• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Jasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Jasa"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jasa

Dalam pemasaran, produk mempunyai arti yang luas, yaitu suatu kesatuan yang ditawarkan pada pasar baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Produk yang berwujud biasa disebut barang (goods) dan produk yang tidak berwujud biasa disebut jasa (service). Seperti yang diungkapkan oleh Kotler dan Armstrong (2002) jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.

2.2 Karakteristik Jasa

Dari pengertian tentang jasa, dapat dikatakan bahwa jasa, mempunyai beberapa karkteristik. Menurut Kotler (2002), ada empat karekteristik utama jasa yang berpengaruh besar pada perencanaan program pemasaran yaitu :

1. Intangibility (tidak berwujud)

Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bila barang merupakan suatu objek, alat, material, atau benda; maka jasa justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha.

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)

Kegiatan jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa, baik perorangan ataupun organisasi serta perangkat mesin/teknologi.

3. Variability (berubah-ubah/aneka ragam)

Bahwa kualitas jasa yang diberikan oleh manusia dan mesin/peralatan berbedabeda, tergantung pada siapa yang memberi, bagaimana, memberikannya, serta waktu dan tempat jasa tersebut diberikan.

4. Perishability (tidak tahan lama)

Bahwa jasa tidak bisa disimpan untuk kemudian dijual atau digunakan, sehingga pada dasarnya jasa langsung dikonsumsi pada saat diberi. Daya

(2)

tahan suatu jasa tidak akan menjadi masalah jika permintaan selalu ada dan mantap karena menghasilkan jasa di muka dengan mudah.

2.3 Lembaga Kursus

Menurut Ditjen Pendidikan Non Formal dan Informal, secara konseptual Kursus didefinisikan sebagai proses pembelajaran tentang pengetahuan atau keterampilan yang diselenggarakan dalam waktu singkat oleh suatu lembaga yang berorientasi kebutuhan masyarakat dan dunia usaha/industri. Sedangkan Kelembagaan Pendidikan Nonformal adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal bagi masyarakat, baik yang diprakarsai oleh pemerintah maupun masyarakat. Menurut Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Bogor, lembaga kursus adalah salah satu wadah yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang, lembaga sosial / yayasan, perusahaan perorangan yang memiliki beberapa komponen seperti memiliki satuan isi, proses, kompetensi lulusan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.

Penyelenggaraan kursus harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Negara sebagai bagian dari akuntabilitas publik. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 62 mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 4Dasar Hukumnya, yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 tentang Pembinaan Kursus dan Pelatihan Kerja, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 261 /U/1999 tentang Penyelenggaraan Kursus.

      

4 Direktorat Pembinaan Kursus & Kelembagaan.2010. http://infokursus.net/perijinan.php. accessed

(3)

2.4 Pengertian Merek

Kata brand (merek) dalam bahasa Inggris berasal dari kata ‘brandr’ dalam bahasa Old Norse, Norwegia kuno, dan ‘brant’ dari bahasa Jerman. Semuanya mempunyai arti yang sama, yaitu menandai dengan besi panas. Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf - huruf, angka – angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur – unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Berdasarkan definisi ini, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo, atau simbol baru untuk sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek.

Merek menjadi pembeda suatu produk lainnya di berbagai komoditas, sekaligus menegaskan persepsi kualitasnya. Tak heranlah, Stephen King, CEO WPP Group yang bermarkas di London, mengatakan produk adalah barang yang dihasilkan pabrik, sementara merek adalah sesuatu yang dicari pembeli. Sesuatu itu bukan sekedar barang, melainkan juga persepsi akan kualitas dan gengsi yang diraih (Majalah SWA Sembada no. 15/21 Juli – 3 Agustus 2005, Hal. 45 tahun 2005). Pengertian merek menurut Aaker (1996) dalam Durianto et al.,. (2004a), adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu.

Konsumen cenderung untuk melihat produk-produk dari perspektif secara keseluruhan, yang kemudian menghubungkan dengan nama merek , semua atribut dan kepuasan yang dialami oleh pembelian serta penggunaan produk (Murphy, 1990; Ambler, 1996). Dengan demikian, evaluasi konsumen terhadap atribut merek yang berbeda dapat dikondisikan oleh kesan mereka secara keseluruhan tentang merek dievaluasi.

2.4.1 Citra Merek (Brand image)

Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Citra dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang di luar control perusahaan. Menurut Kotler (2000) citra yang efektif melakukan tiga hal. Pertama, memantapkan karakter produk dan usulan nilai. Kedua, menyampaikan karakter tersebut dengan cara yang berbeda sehingga tidak dikacaukan dengan karakter

(4)

pesaing. Ketiga, memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra mental. Supaya citra berfungsi dengan baik, maka harus disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia dan kontak merek.

Menurut Tjptono (2005), citra merek adalah deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Citra merek (asosiasi merek) adalah pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebriti dan lain – lain. Kesan – kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasi. Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermanfaat.

Menurut Keller, asosiasi merek adalah kutub informasional yang berhubungan dengan kutub merek yang ada di memori konsumen dan mengandung makna dari merek untuk konsumen tertentu. Ia juga menyatakan bahwa brand asosiasi terdiri dari tiga kategori yaitu, atribut, manfaat, dan sikap. Atribut merupakan segala bentuk yang ada pada suatu produk/jasa, baik itu product related maupun non-product related. Product related adalah berhubungan dengan komposisi fisik dari produk tersebut atau rincian dari suatu jasa tertentu. Sedangkan non-product related berhubungan dengan faktor eksternal yang mempengaruhi konsumen dalam proses pengambilan keputusan, seperti informasi harga, kemasan, dan kegunaan.

Manfaat adalah hal – hal yang berhubungan dengan persepsi dari konsumen mengenai nilai yang melekat pada produk / jasa tersebut. Park et al., (1986), mengkategorikan manfaat – manfaat tersebut menjadi tiga, yaitu :

1. Manfaat Fungsional, yaitu yang berhubungan dengan harapan konsumen untuk memuaskan konsumsi dari suatu kebutuhan. Manfaat ini memberikan suatu kepuasan terhadap suatu motivasi dasar (kebutuhan dasar), seperti menyelesaikan masalah atau menghindari masalah. Menurut Keller (2003, 2008), manfaat ini berhubungan dengan kebutuhan fisik dan kebutuhan keamanan.

(5)

2. Manfaat Eksperensial, yaitu manfaat yang berhubungan dengan kebutuhan eksperensial seperti kesenangan atau stimulasi kognitif. Nostalgia dan kebanggan merupakan salah satu bentuk dari eksperensial benefit.

3. Manfaat Simbolik, yaitu yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan simbolih atau gengsi, anggota grup, ego, peranan, dan citra diri. Manfaat ini merupakan kentungan ekstrinsik dari produk atau jasa yang dikonsumsi yang berkorespondensi dengan penerimaan sosial atau ekspresi diri yang mengarah kepada kepercayaan diri.

Sementara itu, brand attitudes adalah keseluruhan evaluasi dari konsumen mengenai suatu merek. Hal ini merupakan konstruk yang sangat penting untuk membantu mengerti mengenai pilihan yang akan dilakukan oleh konsumen. 2.5 Bauran Pemasaran

Menurut Kotler (1997) bauran pemasaran adalah campuran dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang dipergunakan oleh suatu perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diingankan dalam pasar sasaran. Sedangkan menurut swastha dan Irawan (1990), marketing mix adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan yakni: produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi.

Menurut Kotler (2002) terdapat tiga variabel dalam marketing mix yang khusus digunakan dalam bidang jasa, yaitu orang (people), proses (process), dan bukti fisik (physical evidence).

2.5.1 Kerangka Kerja Boom dan Bitner Tabel 2. Kerangka Kerja Boom dan Bitner

Elemen 7 Ps Bauran Pemasaran yang Dimodifikasi dan Diperluas Product Kualitas, nama merek, jenis jasa, jaminan, kapabilitas, facilitating

goods, bukti nyata, harga, staff, lingkungan fisik, proses pengiriman layanan

Price Tingkat harga, diskon, payment terms, interaksi harga, diferensiasi

Place Lokasi, aksesibiltas, chanel distribusi, cakupan wilayah Promotion Iklan, personal selling, promosi penjualan, publisitas

(6)

Lanjutan Tabel 2

People Staf, pelatihan, penampilan, perilaku interpersonal, attitude, keterlibatan, kontak dengan pelanggan

Physical

Evidence Lingkungan, furnishing, warna, tata letak, tingkat kebisingan, bukti nyata Process Kebijakan prosedur, mekanisasi, kecermatan karyawan,

keterlibatan pelanggan, alur dari aktivitas

Penelitian kepuasan konsumen mengatakan bahwa ekspektasi konsumen (keyakinan pra-pembelian tentang kinerja suatu produk) dan keyakinan disconfirmation iklan (persepsi setelah pembelian adalah bahwa suatu produk atau tidak bekerja seperti yang diharapkan) memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen (Bearden dan Teel, 1983; Oliver, 1980; Tse dan Wilton, 1988). Jaminan berguna untuk mewujudkan harapan konsumen yang lebih besar terhadap produk/jasa, peningkatan kualitas layanan, risiko keuangan berkurang, serta meningkat nilai yang didapat.

Studi oleh Bolton dan Lemon (1999) dan Mattila dan O'Neill (2003) telah menemukan bahwa harga sebenarnya memiliki dampak yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Homburg et al.,. (2005) meneliti pengaruh kenaikan harga pada niat kembali dan menemukan kepuasan yang sebelum kenaikan harga berpengaruh besar dari kenaikan harga pada tujuan pembelian kembali. Menurut Keaveney (1995), harga diidentifikasi sebagai salah satu variabel kausal utama untuk pelanggan beralih dari satu penyedia layanan lain. Ada empat subkategori yang mendorong pelanggan beralih: (1) harga terlalu tinggi relatif terhadap harga referensi internal, (2) kenaikan harga, (3) praktek-praktek harga yang tidak adil dan (4) praktik harga menipu. Menurut Hu, Parsa, dan Khan (2006) , Harga promosi merupakan bagian integral dan penting dari pemasaran di industri jasa. Sebagian besar perusahaan jasa sering bergantung pada harga diskon sebagai strategi menarik. Harga promosi yang diterapkan untuk jasa dapat dievaluasi dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan harga promosi yang diterapkan untuk produk. Konsumen akan mencari dan mengevaluasi suatu jasa sebelum memasuki lingkungan tempat jasa itu berada (Monroe dan Guiltinan, 1975). Oleh karena itu, konsumen harus mencari dan mengevaluasi nilai dari promosi harga relatif serta kualitas sebelum

(7)

mengkonsumsi jasa tersebut (Nelson, 1970).

Pilihan lokasi dari suatu tempat dipercaya secara luas merupakan keputusan paling penting yang dihadapi pengecer dan penyedia jasa (Craig et al.,., 1984; Durvasula et al.,., 1982; Ghosh dan Craig, 1986). Ada beberapa alasan mengapa keputusan lokasi adalah penting. Beberapa peneliti mengklaim bahwa keputusan lokasi melibatkan investasi yang besar, sehingga sangat sulit untuk mengubah lokasi tanpa substansial konsekuensi keuangan yang negatif (Achabal et al.,., 1982; Craig et al.,, 1984.). Argumen lain yang sering dikutip adalah bahwa untuk pengecer dan penyedia layanan, lokasi adalah titik kontak di mana pelanggan mengakses barang dan jasa yang diinginkan. Sebuah lokasi yang nyaman didefinisikan sebagai menyediakan layanan kepada konsumen di tempat yang meminimalkan biaya keseluruhan perjalanan ke konsumen. Biaya perjalanan ini mengacu pada jarak konsumen yang harus ditempuh ke penyedia jasa dari rumah atau kantor dan (Bell et al., 1998).

Fungsi iklan adalah untuk menciptakan simbolisme dan citra pada produk yang akan kemudian akan menghasilkan hubungan antara merek dan konsumen. Sedangkan konsumen dipandang sebagai pihak yang aktif, berpengetahuan, dan terlibat dalam proses memberi makna pada merek. Merek pilihan didasarkan pada perasaan emosional dan intuitif tentang merek, gambar dan makna bagi konsumen dan bagaimana merek ini memenuhi kebutuhan konsumen dan tampaknya masuk ke dalam hubungan dengan konsumennya (McDonald, 1992).

Dalam kerangka kerja Boom dan Bitner semua aktor manusia yang berperan dalam penyediaan layanan, yaitu personil perusahaan dan pelanggan lainnya karena pada simultanitas produksi dan konsumsi, personil perusahaan menempati posisi kunci dalam mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap kualitas produk. Konsep ini peserta juga termasuk pelanggan yang membeli layanan dan pelanggan lainnya di lingkungan pelayanan.. Oleh karena itu manajer pemasaran perlu untuk mengelola tidak hanya penyedia layanan antarmuka tetapi juga tindakan pelanggan lainnya. Orang adalah kunci dalam pembuatan jasa dan pengirimannya kepada klien. Menurut Bitner (1990), dari perspektif konsumen menyatakan bahwa karyawan merupakan bagian dari jasa dan tingkah laku dari karyawan walau bagaimanapun mempengaruhi persepsi konsumen terhadap

(8)

suatu jasa. Begitu pula yang diungkapkan oleh Zeithamel (2000), ia menyatakan bahwa setiap aksi yang dilakukan oleh karywan akan memberikan pengaruh perspsi mengenai perusahaan atau lembaga yang memberikan jasa tersebut. Hal ini sangatlah penting, peran dari karyawan, terutama dalam mengatasi masalah selama pemberian pelayanan suatu jasa tertentu secara terus menerus dan juga untuk jenis jasa yang memiliki kontak tinggi dengan konsumen. Sesuai yang diungkapkan oleh Rafael et al., (1997), bahwa karyawan memakai pakaian tertentu (pakaian formal) untuk menunjukkan fakta bahwa mereka memiliki sikap profesional dan memiliki tanggung jawab terhadap perannya sebagai karyawan pada suatu organisasi tertentu. Di lain pihak, pakaian yang digunakan juga mengindikasikan bahwa pakaian tersebut menandakan mereka adalah bekerja pada suatu instansi tertentu. Selain itu, menurut Klassen et al., (1996), konsumen juga menggunakan penampilan dari seorang karyawan untuk mencirikan dan memperoleh informasi bahwa karyawan tersebut memakai indentitas dari tempat / instansi. Menurut Gronroos (1984), tingkah laku dan sikap dari personel atau karyawan akan mempengaruhi proses pemrosesan kesan terhadap kinerja dari suatu jasa. Sebagai contoh ketika hal yang tidak diinginkan terjadi, karyawan akan dengan sigap untuk meminta maaf, menawarkan sebuah kompensasi atas apa yang terjadi, atau menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi. Bukti fisik merupakan lingkungan fisik perusahaan jasa dimana penyedia jasa dan pelanggan berinteraksi. Bukti fisik dalam kerangka kerja Boom dan Bitner mengacu pada lingkungan di mana layanan ini disampaikan dan setiap barang berwujud yang memfasilitasi kinerja dan layanan komunikasi. Bukti fisik penting karena pelanggan menggunakan petunjuk yang nyata untuk menilai kualitas layanan yang diberikan. Menurut Langeard (1981), jasa memiliki karakteristik intangible yaitu tidak berwujud, oleh karena itu, konsumen akan mencari suatu bukti tangible yang akan dapat mereka rasakan di tempat jasa itu diberikan. Bukti fisik ini dapat berupa desain dalam suatu lingkungan, dekorasi, tanda – tanda, yang kemudian akan membangun suatu image dari suatu perusahaan jasa tersebut yang akan mempengaruhi harapan dari konsumen (Baker, 1977). Selanjutnya, pada saat mengevaluasi suatu proses, elemen dari bukti fisik seperti tingkat kebisingan, wewangian ruangan, warna, tekstur,

(9)

perabotan, peralatan, akan dapat mempengaruhi kesan kinerja dari jasa yang diberikan.

Prosedur, mekanisme dan aliran aktivitas dimana layanan tersebut diperoleh disebut sebagai proses dalam kerangka 7Ps Boom dan Bitner. Karena itu, harus dipastikan bahwa pelanggan memahami proses memperoleh layanan dan bahwa antrian dan waktu pengiriman yang diterima pelanggan. Menurut Lovelock dan Wright (1999), ada suatu titik dimana pelanggan bertemu dengan karyawan dari suatu perusahaan jasa atau mereka melayani diri sendiri yang implikasinya akan dapat mempengaruhi persepsi kualitas layanan yang ada di benak pelanggan. Menurut Mayer dkk (2003), proses akan membuat suatu perseptual yang ada dalam diri konsumen. Perseptual tersebut yaitu citra merek, mood, serta resiko yang dirasakan. Menurut Berry (1983 dan 1995) bahwa menarik, mempertahankan dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan akan membangun hubungan yang saling memuaskan untuk jangka panjang dengan mereka, dengan harapan akan adanya peningkatan pendapatan dan dapat mempertahankan preferensi mereka dalam jangka waktu yang panjang pula dan kemudian akan membentuk hubungan yang saling menguntungkan.

Tujuh P bauran pemasaran dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan pemasarannya. Masing – masing unsur bauran pemasaran ini berinteraksi satu sama lain dan merek harus dikembangkan, sehingga dapat saling mendukung dan berinteraksi.

2.6 Penelitian Terdahulu

Rajh (2005) melakukan penelitian dengan judul The Effects of Marketing Mix Elements on Service Brand Equity. Penelitian ini mengeksplorasi efek dari elemen bauran pemasaran yang dipilih pada ekuitas merek layanan. Hipotesis penelitian tentang hubungan antara unsur-unsur bauran pemasaran, dimensi ekuitas merek dan ekuitas merek itu sendiri, dalam konteks merek jasa, ditetapkan berdasarkan tinjauan literatur. Sebuah survei ini dilakukan dalam rangka untuk mengumpulkan data empiris yang relevan. Model persamaan struktural digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Temuan penelitian menunjukkan bahwa beberapa unsur bauran pemasaran mungkin memiliki efek negatif pada ekuitas merek jasa. Selain itu, temuan menunjukkan bahwa iklan, karyawan, interior

(10)

penampilan, tingkat harga dan pelayanan operasi memiliki efek positif pada ekuitas merek jasa. Hasilnya menunjukkan pentingnya pendekatan strategis untuk membangun merek jasa, dengan mendirikan ekuitas merek jasa menjadi tujuan jangka panjang. Kontribusi utama dari penelitian ini berasal dari hasil penelitian tentang pengaruh bauran pemasaran yang berbeda elemen pada ekuitas merek layanan, dan pentingnya pendekatan strategis untuk membangun dan mengelola merek layanan.

Amalia (2005) melakukan Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap Mutu Layanan Jasa Lembaga Kursus Bahasa Inggris International Language Progam (ILP). Dari penelitiannya diperoleh bahwa proses pengenalan masalah yang menyatakan adanya kebutuhan untuk memilki kemampuan berbahasa Inggris karena diperlukan dalam pekerjaan atau pelajaran. Pencarian informasi yang paling dominan berasal dari teman atau keluarga. Evaluasi terhadap alternatif dilakukan berdasarkan prioritas dari atribut – atribut kualitas jasa yang dimiliki oleh lembaga kursus tersebut. Pemilihan terhadap ILP Bogor sebagai tempat kursus bahasa Inggris karena mutu pengajarannya. Proses terakhir adalah pembelian dan konsumsi. Mayoritas responden menyatakan telah mengikuti kursus selama 3-5 periode level program dan memutuskan untuk kursus kembali di ILP Bogor. Hasil Importance and Performance Analysis menunjukkan bahwa atribut – atribut yang berada di kuadran A pada diagram kartesius adalah materi buku belajar yang lengkap dan mudah dipahami, fasilitas WC, musholla, kantin, dan parkir yang memadai, kesesuaian pelayanan dengan janji yang ditawarkan, kejelasan dan ketepatan waktu studi siswa, dan staf ILP cepat tanggap terhadap keluhan pelanggan. Atribut kualitas jasa yang memiliki tingkat kepentingan tertinggi adalah atribut kemampuan staf pengajar dalam menyampaikan materi dengan jelas. Atribut kinerja tertinggi adalah atribut kemampuan staf pengajar untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan di kelas. Tingkat kepuasan secara keseluruhan terhadap kualitas jasa ILP Bogor sudah tinggi yaitu sebesar 70,635%.

Rahman (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Citra Merek (Brand image) dalam Pengambilan Keputusan Fruit Tea di Kota Sukabumi. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu menganalisis kekuatan citra merek fruit tea

(11)

yang relatif terhadap merek lain (pesaing), menganalisis variabel – variabel yang menjadi dasar konsumen dalam melakukan pembelian fruit dan menganalisis hubungan antara citra produk dengan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian fruit tea. Metode penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Multidimensional Scalling. Hasil yang didapatkan dari perhitungan citra merek bahwa merek fresh tea merupakan pesaing utama fruit tea. Urutan citra merek yang dimiliki fruit tea dari citra terkuat hingga terlemah adalah campuran teh yang bervariasi, merek yang terkenal, kemudahan mendapatkan, bentuk atau desain kemasan yang menarik, rasa teh yang nikmat, aroma wangi, tanpa pengawet, produk dingin, minuman menyehatkan isi atau volume yang banyak, harga yang murah dan terakhir adalah atribut warna teh yang pekat. Secara keseluruhan dapat diambil dari penelitian ini yaitu bahwa citra merek yang dimiliki fruit tea memang mampu mempengaruhi keputusan pembelian produk.

2.7 Hipotesis

Penelitian ini merupakan penelitian konfirmatori yang berguna untuk menegaskan suatu teori dan diterapkan pada keadaan nyata. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode SEM dengan beberapa hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 1

H0 : Produk tidak berpengaruh positif terhadap Brand image H1 : Produk berpengaruh positif terhadap Brand image

Keller (2003) menyatakan bahwa asosiasi merek dibuat berdasarkan pengalaman langsung. Pengalaman langsung melibatkan keyakinan konsumen yang telah dibuat ketika menggunakan jasa tertentu. Kemudian menurut Zeithaml dan Bitner (2006) bahwa setelah terjadi evaluasi kualitas pelayanan kemudian akan membentuk suatu outcome dari dimensi – dimensi yang telah dievaluasi menjadi image tertentu

Hipotesis 2

H0 : Harga tidak berpengaruh positif terhadap Brand Image H1 : Harga berpengaruh positif terhadap Brand Image

(12)

Tingkat harga yang lebih mahal sering dianggap sebagai kualitas lebih tinggi, sehingga mereka kurang rentan terhadap pemotongan harga oleh kompetisi dibandingkan merek-merek murah (Blattberg dan Wisniewski, 1989; Dodds et al.,., 1991; Kamakura dan Russel, 1993). Harga yang lebih tinggi memiliki dampak positif terhadap ekuitas merek, dengan kualitas merek yang dirasakan melayani sebagai variabel mediator (Yoo et al.,., 2000). Oleh karena itu, semakin tinggi harga sebuah merek jasa, semakin positif citra merek.

Hipotesis 3

H0 : Tempat tidak berpengaruh positif terhadap Brand image H1 : Tempat berpengaruh positif terhadap Brand image

Menurut Rao and Monroe (1989) keadaan tempat yang memiliki image yang baik akan menarik perhatian, kontak, dan jumlah kunjungan dari konsumen potensial. Sebagai tambahan tempat yang seperti ini akan memberikan kepuasan konsumen dan menstimulasi secara aktif dan positif terhadap komunikasi word of mouth di antara konsumen.

Hipotesis 4

H0 : Iklan tidak berpengaruh positif terhadap Brand image H1 : Iklan berpengaruh positif terhadap Brand image

Periklanan digunakan untuk membawa perbaikan dalam kualitas layanan yang dirasakan, baik dengan mengurangi dampak heterogenitas layanan dan meningkatkan jumlah informasi eksternal pada jasa (Hill dan Gandhi, 1992). Periklanan juga memainkan peran penting dalam meningkatkan kekuatan asosiasi yang terkait dengan merek (Yoo et al.,., 2000). Iklan membuat asosiasi merek positif lebih mudah diakses dalam benak pelanggan (Farquhar, 1990).

Hipotesis 5

(13)

H1 : Proses berpengaruh positif terhadap Brand image

Proses pengiriman layanan pasti akan mempengaruhi kualitas pelayanan yang dirasakan (de Chernatony dan Segal-Horn, 2003). Dalam perjalanan pelayanan, konsumen mengalami penyediaan layanan, dengan proses ini sendiri mempengaruhi nilai pelayanan yang dirasakan. Dengan cara ini, pelayanan dapat meningkatkan atau menurunkan nilai yang dirasakan dari layanan masing-masing (Tseng et al.,., 1999). Karakteristik dari proses pemberian pelayanan bahkan mungkin mempunyai dampak yang lebih besar pada penilaian umum layanan dari layanan sebenarnya (Brown dan Swartz, 1989).

Hipotesis 6

H0 : Lingkungan Fisik tidak berpengaruh positif terhadap Brand image H1 : Lingkungan Fisik berpengaruh positif terhadap Brand image

Karena jasa merupakan intangibel, sangat penting untuk memanfaatkan secara nyata, unsur-unsur bahan layanan untuk mengkomunikasikan nilai layanan (de Chernatony dan Segal-Horn, 2003). Merek jasa perlu dibuat dengan nyata sehingga mereka terwakili dan terdefinisi oleh konsumen. Penggunaan sebanyak mungkin unsur-unsur fisik yang dapat menghubungkan konsumen dengan merek adalah cara yang efisien membangun merek jasa yang kuat dan meningkatkan sifat nyatanya (McDonald et al., 2001). Lingkungan fisik di mana jasa disampaikan tidak hanya mempengaruhi citra merek jasa (Upah dan Fulton, 1985; Zeithaml et al., 1985; Bitner, 1992), tetapi juga kepuasan konsumen dengan pelayanan (Bitner, 1990; Harrell et al., 1980).

Hipotesis 7

H0 : Karyawan dan Staf tidak berpengaruh positif terhadap Brand image H1 : Karyawan dan Staf berpengaruh positif terhadap Brand image

Di mata pelanggan, karyawan mewujudkan merek dari suatu jasa (Grönroos, 1994). Perusahaan jasa perlu untuk mengkomunikasikan tujuan dan

(14)

nilai-nilai, yaitu identitas merek mereka kepada karyawan, sehingga mereka sendiri dapat memberikan kontribusi untuk membangun citra merek layanan masing-masing (Hogg et al., 1998). Karyawan membutuhkan dukungan dari perusahaan dalam rangka untuk bertindak dalam kepentingan terbaik merek jasa, dan perusahaan harus memotivasi mereka untuk berkontribusi dalam membangun merek (Tilley, 1999). Para karyawan perusahaan jasa mempengaruhi persepsi pelanggan merek di suatu jasa (McDonald et al., 2001).

Sementara itu, penerimaan hipotesis yaitu menggunakan uji statistik metode signifikansi. Jika t-value ≥ 0.05, maka tolak H0 dan terima H1. Dan sebaliknya jika t-value ≤ 0.05 maka terima H0 dan tolak H1.

Referensi

Dokumen terkait

Pada model persamaan regresi yang mengukur opini audit going concern, diketahui bahwa koefisien Reputasi KAP memiliki nilai P-value atau sig = 0.997 dimana angka ini lebih besar

turang (satu marga), sebenarnya secara sadar diri manusia langsung menetapkan sistem penolakan. Jika khususnya anak mudanya tidak berusaha menentangnya maka

Rencana penggunaan lahan yang merupakan suatu materi dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) ditetapkan dalam suatu ketetapan pemerintah sehingga berkekuatan

Laporan akhir PKM-KC ini merupakan gambaran/representasi dari sebuah kegiatan yang telah kami laksanakan, yaitu implementasi Indo Ekokraf sebagai sofa multi fungsi

Anak usia >10 tahun atau lebih dengan obesitas atau berat badan >60 kg saat diagnosis mempunyai risiko tinggi untuk relaps dan event-free survival yang rendah.. 19

Kedua, KSP akan membeli saham ACST dari pemegang saham publik melalui mandatory tender offer atau penawaran tender wajib sebanyak 10,1% setara 50,5 juta saham.. Cara

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya sehingga proposal tugas akhir dengan judul “Analisa Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Pada

Dimana hasil penelitian terdiri dari struktur mikro pearlite dan ferrite pada Gambar 1, tetapi menurut hasil penelitian Hall (2010), pada hasil pengujian struktur mikro