan miskin di Indonesia, 34% hidup di sekitar hutan bakau (mangrove). Diperkirakan pada tahun 2008, sekitar 40% penduduk pedesaan di Indonesia bergantung pada hutan untuk mata pencahariannya. Melihat fakta diatas maka hutan bakau (mangrove) memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.

Timbulnya konflik terjadi ketika klasifikasi fungsional modern dan pengembangan kehutanan seperti hutan bakau (mangrove) seringkali bertentangan dengan hukum adat dan kepemilikan adat masyarakat. Batas yang tidak jelas antara wilayah konservasi penebangan dan kegiatan lainnya antara hutan bakau (mangrove) dengan masyarakat. Juga tumpang tindih lahan hutan bakau (mangrove) milik pemerintah dengan lahan hutan bakau (mangrove) tempat masyarakat bertani, berburu, memancing dan menghasilkan hasil hutan non-kayu. Seringkali menimbulkan dampak yang serius pada masyarakat setempat.

Fakta mengenai kedudukan hutan bakau (mangrove) pada masyarakat Indonesia dan penyebabkan timbulnya konflik maka untuk malaksanakan pengelolaan hutan bakau (mangrove) yang berkelanjutan peran serta masyarakat diperlukan, sehingga masyarakat tidak lagi sekedar menerima dampak tetapi ikut merasakan keuntungan dan kerugian dalam pengelolaaan hutan bakau (mangrove) yang dapat meningkatkan kesejateraan mereka.

(6)

Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumber daya alam adalah menciptakan kemudian mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan terhadap

manusia dan keberlanjutan pemanfaatan dan keberadaan sumberdaya alam (Asdak:2002). Karena yang terjadi pada saat ini adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlebihan telah menyebabkan semakin berkurangnya sumber daya alam (hutan bakau). Sampai saat ini pengelolaan sumber daya alam masih belum memberikan nilai yang cukup berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Degradasi sumber daya alam sebagian besar disebabkan oleh menguatnya krisis persepsi yang bersumber pada paradigma pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan terlalu memanjakan kepentingan manusia.

Hal ini dapat dibenahi melalui perubahan paradigma sektoral menjadi terpadu Koordinasi dan kerjasama antar sektor harus berbasis pemberdayaan masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat sebagai mitra dalam pembangunan sosial ekonomi menjadi penting dan diawali dengan pemberdayaan masyarakat lokal (Adimihardja dkk : 2004).

Dalam rangka melestarikan sumberdaya alam dalam hal ini adalah pengelolaan hutan bakau (mangrove) yang ada di wilayah pesisir, untuk pemanfaatannya lebih baik diperlukan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam tersebut.

Pengelolaan hutan bakau (mangrove) melibatkan masyarakat adalah suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdayanya sendiri dalam hal ini adalah hutan bakau (mangrove) dengan terlebih dahulu melihat kebutuhan, keinginan tujuan dan aspirasi dari masyarakatsehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.

(7)

Masyarakat tersebut semakin berantusias untuk merombak hutan-hutan bakau (mangrove) menjadi tambak ikan dan udang. Pengaruh aktivitas masyarakat untuk mengkonversi kawasan pantai dan hutan mangrove semakin meningkat ( Anonim, 2007). Dan pembangunan tambak yang terjadi adalah pembangunan yang tidak berkelanjutan, karena pembangunan yang dilakukan tidak menjaga fungsi primer dari hutan bakau( mangrove).

Oleh karena itu semua pihak dalam hal ini pemerintah, masyarakat setempat dan swasta harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Dapat mempertahankan ekosistem hutan bakau (mangrove) dalam setiap pembangunan.

2. Mempertahankan dan melindungi ekosistem hutan bakau (mangrove) Yang telah ada.

3. Budidaya perikanan ( tambak) sebaikan dilakukan dibelakang hutan bakau (mangrove).

4. Semua pihak harus mendorong terciptanya budaya peduli terhadap ekosistem hutan bakau (mangrove).

5. Hutan bakau (mangrove) yang rusak harus dilakukan rehabilitasi dengan cara penanaman kembali mangrove. Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat antara lain terbukanya peluang kerja sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.

6. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.

7. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.

8. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.

9. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi 10. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir

11. Program komunikasi konservasi hutan mangrove 12. Penegakan hukum

(8)

Selain itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.

Implikasi langsung terhadap peningkatan pertambuhan penduduk adalah makin meningkatnya tuntutan kebutuhan hidup, sementara potensi sumber daya alam di darat yang kita miliki sangatlah terbatas. Hal tersebut mendorong kita untuk mengalihkan alternatif potensi sumber daya alam lain yang kita miliki yaitu potensi hutan mangrove.

Dengan memberdayakan potensi masyarakat pesisir, tentunya masyarakat juga merasa bertanggung jawab. Artinya masyarakat merasa ikut memiliki hutan mangrove pada daerahnya. RBegitu pula seandainya hutan mangrove tersebut telah menjadi besar, maka masyarakat juga merasa harus mengawasinya, sehingga mereka dapat mengawasi apabila ada yang ingin mengambil atau memotong hutan bakau (mangrove) tersebut secara leluasa. Melalui mekanisme ini, masyarakat tidak merasa dianggap sebagai “kuli”, melainkan ikut memiliki hutan mangrove tersebut, karena mereka merasa ikut merencanakan penanaman hutan bakau (mangrove) dan lain-lainnya. Masyarakat merasa mempunyai andil dalam upaya menjaga hutan bakau (mangrove) tersebut, sehingga status mereka akan berubah, yaitu bukan sebagai kuli lagi melainkan ikut memilikinya.

C.Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bakau (Mangrove)

Masyarakat yang tergantung pada hutan bakau (mangrove) ada yang bergantung pada hutan bakau (mangrove) untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti pangan dan energi, adapula yang menjadikan sebagai mata pencaharian. Masyarakat yang menjadikan hutan bakau (mangrove) sebagai mata pencaharianlah yang patut diwaspadai. Mereka memandang hutan bakau (mangrove) sebagai sumber daya yang dapat menghasilkan uang untuk membayar kebutuhan sehari-hari, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya.

(9)

(daerah dan pusat) maupun masyarakat, dalam pengelolaan hutan bakau (mangrove) perlu ada kesepakatan bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat lokal atau masyarakat setempat dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, pengawasan dan evaluasi sehingga keberlanjutan hutan mangrove dapat tercapai. Pengelolaan hutan bakau (mangrove) harus ada pelindungan terhadap hutan bakau ketentuan pelarangan penebangan hutan bakau (mangrove). Untuk pengelolaan dan menjaga keberlanjutan hutan bakau (mangrove) pemerintah harus mengembangkan budidaya perikanan yang baik dimana keberadaan hutan bakau (mangrove) merupakan bagian dari pendukung budidaya perikanan.dengan harapan agar hutan bakau (mangrove) lestari dan budidaya ikan memberi nilai ekonomi.

Pada tahap implementasi ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara masyarakat lokal dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat benar-benar memahami rencana yang akan dilaksanakan. Menurut Zamani dan Darmawan (2000) kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap implementasi ini adalah:

1. Integrasi ke dalam masyarakat, dengan melakukan pertemuan dengan masyarakat untuk menjawab seluruh pertanyaan yang berhubungan dengan penerapan konsep dan mengidentifikasi pemimpin potensial yang terdapat di lembaga masyarakat lokal.

2. Pendidikan dan pelatihan masyarakat, metoda pendidikan dapat dilakukan secara non formal menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan cara tatap muka sehingga dapat diperoleh informasi dua arah dan pengetahuan masyarakat lokal dapat dikumpulkan untuk dimasukkan dalam konsep penerapan

3. Memfasilitasi arah kebijakan, dalam hal ini segenap kebijakan yang berasal dari masyarakat dan telah disetujui oleh koordinator pelaksana hendaknya dapat didukung oleh pemerintah daerah, sehingga kebijakan bersama tersebut mempunyai kekuatan hukum yang jelas, dan

4. Penegakan hukum dan peraturan, yang dimaksudkan agar seluruh pihak yang terlibat akan dapat menyesuaikan tindakannya dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Untuk mengembangkan budidaya perikanan dengan hutan bakau (mangrove) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :

(10)

2. Rencana pengembangan dan pengelolaan kawasan harus didasarkan atas azas kelestarian, manfaat dan keterpaduan, dengan tujuan :

a. menjamin keberadaan kawasan ekosistem hutan bakau (mangrove) dengan luasan yang cukup dan sebaran yang merata,

b. mengoptimalkan aneka fungsi kawasan, termasuk fungsi konservasi, fungsi lindung,dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi yang sehimbang dan berkelanjutan,

c. mendukung pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat, dan berwawasan lingkungan sehingga menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi.

3. Rehabilitasi fungsi kawasan hutan bakau (mangrove).

4. Adanya perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap kelestarian

hutan bakau (mangrove), sehingga mendorong terbentuknya pengelolaan

hutan mangrove yang melibatkan masyarakat. .

5. Porposi 80% kawasan untuk hutan bakau (mangrove) dan 20% untuk budidaya ikan.

Dengan memberdayakan potensi masyarakat pesisir, tentunya masyarakat juga merasa bertanggung jawab. Artinya masyarakat merasa ikut memiliki, masyarakat juga merasa harus mengawasinya, ikut memiliki hutan bakau (mangrove) tersebut, karena mereka merasa ikut merencanakan penanaman dan lain-lain.

(11)
(12)
(13)

BAB III

TEORI DASAR

Frank E. Bird Junior :

Teori Heinrich urutan domino diperbarui oleh Frank Bird Jr untuk menjelaskan keadaan yang menyebabkan kerugian (injury) dalam urutan kronologis dari lima domino. Beliau mengatakan bahwa dalam penerapan teori Heinrich terdapat kesalahan prinsipil.Orang terpaku pada pengambilan salah satu Domino yang seolah-olah menanggulangi penyebab utama kecelakaan, yakni kondisi atau perbuatan.Tetapi mereka lupa untuk menelusuri sumber yang mengakibatkan kecelakaan.

Definisi Frank E. Bird Jr terkait teori kecelakaan pada perusahaan adalah yaitu kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa sertakerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumberenergi yang melebihi ambang batas atau struktur. Memodifikasikan teori Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan sutau kecelakaan, antara lain :

1. Manajemen Kurang control. 2. Sumber Penyebab utama.

3. GejalaPenyebab langsung (praktek dibawah standar). 4. Kontak Peristiwa (kondisi dibawah standar).

(14)

PEMBAHASAN

Pembaharuan teori Domino ini pertama kali diperkenalkan secara langsung oleh Frank E.Bird.Beliau mengatakan bahwa dalam penerapan teori Heinrich terdapat kesalahan prinsipil.Orang terpaku pada pengambilan salah satu Domino yang seolah-olah menanggulangi penyebab utama kecelakaan, yakni kondisi atau perbuatan.Tetapi mereka lupa untuk menelusuri sumber yang mengakibatkan kecelakaan.Definisi Frank E. Bird Jr terkait teori kecelakaan pada perusahaan adalah yaitu kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa sertakerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumberenergi yang melebihi ambang batas atau struktur.Teori Domino yang ditampilkan menjelaskan tentang proses terjadinya kecelakan ke dalam 5 tahapan yaitu :

1. Lack of Control - Management

Kata control dalam factor ini didasarkan pada 4 fungsi dari professional management (planning – organizing – leading – controlling) dalam penggunaan yang umum pada kalimat “loss control”, kata control didasarkan pada peraturan umum, perintah, pengendalian, atau pnahan kerugian terjadi lagi.

2. Basic Cause – Origin (Etiology)

Factor individu (personal) dan factor yang terkait dengan pekerjaan merupakan penyebab dasar dari kecelakaan atau pemicu insiden.Factor individu meliputi kurangnya pengetahuan dan pelatihan, motivasi yang kurang dan masalah fisik atau mental.Sedangkan factor pekerjaan meliputi standar kerja yang tidak sesuai dan penggunaan yang tidak normal.Origins didasarkan pada sumber, dan identifikasi dari sumber sebagai penyebab dasar yang disajikan melalui akar penyebab bertujuan untuk mencapai pengendalian yang lebih efektif daripada mencegah gejala (symptom) dari masalah.

3. Immediate Cause – symptoms

Penyebab yang masuk alam factor ini adalah tindakan tidak aman atau kondisi tidak aman.Pada kenyataanya, penyebab langsung biasanya hanya merupakan gejala dari masalah yang sebenarnya. Ketika kia memecahkan gejala dan tidak mengidentifikasi masalah yang menjadi dasar, kita tidak akan mampu mengoptimalkan pengendalian yang permanen.

4. Accident – Contact

(15)

radiasi dan lain lain) yang berada diatas nilai ambang batas dari tubuh atau struktur, atau “contact” dengan subtansi yang bercampur dengan proses normal tubuh.

5. Injury – damage – loss

Kata “injury” dijelaskan sebagai kerugian yang berakhir pada kerusakan fisik individu yang mana jenisnya bermacam-macam, seperti traumatic injury, luka, kecacatan pada mental, kerusakan syaraf atau efek sistematik lainnya. Kata “damage” ini dijelaskan sebagai kerusakan property. Keparahan dari kerugian akibat kerusakan property dan kecacatan pada fisik dapat diminimalisasi dari beberapa tindakan pada setiap poin tahapan kejadian kecelakaan.

Konsep Rasio Kecelakaan Heinrich

Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaikimanajemen tentang keselamatan kerja.Kemudian, praktek dan kondisi di bawah standarmerupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utamaakibat kesalahan manajemen. Disebut pula, bahwa setiap 1 kecelakaan berat akan disertai 10kecelakaan ringan, 30 kecelakaan harta benda, dan 600 kejadian lainnya yang hampir celaka.

Dalam teori yang disampaikan oleh Frank E. Bird terjadinya kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian berupa cedera atau kematian pada pekerja, harta benda (property), kerusakan lingkungan, proses. Salah satu kerugian yang diakibatkan oleh kecelakaan adalah waktu hilang kerja sebagai berikut (Bird and Germain, 1990) :

1. Waktu pekerja yang terluka yaitu; waktu produktif hilang , oleh karena karyawan terluka dan tidak dapat digantikan dengan kompensasi.

2. Waktu teman kerja yaitu;

a. Waktu hilang dari teman kerja ditempat kejadian, seperti membantu korban kerumah sakit atau ambulans.

b. Waktu hilang dikarenakan simpati dan keingintahuan dan pekerjaan terhenti pada saat kecelakaan dan sesudah kejadian sebab adanya diskusi tentang kejadian.

Cacat atau cedera

Kerugian Material

(16)

c. Waktu hilang dikarenakan membersihkan bekas kecelakaan, mengumpulkan sumbangan untuk membantu korban dan keluarbanya.

3. Waktu supervisor (atasan) yaitu; a. Waktu membantu korban.

b. Waktu untuk menginvestigasi penyebab kecelakaan, misalnya investigasi awal, tindak lanjut, penelitian untuk pencegahan.

c. Waktu untuk mengatur kelangsungan pekerjaan, mendapatkan material baru, dan penjadualan kembali.

d. Seleksi dan pelatihan pekerja baru, mencakup memeriksa aplikasi kerja, evaluasi calon pekerja, pelatihan pekerja baru, memidahkan kerja.

e. Waktu untuk mempersiapkan laporan kecelakaan, seperti laporan pekerja cedera, laporan kerusakan barang, laporan incident, kesesuaian laporan, sarana kecelakaan dan lain sebagainya.

f. Waktu untuk berpartisipasi pada saat mendiskusikan tentang kasus kecelakaan. 4. Kerugian-kerugian yang bersifat umum yaitu;

a. Waktu produksi yang hilang karena adanya kekecewaan, shock atau adanya peralihan perhatian pekerja, proses kerja lambat, diskusi dengan pekerja lain seperti “apakah kamu dengar…?”

b. Kerugian yang diakibatkan oleh terhentinya mesin, kendaraan, pabrik, fasilitas dan sebagainya yang bersifat sementara, atau jangka panjang serta, mempengaruhi peralatan dan penjadualan

c. Efektifitas pekerja yang terluka seringkali berkurang setelah kembali bekerja d. Kerugian bisnis dan keinginan untuk berusaha, publisitas yang buruk, masalah

yang ditimbulkan adanya rekruitmen baru

e. Memperbesar biaya legal seperti kompensasi, tanggung jawab dalam penanganan klaim dibandingkan biaya langsung berupa asuransi

f. Peningkatan biaya untuk asuransi

5. Kerugian-kerugian yang berupa property yaitu;

a. Pengeluaran untuk penyedian barang dan peralatan yang bersifat emergency b. Biaya material dan peralatan untuk memperbaiki dan memindahkan barang c. Biaya yang diakibatkan karena lamanya waktu memperbaiki peralatan dan

pemindahan sehingga berkurangnya produktifitas dan tertundanya waktu pemeliharaan peralatan lain

d. Biaya yang timbul karena tindakan perbaikan

e. Kerugian akibat persediaan suku cadang tidak mutakhir (kuno) untuk peralatan yang rusak

(17)

g. Kehilangan produksi selama kurun waktu pada saat reaksi pekerja, investigasi, pembersihan, perbaikan dan sertifikasi

6. Kerugian lainnya yaitu; penalty , denda, dan adanya iuran.

Kejadian kecelakaan yang menimbulkan cedera atau tidak, akan berdampak pada besarnya kerugian yang dialami.

The Human Factor Theory menyatakan bahwa setiap kecelakaan yang terjadi dalam rangkaian peristiwa disebabkan oleh kesalahan manusia. Dalam buku Occupational Safety And Health, David Geotsch membahas faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan manusia tersebut antara lain:

- Overload, terlalu banyak atau berlebihnya beban kerja yang diterima baik secara physical atau physichological. Faktor-faktor yang termasuk dalam overload seperti faktor lingkungan, faktor internal, dan faktor situasi saat itu.

- Respon yang tidak sesuai dari situasi yang dihadapi, seperti mengenali bahaya tapi tidak memperbaiki, mengindahkan keselamatan dan memindahkan pengaman. - Aktifitas yang tidak sesuai atau tidak memadai, seperti melakukan pekerjaan tanpa

training dan salah menilai tingkat resiko dari kegiatan yang dilakukan.

Cara atau Paparan Untuk Diskusi

(18)

Indonesia merupakan Negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, baik yang disebabkan oleh faktor alam (gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung api, tanah longsor, angin ribut, dll), maupun oleh faktor non alam seperti berbagai akibat kegagalan teknologi dan ulah manusia. Umumnya bencana yang terjadi tersebut mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat, baik berupa korban jiwa manusia kerugian harta benda, maupun kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.

Dari beberapa fakta dan data yang ada, Indonesia telah mengalami berbagai bencana yang menyebabkan kerugian jiwa dan materi yang besar. Bencana banjir Jakarta di awal tahun 2002 menunjukkan betapa besarnya kerugaian yang ditimbulkan. Untuk pemulihan kondisi perkotaan setelah kejadian banjir di Jakarta, diperkirakan akanmenghabiskan dana lebih dari 15 trilyun rupiah. Kerugian ini belum termasuk kerugian yang diderita oleh masyarakat secara langsung. Hal ini tentunya akan sangat mempengaruhi percepatan program pembangunan kota serta menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Khusus dalam hal bencana yang disebabkan oleh gempa bumi, misalnya, sebagai gambaran hasil penelitian dan kajian beberapa pakar, menunjukkan bahwa selama 25 tahun kejadiangampa di Indonesia, korban bencana lebih diakibatkan oleh kerusakan bangunan rumah sederhana seperti jatuhnya atap, runtuhnya kolom, hancurnya dinding, dll. Hal ini menunjukkan bahwa upaya mitigasi bencana gempa bumi melalui pengembangan disain rumah tahan gempa sampai saat ini belum sepenuhnya berhasil. Selain gempa bumi, sejak tahun 1987 sampai sekarang telah terjadi lebih dari 800 kejadian bencana tanah longsor yang menimbulkan korban lebih dari 700 jiwa, dimana setengah dari kejadian tanah longsor tersebut terjadi di Propinsi Jawa Barat dan Banten. Hal ini dapat dipahami mengingat kondisi daerah Jawa Barat dan banten merupakan daerah perbukitan yang padat penghuninya dan memiliki curah hujan yang tinggi.

(19)

kebakaran, dan degradasi lingkungan yang tidak terukur. Kerugian-kerugian baik jiwa maupun materi yang timbul akibat berbagai bencana bukanlah suatu jumlah yang kecil. Hal ini harus mulai menjadi perhatian dan pemikiran bagi pemerintah Indonesia.

POTENSI BENCANA

Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana (hazard potency) yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain. Dari indikator-indikator diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.

Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat.

MITIGASI BENCANA PERKOTAAN DAN PERAN PEMERINTAH DAERAH DI ERA DESENTRALISASI

(20)

ditimbulkan bencana. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam(natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia(man-made disaster). UU No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999, serta PP No. 25 tahun 2000 memberikan kewenangan yang sangat besar kepada Pemerintah Kota (dan Kabupaten) untuk mengelola pembangunan kotanya, khususnya dalam administrasi pemerintahan dan keuangan. Oleh karena itu sekarang ini pemerintah kota mempunyai peran dan fungsi yang sangat strategis dalam rangka melaksanakan pembangunan di segala bidang, yang tertujuan meningkatkan.

peran kota sebagai pusat pertumbuhan wilayah, penggerak pembangunan, pusat jasa pelayanan dalam segala bidang, serta pusat informasi dan inovasi – termasuk dalam hal teknologi mitigasi bencana. Akan tetapi, konsentrasi peran yang besar di kota-kota tersebut, tidak lepas dari kenyataan bahwa kota-kota di Indonesia terletak pada lokasi-lokasi yang rawan terhadap bencana alam, dan karena sangat heterogen dan pluralnya sistem sosial dan perekonomian yang terjadi juga sekaligus rawan terhadap bencana sosial, bencana teknologi, atau bencana buatan manusia lainnya. Dalam konteks Indonesia, perbedaan antara bencana alam dan bencana yang disebabkan oleh manusia cenderung tidak jelas. Banyak kejadian alam dan bencana yang disebabkan oleh kesalahan manusia dalam penggunaan sumber daya dan tindakan yang tidak memadai serta kurangnya pandangan jauh ke depan. Oleh karena itu sudah saatnya para pemerintah kota, yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), maupun pemerintah kabupaten (yang juga mempunyai kawasan perkotaan), yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintahan

Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), berinisiatif dan secara lebih proaktif mengembangkan sistem perencanaan pembangunan kota yang berkelanjutan dan berwawasan mitigasi bencana.

Pertanyaan Hasil Diskusi

(21)

b)

Sebutkan 5 faktor dalam urutan sutau kecelakaan!

c)

Sebutkan 5 tahapan yang menjelasakan tentang proses terjadinya kecelakaan menurut Teori Domino!

Perbandingan Antara Teori Yang Ada

Dari hasil diskusi kelompok kami dapat ditarik perbandingan bahwaTeori Heinrich urutan domino diperbarui oleh Frank Bird Jr untuk menjelaskan keadaan yang menyebabkan kerugian (injury) dalam urutan kronologis dari lima domino. Beliau mengatakan bahwa dalam penerapan teori Heinrich terdapat kesalahan prinsipil.Orang terpaku pada pengambilan salah satu Domino yang seolah-olah menanggulangi penyebab utama kecelakaan, yakni kondisi atau perbuatan.Tetapi mereka lupa untuk menelusuri sumber yang mengakibatkan kecelakaan.Definisi Frank E. Bird Jr terkait teori kecelakaan pada perusahaan adalah yaitu kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa sertakerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumberenergi yang melebihi ambang batas atau struktur.

KESIMPULAN

Pada intinya dari Teori Domino yang di pelopori oleh Frank E Bird Jr ini, mengacu pada sebab akibat dari kerugian yang terjadi dimana sebab akibat tersebut saling berkaitan ketika suatu kecelakaan kerja timbul karena faktor alam maupun faktor manusianya. Disebut pula, bahwa setiap 1 kecelakaan berat akan disertai 10kecelakaan ringan, 30 kecelakaan harta benda, dan 600 kejadian lainnya yang hampir celaka.

Daftar Pustaka

1. http://id.scribd.com/doc/87662065/Definisi-Frank-E

2. http://www.isplonline.com/frankbirdstheory.htm

3. http://www.gobookee.org/search.php?q=teori+frank+e+bird+jr

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi kegaitan usaha mikro dan kecil dalam pengelolaan limbah padat menjadi produk yang menguntungkan (profit oriented) adalah cara-cara yang tepat yang

berhasil dibuat suatu bahan anoda Si/C yang disintesis dari silikon (Si) dan graphite (C) dengan metoda solution casting menggunakan resin polimer polystyrene (PS) sebagai

Perolehan hasil penilaian validasi angket respon guru dan siswa rancang bangun sistem ujian online berbasis website dengan framework laravel yang dikembangkan pada

Sama hal nya dengan produk pada perbankan konvensional, produk perbankan syariah di bidang penghimpun dana ini disebut sebagai simpanan, yaitu dana yang

2 Kapita Selekta Ilmu Sosial Novi Erlita, Sos.M.A Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id..

Begitu juga kantor kelurahan Tlogomas kota Malang melakukan evaluasi sesuai dengan regulasi/peraturan yang ditetapkan oleh Kelurahan Tlogomas itu sendiri, akan tetapi kantor

ASDP Indonesia Ferry (PERSERO) di Pelabuhan Penyebrangan Merak yang dianalisis dari aspek dimensi Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Emphatydinyatakan

Struktur Gedung Kuliah Umum berlokasi di Lampung Selatan yang dimodifikasi struktur atap dak beton dengan ketinggian ± 15 m (termasuk atap dak beton) dengan sistem