• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEKSIKON GAWE PADA MASYARAKAT DAYAK ULU SAKADO KECAMATAN NANGA MAHAP KABUPATEN SEKADAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LEKSIKON GAWE PADA MASYARAKAT DAYAK ULU SAKADO KECAMATAN NANGA MAHAP KABUPATEN SEKADAU"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LEKSIKON GAWE PADA MASYARAKAT DAYAK ULU SAKADO

KECAMATAN NANGA MAHAP KABUPATEN SEKADAU

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH

IRENA SUSANTI

F1011141062

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

(2)
(3)

LEKSIKON

GAWE

PADA MASYARAKAT

DAYAK ULU SAKADO

KECAMATAN NANGA MAHAP KABUPATEN SEKADAU

Irena Susanti, Hotma Simanjuntak, Laurensius Salem

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: irenasusanti18@gmail.com

Abstract

Lexicon in gawe (marriage ceremony) has many terms that is not used among Dayak Ulu Sakado community especially in the tools, materials, and the process of implementation. In the modern era, the tools, materials, and processec in gawe has changed from traditional to modern. Therefore,it causes the decrease of gawe lexicon (marriage ceremony) introduction among Dayak Ulu Sakado comumunity especially among the young generation. The problems in this research are the inventory, the form, and the lexical and cultural meaning of gawe (marriage ceremony) on Dayak Ulu Sakado community subdistrict Nanga Mahap in Sekadau, as well as the implementation in teaching and learning process in school. Researcher used qualitative method and descriptive research form. Based on the research that has been done, the result that are found in lexicon gawe is as follows: the lexicon inventory based on the tools classification, the materials, and the processes; lingual unit froms of monomorphism, polymorphism, and phrase; lexical and cultural meaning of lexicon gawe based on the tools, the materials, the processes, and the implementation of lexicon gawe (marriage ceremony )learning in school in form of procedure text. Keywords: Lexicon, Gawe, Dayak Ulu Sakado Community

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia memiliki keberagaman bahasa selain bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dan bahasa

nasional. Bahasa Dayak Ulu Sakado

(selanjutnya disingkat BDUS) merupakan satu di antara bahasa daerah yang terdapat di Indonesia khususnya di Kalimantan Barat. BDUS berfungsi sebagai alat komunikasi antara individu satu dengan yang lain, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan

masyarakat Dayak Ulu Sakado (yang

disingkat MDUS). Selain sebagai alat komunikasi antar masyarakat, BDUS juga digunakan sebagai usaha masyarakat dalam memelihara aspek kebudayaan yang ada. Bahasa daerah merupakan warisan kekayaan budaya Indonesia tumbuh dan berkembang hingga saat ini dan harus dipelihara kelestariannya agar tidak hilang oleh perkembangan zaman. Pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai bahasa daerah yang dimiliki bangsa Indonesia. Hal

ini tercantum dalam Pasal 42 Ayat 1

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Melalui ayat ini, negara memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada masyarakat untuk mengembangkan dan memelihara bahasanya sebagai bagian dari kebudayaan masing-masing.

Satu di antara kebudayaan yang

dimiliki oleh masyarakat Dayak Ulu Sakado

(selanjutnya disingkat MDUS) adalah upacara adat. Upacara adat pada MDUS bermacam-macam seperti pesta kelahiran

disebut dengan ngansilokng, syukuran

makam disebut dengan nanam bangko,

syukuran rumah baru disebut dengan naitn

(4)

dengan gawe. Gawe oleh MDUS hanya

upacara perkawinan, berbeda dengan gawe

yang terdapat dalam masyarakat Dayak pada umumnya yang menjadikan setiap upacara

adat sebagai gawe.

Pelaksanaan gawe bertujuan untuk

membayar adat kepada para saksi dan anggota keluarga serta masyarakat lainnya.

Apabila gawe tidak dilaksanakan oleh

masyarakat sampai anaknya menikah dan gawe terlebih dahulu, maka masyarakat yang bersangkutan akan dikenakan hukuman adat. Biaya yang dikeluarkan untuk membayar hukuman adat hampir sama jumlahnya

dengan biaya penyelenggaraan gawe. Oleh

sebab itu, masyarakat lebih memilih

melaksanakan gawe daripada membayar

hukuman adat.

Ada beberapa alasan leksikon gawe

masyarakat Dayak Ulu Sakado perlu diteliti

sebagai berikut. Pertama, Adat yang terdapat

dalam gawe pada masyarakat Dayak Ulu

Sakado dari tahun ke tahun mengalami

perubahan. Kedua, Leksikon gawe akan

dilupakan oleh masyarakat khususnya generasi muda seiring dengan perkembangan

zaman. Alasan ketiga yaitu Leksikon gawe

akan punah jika tidak segera dibukukan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) bagaimana

inventarisasi leksikon gawe (upacara

perkawinan) pada Masyarakat Dayak Ulu

Sakado berdasarkan klasifikasi alat, bahan, dan proses dengan menggunakan

komputerisasi WeSay? (2) bagaimana bentuk

leksikon gawe (upacara perkawinan) pada

Masyarakat Dayak Ulu Sakado berdasarkan

klasifikasi alat, bahan, dan proses? (3) bagaimana arti leksikal dan arti kultural

leksikon gawe (upacara perkawinan)

Masyarakat Dayak Ulu Sakado berdasarkan

klasifikasi alat, bahan, dan proses? (4) bagaimana rencana implementasi

pembelajara leksikon gawe (upacara

perkawinan) pada Masyarakat Dayak Ulu

Sakado di sekolah?

Penelitian ini dilakukan karena ada

tujuan yang ingin dicapai dengan

menemukan penyelesaian dari masalah yang

telah dirumuskan di atas. Tujuan penelitian ini sebagai berikut. (1) pendeskripsian

inventarisasi leksikon gawe (upacara

perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu

Sakado berdasarkan klasifikasi alat, bahan, dan proses dengan menggunakan

komputerisasi WeSay. (2) pendeskripsian

bentuk leksikon gawe (upacara perkawinan)

pada masyarakat Dayak Ulu Sakado

berdasarkan klasifikasialat, bahan, dan proses. (3) pendeskripsian arti leksikal dan

arti kultural leksikon gawe (upacara

perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu

Sakado berdasarkan klasifikasialat, bahan, dan proses. (4) pendeskripsian rencana

implementasi pembelajaran leksikon gawe

(upacara perkawinan) pada Masyarakat

Dayak Ulu Sakado di sekolah.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan pembaca baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan khususnya di bidang semantik tentang leksikon dalam bahasa daerah yaitu BDUS. Penelitian ini akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan dan menjaga kekayaan dibidang semantik khususnya bagi penutur BDUS di Kecamatan Nanga Mahap, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat. Secara praktis manfaat penelitian ini

adalah mendukung pendokumentasian

kekayaan budaya dalam upaya pengembangan dan pelestarian bahasa daerah

khususnya pendokumentasian leksikon gawe

(upacara perkawinan) dalam BDUS.

Ruang lingkup dalam penelitian ini

yaitu, leksikon gawe (upacara perkawinan)

pada masyarakat Dayak Ulu Sakado

Kecamatan Nanga Mahap Kabupaten Sekadau, penelitian dilakukan dengan kajian semantik dan pendekatan etnolinguistik.

Peneliti mengklasifikasikan gawe

berdasarkan alat, bahan, dan proses

pelaksanaan gawe. Selanjutnya peneliti

mengidentifikasi gawe (upacara perkawinan)

berdasarkan bentuk leksikon gawe yaitu;

(5)

dari frasa endosentris dan eksosentris. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi arti leksikal serta komponen makna dalam leksikon alat, bahan, dan proses yang

terdapat dalam gawe. Peneliti juga

menganalisis arti kultural yang terdapat

dalam leksikon alat, bahan, dan proses gawe.

Semantik dalam bahasa Indonesia

berasal dari bahasa Inggris semanrtics,

berasal dari bahasa Yunani sema (nomina)

yang berarti “tanda” atau semaino (verba)

yang berarti “menandai” (Arifin, 2013:1). Menurut Tarigan (2009:3) pengertian semantik dalam arti luas adalah semantik menelaah “hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”. Menurut Pateda (2010:7) semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna. Dengan kata lain semantik berobjekkan makna. Semantik yang semula berasal dari

bahasa Yunani, mengandung makna to

signity atau memaknai sebagai istilah teknis, semantik mengadung pengertian “study tentang makna” (Aminuddin, 2011:15). Kata semantik di dalam bahasa Indonesia berasal

dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa

Yunani sema (nomina: tanda); atau dari verba

samaino (menandai, berarti). Istilah tersebut digunakan pada pakar bahasa (linguis) untuk menyebut bagian ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari makna (Djajasudarma, 2012:1). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian semantik merupakan cabang ilmu dari linguistik yang memberi penjelasan tentang makna.

Kata leksikon itu sendiri berasal dari

bahasa Yunani, lexicon yang artinya ‘kata’

atau ‘kosakata’. Dengan demikian, leksikon atau kosakata adalah sejumlah kata dalam suatu bahasa yang digunakan secara aktif maupun pasif, baik yang tersebar di kalangan masyarakat maupun yang sudah dikumpulkan berupa kamus. Leksikon merupakan kumpulan leksem (Sudaryat, 2008:65-66). Menurut Chaer (2007:2) istilah leksikon lazim digunakan untuk mewadahi konsep kumpulan leksem dari suatu bahasa, baik kumpulan secara keseluruhan maupun secara

sebagian. Dalam peristilahan sekarang barangkali istilah leksikon ini bisa disepadankan dengan istilah kosakata yang sudah lazim digunakan dalam pembelajaran

bahasa. Menurut Chaer (2007:6-7)

kosakata adalah (1) semua kata yang ada dalam bahasa Indonesia seperti yang didaftarkan di dalam kamus-kamus bahasa Indonesia, (2) kata-kata yang dikuasai oleh seseorang atau sekelompok orang dari lingkungan yang sama, (3) kata-kata atau istilah yang digunakan dalam satu bidang kegiatan atau ilmu pengetahuan, (4) sejumlah kata dari suatu bahasa yang disusun secara alfabetis beserta dengan sejumlah penjelasan maknanya, layaknya sebuah kamus, (5) semua morfem yang ada dalam suatu bahasa. Menurut Verhaar (2012:13) “leksikon” dalam ilmu linguistik berarti perbendaharaan kata-kata itu sendiri sering disebut “leksem”.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah pemilihan penggunaan metode dan teknik-teknik tertentu pada tahapan penyediaan data. Metode sangat ditentukan oleh watak dasar dari objek penelitian (Mahsun, 2013:16-17). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Moleong (2010:11) menyatakan bahwa metode deskriptif merupakan data-data yang dikumpulkan berupa fakta-fakta, gambaran, dan bukan angka-angka sehingga laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, penggunaan metode deskriptif oleh peneliti adalah untuk menggambarkan fakta-fakta berdasarkan kenyataan berupa leksikon alat, bahan, dan proses.

(6)

merupakan penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif

menggunakan metode kualitatif yaitu

pengamatan, wawancara, atau penelaah dokumen. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Moleong, 2010:6). Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk melihat objek ilmiah yang terjadi dan melibatkan teori. Jadi, penelitian ini lebih memfokuskan kata-kata dan bahasa

dalam leksikon gawe (upacara perkawinan)

MDUS Kecamatan Nanga Mahap Kabupaten Sekadau yang didapatkan dalam penelitian.

Menurut Loflan dan Loflan (dalam Moleong, 2010:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambah seperti dokumen. Berkaitan dengan pendapat tersebut sumber data dalam penelitian ini

adalah tuturan bahasa Dayak Ulu Sakado

yang berupa leksikon gawe (upacara

perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu

Sakado yang dituturkan oleh dua informan yaitu Bapak Amon dan Bapak Donatus. Data

dalam penelitian ini adalah leksikon gawe

(upacara perkawinan) pada masyarakat

Dayak Ulu Sakado yang didapatkan dari

informan. Leksikon tersebut mencakup

klasifikasi alat, bahan, dan proses gawe pada

masyarakat Dayak Ulu Sakado.

Mahsun (2013:92-93) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni teknik simak, teknik cakap, dan teknik intropeksi. Mengacu pada pendapat Mahsun, teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah teknik simak yang memiliki teknik lanjutan yakni simak libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Peneliti adalah instrumen kunci sebagai perencana, pelaksana, penganalisis, dan pelapor hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti dibantu oleh alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu instrumen wawancara, alat tulis, dan alat perekam suara.

Teknik menguji keabsahan data ini dilakukan untuk memastikan kebenaran dan keakuratan data yang didapatkan. Cara yang digunakan untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan cara mencermati dan mengamati secara mendalam agar data yang diperoleh efektif. Pengujian ini dilakukan dengan cara memiliki kecukupan referensi. Kecukupan referensi dilakukan dengan cara membaca dan menelaah sumber-sumber data serta berbagai sumber yang relevan dengan masalah penelitian secara berulang-ulang agar memperoleh pemahaman yang memadai.

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasikan data. Pada tahap ini upaya untuk menyamakan data dan membedakan data yang serupa tetapi tidak sama (Mahsun. 2013:235). Cara-cara yang dilakukan dalam teknis analisis data yaitu; 1) transkripsi, peneliti mengubah hasil wawancara ke dalam bentuk tulisan agar lebih mudah diteliti. Data yang telah didapat dari hasil pengumpulan data, mulai dipilih yang sesuai dengan pembahasan leksikon gawe (upacara perkawinan) pada MDUS Kecamatan Nanga Mahap Kabupten Sekadau. 2) klasifikasi dan verifikasi data, data yang telah dikumpulkan kemudian dikalsifikasikan dan diperiksa kebenaran datanya sesuai submasalah yang diteliti. Submasalah tersebut adalah inventarisasi

leksikon gawe, bentuk leksikon gawe, dan

arti leksikal dan arti kultural gawe (upacara

perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu

Sakado Kecamatan Nanga Mahap Kabupaten Sekadau. 3) analisis data, data yang telah dikalsifikasikan perlu dianalisis untuk menemukan penyelesaian masalah-masalah dala penelitian. Proses menganalisis data dilakukan sesuai dengan masalah penelitian. Teknik analisis data yang akan dilakukan peneliti sebagai berikut; menginventarisasi

leksikon gawe (upacara perkawinan) pada

MDUS menggunakan komputerisasi WeSay

berdasarkan alat, bahan, dan proses .

menganalisis bentuk leksikon gawe (upacara

perkawinan) pada MDUS berdasarkanalat, bahan, dan proses; menganalisis arti leksikal

(7)

perkawinan) pada MDUS berdasarkan alat, bahan, dan proses; mengimplementasikan

lekiskon gawe (upacacra perkawinan)

terhadap pembelajaran di sekolah, dan penarikan simpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Inventarisasi leksikon gawe pada

masyarakat Dayak Ulu Sakado merupakan

daftar pengelompokkan leksikon gawe yang

diperoleh setelah melakukan penelitian lapangan di Dusun Enturah Kecamatan Nanga Mahap Kabupaten Sekadau. Pengelompokkan leksikon tersebut

berdasarkan alat, bahan, dan proses.

Penyusunan kamus bahasa Dayak Ulu

Sakado ini menggunakan perangkat lunak komputer yang berkaitan dengan komputerisasi perkamusan yang dikenal

dengan wesay mengkomunikasikan data

dalam format Wesay memungkinkan data

yang dikomputerisasikan tercetak dalam

bentuk yang rapi dan sistematis. Wesay

merupakan perangkat lunak yang baik untuk mengolah dan mengemas data hasil catatan dan wawancara di lapangan. Perangkat lunak ini memudahkan penyusunan kamus karena setiap lema yang dimasukkan secara acak dapat menghasikan kamus berurutan sesuai abjad.

Berdasarkan hasil penelitian, bentuk

leksikon gawe pada MDUS yang ditemukan

ialah berupa monomorfemis, polimorfemis, dan frasa. Monomorfemis merupakan kata yang belum mendapat imbuhan, sehingga monomorfemis mencakup semua kata yang tergolong kata dasar, bentuk tunggal dalam

leksikon gawe dengan pengertian morfem itu

dapat berdiri sendiri, bermakna dan tidak terikat dengan morfem lain atau belum mendapatkan tambahan apapun, belum diulang dan belum digabungkan. Penambahan afiks dapat dilakukan di depan disebut awalan (prefiks), afiks yang berada di tengah disebut sisipan (infiks), dan afiks yang berada di belakang disebut konfiks. Afiks selalu berupa morfem terikat, sedangkan morfem dasar dapat berupa morfem bebas

atau morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tidak terikat oleh bentuk lain,

memiliki makna dan kategori, contoh: buloh,

umut, dan sebagainya. Morfem terikat adalah morfem yang selalu terikat oleh bentuk lain, tidak bisa berdiri sendiri, belum bermakna, dan belum berkategori, contoh; nasal n; ng; dan sebagainya. Adapun bentuk yang termasuk bentuk pengimbuhan afiks

berdasarkan hasil penelitian leksikon gawe

pada MDUS hanya ditemukan pada proses

dalam gawe. Arti leksikal dan kulutral yang

ditemukan di analisis menggunakan komponen makna.

Hasil implementasi pembelajaram

leksikon gawe di sekolah berupa teks

prosedur dalam pembelajaran bahasa Indonesia tingkat SMP kelas VII kurikulum 2013 Kompetensi Dasar (KD) 3.5 Mengidentifikasi teks prosedur tentang cara melakukan sesuatu dengan cara membuat (cara memainkan alat musik/tarian daerah, cara membuat kuliner khas daerah dan lain-lain) dari berbagai sumber yang dibaca dan didengar.

Pembahasan

Inventarisasi Leksikon Gawe

babi [babi] KATA BENDA binatang menyusui yang bermoncong panjang, berkulit tebal, dan berbulu kasar.

bate [batɛ] KATA BENDA alat

yang terbuat dari kayu bulat dan bambu sepanjang 1.5 m digunakan untuk meletakkan lemang ketika dimasak.

pulut[ŋaroɲɔʔ bɔras pulut] VERB aktivitas mencampur beras ketan

dengan daging babi dan garam sebelum dimasukkan ke dalam bambu untuk dimasak

Bentuk Satuan Lingual gawe pada MDUS

(8)

Berdasarkan distribusinya, leksikon tapayatn digolongkan sebagai morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata. Ditinjau dari satuan gramatikal, bentuk ini tergolong bentuk monomorfemis karena terdiri dari satu

morfem. Tapayatn merupakan tempayan

yang digunakan sebagai wadah untuk menyimpan tuak.

Tuak merupakan bentuk dasar yang berkelas kata nominal. Berdasarkan

distribusinya, leksikon tuak digolongkan

sebagai morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata. Ditinjau dari satuan gramatikal, bentuk ini tergolong bentuk monomorfemis karena terdiri dari satu

morfem. Tuak merupakan minuman

beralkohol yang terbuat dari fermentasi beras ketan.

Baragas merupakan bentuk dasar yang berkelas kata verba. Berdasarkan

distribusinya, leksikon baragas digolongkan

sebagai morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata. Ditinjau dari satuan gramatikal, bentuk ini tergolong bentuk monomorfemis karena terdiri dari satu

morfem. Baragas merupakan aktivitas

memasak nasi pulut menggunakan bambu.

Leksikon ngumut “mengambil umut”

tergolong bentuk polimorfemis karena ngumut berasal dari nomina umut dan

mendapatkan imbuhan nasal ng- , sehingga

bentuk nomina umut berubah menjadi verba

ketika sudah mendapatkan imbuhan nasal.

nasal ng- + nomina → verba

ng- + umut → ngumut

Kayu api merupakan kayu yang sudah mati dan di potong kecil-kecil yang

digunakan sebagai kayu bakar. Kayu api

termasuk endosentrik. Kata kayu berkategori

nomina dan menjadi inti dari frasa,

sedangkan kata api berkategori nomina yang

menjadi atribut kata kayu. Penggabungan dua

kata tersebut menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa nominal dan bertipe endosentrik.

Nasi pulut merupakan kue khas gawe yang terbuat dari beras ketan dan daging babi

yang dimasak menggunakan bambu. Nasik

pulut termasuk endosentrik. Kata nasik berkategori nomina dan menjadi inti dari

frasa, sedangkan kata pulut berkategori

nomina yang menjadi atribut kata nasik.

Penggabungan dua kata tersebut menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa nominal dan bertipe endosentrik.

Bahatn salobar merupakan bahan adat yang dihidangkan ketika pelaksanaan salobar. Bahatn salobar termasuk

endosentrik. Kata bahatn berkategori

nomina dan menjadi inti dari frasa,

sedangkan kata salobar berkategori nomina

yang menjadi atribut kata bahatn

Penggabungan dua kata tersebut menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa nominal dan bertipe endosentrik.

Mulah tungkuk merupakan aktivitas membuat tungku dari kayu yang digunakan

untuk memasak Mulah tungkuk termasuk

endosentrik. Kata mulah berkategori verba

dan menjadi inti dari frasa, sedangkan kata tungkuk berkategori nomina yang menjadi

atribut kata mulah. Penggabungan dua kata

tersebut menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa verba dan bertipe endosentrik.

Notak laok merupakan aktivitas memotong daging babi menjadi beberapa

bagian. Notak laok termasuk endosentrik.

Kata notak berkategori verba dan menjadi

inti dari frasa, sedangkan kata laok

berkategori nomina yang menjadi atribut kata notak. Penggabungan dua kata tersebut menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa verba dan bertipe endosentrik.

Arti Leksikal dan Kultural Leksikon Gawe pada MDUS

Tapayatn  adalah tempayan yang berukuran besar. Alat ini digunakan

untuk menyimpan tuak (minuman

beralkohol). Tapayatn terbuat dari tanah liat

berlapis porselen. Tapayatn yang digunakan

dalam gawe sebanyak dua belas buah dengan

model yang beragam. Bentuk tapayatn yang

digunakan dalam gawe sama dengan bentuk

tempayan pada umumnya, yaitu besar pada bagian tengah, sedangkan bagian bawah dan

atas lebih kecil. Cara menggunakan tapayatn

yaitu nasi dari boras pulut yang telah diberi

ragi dimasukkan ke dalam tapayatn pada saat

(9)

upacara gawe. Komponen makna tapayatn sebagai berikut.

Tabel 1. Tapayatan

Gambar 1. Tapayatn

Katupakng  merupakan bahan adat yang terbuat dari daging babi. katupakng dibuat dengan cara daging babi dipotong kecil kemudian digoreng sampai

kering. katupakng disajikan ketika makan

pesta, disimpan satu tempat dengan pulut,

topokng, dan dautn salayatn.Keempat bahan

ini harus ada dalam pelaksanaan gawe.

Komponen makna dari katupkang

sebagai berikut. Bahan

katupang terbuat dari daging babi Cara Membuat

daging babi dipotong kecil, kemudian digoreng sampai kering. Setelah masak tiriskan kemudian hidangkan ketika makan

pesta dan pada saat salobar

Fungsi

katupang berfungsi sebagai lauk ketika makan pesta dan sebagai bahan adat yang

wajib ada ketika salobar

Gambar 2. Katupang

Mulah tungkuk  merupakan aktivitas membuat tungku dari kayu yang akan digunakan untuk memasak. Aktivitas ini dilakukan sehari sebelum proses

memasak dilaksanakan. Mulah tungkuk

dilakukan oleh beberapa orang panitia.

Bahan yang digunakan untuk mulah tungkuk

ada;ah kayu. Alat yang digunakan ketika mulah tungkuk adalah iso yang berfungsi untuk menebang kayu yang akan dijadikan tungkuk. Cara mulah tungkuk yaitu ambil tiga kayu bulat dipotong sama panjang kemudian tancapkan ke tanah. Supaya kayu masuk ke dalam tanah pukul kayu tersebut menggunakan kayu lain yang lebih besar.

Komponen makna dari mulah

tungkuksebagai berikut Alat

iso untuk menebang dan memotong kayu

Waktu

Sehari sebelum proses memasak dilaksanakan.

Proses

Kayu yang masih bulat dipotong menjadi tiga, kemudian ditancapkan ke tanah membentuk segitia.

Gambar 3. Mulah Tungku

Hasil Implementasi pembelajaran Leksikon Gawe di Sekolah

Teks Prosedur membuat topokng

Upacara adat identik dengan makanan tradisional. Begitu juga dengan upacara perkawinan pada masyarakat dayak ulu sakado kecamatan nanga mahap kabupaten sekadau yang memiliki beberapa makanan

No. Komponen Makna Ciri

1. Bahan tanah liat 2. Bentuk bulat Cara Pemakaian

1. nasi dari beras ketan yang telah diberi

ragi dimasukkan ke dalam tapayatn

sebulan sebelum gawe.

tapayatn disimpan di pojok ruangan dan tidak boleh dibuka sampai

menjelang upacara gawe.

Fungsi

fungsi tapayatn untuk menyimpan tuak

(10)

tradisional. Satu di antara makanan tradisional yang ditemukan ketika upacara

perkawinan adalah topokng. Topokng

merupakan makanan khas Dayak Ulu sakado yang terbuat dari tepung ketan. Makanan ini memiliki rasa yang khas karena digoreng menggunakan minyak yang berasal dari

lemak babi. Membuat topokng sangat mudah

dengan bahan terjangkau dan dengan kualitas rasa yang khas.

Mulailah berkreasi membuat makanan tradisional menggunakan bahan yang sederhana, mudah didapatkan di sekitar anda dan memiliki rasa yang khas. Selamat mencoba, semoga berhasil.

Untuk membuat makanan tradisional dayak ulu sakado dengan sebutan topokng, persiapkan alat dan bahan sebagai berikut.

1. Tungku kayu

2. Wajan

3. Kayu bakar

4. Sendok kayu yang besar

5. Beras ketan

6. Minyak babi

7. Gula

8. Air

Setelah itu, ikuti langkah-langkah pembuatan makanan tradisional Dayak ulu sakado berikut.

1. Haluskan terlebih dahulu beras ketan

menjadi tepung ketan dengan cara ditumbuk dengan lesung atau menggunakan mesin penggiling

2. Setelah tepung siap, campurkan

tepung ketan tersebut dengan gula dan sedikit air sehingga menjadi adonan

3. Kemudian adonan tersebut dibentuk

bulat seperti membuat donat. Jika sudah bulat maka pipihkan adonan tersebut agar tipis.

4. Setelah adonan siap, panaskan minyak

babi dalam wajan di atas tungku kayu

5. Setelah minyak panas, masukan satu

persatu adonan topokng ke dalam

wajan sambil di bolak balik, tunggu hingga berubah warna

6. jika topokng sudah berwarna kuning

kecokelatan, angkat dan tiriskan

7. jadilah makanan khas dayak ulu

sakado yang menjadi makanan wajib dalam upacara-upacara adat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian terhadap gawe (upacara

perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu

Sakado telah dilakukan di Dusun Enturah, Desa Landau Apin, Kecamatan Nanga Mahap Kabupaten Sekadau yang melibatkan dua informan. Analisis terhadap seluruh

leksikon gawe (pesta perkawinan) pada

masyarakat Dayak Ulu Sakado dilakukan

dalam tiga analisis: inventarisasi leksikon gawe (upacara perkawinan) berdasarkan klasifikasi alat, bahan, dan proses dengan

menggunakan komputerisasi WeSay; bentuk

leksikon gawe (upacara perkawinan); dan arti

secara leksikal dan kultural leksikon gawe

(upacara perkawinan).

Peneliti menginventarisasi leksikon dan mengklasifikasikan berdasarkan alat, bahan, dan proses. Leksikon alat ditemukan sebanyak 49 data, berdasarkan bahan sebanyak 27 data dan berdasarkan proses sebanyak 63 data, Jadi, jumlah data yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 113 data.

Selanjutnya berdasarkan bentuk

leksikon gawe berupa monomorfemis,

polimorfemis, dan frasa . Selanjutnya arti

leksikal leksikon gawe berdasarkan alat

contohnya iso merupakan bilah besi tipis dan

tajam, sedangkan makna kultural iso

merupakan alat yang mempunyai pegangan, terbuat dari besi yang ditempa dan digunakan untuk memotong babi, ayam, bambu, kayu dan umbut. Berdasarkan bahan contohnya katupang merupakan daging babi yang dipotong kecil-kecil kemudian digoreng dan

dihidangkan ketika makatn pesta.

Saran

Penelitian terhadap leksikon gawe

(upacara perkawinan) pada masyarakat

Dayak Ulu Sakado masih terdapat

kekurangan yang berupa tidak semua

(11)

dapatkan dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan dari informan yang belum sempurna karena belum ada buku

panduan adat tentang tatacara gawe (upacara

perkawinan). Oleh sebab itu peneliti menyarankan kepada penelitian selanjutnya

supaya meneliti tentang tatacara gawe

(upacara perkawinan) secara lengkap dan dibukukan. Pada penelitian ini terdapa satu data yang tidak ditemukan dokmumentasi

karena peneliti mengadakan penelitian

setelah pelaksanaan gawe, data berupa

dokmuentasi yang didapatkan hanya dari arsip ketua adat yang ternyata tidak lengkap. Oleh sebab itu peneliti menyarankan kepada penelitian selanjutnya supaya mengadakan

penelitian pada saat pelaksanaan gawe

supaya data dokumentasi didapatkan secara lengkap. Penelitian yang berkaitan dengan

leksikon gawe (upacara perkawinan) pada

masyarakat Dayak Ulu Sakado masih jarang

diteliti sehingga dimungkinkan menemukan hal-hal baru jika dilakukan pada jenis objek yang berbeda. Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai pembanding atau sebagai bahan bacaan bagi peneliti yang lain. Penelitian terhadap

leksikon gawe (upacara perkawinan) dapat

dilakukan dengan bahasa yang lain, khususnya bahasa-bahasa yang terdapat di Kalimantan Barat untuk mendokumentasikan budaya dan bahasa-bahasa yang unik. Hal itu

bertujuan agar leksikon dalam upacara perkawinan tidak hilang atau punah.

DAFTAR RUJUKAN

Aminuddin. 2011. SemantikPengantar Ilmu Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Arifin, Zaenal dkk. 2013. Semantik Bahasa

Indonesia Teori dan Latihan. Tangerang: .Pustaka Mandiri.

Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan

Leksikografi Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djajasudarma, T Fatimah. 2012. Semantik 1

Makna Leksikal dan Gramatikal. Bandung: Refika Aditama.

Mahsun. 2013. Metode Penelitian Bahasa.

Jakarta: Rajawali Pers.

Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam

Wacana. Bandung: CV. Yrama Widya.

Tarigan, Hendri Guntur. 2009. Pengajaran

Semantik. Bandung: Angkasa.

Verhaar. J.W.M. 2012. Asas-asas Linguistik

Referensi

Dokumen terkait

Kami tidak bertanggung jawab atas kekeliruan atau kelalaian yang terjadi akibat penggunaan laporan ini, Kinerja dimasa lalu tidak selalu dapat dijadikan acuan

Berpedoman pada uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa siswa–siswi yang memiliki kepercayaan diri tinggi, ia tidak akan malu untuk tampil dalam kegiatan- kegiatan

Persaingan yang sangat ketat dewasa ini memaksa setiap perusahaan untuk selalu mengadakan inovasi. Kelangsungan hidup sebuah perusahaan sangat tergantung dari kemampuannya

Lebih dari dari 50% 50% penduduk penduduk dunia dunia berusia berusia di di bawah bawah 25 25 tahun tahun , , yang. yang lebih lebih dari dari 80% 80% nya nya hidup hidup di

kematian harus meningkat, sehingga angka pertumbuhan melambat hingga nol (zero) • Populasi sebaiknya mengikuti suatu kurva berbentuk-S.. Kurva

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pendekatan yang digunakan dalam menginternalisasikan nilai-nilai moral religius yang diterapkan oleh para dosen di Jurusan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dan kondisi optimum biji asam jawa sebagai koagulan alami dalam menurunkan konsentrasi zat warna pada limbah

1) All the animals from control and all the treated dose groups up to 500 mg/kg survived throughout the dosing period of 28 days. 2) No signs of toxicity were observed in