EFEK MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN PEMAHAMAN KONSEP AWAL TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS
SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 KUTA CANE TAHUN AJARAN 2015/2016
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Program
Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
SRI MILA SUSILAWATI NIM: 8136176043
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
Sri Mila Susilawati, NIM 8136176043. Efek Model Pembelajaran Inquiry Training dan Pemahaman Konsep Awal Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X pada SMA Negeri 1 Kuta Cane Tahun Ajaran 2015/2016., Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.
Penelitian ini bertujuan : (1) untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains siswa dengan penerapan model pembelajaran inquiry training dan model pembelajaran direct instruction., (2) untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains siswa yang memiliki pemahaman konsep awal tinggi dan pemahaman konsep awal rendah, (3) untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan pemahaman konsep awal terhadap keterampilan proses sains siswa. Sampel diambil dengan menggunakan cluster random sampling dimana kelas pertama diterapkan model pembelajaran inquiry training dan kelas kedua sebagai kelas kontrol diterapkan model pembelajaran direct instruction. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen pemahaman konsep awal yang terdiri dari 10 pertanyaan dan instrumen hasil belajar fisika terdiri dari 10 pertanyaan.yang dinyatakan valid dan reliabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) keterampilan proses sains siswa yang diberikan model pembelajaran inquiry training lebih baik dibandingkan model pembelajaran direct instruction; (2) keterampilan proses sains siswa yang memiliki pemahaman konsep awal tinggi lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki pemahaman konsep awal rendah; (3) terdapat interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan pemahaman konsep awal terhadap keterampilan proses sains siswa.
ii ABSTRACT
Sri Mila Susilawati, NIM. 8136176043. The Effect of Inquiry Training Instructional Models and Preliminary Concepts Understanding Toward Students Sains Process Skill Grade X Senior High School Country of 1 Kuta Cane Academic in 2015/2016, Academic Year Postgraduate School of the State University Of Medan, 2015.
This research aims : (1) to explain the students sains process skill who applied inquiry training instructional models better than direct instruction models, (2) to explain the students sains process skill who have high preliminary concepts understanding better than students who have low preliminary concepts understanding, (3) to explain the interaction between inquiry training instructional models toward students sains process skill. The sample was taken using cluster random sampling which the first class as experiment class applied inquiry training learning models and the second class as control class applied direct instruction models. The instruments used in this research are preliminary concepts understanding instrument consist of 10 questions and students sains process skill instrument consist of 10 questions stated valid and reliable. The results of research are : (1) the students sains process skill who applied inquiry training instructional models better than direct instruction models; (2) the students sains process skill who have a high preliminary concepts understanding better than students who have low preliminary concepts understanding, (3) there was interaction between inquiry training instructional models and preliminary concepts understanding toward students sains process skill.
iii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah puji syukur kepada Allah Yang Maha kuasa sang pencipta langit, bumi dan alam semesta beserta segala berkat dan kasih sayang-Nya yang selalu menyertai,
melindungi menguatkan dan memampukan penulis dalam menyelsaikan tesis ini dengan baik sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Tesis berjudul “Efek Model Pembelajaran Inqury Training Dan Pemahaman Konsep Awal Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X di
SMA Negeri 1 Kuta Cane Tahun Ajaran 2015-2016” di susun untuk memperoleh gelar magister Pendidikan Fisika, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri
Medan.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Rektor UNIMED Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd.
2. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku direktur program Pasca Sarjana UNIMED.
3. Bapak Prof. Dr. Bernok Sinaga, M.Pd, Selaku Asisten Direktur I Pascasarjana UNIMED.
4. Bapak Prof. Dr. Busmin Gurnimg, M.Pd, Selaku Asisten Direktur II Pascasarjana UNIMED.
5. Bapak Prof. Dr. Sahyar, M.S.,M.M selaku Ketua Prodi Pendidikan Fisika pascasarjana Universitas Negeri Medan.
iv
8. Bapak Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si, Prof Motlan, M.Sc, Ph.D, Prof. Dr.
Sahyar, M.S.,M.M, Prof. Dr. Mara Bangun Hrp, M.S, Dr. Eva Marlina Gintig, M.Si. selaku dosen penguji dan nara sumber yang telah memberkan saran dari perencanaan penelitian ini sampai akhir penyusunan
tesis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh bapak fan ibu dosen beserta staf pegawai program psca sarjana universitas negeri medan.
9. Kepala sekolah SMA Negeri 1 Kutacane, Bapak Derajad, S.Pd Serta seluruh dewan guru dan staf pegawai Kutacane.
10. Kepada Bapak Makmur Haryono M.Pd selaku bidang studi fisika SMA
Negeri 1 Kutacane.
11. Rekan-rekan Mahasiswa/mahasiswi Pascasarjana Program Studi Pendidikan Studi Angkatan XIV/DIK-FIS B-I.
12. Ayahanda (Alm) Zainal Abidin Selian, BA dan Ibunda Hj. Fauziah Har sebagai orang tua tercinta yang tidak pernah berhenti mendo’akan penulis dan memberi restu serta dukungan untuk selalu menuntut ilmu sampai
kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Serta kepada keluarga besar kedua belah pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis didalam menyelesaikan pendidikan ini.
13. Suami tercinta Hanaekan Pakpahan, yang selalu memberikan dukungan moral mau pun moril serta do’a dan pengertian sehingga penulis dapat menyelasaikan Pendidikan Magister di Program Pascasarjana UNIMED.
v
Dan juga untuk adindaku Sri Rahmawati, M.Pd, teman seperjuangan di
dalam menempuh dan melanjutkan program Studi Pascasarjana UNIMED. 15. Saudara/i, rekan-rekan, sahabat dan handaitolan yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis mulai dari awal
perkulihan sampai dengan penyelesaian tesis ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Hendaknya semua kebaikan dan bantuan yang di berikan kepada penulis
menjadi amal ibadah dan kebajikan. Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini
masih ada kekurangan sehingga diharapkan adanya peneliti lanjut. Semoga tesis
ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dan dunia pendidikan pada
umumnya.
Medan, Januari 2016 Penulis
v
1.2 Identifikasi Masalah ... 7
1.3 Batasan Masalah ... 7
1.4 Rumusan Masalah ... 8
1.5 Tujuan Penelitian ... 8
1.6 Manfaat Penelitian ... 9
1.7 Defenisi Operasional ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Kerangka Teoritis ... 11
2.1.1 Model Pembelajaran ... 11
2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Inquiry Training ... 11
2.1.3 Fase–fase Model Pembelajaran Inquiry Training ... 14
2.1.4 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Inquiry Training ... 18
2.1.5 Model Pembelajaran Direct Instruction ... 23
2.1.6 Penguasaan Konsep ... 26
2.2 Penelitian Yang Relevan ... 35
2.3 Kerangka Konseptual ... 40
2.4 Hipotesis ... 45
BAB III METODE PENELITIAN ... 46
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46
vi
3.3 Variabel Penelitian ... 46
3.4 Jenis dan Desain Penelitian ... 47
3.5 Instrumen Penelitian ... 49
3.6 Analisis Butir Tes ... 56
3.7 Prosedur Penelitian ... 59
3.8 Teknik Analisis Data ... 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 69
4.1.1. Pretes Keterampilan Proses Sains ... 69
4.1.2. Pemahaman Konsep Awal ... 74
4.1.3. Perlakuan (Treatment) ... 76
4.1.4. Data Postes Keterampilan Proses Sains ... 78
4.2 Pengujian Hipotesis ... 81
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 91
4.3.1. Terdapat Perbedaan Hasil Keterampilan Proses Sains Fisika Siswa Dengan Model Pembelajaran Inquiry Training dan Direct Instruction ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 97
5.2 Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 99
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Fase-Fase Model Pembelajaran Inquiry Training ... 16
Tabel 2.2 : Fase-Fase Model Pembelajaran Direct Instruction ... 25
Tabel. 2.3 Dimensi Proses Kognitif Pemahaman Konsep ... 31
Tabel. 2.4 Komponen dan Indikator KPS ... 33
Tabel 2.5 Penelitian Yang Mengangkat Model Pembelajaran Inquiry Training ... 35
Tabel 3.1. Rancangan Desain Penelitian ... 47
Tabel 3.2. Desain Penelitian ANAVA 2X2 ... 48
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Konsep Awal ... 51
Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Keterampilan Proses Sains ... 52
Tabel 3.5 Indikator Tingkat Pencapaian Observasi Keterampilan Proses Sains ... 53
Tabel 3.6 Lembar Penilaian Observasi Keterampilan Proses Sains ... 54
Tabel 3.7 Deskripsi Kategori Persentase KPS ... 55
Tabel 3.8 Analisis Varians (Anava) Dua Jalur ... 62
Tabel 4.1. Data Pretes KPS Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 69
Tabel 4.2. Output Uji Normalitas Pretes KPS Siswa ... 71
Tabel 4.3. Uji Normalitas Pretes KPS Siswa ... 71
Tabel 4.4. Output Uji Homogenitas Pretes ... 72
Tabel 4.5. Uji Homogenitas Pretes ... 73
Tabel 4.6. Uji Kesamaan Pemahaman Konsep Awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 74
Tabel 4.7. Pemahaman Konsep Awal Kelas Kontrol Dan Eksperimen ... 75
Tabel 4.8. Pembagian Kelompok Pemahaman Konsep Awal Tinggi dan Rendah ... 75
Tabel 4.9 Hasil Postes KPS KelasDI dan IT ... 78
viii
Tabel 4.11. Data Disain Faktorial Rata-rata Keterampilan Proses
Sains Siswa Terhadap Kelompok Pemahaman Konsep Awal
Tinggi dan Rendah ... 80
Tabel 4.12 Data Faktor Antar Subjek ... 81
Tabel 4.13.Uji Homogenitas Antarkelompok ... 81
Tabel 4.14. Output perhitungan ANAVA Dua Jalur ... 83
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Hubungan antara Ketiga Variable ... 49
Gambar 3.2.: Alur Pelaksanaan Penelitian ... 63
Gambar 4.1.Grafik Pretes KPS Kelas Kontrol Dan Eksperimen ... 70
Gambar 4.2.Diagram Distribusi Normal Kelas Kontrol ... 71
Gambar 4.3.Diagram Distribusi Normal Kelas Eksperimen ... 72
Gambar 4.4. Grafik Postes Keterampilan Proses Sains Kelas Kontrol Dan Eksperimen ... 79
Gambar 4.5.Grafik Perbedaan Rerata Pretes dan Postes Kelas Direct Instruction (DI) dan Inquiry Training (IT) ... 82
Gambar 4.6.Grafik Perbedaan Rerata Pemahaman Konsep Awal Tinggi dan Rendah ... 83
Gambar. 4.7.Grafik Perbedaan Rerata KPS Kelas DI dan IT Terhadap Pemahaman Konsep Awal ... 84
Gambar 4.8 Grafik Interaksi Model Pembelajaran dan Pemahaman Konsep Awal ... 85
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Validitas Instrumen KPS Penelitian Kelas Eksperimen ... 102
Lampiran 2 Tabel Reliabilitas Instrumen KPS Penelitian Kelas Eksperimen ... 103
Lampiran 3 Tabel Validitas Instrumen PKA Penelitian Kelas Kontrol ... 104
Lampiran 4 Tabel Validitas Instrumen PKA Penelitian ... 105
Lampiran 5 Instrumen Tes Pemahaman Konsep Awal (PKA) ... 106
Lampiran 6 Tes Keterampilan Proses Sains ... 118
Lampiran 7 Rencana Pelaksaan Pembelajaran ... 127
Lampiran 8 Rencana Pelaksaan Pembelajaran ... 140
Lampiran 9 Lembar Kerja Siswa (LKS) Gerak Vertikal Ke atas dan Gerak Jatuh Bebas ... 155
Lampiran 10 Lembar Kerja Siswa (LKS) 1 Mengukur Waktu Tempuh Perjalanan ... 159
Lampiran 11 Lembar Kerja Siswa (LKS) Mengetahui Percepatan Pada GLBB Horizontal ... 163
Lampiran 12 Lembar Kerja Siswa (LKS) Gerak Vertikal Keatas Dan Gerak Jatuh Bebas ... 167
Lampiran 13 Skor Pretes Keterampilan Proses Sains (KPS), Pemahaman Konsep Awal (PKA) Dan Postes Keterampilan Proses Sains Untuk Kelas Eksperimen ... 171
Lampiran 14 Skor Pretes Keterampilan Proses Sains (KPS), Pemahaman Konsep Awal (PKA) Dan Postes Keterampilan Proses Sains Untuk Kelas Kontrol ... 172
Lampiran 15 Output Uji Normalitas Dan Uji Homogenitas Pretes Kelas Kontrol Dan Eksperimen ... 173
xi
Lampiran 17 Output Uji Kesamaan Kemampuan Awal Kelas Kontrol Dan
Eksperimen ... 184
Lampiran 19 Output Uji Anava 2 x 2... 190
Lampiran 20 Output Uji Poshock ... 194
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut paradigma pendidikan saat ini, proses pembelajaran harus di
geser dari teacher learning center menjadi student learning center. Pergeseran
paradigma ini di karenakan pembelajaran bukanlah menuangkan ilmu ke dalam kepala siswa tapi harus di hasilkan dari proses konstruksi pemikiran siswa sendiri. Proses konstruksi ini hanya dapat di lakukan jika siswa memiliki peran aktif
dalam proses pembelajaran. Pada saat konstruksi berhasil pada siswa, konsep yang akan di ajarkan juga akan di kuasai dengan baik oleh siswa. Proses konstruksi ini merupakan proses sadar yang di lakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya yang merupakan defenisi dari belajar (Slameto, 2003:2).
Proses kontruksi pengetahuan kepada siswa tentu tidak terlepas dari cara yang di lakukan oleh guru membangun kontruksi tersebut. Di antaranya adalah peningkatan kualitas pembelajaran, baik dalam penguasaan materi maupun
metode mengajar. Penerapan kurikulum 2013 juga merupakan salah satu upaya yang harapkan dapat membangun siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran,
karena siswa di harapkan bukan hanya mempunyai kualitas yang baik dalam pembelajaran tetapi juga memiliki karakter. Mata pelajaran IPA fisika yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistemati, bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
2
Mata pelajaran IPA fisika di harapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah.
Fisika sebagai salah satu cabang IPA yang berkaitan dengan fenomena alam menuntut siswa untuk mengusai konsep maupun produk IPA lainnya serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai ilmu yang
mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras dan seimbang berdasarkan hukum alam. Pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika.
Fisika seharusnya bisa menjadi ilmu yang sangat penting untuk di pelajari. Banyak aplikasi kehidupan sehari-hari yang bisa di terapkan dari Fisika. Namun,
rendahnya minat siswa terhadap pelajaran ini, membuat mata pejaran Fisika jarang diminati. Pada tingkat SMA/MAS, fisika di pandang penting untuk di
ajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika di maksud kan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, mata pelajaran Fisika perlu di ajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah
3
dilaksanakan secara inquiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting dalam kecakapan hidup.
Berdasarkan pengamatan langsung yang di lakukan peneliti di SMA Negeri 1 Kuta Cane dan infromasi yang di dapat dari guru fisika Pak Makmur
Hartono, S.Pd, M.Pd, bahwa kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru. Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, lebih dari dari 50 persen siswa kurang memperhatikan penjelasan gurus pada saat guru menjelaskan materi pelajaran, sehingga pada saat guru memberikan umpan balik berupa pertanyaan,
sebagian besar siswa belum dapat menjawab pertanyaan dengan tepat. Pada saat guru memberikan umpan balik berupa pertanyaan, hanya siswa tertentu saja yang
aktif dan dapat menjawab dengan benar. Selain itu,sebagian besar siswa kurang dapat berinteraksi dengan baik antar teman sebaya pada saat proses pembelajaran. Hal ini terlihat pada saat siswa menjawab pertanyaan dari guru, beberapa dari siswa ada yang tidak memperhatikan jawaban dari temannya dan tidak merespon
jawaban tersebut. Metode pembelajaran masih di dominasi oleh metode ceramah dan lebih banyak mengerjakan soal-soal. Berdasarkan hasil wawancara dan
pegamatan langsung dengan guru Fisika lainya, Ibu Masdiana, S.Pd, di peroleh beberapa temuan yaitu: mata pelajaran Fisika adalah mata pelajaran yang kurang
di senangi siswa, kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru (Teacher
Center Learning), siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran khususnya pada pemberian umpan balik, tidak terjadi interaksi pada saat di lakukan diskusi kelompok, hanya satu atau dua siswa yang aktif dalam kelompok sedang yang
4
siswa tidak menguasai konsep. Jika konsep-konsep materi fisika dapat di pahami siswa, maka akan di pahami bahwa fisika itu adalah bagian dari kehidupan sehari-hari sehingga dapat menumbuhkan motivasi untuk menemukan sendiri
pengalaman-pengalaman fisika dalam kehidupan sehari-hari.
Selain hal-hal di atas, dari hasil wawancara dengan guru Fisika yang lain,
peneliti juga memperoleh hasil bahwa sebenarnya guru mengetahui tentang model pembelajaran. Model pembelajaran yang pernah di terapkan adalah model
pembelajaran inquiry, akan tetapi belum di laksanakan sesuai dengan fase-fase
yang ada sehingga hasilnya tidak maksimal dan cenderung hanya seperti diskusi
kelompok dan interaksi antara anggota kelompok juga tidak maksimal, hanya sebahagian saja yang mendominasi dan sebahagian lagi lebih cenderung diam.
Akan tetapi siswa sangat senang apabila di lakukan praktek langsung dalam pembelajaran seperti melakukan eksperimen, misalnya eksperimen yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Guru memang pernah melakukan kegiatan eksperimen dengan alat yang di
buat sendiri dan dari kegiatan tersebut ternyata memberi hasil yang positif bagi siswa. Siswa lebih tertarik untuk mempelajari materi pelajaran tersebut melalui
kegiatan eksperimen. Sebenarnya, ada laboratorium yang bisa digunakan untuk praktikum, akan tetapi menurut penjelasan guru lainya, hal ini jarang lakukan karena memerlukan banyak waktu serta kurang tersedianya alat-alat praktikum pembelajaran dan sering kali yang lebih di pentingkan oleh pihak sekolah adalah
selesainya seluruh materi pelajaran dalam satu semester bukan pemahaman siswa terhadapa materi pelajaran.
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 10 September 2015 yang
5
proses sains dalam praktikum melalui penuntun kegiatan berupa lembar kerja siswa (LKS) di laboratorium menunjukkan bahwa ada beberapa indikator keterampilan proses sains siswa yang belum tercapai secara maksimal dalam
merancang percobaan, ketelitian menggunakan alat ukur, menampilkan data dalam bentuk tabel dan grafik serta kemampuan menganalisis data dengan benar
Berdasarkan fakta di atas maka perlu dilakukan perbaikan di dalam kegiatan pembelajaran seperti menerapkan model pembelajaran yang tidak hanya dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika tetapi juga membuat siswa dapat berpartisipasi aktif atau terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, lebih
bertanggung jawab secara individu dan dapat bekerja sama dengan teman sebayanya. Salah satu model pembelajaran yang dapat memperbaiki keadaan di
atas adalah yaitu model pembelajaran Inquiry Training.
Model pembelajaran latihan meneliti atau inquiry training memiliki
keunggulan karena siswa akan melakukan penelitian secara berulang ulang dan
dengan bimbingan yang berkelanjutan. Model inquiry training merupakan
melibatkan peserta didik aktif belajar menemukan penyelesaian masalah dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keingintahuan
dan melakukan eksplorasi menyelidiki suatu fenomena (Joyce,dkk,2009). Di
dalam pembelajaran inquiry terdapat proses-proses mental, yaitu merumuskan
masalah, membuat hipotesis, mendesain eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data dan menganalisis data serta menarik kesimpulan. Karena
model inquiry ini memiliki fase-fase yang merupakan metode ilmiah, maka dalam
pembelajaran siswa akan di tuntut dan di fasilitasi untuk memiliki sikap ilmiah
6
Menurut Pandey, et al (2011:6), pembelajaran fisika dengan menggunakan
model inquiry training lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran dengan
menggunakan metode konvensional. Hal serupa juga disampaikan oleh Khalid &
Azeem (2012:2) yang menyatakan bahwa model pembelajaran inquiry training
yang diberikan oleh guru dapat membantu kegiatan pembelajaran siswa dimana
siswa dapat merumuskan dan menguji ide – ide mereka, menarik kesimpulan dan menyampaikan pengetahuan mereka dalam lingkungan belajar yang kolaboratif.
Menurut Suchman (2007:1), inquiry dapat diterapkan dengan berbagai cara seperti
mengamati alam, memperkirakan hal yang akan terjadi, memanipulasi variabel,
menganalisis situasi dan memberikan pernyataan
Proses pembelajaran fisika juga hendaknya di lakukan dengan melibatkan
siswa secara aktif. Berdasarkan hasil angket juga di peroleh bahwa siswa lebih menyukai mata pelajaran dengan praktek secara langsung seperti metode eksperimen. Syaiful Sagala (2003:220) menjelaskan bahwa:
Metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana siswa
melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang di pelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan
metode eksperimen ini, siswa di beri kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses tertentu.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: ”Efek Model Pembelajaran Inquiry
7
Sains Siswa Kelas X pada SMA Negeri 1 Kuta Cane Tahun Ajaran 2015/2016.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah yang dapat di identifikasi adalah :
1. Proses pembelajaran masih terpusat pada guru (TeacherCenter Learning)
2. Proses pembelajaran Fisika sebagian besar hanya menekankan pada aspek
menghafal konsep-konsep, prinsip-prinsip atau rumus
3. Rendahnya Keterampilan Proses Sains siswa
4. Siswa lebih tertarik pada mata pelajaran yang di praktekkan langsung
5. Kurang tersedianya alat-alat untuk kegiatan praktikum
6. Penggunaan sarana laboratorium yang kurang maksimal
7. Pembelajaran belum berbasis aktivitas siswa (student centered), karena
belum ditunjang oleh pemilihan model dan ketersediaan perangkat pembelajaran yang sesuai.
8. Dan proses pembelajaran IPA Fisika masih pola lama yaitu catat buku
sampai habis.
1.3 Batasan Masalah
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda dalam penelitian ini dan mengingat keterbatasan kemampuan, materi dan waktu yang tersedia, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yakni:
1. Keterampilan Proses Sains siswa rendah
2. Konsep awal siswa di lihat pada konsep awal tinggi dan konsep awal
8
3. Model yang di terapkan selama pengambilan data adalah model
pembelajaran Inquiry Training dan Direct Instruction.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan pada latar belakang di atas,
maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa antara kelas yang
di ajarkan menggunakan model pembelajaran inquiry training dengan
kelas yang menggunakan model pembelajaran direct instruction?
2. Apakah ada perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa yang memiliki
konsep awal tinggi dan konsep awal rendah?
3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dan konsep awal siswa
terhadap Keterampilan Proses Sains siswa ?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa dengan
penerapan model pembelajaran Inquiry Training dan model
pembelajaran Direct Instruction.
2. Untuk mengetahui perbedaan Keterampilan Proses Sains siswa yang
memiliki konsep awal tinggi dan pengetahuan konsep awal rendah.
3. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan
9
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
bentuk model pembelajaran yang dapat di gunakan guru, sehingga siswa dapat mengembangkan aspek kemampuan dasar yang mencakup
aspek kognitif, afektif dan keterampilan siswa.
2. Model pembelajaran ini dapat menjadi pertimbangan bagi guru-guru
Fisika dalam upaya perbaikan proses belajar mengajar, karena model ini mengutamakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, sebagai
upaya meningkatkan pemahaman konsep awal.
1.7 Defenisi Operasional
Agar tidak terjadi kerancuan, berikut adalah defenisi oprasional yang di gunakan dalam penelitian ini:
1. Model Pembelajaran inquiry training merupakan model pembelajaran
yang melatih siswa dalam meneliti, menjelaskan fenomena dan
memecahkan masalah dengan mengikuti prosedur ilmiah.
2. Kosep awal merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
di bawa oleh siswa ke dalam proses pembelajaran. Gagasan siswa
merupakan pengetahuan pribadi yang di bangun melalui proses informal dalam proses memahami pengalaman sehari-hari. Belajar bukan di pandang sebagai transmisi informasi atau pengisian bejana kosong, tetapi
10
dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses pembelajaran.
3. Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan sikap terkait
dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga dapat
menumbuhkan sikap ilmiah dan berhasil menemukan sesuatu yang baru melalui metode ilmiah (Harlen, W., Elsgeest, J, 1992). Keterampilan proses sains sebagai aspek psikomotorik meliputi1) mengamati (observasi), 2) mengajukan pertanyaan, 3) merumuskan hipotesis, 4)
memprediksi, 5) menemukan pola dan hubungan, 6) berkomunikasi secara efektif, 7) merancang percobaan 8) melaksanakan percobaan, dan 9)
mengukur dan menghitung.
4. Pembelajaran Direct Instruction merupakan suatu model pembelajaran di
mana kegiatannya terfokus pada aktivitas akademik. Sehingga di dalam implementasi kegiatan pembelajaran guru melakukan kontrol yang ketat
terhadap kemajuan belajar siswa, pendayangunaan waktu serta iklim kelas yang di kontrol secara ketat pula, pemberian arahan dan kontrol secara
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan maka dapat diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran inquiry training dan model pembelajaran direct instruction. Hasil
belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training lebih
baik dari hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran direct
instruction.
2. Ada perbedaan hasil belajar siswa yang mempunyai pemahaman konsep awal
tinggi dan pemahaman konsep awal rendah. Hasil belajar siswa yang
mempunyai pemahaman konsep awal tinggi lebih baik dari hasil belajar siswa
yang mempunyai pemahaman konsep awal rendah.
3. Ada interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan pemahaman
konsep awal terhadap keterampilan proses sains siswa dimana yang diajarkan
dengan model inquiry training dipengaruhi juga oleh pemahaman konsep awal,
sedangkan yang diajarkan dengan model direct instruction tidak dipengaruhi
oleh pemahaman konsep awal siswa.
98
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini, maka peneliti memiliki
beberapa saran untuk menerapkan model pembelajaran inquiry training sebagai
berikut:
1. Dalam penerapan model pembelajaran inquiry training guru harus
memperhatikan pemahaman konsep awal siswa, karena model ini tepat untuk
siswa yang memiliki pemahaman konsep awal tinggi.
2. Untuk siswa yang memiliki pemahaman konsep awal rendah disarankan untuk
tidak diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training karena siswa akan
kesulitan dalam melakukan proses inquiry (penemuan) selama pembelajaran,
siswa sulit menganalisis data dan fenomena alam yang mereka temukan
selama pembelajaran
3. Pengujian pemahaman konsep awal sebaiknya disusun berdasarkan materi
sebelum materi yang akan diuji, agar memperoleh hasil yang lebih objektif.
4. Disarankan kepada peneliti lanjutan, kiranya dapat melanjutnya penelitian ini
dengan menerapkan model pembelajaran inquiry training dengan bantuan
media pembelajaran kreatif dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan
99
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. 2010. Kerangka Landasan Untuk Pengajaran Dan Assesmen
Revisi Taxonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Arends, R.I. 2008. Learning To Teach Buku Satu (Belajar Untuk Mengajar) Edisi
Ketujuh Buku Satu. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Arends, R.I. 2008. Learning To Teach Buku Satu (Belajar Untuk Mengajar) Edisi
Ketujuh Buku Dua. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2 . Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, R.W. 1987. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.
Deta, U.A., Suparmi & S.Widha.2013. Pengaruh Metode Inkuiri Terbirnbing dan
Proyek, Kreativitas, Serta Ketrampilan Proses Belajar Siswa Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia. Vol. 9 Januari 2013. Hal 28-34. No ISSN:
1693-1246.
Gunawati, D., Sudarmana. & Ratyuni, W. 2008. Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam terpadu dan Konstekstual Untuk SMP/Mts. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pdndidikan Nasional.
Haliday, D., dan Resnick, R. 1984. Physics Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. 2009. Model's of Teaching (Model–Model
Pengajaran) Edisi Delapan. Yogyakarta: Pustaka, Belajar.
Kuswanti, Nur. 2008. Contextual Teching and Learning Ilmu Pengetahuan Alam
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Riana, Cepi. 2008. Media Pembelajaran. Bandung: Kutakpen FIP. UPI.
Rustaman, N. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Dikdepnas Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
100
Sagala, S. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sani, R. A. 2012. Pengembangan Laboratorium Fisika. Medan: Unimed Press.
Sani, R.A. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Setiawati, Rina., Siswa D.F & Nur.N. 2013. Pengembangan Modul Berbasis
Inkuiri Terbimbing untuk Mengoptimalkan Sikap Ilmiah Peserta Didik Pada Pokok Bahasan Listrik Dinamis Di SMA N 8 Purworejo Kelas X
Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Radiasi Universitas Muhamadiyah Purworejo.Vol. 3. No. 1. Hal 24-27.
Saiful. K, 2008. Belajar IPA 2/bse, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Setyohadi, D.F., Nurdihayati & Siska.D.F. 2013. Peningkatan Motivasi Belajar
Melalui Strategi Pembelajaran Inkuiri Untuk Siswa Kelas X SMK Widya.
Sirait, R dan Syahyar. 2013. Analisis Penguasaan Konsep Awal Fisika Dan
Hasil Belajar Fisika Pada Pembelajaran Menggunakan Model
Pembelajaran Inquiry Training Pada Materi Listrik Dinamis. Jurnal
Online Pendidika Fisika Prodi Dikfis Pascasarjana Unimed. Vol: 2 Juni 2013. Hal 1-8. No. ISSN 2301-7651.
Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar Metode Statistika. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2013. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Tim Pascasarjana Unimed. 2010. Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis dan
Disertasi. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Toenas.S.J.I, S. Widha, Sajidan. 2012. Penerapan Model Inquiry Training
Melalui Teknik Peta Konsep Dan Teknik Puzzle Ditinjau Dari Tingkat
Keberagaman Aktivitas Berlajar Dan Kemampuan Memori. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia.Vol.1, 2012. Hal 258-268. No.3, (ISSN: 2252-7893).
Trianto. 2013. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Uno, Hamza B. 2011. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar
101
Wihayanti,P.I. 2010. Eksplorasi Kesulitan Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan
Cahaya Dan Upaya Peningkatan Hasil Belajar Melalui Pembelajaran
Inquiry Tembimbing. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. vol. 6 Januari
2010. hal 1-5.No. ISSN: 1693-1246.
Widagdo. M. 2008. Pokok-pokok Fisika Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.