• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Dan Perkembangan Sosiologi Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Dan Perkembangan Sosiologi Hukum"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU AJAR

SOSIOLOGI HUKUM

Kode Mata Kuliah

:

HM.101

Pengajar:

M. CHAIRUL BASRUN UMANAILO

NIPS: 137 030 233

e-mail:

chairulbasrun@gmail.com

telp: 085243025000

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS IQRA BURU

(2)

Sejarah dan Perkembangan Sosiologi Hukum

A. Pendahuluan

Dilihat dari sudut historis istilah Sosiologi Hukum untuk pertama kali digunakan oleh seorang Italia yang bernama Anzilotti pada tahun 1882. Dari sudut perkembangannya Sosiologi Hukum pada hakekatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran-pemikiran para ahli pemikir, baik dibidang Filsafat Hukum, ilmu hukum maupun Sosiologi. Hasil-hasil pemikiran tersebut tidak saja berasal dari individu-individu, akan tetapi berasal dari mazhab-mazhab atau aliran-aliran yang mewakili sekelompok ahli pemikir yang pada garis besarnya mempunyai pendapat yang tidak banyak berbeda. Betapa besarnya pengaruh filsafat hukum dan ilmu hukum terhadap pembentukan Sosiologi Hukum, nyata sekali dari ajaran-ajaran beberapa mazhab dan aliran yang memberikan masukan-masukan pada Sosiologi Hukum.

Masukan yang diberikan dari aliran dan mazhab sangat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung bagi Sosiologi Hukum. Sosiologi Hukum sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri merupkan ilmu sosial yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan sesamanya, yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup,singkatnya Sosiologi Hukum mempelajari masyarakat, khususnya gejala hukum dari masyarakat.

Aristoteles di Zaman Purba (385-322 SM) dan Montesquieu di jaman modern (1689-1755) adalah hampir mendekati hukum metodis. Aristoteles mengemukakan keseluruhan masalah-masalah yang semestinya harus dipecahkan; Montesquieu, yang dipengaruhi oleh

fisika sosial dar” Hobb‘s dan Spinoza telah menghilangkan prasangka-prasangka kesusilaan

(3)

Singkatnya, Aristoteles, meskipun ia mengintegrasikan Sosiologi Hukum dengan metafisika dogmatisnya, telah berhasil memperoleh suatu pandangan singkat mengenai masalah-masalah asasi dari mikrososiologi hukum, Sosiologi diferensial, dan Sosiologi Hukum genetis, tetapi hanya dilapangan Sosiologi Hukum genetis, dan selanjutnya pula dikhususkan kepada hukum negara Yunani masa itu (Johnson, 1994; 71).

Sosiologi Hukum Monstequieu karena faktor banyak jumlahnya dan bercorak ragam bentuknya, yang terjalin di dalamnya, yang dikembangkan, dimasukan ke dalam telaah semangat sejarah dengan kecendrungannya kepada individualisasi fakta-fakta. Sosiologi Hukumnya mengarahkan syarat-syarat naturalistik untuk menelaah pola tingkah laku kolektif sebagai benda-benda fisik pada pengamatan empiris yang nyata dan konsekuen; ia mengganti rasionalisme yang begitu menonjol bahkan di antara orang-orang sesudah Monstequieu seperti Condorcet dan Comte dengan empiris radikalnya.

Demikianlah untuk pertama kalinya Sosiologi Hukum Monstequieu membebaskan Sosiologi Hukum dari segala kecendrungan-kecendrungan metafisika yang dogmatis, dan membawanya lebih dekat barangkali terlalu dekat kepada telaah perbandingan hukum. Bagaimanapun juga, monstequieu dengan mengguraikan isi konkret dari pengalaman hukum dalam tipe-tipe peradaban yang berbagai jenisnya, lebih daripada semua orang sebelumnya

mampu b‘rkata t‘ntang “ukum m‘mbawa ”a b‘rb”cara t‘ntang apa yang ada, bukan t‘ntang

apa yang s‘“arusnya dan ba“wa ”a t”dak m‘n”la” k‘b”asaan-kebiasaan melainkan

m‘n‘rangkannya (Jo“nson, 1994; 79).

Namun demikian ada pandangan yang mengartikan keterpengaruhan Sosiologi Hukum terhadap Filsafat hukum, Ilmu Hukum dan Sosiologi yang berorientasi pada hukum sebagai awal berkembangnya Sosiologi Hukum itu sendiri. Pada segmentasi Filsafat Hukum Hans Kelsen mengungkapkan bahwasanya hukum tidak boleh bertentangan dengan ketentuan

yang l‘b”“ atas d‘rajatnya, s‘m‘ntara kaj”an ”lmu “ukum s‘nd”r” m‘ngganggap hukum

sebagai gejala sosial dan “al ”n” b‘rb‘da s‘p‘rt” yang d”ungkapkan ol‘“ K‘ls‘n m‘nanggap”

(4)

Untuk Sosiologi yang berorientasi pada Hukum terwakili oleh Durkheim dan Weber; dalam setiap masyarakat selalu ada solidaritas, ada solidaritas organis dan ada pula solidaritas mekanis. Solidaritas mekanis, yaitu yang terdapat pada masyarakat sederhana, hukumnya bersifat represif yang diasosiasikan seperti dalam hukum pidana. Lain halnya dengan solidaritas organis, yaitu terdapat pada masyarakat modern, hukumnya bersifat restuitif yang diasosiasikan seperti hukum perdata (Ali, 2005;2-3).

B. Uraian Bahan Pembelajaran

Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum

Perubahan-perubahan dalam masyarakat tentu saja dihadapkan kepada tradisi dan pemikiran yang sudah mapan, niscaya menimbulkan konflik. Keadaan seperti itu ditunjuk sebagai faktor yang mendorong kehadiran Sosiologi Hukum. Schuyt menghubungkan perkembangan serta kemajuan Sosiologi Hukum di Skandinavia, Amerika Serikat, Jerman dengan perubahan sosial serta situasi situasi konflik yang terjadi di negara-negara tersebut. Schuyt melaporkan bahwa di Skandinavia, dimana Sosiologi Hukum dalam arti modern pertama muncul (1948-1952), berlangsung perubahan menuju kepada pemerintahan sosialis.

Pada latar belakang itulah, Sosiologi Hukum muncul di negara tersebut. Dalam bidang ekonomi dikeluarkan peraturan-peraturan perundangan untuk mempercepat perubahan dan munculnya negara kesejahteraan. Kebijaksanaan tersebut berbenturan dengan cara berpikir tradisional yang berorientasi liberal. Para pengusaha ingin mempertahankan hak milik privat atas alat-alat produksi. Benturan antara ideologis sosialistis dan liberal sangat mendorong penelitian-penelitian secara Sosiologi Hukum (Raharjo, 2010;12).

Perkembangan yang patut dicatat pula dalam kajian-kajian Sosiologi Hukum adalah mulai ditinggalkannya kemudian sikap dan wawasan yang Eropa sentris atau Amerika sentris yang semula mendominasi kegiatan para pengkajinya. Seusai Perang Dunia ke II, para pengkaji Sosiologi Hukum mulai memperhatikan pula apa yang terjadi dalam konteks Cultural

(5)

yang modern dan nasional di negeri-n‘g‘r” b‘rk‘mbang dan bas”s-basis kultural yang dikukuhi oleh masyarakat bumi put‘ranya s‘baga” bag”an dar” k‘kayaan trad”s”onalnya .

Perhatian ini telah mengalahkan kajian-kajian baru yang mendekatkan kajian-kajian bergaya sosiologis ke kajian-kajian yang lebih bergaya antropologis. Inilah kajian-kajian yang harus lebih dikenali sebagai kajian-kajian tentang transplantasi kultural daripada sebagai kajian-kajian tentang transformasi sosial (Wignjosoebroto. 2002).

Awal Perkembangan Sosiologi Hukum Di Indonesia

Tesis tentang perubahan masyarakat sebagai penggerak Sosiologi Hukum juga memperoleh kebenarannya di Indonesia, oleh karena perkembangan Sosiologi Hukum di negeri ini juga tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan yang terjadi secara susul menyusul sejak revolusi kemerdekaan. Pencapaian kemerdekaan negera Indonesia tidak berlangsung secara Yuridis Tradisional, melainkan secara Politik Sosiologis.

P‘ruba“an yang s‘cara yur”d”s Tidak normal ”tu menimbulkan situasi-situasi konflik

sehingga mendorong orang untuk melihat kembali kepada hakikat fungsi hukum, batas-batas kemampuan hukum dan lain-lain atau yang tidak lazim dibicarakan dalam wacan hukum tradisional yang didominasi oleh pemikiran analistis-positivisme (Raharjo, 2010;13).

Meskipun pada hakekatnya Sosiologi Hukum secara relatif masih muda usianya dan masih baru bagi Indonesia sehingga belumlah tercipta lapangan kerja yang jelas dan tertentu. Apa yang yang telah dicapai sekarang ini pada umumnya merupakan pencerminan daripada hasil-hasil karya dan pemikiran yang para ahli yang memusatkan perhatiannya pada Sosiologi Hukum.

(6)

kurang memeperhatikan dibidang Hukum. Ada beberapa faktor sebagai penyebab kurangnya perhatian para Sosiolog terhadap Hukum;

Pertama: Para Sosiolog mengalami kesulitan untuk menyoroti sistem hukum semata-mata

sebagai himpunan kaedah-kaedah yang bersifat normatif sebagimana halnya dengan para Yuris. Para Sosiolog sulit menempatkan diri dialam normatif karena Sosiologi merupkan suatu disiplin yang kategoris.

Kedua: Pada umumnya para Sosiolog dengan begitu saja menerima pendapat bahwa

hukum merupakan himpunan peratuaran-peraturan yang statis. Hal ini tercermin pada pertanyaan-pertanyaan yang biasanya diajukan para ahli.

Ketiga : Sosiolog sering mengalami kesulitan untuk menguasai keseluruhan data tentang

hukum yang demikian banyaknya yang pernah dihasilkan oleh Beberapa generasi ahli-ahli hukum.

Keempat: Lambatnya perkembangan Sosiologi Hukum adalah kesulitan-kesulitan

terjadinya hubungan antara para sosiolog dengan para ahli hukum karena kedua belah pihak tidak mempergunakan bahasa dan kerangka pemikiran yang sama ( Mastur, 2013).

Seperti juga halnya di negara-negara lain, munculnya Sosiologi Hukum di Indonesia masih tergolong cukup baru. Namun demikian sebagaimana juga telah dibicarakan sebelumnya bahwa sebagi suatu pendekatan (approach) ia sudah hampir sama tuanya dengan Ilmu Hukum itu sendiri. kalau dikatakan bahwa Sosiologi Hukum itu merupakan disiplin yang relatif baru di Indonesia, maka hal itu tidak mengurangi kenyataan, bahwa Van Vollenhoven sudah sejak di awal abad ini menggunakan pendekatan Sosial dan Sosiologis terhadap hukum. Untuk kesimpulan awal, wacana hukum yang melibatkan pendekatan Sosiologis sudah dimulai sejak sebelum didirikan lembaga pendidikan tinggi (Raharjo, 2010;32).

(7)

Hukum m‘masuk” kur”kulum Fakultas Hukum d” Indon‘s”a d‘ngan nama Hukum dan

Masyarakat . Pada ta“un 1980 t‘rb”t buku d‘ngan nama yang sama, yang merupakan karya

pertama yang agak lengkap mengenai filsafat, pendekatan dan analisis Sosiologis terhadap Hukum. Di tahun 90-an, mata kuliah tersebut sudah makin biasa diberikan di Fakultas hukum serta menggunakan nama Sos”olog” Hukum (Raharjo, 2010; 38).

Keterasingan para mahasiswa dan para sarjana hukum dari paradigma, teori dan metode sosiologi (hukum) itu lebih diperkuat lagi tatkala pendidikan hukum di Indonesia hingga kini masih saja dimaksudkan secara kurang realistis sebagai studi profesi yang monolitik semata, yang meyakini bahwa kehidupan bermasyarakat yang kompleks ini dapat begitu saja diatur secara apriori menurut model-modelnya yang normatif-positif, yang ditegakkan berdasarkan prosedur-prosedur bersanksi.

Bermaksud begitu, pendidikan hukum di Indonesia menganut tradisi Civil Law dari Eropa Kontinental lalu cenderung memperlakukan hukum sebagai kaidah-kaidah positif (yang terumus secara eksplisit dan terinterpretasi secara konsisten) yang terorganisasi di dalam suatu sistem normatif yang tertutup, dengan metodenya yang monismus yang ternyata dimaksudkan untuk hanya bisa mengenali prosedur-prosedur penalaran yang formal-deduktif saja. Karena metode deduksi ini hanya bermanfaat untuk menemukan dasar pembenaran atau dasar legitimasi (itu pun hanya yang formal saja), dan tidak sekali-kali mampu menemukan hubungan antarvariabel di alam amatan sebagaimana halnya metode induksi, maka tak pelak

lag” ”lmu “ukum ”n” sul”t d”golongkan k‘ dalam b”langan ”lmu; ya”tu ”lmu dalam artinya yang

khusus sebagai (empirical) science (Wignjosoebroto. 2002).

C. Penutup

Seperti halnya di negara-negara lain munculnya Sosiologi Hukum di Indonesia masih tergolong , cukup baru, ilmu hukum di Indonesia datang dan di usahakan melalui kolonialisasi belanda atas negeri ini, pendidikan tinggi hukum yang boleh di pakai sebagai lambang dari kegiatan kajian hukum baru di mulai pada tahun 1942, yaitu dengan di bukanya

(8)

enam tahun.lembaga ini belum dapat di maksudkan ke dalam kategori lembaga keilmuan, karena separuh dari masa itu masih juga di pakai untuk melakukan pendidikan menengah atau SLTP atas untuk di ketahui pendidkan menengan atas baru ada di Indonesia pada tahu 1919.

Kendati perubahan sudah mulai terjadi sejak kolonialisasi oleh belanda atas Indonesia,

namun kar‘na s‘mpat m‘ngadap s‘lama ratusan tahun,maka hilanglah kualitas perubahan

t‘rs‘but ba“kan masa d” bawa“ p‘njaja“an b‘landa suda“ d” s‘but s‘baga” zaman norma

perubahan dan keguncangan sosial yang kemudian berlangsung secara akumulatif,benar-benar di mulai sejak kapitulasi Belanda di hadapan jepang. Itulah saatnya bangsa Indonesia benar-b‘nar m‘rasakan t‘rjad”nya suatu p‘ruba“an guncangan dalam “”dupnya k‘adaan tak seperti biasa, zaman normal dan sudah lewat (Rahardjo,2010:32-34).

Keadaan dan perubahan yang demikian itu pada gilirannya menimbulkan dampak terhadap pemikiran mengenai hukum. Prilaku dan dengan demikian juga prilaku hokum yang berubah sangat mempengaruhi praktik hokum di Indonesia, apabila pada masakolonial hukum relative mampu menjadi sarana berlangsungsungnya proses-proses dalam masyarakat secara teratur, tidak demikian keadaanya sesudah terjadi gelombang perubahan tersebut di atas, dapat dikatakan, hukum telah kehilangan cengkramannya terhadap masyarakat.

Dalam suasana demikian itu adalah sangat logis apabila pemikiran dan studi hukum positivistis,yaitu yang mendasar pada telaah perundang undangan mengalami gugatan. Pada waktu orang berpaling ke ilmu hokum dan mencari tahu bagaimana dapat terjadi perubahan seperti itu,teori-teori hukum yang positivistis tidak mampu memberi jawaban atau penjelasan.

Sebuah artikel sederhana pada tahun 1971 telah mengemukakan kekurangan tersebut, yaitu tentang keterbatasan dari studi hokum normative dan diperlakukanya suatu pendekatan lain Decade 70-an dapat di sebut sebagai momentum mulai berkembangnya Sosiologi Hukum di Indonesia, di tandai dengan munculnya tulisan-tulisan yang tergolong ke dalam studi sosial

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Kajian Potensi Industri Kuliner Dalam Membentuk Lingkungan Kreatif (Studi Kasus : Kawasan Jalan Mojopahit Kecamatan Medan Petisah).. Nama Mahasiswa :

Titik –  titik penelitian/titik amat pada permukaan bumi adalah tempat atau daerah yang akan diteliti berapa besar nilai percepatan tanah maksimum dari seluruh riwayat gempa,

Tarif penggunaan kendaraan, tarif bimbingan, pendidikan dan pelatihan, dan penelitian dan pengembangan, tarif penggunaan bantuan kesehatan, dan tarif penggunaan lahan, gedung,

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.... -

Dalam penentuan pengembangan proyek maka menurut (Nasiri, 2011) harus memenuhi kriteria yaitu proyek yang bisa mewakili model proses pengembangan sistem informasi

Regulasi diri memegang peranan penting dalam diri narapidana karena dengan memiliki regulasi diri yang bagus seorang narapidana akan lebih siap dalam

[r]

Hal-hal yang tertulis dalam refleksi diri ini sangatlah belum mewakili apa yang praktikan dapatkan selama praktik pengalaman lapangan di Lab school.. JADWAL PPL PAUD