• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. informasi dewasa ini mempengaruhi kehidupan perekonomian secara global, baik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. informasi dewasa ini mempengaruhi kehidupan perekonomian secara global, baik"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecanggihan teknologi semakin berkembang dengan pesat sehingga mempengaruhi kehidupan manusia. Teknologi informasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini mempengaruhi kehidupan perekonomian secara global, baik di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.

Perkembangan teknologi dan informasi telah membawa masyarakat Indonesia ke arah hidup yang bersifat modern.1

Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kejahatan, sedangkan kejahatan itu sendiri telah ada dan muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan datang.

Perkembangan teknologi dan informasi memberikan kemudahan kepada masyarakat dan memberikan masukan untuk dapat memahami perkembangan teknologi informasi agar masyarakat dapat berkomunikasi dan bersosialisasi dengan siapapun dimanapun keberadaannya dengan baik dan benar.

Perkembangan teknologi komputer membantu pekerjaan manusia di berbagai bidang profesi, sehingga memudahkan bagi para penggunanya untuk dapat menyimpan dan memproses berbagai data baik bidang pendidikan maupun yang berkaitan dengan pekerjaan, berbagai macam data dapat diproses atau disimpan dengan mudah melalui teknologi komputer tersebut.

1 Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005,

(2)

bentuk kejahatan yang ada semakin hari semakin bervariasi seperti pencurian data, pelanggaran hak cipta, termasuk penipuan untuk memperoleh informasi personal melalui pengiriman e-mail atau disebut dengan phishing.

Kejahatan atau tindak kriminal merupakan satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap masyarakat, bahkan ada adagium yang menyatakan bahwa dimana ada masyarakat, disitu ada kejahatan. Perilaku menyimpang merupakan suatu ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, serta dapat meninbulkan ketegangan individu maupun ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan ancaman yang berpotensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial.2Menurut Paul Moedikno Moeliono, kejahatan adalah pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan dan tidak boleh dibiarkan. Ketidak puasan terhadap kondisi dan keadaan membuat meningkatnya kualitas dan kuantitas kejahatan, apabila kejahatan meningkat, maka berbagai macam cara dan berbagai macam motif akan digunakan untuk melancarkan kejahatan tersebut.3

Tindak kriminal yang semakin meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah sehingga menyebabkan pemerintah sebagai pelayan dan pelindung masyarakat berusaha untuk menanggulangi meluasnya kejahatan, sehingga kejahatan tersebut dapat dipidana. Pelaku kejahatan seringkali tidak mengakui kejahatan yang telah

2 Is. Heru Permana, Politik Kriminal, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2007, hal. 11. 3

Paul Moedikno Moeliono, Dikutip dalam Moch Haikhal Kurniawan, Penggunaan

Metode Sketsa Wajah Dalam Menemukan Pelaku Tindak Pidana, Fakultas Hukum Universitas

(3)

dilakukannya. Hal tersebut melatarbelakangi diciptakannya alat untuk mendeteksi kebohongan.

Pada tahun 1902 muncul sebuah alat yang bernama lie detector yang merupakan alat yang pertama kali digunakan untuk mendeteksi kebohongan seorang tersangka. Lie detector digunakan untuk mengetes dan merekam aktivitas elektrik dari otak manusia.4

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) mulai mengenal alat pendeteksi kebohongan (lie detector) ketika pihak kepolisian mulai menggunakan

Lie detector awalnya dipakai sebagai pendeteksi kebohongan oleh departemen kepolisian serta agen-agen rahasia seperti Federal

Bureau of Investigation (FBI) dan Central Intelligence Agency (CIA). Alat ini

akan melacak perubahan psikologis pada tubuh jika seseorang berbohong dengan cara melihat perubahan tekanan darah, resistansi listrik pada kulit, adanya keringat yang berpeluh, serta kecepatan degup jantung dan pernapasan, yang akan direkam secara digital atau di atas kertas. Lie detector sendiri akan menggunakan teknik membaca dan memonitor respon tubuh ketika seorang menjawab iya atau tidak dari pertanyaan yang diajukan. Akurasi lie detector terbatas, hanya sekitar 70 %, sehingga orang yang berkata jujur dapat menunjukkan kemiripan perubahan dengan rasa gelisah yang muncul selama pengujian, sementara orang yang mahir berbohong dapat mempelajari bagaimana menyiasati pengujian lie detector.

Persoalan yang kerap muncul saat menggunakan lie detector adalah mengukur tingkat kegelisahan seseorang, kebanyakan orang menjadi gelisah ketika menghadapi tes lie detector, dan pembohong yang mahir justru tidak gelisah saat mereka berbohong.

4 Nurul Ulfah, Cara Alat Pendeteksi Kebohongan Bekerja, http://detikhealth.com, Diakses

(4)

alat ini untuk memeriksa tersangka Ryan dalam kasus pembunuhan. Ketidakkonsistenan Ryan dalam memberikan keterangan-keterangan membuat polisi memutuskan untuk menggunakan alat pendeteksi kebohongan. Alat pendeteksi kebohongan (lie detector) hanya menangkap perubahan-perubahan fisiologis seperti percepatan detak jantung, peningkatan suhu tubuh, penimbunan darah akibat pelebaran pembuluh darah pada bagian tubuh tertentu, dan penambahan tetesan keringat.

Teknologi sangat penting pada kegiatan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhui lahirnya bentuk-bentuk hukum baru. Kehadirannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik sebagai langkah yang tepat untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyalahgunaan teknologi yang tak terkendali sehingga bisa merugikan orang lain. Pemerintah perlu mendukung perkembangan dan kemajuan teknologi yang sedemikian pesat melalui infrastrukrur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi infomasi dapat dilakukan secara aman. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan pembaharuan bagi hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia yang dapat memperluas informasi sebagai suatu alat bukti yang sah.

Keberadaan Hukum Acara Pidana dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari kesewenang-wenangan penguasa. Fungsi Hukum Acara Pidana adalah untuk membatasi kekuasaan negara dalam bertindak terhadap setiap warga masyarakat yang terlibat dalam proses peradilan. Fungsi lain dari Hukum Acara Pidana adalah memberikan kekuasaan pada negara untuk menegakkan hukum material. Penanganan setiap kasus pidana tidak terlepas dari proses pembuktian

(5)

yang dapat menjadi tolak ukur dan pertimbangan hakim dalam memutuskan sebuah perkara. Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.

Berdasarkan Pasal 184 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat bukti yang sah ialah :

1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Penjelasan Pasal 184 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di atas telah jelas hanya mengatur 5 (lima) alat bukti dan diluar dari alat bukti tersebut tidak dibenarkan, namun seiring kemajuan teknologi informasi, khususnya sistem elektronik sebagai alat bukti maka penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) yang dilakukan oleh penyidik Kepolisian Daerah (POLDA) Jawa Timur kepada tersangka Verry Idhan Henryansyah alias Ryan dapat mengacu kepada Pasal 5 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menyatakan bahwa :

“Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Selanjutnya pada Pasal 5 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menyatakan bahwa :

(6)

“Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Penjelasan Pasal 5 angka 1 dan Pasal 5 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus tetap dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional bersadarkan peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional dan pemanfaatan teknologi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahtraan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil judul Penggunaan Alat Pendeteksi Kebohongan (Lie detector) Pada Proses Peradilan Pidana Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

B. Permasalahan

1. Bagaimana Penggunaan Alat Pendeteksi Kebohongan Pada Proses Peradilan Pidana?

(7)

2. Bagaimana analisis hukum terhadap penggunaan alat pendeteksi kebohongan pada proses peradilan pidana.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui Penggunaan Alat Pendeteksi Kebohongan Pada Proses Peradilan Pidana

b. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap penggunaan alat pendeteksi kebohongan pada proses peradilan pidana dihubungkan dengan Kitab undang Hukum Acara Pidana juncto Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

2. Manfaat

a. Secara Teoritis

1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan penggunaan lie detector dalam peradilan pidana

2. Dapat memberi masukan kepada masyarakat, pemerintah, aparat penegak hukum tentang eksistensi Undang-undang serta pasal-pasal yang berkaitan dengan penggunaan lie detector dalam proses peradilan pidana di Indonesia

b. Secara Praktis

Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah dalam

(8)

melakukan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan alat pendeteksi kebohongan dalam peradilan pidana di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Penggunaan Alat Pendeteksi Kebohongan (Lie detector) Pada

Proses Peradilan Pidana Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik” belum pernah

dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Hukum merupakan alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat, mengingat fungsinya, sifat hukum pada dasarnya adalah konservatif, artinya adalah hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat yang sedang membangun karena disini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan.

(9)

Pengertian masyarakat yang sedang membangun adalah masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki fungsi demikian.5

Perkembangan teknologi informasi yang pesat pada saat ini tidak terlepas dari peran ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan seni sebagai bagian integral pembangunan nasional harus ditujukan untuk menjadi landasan ketahanan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi harus tetap tanggap dalam menghadapi perubahan global dan dalam menghadapi munculnya tatanan baru kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.6

Faktor ilmu pengetahuan berperan banyak dalam menciptakan teknologi tersebut dan dalam menciptakan piranti komputer, baik piranti lunak maupun keras yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Perkembangan piranti-piranti lunak dan software merupakan dampak dari perkembangan teknologi saat ini. Perkembangan teknologi tidak hanya memberikan dampak yang positif, pemanfaatan teknologi yaitu memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mencari informasi dengan cepat dan tanpa batas, tetapi terdapat pula dampak negatif, misalnya adanya berbagai macam kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan atau yang disebarkan melalui teknologi tersebut.7

5 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni,

Bandung, 2002, hal. 14.

6 Yogi Sugito, Pedoman penelitian & Pengabdian Masyarakat, Makalah dalam seminar

Pedoman Kegiatan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Desember 2006, hal. 12.

7

Asep Saepudin Nur, Skripsi, Tinjaun Hukum Mengenai Game Online Counter Strike

Yang Mengandung Unsur Kekerasan Di Internet Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Universitas Komputer Indonesia,

Bandung, 2009, hal. 1.

Kejahatan kerah putih

(white collar crime) kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan,

yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek dan kejahatan individu, selanjutnya terdapat pula kejahatan kerah biru (blue collar crime) kejahatan ini

(10)

merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.

Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya

komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model kejahatan di atas. Karakteristik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut 5 (lima ) hal, antara lain sebagai berikut:8

1. Ruang lingkup kejahatan 2. Sifat kejahatan

3. Pelaku kejahatan 4. Modus Kejahatan

5. Jenis kerugian yang ditimbulkan

Peranan hukum dalam membatasi atau mengatur mengenai teknologi dirasakan kurang, padahal hukum menjadi sarana pendukung atau hukum seharusnya berkembang bersama teknologi sehingga tidak menimbulkan suatu kekosongan hukum dalam hal penegakannya, sehingga menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat, padahal berdasarkan tujuannya hukum bertujuan mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib di dalam masyarakat.

Perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian melalui penggunaan alat pendeteksi kebohongan

8 Zynga, Modus-Modus Kejahatan Dalam Teknologi, http://ans-or-set.blogspot.com,

(11)

(lie detector) dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan

melalui sistem elektronik. Selanjutnya ketentuan pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa :

“Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik”.

Sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik.

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa :

“Penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat”. Penyelenggaraan sistem secara elektronik, saat ini memberikan kontribusi besar bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Pendekatan hukum harus bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.

(12)

Alat pendeteksi kebohongan (lie detector) merupakan instrumen yang mengukur dan catatan indeks beberapa fisiologis seperti tekanan darah,denyut nadi, respirasi, pernapasan irama atau rasio, dan konduktivitas kulit sedangkan subjek diminta dan jawaban serangkaian pertanyaan, dengan keyakinan bahwa jawaban menipu akan menghasilkan respon fisiologis yang dapat dibedakan dari yang berhubungan dengan jawaban tidak menipu. Kecanggihan lie detector sebagai suatu teknologi mempunyai peran yang sangat penting untuk membantu tugas kepolisian dalam mencari keterangan yang terkait dengan kasus-kasus tindak pidana khusus, misalnya kasus penyuapan yang dilakukan oleh Ary Muladi kepada Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah yang merupakan kedua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, serta pada tindak pidana umum, yang pada hal ini terkait dengan kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh tersangka Verry Idhan Henryansyah alias Ryan. Pengakuan Ary Muladi dan Verry Idhan Henryansyah alias Ryan yang tidak konsisten dalam memberikan keterangan dapat dikatakan sebagai suatu penipuan yang dapat menguntungkan dirinya.

Kemajuan teknologi dan informasi dapat menciptakan alat pendeteksi kebohongan (lie detektor) yang diharapkan dapat membantu kepolisian pada proses penyelelidikan dan penyidikan untuk dan menemukan bukti-bukti serta menemukan pelakunya. Pada negara maju khususnya Amerika Serikat, lie

detector sering digunakan untuk membantu menggungkapkan kasus-kasus

kriminal. Lie detector merupakan suatu sistem elektronik yang dapat mendeteksi kebohongan terhadap seseorang dengan cara merekam gelombang elektromaknetik di dalam otak. Kemajuan teknologi khususnya sistem elektronik

(13)

juga dapat digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya.9

Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau stidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menetapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang didakwakan suatu pelanggaran hukum.

10

Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menyebutkan, bahwa:

Pejabat kepolisian bertindak untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan guna mengumpulkan bukti serta menemukan tersangkanya. Pengaturan mengenai penyidikan dan penyelidikan diatur Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu : Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menyebutkan, bahwa :

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

Dafid Eka Putra, Alat Tes Kebohongan Lie detector, http//blogger.com, Diakses pada 5

Januari 2011.

(14)

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang”.

Kebohongan adalah bentuk penipuan dengan cara menyampaikan serta menyatakan sesuatu yang bukan sebenarnya. Kebohongan dapat diketahui memalalui bahasa tubuh dan sulit untuk dipalsukan. Menurut penelitian para pakar, berbohong itu sulit dilakukan karena pikiran bawah sadar bertindak secara otomatis. Kebohongan bisa diketahui lewat isyarat mikro, seperti kedutan otot, wajah, pembesaran dan pengecilan pupil, keringat pada kening, memerahnya pipi, kedipan mata, dan banyak lagi.11

1. Ruang lingkup kejahatan

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam Wet Boek van

Strafrecht voor Nederlands Indie, akan tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang

apa yang dimaksud dengan strafbaar feit tersebut. Karena itu para ahli hukum berusaha memberi arti dari istilah tersebut walau sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat.12

Pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan “strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam KUHP tanpa memberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit. Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebahagian dari suatu kenyataan, sedangkan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan

11 NN, Bohong Karena Terpaksa, http://smartfad.multiply.com, Diakses 5 Januari 2011. 12 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,

(15)

sebagai suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan. Hazewinkel-Suringa membuat rumusan yang umum dari strabaar feit sebagai perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus diadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.13

13 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1997, hal. 181.

Istilah-istilah yang pernah dipergunakan baik dalam perundang-undangan maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar

feit adalah : tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan

yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan pidana. Nyatalah kini setidak-tidaknya ada dikenal tujuh istilah bahasa Indonesia. Strafbaar feit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar dan feit. Dari tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahaan dari strafbaar feit, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan.

Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang anti sosial.

(16)

Moeljatno, memakai istilah “perbuatan pidana” untuk menggambarkan isi pengertian strafbaar feit dan beliau mendefinisikannya sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Beliau tidak setuju dengan istilah “tindak pidana” karena menurut beliau “tindak” lebih pendek daripada perbuatan, “tindak” tidak menunjukkan kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkrit.14

a. Perbuatan

Dari pengertian tersebut, tindak pidana tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

b. Yang dilarang ( oleh aturan hukum ) c. Ancaman pidana ( bagi yang melanggar )

Dari uraian unsur tindak pidana diatas, maka yang dilarang adalah perbuatan manusia, yang melarang adalah aturan hukum. Berdasarkan uraian kata perbuatan pidana, maka pokok pengertian adalah pada perbuatan itu, tetapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa seseorang itu dipidana karena melakukan perbuatan yang dilarang dalam hukum.

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 KUHP seseorang yang melakukan tindak pidana dapat dihukum apabila memenuhi hal-hal berikut:

a. Ada norma pidana tertentu

b. Norma pidana tersebut berdasarkan undang-undang

c. Norma pidana itu harus telah berlaku sebelum perbuatan terjadi.

14 Leden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat di Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,

(17)

Dengan perkataan lain, bahwa tidak seorangpun karena suatu perbuatan tertentu, bagaimanapun bentuk perbuatan tersebut dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman berdasarkan undang-undang terhadap perbuatan itu.

Jadi syarat utama dari adanya “perbuatan pidana” adalah kenyataan bahwa ada aturan hukum yang melarang dan mengancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

2. Ruang lingkup alat pendeteksi kebohongan

a. Definisi Alat Pendeteksi Kebohongan

Menurut Cesare Lambroso alat pendeteksi kebohongan (lie detector) adalah alat yang dapat mengukur tekanan darah terhadap seseorang dan mengukur perubahan fisiologis yang disebabkan oleh Nervous System simpatik dalam interogasi15

David W Martin dari North Carolina State University memberikan pengertian mengenai lie detector yaitu sebagai alat untuk mengukur tingkat emosi seseorang. David W Martin berpendapat bahwa manusia tidak dapat dipercaya untuk mengukur tingkat emosi seseorang. Kebohongan seseorang dapat terdeksi melalui tingkat emosinya yang terlihat dari kebenaran atau kepalsuan melalui pengukuran laju pernafasan, volume darah, denyut nadi dan respon kulit.

.

16

15

Cesare Lambroso, Dikutip dalam N.N, Wikipedia Bahasa Melayu, http://www.google.com, Diakses Tanggal 5 Januari 2011.

16 David W Martin, Dikutip dalam N.N, Ensiklopedia Bebas, http://www.en.wikipedia.

(18)

John Larson mendefinisikan alat pendeteksi kebongan (lie detector) yaitu sebagai mesin yang mencatat beberapa tanggapan badan yang berbeda secara bersamaan sebagai individu yang dipertanyakan.17

b. Sejarah dan Perkembangan Alat Pendeteksi Kebohongan (Lie detector) Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa lie detector adalah sebuah alat pendeteksi kebohongan yang mengukur perubahan fisiologis seperti tekanan darah dan denyut jantung berdasarkan gagasan bahwa penipuan melibatkan unsur kecemasan.

Penemuan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) berawal dari Amerika Serikat. Lie detector atau yang lebih dikenal dengan mesin polygraph. Mesin

polygraph adalah suatu instrumen yang secara bersamaan mencatat perubahan

proses fisiologis seperti detak jantung dan tekanan darah. Mesin polygraph ditemukan pertama kali oleh James Mackenzie pada tahun 1902. Awalnya, Lie

detector dikembangkan untuk studi sirkulasi yang dibuat oleh Cambridge dan Paul Instrumen dari perusahaan Inggris nomor L-9335.18

Lie detector merupakan alat yang pertama kali digunakan untuk

mendeteksi kebohongan seorang tersangka. Lie detector juga digunakan untuk mengetes dan merekam aktivitas elektrik dari otak manusia. Hasil pemeriksaan

polygraph juga disebut sebagai deteksi psychophysiological. Psychophysiological

ialah gangguan kejiwaan yang menggejala secara badani sebagai ganguan tubuh yang didasarkan pada teori ilmiah dan dapat diuji dengan metode sain. Setiap upaya sadar penipuan oleh individu yang rasional spontan dan tak terkendali

17 John Larson, Dikutip dalam, N.N, Museum Polygraph, http://www.lie2me.net, Diakses

pada Hari Kamis, Tanggal 6 Mei 2010, Pukul 16:50 WIB.

16

Erlisanurul, Mendeteksi Kebohongan, http://blog.beswandjarum.com, Diakses tanggal 5 Januari 2011.

18 Mary Bellis, Sejarah Polygraph Lie Detektor, http://www.google.co.id. Diakses

(19)

menyebabkan respon fisiologis yang meliputi reaksi yang diukur melalui tekanan darah, denyut nadi dan pernapasan.

Pada tahun 1921 John Larson menciptakan alat pendeteksi kebohongan yang modern. John Larson adalah seorang mahasiswa dari University of

California yang menemukan alat pendeteksi kebohongan modern dan digunakan

dalam interogasi polisi dan penyelidikan. John Larson meneliti berbagai instrument yang tersedia serta metodologinya, Larson memilih

sphygmomanometer erlanger.

Sphygmomanometer erlanger ialah alat untuk mengukur tekanan darah

yang bekerja secara manual saat memompa dan mengurangi tekanan darah pada manset. Sphygmomanometer erlanger dapat diubah untuk menghasilkan rekaman permanen dari tekanan darah dengan cara menggunakan drum dan kymograph.

Kymograph ialah alat untuk mencatat atau melukiskan variasi tekanan atau

gerakan, misalnya gerak gelombang denyut nadi dan tekanan darah.19

Emotograph adalah cara penanda yang secara otomatis menangkap data

dan informasi yang memiliki sensor pada tubuh untuk mengukur denyut nadi, kulit, suhu dan konduktivitas listrik.

Pada tahun 1924 Leonarde Keeler membuat instrumen lie detector yang disebut dengan

Emotograph.

20

19

N.N, Tensi Meter dan Sphygmomanometer, http://infoalkes.blogspot.com, Diakses tanggal 5 Januari 2011.

20 Simon Bawen, Digital Emotographs, http://www.simon-bowen.com, Diakses tanggal 5

Januari 2011.

Leonarde menggunakan papan tempat pemotong roti sebagai dasar untuk instrumen dan yang dikenal sebagai papan pemotong roti polygraph. Instrument Leonarde Keeler tersebut diberikan kepada John Larson untuk digunakan di kepolisian Berkeley. Hal ini diyakini bahwa

(20)

instrumen yang dibuat Leonarde ini adalah duplikat dari John Larson. Instrumen Leonarde adalah sebuah alat pendeteksi kebohongan yang membawa ketenaran untuk eksperimen John Larson yang menarik Leonarde Keeler ke bidang deteksi penipuan.21

Leonarde Keeler dilahirkan pada tahun 1903 di Noth Berkeley California, adalah murid dari John Larson yang berhasil membuat beberapa model polygraph. Model polygraph yang di buat oleh Leonarde Keeler antara lain ialah:22

1) Model Keeler #301, diproduksi oleh Associated Research Inc, Chicago

Illinois, model polygraph ini merupakan instrumen polygraph pertama

yang dibuat oleh Leonarde Keeler pada tahun 1925.

2) Model Keeler #302C, pertama kali diperkenalkan oleh Leonarde Keeler pada tahun 1950, model instrumen ini disebut

psychogalvanometer.

3) Model Keeler # 6308, model ini produksi pada pertengahan tahun 1960 dan terus digunakan sampai tahun 1970 oleh kepolisian militer Amerika Serikat.

Hasil penemuan Leonarde Keeler tersebut dimodifikasi oleh Chester W. Darrow dari Institute for Juvenile Research membuat modifikasi Larson ketiga yang bernama Cardio Pneumo Psikografi, dengan menambahkan sebuah

galvanometer. Galvanometer adalah alat pengukur kuat arus yang sangat lemah

untuk menentukan keberadaan arah dan kekuatan dari sebuah arus listrik dalam sebuah konduktor. Instrumen galvanometer termasuk catatan psikologi, elektroda di telapak tangan dan punggung, catatan tekanan darah dan catatan

21 Terry J. Ball, Awal dari Polygraphy, http://www.lie2me.net, Diakses tanggal 5 Januari

2011.

(21)

pneumographic. Pneumographic adalah perangkat untuk merekam kecepatan dan

kekuatan gerakan dada.

Sensor khusus (elektroda) yang dipasang di kepala dan dikaitkan dengan kabel pada komputer, kemudian komputer akan merekam aktivitas elektrik otak di layar. Pada negara maju, khususnya Amerika Serikat, alat pendeteksi kebohongan (lie detector) sering digunakan untuk membantu menggungkapkan kasus kriminal. Pelaksanaannya dilakukan oleh pihak independen (independen examiner), biasanya seorang psikolog. Hasil akhir untuk menilai tingkat kebohongan itu juga di tangan psikolog tersebut. Polisi yang menangani kasus, biasanya akan menerima hasil yang akurat dari psikolog tersebut.

Teknologi lie detector merupakan sebuah bentuk kemajuan dalam arus informasi pada saat ini, di mana teknologi tersebut dapat membantu setiap orang dari berbagai lapisan masyarakat dan golongan yang menjangkau seluruh negara yang ada di dunia. Lie detector merupakan produk yang dihasilkan dari sebuah teknologi pada saat ini, kehadirannya tidak terlepas dari adanya program komputer yang berkembang di masyarakat. Pada tahun 1992 perusahaan lie

detector yang terkenal di Amerika Serikat bernama C.H Stoelting Instrumen

percaya bahwa alat pendeteksi kebohongan konvensional, atau lie detector, dapat mendeteksi kebenaran dengan cara menganalisa reaksi seseorang atas pertanyaan yang diajukan, reaksinya dapat berupa reaksi fisik seperti perubahan denyut nadi maupun reaksi psikologis.

3. Pengertian media elektronik

Media elektronik adalah media yang menggunakan elektronik atau energi elektromekanis bagi pengguna akhir untuk mengakses kontennya. Istilah ini

(22)

merupakan kontras dari media statis (terutama media cetak), yang meskipun sering dihasilkan secara elektronis tapi tidak membutuhkan elektronik untuk diakses oleh pengguna akhir. Sumber media elektronik yang familier bagi pengguna umum antara lain adalah rekaman video, rekaman audio, presentasi multimedia, dan konten daring. Media elektronik dapat berbentuk analog maupun digital, walaupun media baru pada umumnya berbentuk digital.23

F. Metode Penelitian

Di dalam pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini penulis telah mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk dapat mendukung penulisan skripsi ini dan hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi (law in book). Penelitian yuridis normatif ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) atau hukum dikonsepkan

(23)

sebagai kaedah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas24

2. Jenis Data dan Sumber Data

.

Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang didukung oleh data primer. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Data sekunder diperoleh dari :

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.25

b. Bahan Hukum Sekunder

Dalam tulisan ini di antaranya Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronikdan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

Yaitu dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penggunaan alat pendeteksi kebohongan, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

24

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 1.

25 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,

(24)

3. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:26

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan degan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

c. Mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisa data

Data primer dan sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menterjemahkan berbagai sumber yang

26 Ronitijo Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia

(25)

berhubungan dengan topik dengan skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Bab ini akan membahas tentang Penggunaan Alat Pendeteksi Kebohongan Pada Proses Peradilan Pidana, yang mengulas tentang proses peradilan pidana berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, penggunaan alat pendeteksi kebohongan pada peradilan pidana dan kendala yang timbul dalam penggunaan alat pendeteksi kebohongan

BAB III : Bab ini akan membahas tentang Analisis hukum mengenai penggunaan alat pendeteksi kebohongan pada proses peradilan pidana dihubungkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana juncto Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, yang memuat peranan alat pendeteksi kebohongan pada proses peradilan pidana dan pengaturan tentang pembuktian alat pendeteksi kebohongan pada

(26)

proses peradilan pidana berdasarkan KUHAP dan Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik BAB IV : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang

berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk tahap dream, pada kelompok ini berharap dengan mempunyai kemampuan yang meningkat dalam pencatatan keuangan usaha, maka dapat bersinergi dengan Lembaga Keuangan

a) Mahasiswa dapat mencari judul-judul yang sudah pernah diajukan oleh mahasiswa lain sehingga dapat mengurangi tingkat plagiarisme atau sebagai referensi dalam

Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan penyelesaiannya, dan menurut penulis, Bagian Prodi Kampus STMIK Bina Sarana Global perlu mengembangkan suatu

Artikel tersebut menunjukkan bahwa jika seorang refugee memasuki wilayah suatu negara, selama mereka langsung melaporkan dirinya pada otoritas yang berlaku dan menunjukkan itikad

LNW Ibadurrahman Duri merupakan lembaga Nazhir wakaf yang konsisten dalam mengelola dan memberdayakan dana ummat sehingga bermanfaat bagi masyarakat miskin, orang

Untuk menghindari adanya salah pengertian tentang konsep- konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan beberapa istilah seperti yang tertuang di

Gerakan sholat yang benar dapat memberikan pengaruh terhadap ketahanan extensor otot pungung bawah, dengan penekanan utama pada daerah otot extensor punggung bawah yang

Lompat ke konten Jumat, Maret 17, 2017 About Me Contact me Privacy Policy Disclaimer TOS Sitemap Safara Jogja Safara Jogja Sharing And News Menu About Me Contact me