PERENCANAAN LANSKAP
PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK,
SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
Oleh
MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO
A34201037
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO. Perencanaan Lanskap Pemukiman Tradisional Segenter, Pulau Lombok, sebagai Kawasan Wisata Budaya (Di bawah bimbingan SITI NURISJAH)
Pulau Lombok, sebagai salah satu daerah tujuan wisata terbesar di Indonesia selain Pulau Bali, memiliki potensi keragaman budaya setempat yang unik dan khas. Salah satu budaya tersebut adalah budaya masyarakat suku asli Lombok yaitu Suku Sasak. Keberadaan suku ini biasanya mengelompok membentuk kumpulan tersendiri yang tersebar di Pulau Lombok, salah satunya adalah suku Sasak Bayan yang mendiami Pemukiman Tradisional Segenter, dikaki Gunung Rinjani.
Kawasan ini terkenal karena pola penataan pemukiman yang unik membentuk pola yang sangat teratur. Tata letak rumah dan pola sirkulasinya
diatur sedemikian rupa sehingga membentuk pola kotak-kotak (grid). Sebagai
suatu lanskap yang merupakan aset budaya masyarakat Indonesia, keberadaan Pemukiman Segenter perlu dijaga dan dilestarikan karena merupakan miniatur kehidupan suatu masyarakat tradisional yang mampu bertahan hidup pada daerah yang gersang/marginal. Salah satu bentuk pelestarian kawasan tersebut adalah melalui kegiatan edukasi masyarakat dalam dan luar kawasan dengan wisata budaya di Pemukiman Tradisional Segenter.
Tujuan dilaksanakannya studi ini adalah untuk merencanakan lanskap Pemukiman Tradisional Segenter sebagai kawasan wisata budaya sehingga wisatawan yang berkunjung dapat menginterpretasikan model dan kekayaan kampung tradisional ini. Kegiatan perencanaan lanskap ini juga bertujuan untuk melestarikan lanskap tradisional yang ada melalui identifikasi dan penataan ruang wisata dan non wisata, identifikasi dan penataan sistem sirkulasi wisata serta perencanaan aktivitas dan fasilitas wisata.
Proses studi perencanaan ini diawali dengan menentukan konsep yang menjadi dasar pengembangan ruang dan jalur sirkulasi wisata untuk memenuhi tujuan studi. Tahapan selanjutnya adalah riset yang meliputi survei, wawancara dan observasi. Data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui model lanskap dan obyek/atraksi wisata budaya yang ada pada tapak dan analisis secara spasial untuk menentukan tata ruang lanskap dan tata ruang wisata pada tapak.
Tahap analisis dilakukan untuk menentukan titik obyek/atraksi wisata yang dilakukan dengan metode skoring berdasarkan kriteria MacKinnon et al. (Wulandari, 2002). Nilai skor ditentukan dengan nilai 1 sampai 4. Skor 1 untuk kriteria sangat buruk, 2 untuk kriteria buruk, 3 untuk kriteria baik dan 4 untuk kriteria sangat baik. Evaluasi tersebut ditentukan oleh nilai skor masing-masing obyek/atraksi wisata yang terpilih.
Usulan ruang wisata yang diajukan kemudian disesuaikan dengan ruang eksisting tapak pada saat ini. Ruang wisata ini kemudian digabungkan dengan jalur wisata sehingga membentuk tata ruang wisata budaya Pemukiman Tradisional Segenter. Konsep ruang yang akan dikembangkan meliputi ruang wisata budaya dan ruang pendukung kegiatan wisata budaya sedangkan jalur sirkulasi bagi wisatawan pada ruang wisata budaya direncanakan membentuk suatu jalur interpretasi.
pagar dan ruang disekeliling ruang kehidupan masyarakat yang merupakan ruang pendukung kehidupan masyarakat. Dari ruang eksisting yang ada, kemudian dikembangkan lagi ke dalam konsep perencanaan wisata budaya dengan mempertimbangkan aspek data wisata budaya berbasiskan kehidupan masyarakat. Berdasarkan konsep yang telah ditentukan, tapak dibagi kedalam dua ruang utama, yaitu : ruang wisata budaya dan ruang pendukung kegiatan wisata budaya.
Berdasarkan konsep sirkulasi wisata pada tapak, jalur sirkulasi bagi wisatawan pada ruang wisata budaya direncanakan membentuk suatu jalur interpretasi sehingga wisatawan dapat mengetahui dan menikmati keseluruhan model dan kekayaan budaya yang dimiliki oleh Pemukiman Tradisional Segenter. Melalui jalur sirkulasi tersebut wisatawan akan memasuki ruang wisata budaya melalui jalur masuk yang sama dengan jalur keluarnya, sehingga diharapkan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat tidak terganggu oleh kegiatan wisata budaya yang ada. Hasil penyesuaian kondisi eksisting tapak, konsep
wisata budaya dan konsep sirkulasi wisata budaya membentuk suatu block plan.
Perencanaan lanskap kawasan wisata budaya yang akan dikembangkan terdiri dari identifikasi dan penataan ruang wisata, identifikasi dan penataan sistem sirkulasi wisata serta perencanaan aktivitas dan fasilitas wisata. Rencana tata ruang wisata yang akan dibuat terdiri dari dua ruang utama, yaitu : Ruang Wisata Budaya dan Ruang Pendukung Kegiatan Wisata Budaya. Ruang wisata budaya terdiri dari dua sub ruang, yaitu : sub ruang kehidupan masyarakat atau ruang pemukiman dan sub ruang pendukung kehidupan masyarakat. Ruang pendukung kegiatan wisata budaya dibagi kedalam sub ruang penerimaan dan sub ruang pelayanan.
PERENCANAAN LANSKAP
PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK,
SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian
Institut Petanian Bogor
Oleh
MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO
A34201037
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pemukiman Tradisional Segenter,
Pulau Lombok, Sebagai Kawasan Wisata Budaya
Nama : Muhammad Imam Sulistianto
NRP : A34201037
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP 130 516 290
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr. NIP 130 422 698
RIWAYAT HIDUP
Muhammad Imam Sulistianto lahir di Batang pada tanggal 22 Juni
1983, merupakan putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Edhy Susetyo
dan Zuhriyah. Penulis memulai pendidikannya di Raudhatul Athfal (RA)
Tholabuddin Masin pada tahun 1987. Pada tahun 1995 menyelesaikan
pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tholabuddin Masin di Batang
kemudian melanjutkan dengan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 6
Pekalongan. Pada tahun 1998 Penulis lulus dari sekolah menengah pertama dan
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Pekalongan.
Pada tahun 2001 Penulis diterima pada Program Studi Arsitektur
Lanskap, Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama
menjadi mahasiswa Penulis aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan. Penulis
menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama
(DPM TPB IPB) pada periode 2001-2002, kemudian menjadi pengurus Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM KM IPB) pada periode 2002-2003. Pada tahun 2004,
bersama dengan beberapa orang teman, Penulis menggagas berdirinya
Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) IPB dan menjadi ketua
divisi kemahasiswaan HIMASKAP pada kepengurusan yang pertama.
Selama kuliah Penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Teknik Arsitektur
Lanskap pada semester ganjil tahun ajaran 2004-2005, Mata Kuliah Tanaman
Lanskap II pada semester genap tahun ajaran 2004-2005, dan Mata Kuliah
Teknik Studio pada semester ganjil tahun ajaran 2005-2006. Saat ini Penulis aktif
sebagai relawan RMI The Indonesian Institute for Forest and Environtment
dengan mengikuti program pendokumentasian dan penulisan kondisi
pengelolaan sumberdaya hutan, hukum dan sosial ekonomi wilayah di Kawasan
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah terhadap segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “PERENCANAAN LANSKAP
PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI
KAWASAN WISATA BUDAYA” sebagai tugas akhir dalam menempuh
pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor. Selama melakukan kegiatan
penelitian dan penulisan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kesempatan ini, Penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan koreksi yang sangat berguna dalam
penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Nurhayati HS. Arifin, MSc. Dan Ir. Marietje Wungkar, Msi. selaku
dosen penguji atas kritik dan masukan yang berguna untuk
kesempurnaan studi ini.
3. Dr. Ir. Alinda F. Zain, MSi. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan arahan dan bimbingan selama Penulis menjadi
mahasiswa.
4. Kedua Orangtua, Bapak dan Ibu serta adik-adikku, Aji dan Yunan, atas
doa, dukungan, kasih sayang dan kepercayaannya.
5. Kepala Dusun, Pimpinan Adat dan seluruh masyarakat Dusun Segenter
yang telah memberikan kemudahan dan pengalaman yang berharga bagi
Penulis dalam melakukan survei lapang untuk kesempurnaan studi ini.
6. Pak Ahmad Mujahidin dan keluarga yang telah bersedia menjadi guide
selama di Lombok.
7. Teman-teman se-bimbingan, Kiki, Dina, Rin-rin dan Mia, atas segala
bantuan dan kebersamaan kita selama penyelesaian skripsi.
8. Faika, Inke, Jodi, Angga, atas bantuannya pada saat ujian skripsi.
9. Teman-teman mahasiswa Lanskap Angkatan 38, atas segala bantuan
dan semangatnya serta masa-masa indah selama masa perkuliahan.
10. Dosen, staf, kakak dan adik tingkat atas persahabatan yang indah dalam
keluarga Arsitektur Lanskap IPB.
11. Saudaraku, Dicka dan Idham atas persaudaraan, persahabatan,
12. Seluruh keluarga besar Cosmo Cafe, Bang Sol, Ndank, Luthfi, Astri, Uta,
Kiki, Nge-nge, FK, Irsan, Feri, Dian, Bu Riri, atas dukungan dan
semangatnya.
13. Teman-teman se-daerah atas segala bantuannya.
14. Pihak lain yang telah membantu hingga selesainya studi ini.
Penulis berharap semoga hasil studi ini dapat berguna dan bermanfaat
pada upaya pelestarian lanskap budaya di Indonesia, khususnya di Pulau
Lombok.
Bogor, Juli 2005
DAFT AR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan... 2
1.3 Kegunaan ... 2
1.4 Kerangka Pikir Perencanaan ... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Lanskap Budaya ... 5
2.2 Pemukiman Tradisional ... 6
2.3 Pelestarian Lanskap Budaya ... 7
2.4 Wisata Budaya ... 11
2.5 Perencanaan Lanskap Pendukung Kegiatan Wisata Budaya ... 12
BAB III. KEADAAN UMUM WILAYAH STUDI ... 15
3.1 Geografis dan Administratif ... 15
3.2 Kependudukan ... 17
3.3 Perkembangan Pariwisata Daerah... 17
BAB IV. METODOLOGI ... 20
4.1 Lokasi dan Waktu Studi ... 20
4.2 Batasan Studi ... 20
4.3 Metode Perencanaan Lanskap... 21
4.3.1 Konsep ... 21
4.3.2 Riset ... 21
4.3.3 Analisis... 22
4.3.4 Sintesis ... 23
4.3.5 Perencanaan... 23
4.4 Bentuk Hasil Studi... 24
BAB V. KONSEP PERENCANAAN ... 25
5.1 Konsep Dasar Perencanaan... 25
5.2 Pengembangan Konsep ... 25
5.2.1 Ruang dan Lanskap Wisata ... 25
5.2.2 Sistem Sirkulasi Wisata ... 27
BAB VI. DATA DAN ANALISIS ... 29
6.1 Lingkungan Kehidupan Masyarakat Tradisional Segenter ... 29
6.1.1 Letak, Luas dan Batas Tapak... 29
6.1.2 Aksesibilitas dan Sistem Transportasi Tapak ... 32
6.1.3 Pola Perkampungan dan Tata Guna Lahan ... 36
6.2 Wisata Budaya Berbasiskan Kehidupan Tradisional ... 48
6.2.1 Obyek dan Atraksi Wisata Budaya... 48
6.2.2 Sirkulasi Wisata ... 66
6.2.3 Fasilitas Pelayanan... 68
6.3 Potensi Wisatawan ... 70
BAB VII. PERENCANAAN LANSKAP ... 76
7.1 Sintesis ... 76
7.2 Rencana Lanskap ... 79
7.2 Rute Wisata Budaya ... 83
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
PERENCANAAN LANSKAP
PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK,
SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
Oleh
MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO
A34201037
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO. Perencanaan Lanskap Pemukiman Tradisional Segenter, Pulau Lombok, sebagai Kawasan Wisata Budaya (Di bawah bimbingan SITI NURISJAH)
Pulau Lombok, sebagai salah satu daerah tujuan wisata terbesar di Indonesia selain Pulau Bali, memiliki potensi keragaman budaya setempat yang unik dan khas. Salah satu budaya tersebut adalah budaya masyarakat suku asli Lombok yaitu Suku Sasak. Keberadaan suku ini biasanya mengelompok membentuk kumpulan tersendiri yang tersebar di Pulau Lombok, salah satunya adalah suku Sasak Bayan yang mendiami Pemukiman Tradisional Segenter, dikaki Gunung Rinjani.
Kawasan ini terkenal karena pola penataan pemukiman yang unik membentuk pola yang sangat teratur. Tata letak rumah dan pola sirkulasinya
diatur sedemikian rupa sehingga membentuk pola kotak-kotak (grid). Sebagai
suatu lanskap yang merupakan aset budaya masyarakat Indonesia, keberadaan Pemukiman Segenter perlu dijaga dan dilestarikan karena merupakan miniatur kehidupan suatu masyarakat tradisional yang mampu bertahan hidup pada daerah yang gersang/marginal. Salah satu bentuk pelestarian kawasan tersebut adalah melalui kegiatan edukasi masyarakat dalam dan luar kawasan dengan wisata budaya di Pemukiman Tradisional Segenter.
Tujuan dilaksanakannya studi ini adalah untuk merencanakan lanskap Pemukiman Tradisional Segenter sebagai kawasan wisata budaya sehingga wisatawan yang berkunjung dapat menginterpretasikan model dan kekayaan kampung tradisional ini. Kegiatan perencanaan lanskap ini juga bertujuan untuk melestarikan lanskap tradisional yang ada melalui identifikasi dan penataan ruang wisata dan non wisata, identifikasi dan penataan sistem sirkulasi wisata serta perencanaan aktivitas dan fasilitas wisata.
Proses studi perencanaan ini diawali dengan menentukan konsep yang menjadi dasar pengembangan ruang dan jalur sirkulasi wisata untuk memenuhi tujuan studi. Tahapan selanjutnya adalah riset yang meliputi survei, wawancara dan observasi. Data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui model lanskap dan obyek/atraksi wisata budaya yang ada pada tapak dan analisis secara spasial untuk menentukan tata ruang lanskap dan tata ruang wisata pada tapak.
Tahap analisis dilakukan untuk menentukan titik obyek/atraksi wisata yang dilakukan dengan metode skoring berdasarkan kriteria MacKinnon et al. (Wulandari, 2002). Nilai skor ditentukan dengan nilai 1 sampai 4. Skor 1 untuk kriteria sangat buruk, 2 untuk kriteria buruk, 3 untuk kriteria baik dan 4 untuk kriteria sangat baik. Evaluasi tersebut ditentukan oleh nilai skor masing-masing obyek/atraksi wisata yang terpilih.
Usulan ruang wisata yang diajukan kemudian disesuaikan dengan ruang eksisting tapak pada saat ini. Ruang wisata ini kemudian digabungkan dengan jalur wisata sehingga membentuk tata ruang wisata budaya Pemukiman Tradisional Segenter. Konsep ruang yang akan dikembangkan meliputi ruang wisata budaya dan ruang pendukung kegiatan wisata budaya sedangkan jalur sirkulasi bagi wisatawan pada ruang wisata budaya direncanakan membentuk suatu jalur interpretasi.
pagar dan ruang disekeliling ruang kehidupan masyarakat yang merupakan ruang pendukung kehidupan masyarakat. Dari ruang eksisting yang ada, kemudian dikembangkan lagi ke dalam konsep perencanaan wisata budaya dengan mempertimbangkan aspek data wisata budaya berbasiskan kehidupan masyarakat. Berdasarkan konsep yang telah ditentukan, tapak dibagi kedalam dua ruang utama, yaitu : ruang wisata budaya dan ruang pendukung kegiatan wisata budaya.
Berdasarkan konsep sirkulasi wisata pada tapak, jalur sirkulasi bagi wisatawan pada ruang wisata budaya direncanakan membentuk suatu jalur interpretasi sehingga wisatawan dapat mengetahui dan menikmati keseluruhan model dan kekayaan budaya yang dimiliki oleh Pemukiman Tradisional Segenter. Melalui jalur sirkulasi tersebut wisatawan akan memasuki ruang wisata budaya melalui jalur masuk yang sama dengan jalur keluarnya, sehingga diharapkan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat tidak terganggu oleh kegiatan wisata budaya yang ada. Hasil penyesuaian kondisi eksisting tapak, konsep
wisata budaya dan konsep sirkulasi wisata budaya membentuk suatu block plan.
Perencanaan lanskap kawasan wisata budaya yang akan dikembangkan terdiri dari identifikasi dan penataan ruang wisata, identifikasi dan penataan sistem sirkulasi wisata serta perencanaan aktivitas dan fasilitas wisata. Rencana tata ruang wisata yang akan dibuat terdiri dari dua ruang utama, yaitu : Ruang Wisata Budaya dan Ruang Pendukung Kegiatan Wisata Budaya. Ruang wisata budaya terdiri dari dua sub ruang, yaitu : sub ruang kehidupan masyarakat atau ruang pemukiman dan sub ruang pendukung kehidupan masyarakat. Ruang pendukung kegiatan wisata budaya dibagi kedalam sub ruang penerimaan dan sub ruang pelayanan.
PERENCANAAN LANSKAP
PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK,
SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian
Institut Petanian Bogor
Oleh
MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO
A34201037
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pemukiman Tradisional Segenter,
Pulau Lombok, Sebagai Kawasan Wisata Budaya
Nama : Muhammad Imam Sulistianto
NRP : A34201037
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP 130 516 290
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr. NIP 130 422 698
RIWAYAT HIDUP
Muhammad Imam Sulistianto lahir di Batang pada tanggal 22 Juni
1983, merupakan putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Edhy Susetyo
dan Zuhriyah. Penulis memulai pendidikannya di Raudhatul Athfal (RA)
Tholabuddin Masin pada tahun 1987. Pada tahun 1995 menyelesaikan
pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tholabuddin Masin di Batang
kemudian melanjutkan dengan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 6
Pekalongan. Pada tahun 1998 Penulis lulus dari sekolah menengah pertama dan
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Pekalongan.
Pada tahun 2001 Penulis diterima pada Program Studi Arsitektur
Lanskap, Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama
menjadi mahasiswa Penulis aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan. Penulis
menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama
(DPM TPB IPB) pada periode 2001-2002, kemudian menjadi pengurus Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM KM IPB) pada periode 2002-2003. Pada tahun 2004,
bersama dengan beberapa orang teman, Penulis menggagas berdirinya
Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) IPB dan menjadi ketua
divisi kemahasiswaan HIMASKAP pada kepengurusan yang pertama.
Selama kuliah Penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Teknik Arsitektur
Lanskap pada semester ganjil tahun ajaran 2004-2005, Mata Kuliah Tanaman
Lanskap II pada semester genap tahun ajaran 2004-2005, dan Mata Kuliah
Teknik Studio pada semester ganjil tahun ajaran 2005-2006. Saat ini Penulis aktif
sebagai relawan RMI The Indonesian Institute for Forest and Environtment
dengan mengikuti program pendokumentasian dan penulisan kondisi
pengelolaan sumberdaya hutan, hukum dan sosial ekonomi wilayah di Kawasan
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah terhadap segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “PERENCANAAN LANSKAP
PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI
KAWASAN WISATA BUDAYA” sebagai tugas akhir dalam menempuh
pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor. Selama melakukan kegiatan
penelitian dan penulisan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kesempatan ini, Penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan koreksi yang sangat berguna dalam
penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Nurhayati HS. Arifin, MSc. Dan Ir. Marietje Wungkar, Msi. selaku
dosen penguji atas kritik dan masukan yang berguna untuk
kesempurnaan studi ini.
3. Dr. Ir. Alinda F. Zain, MSi. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan arahan dan bimbingan selama Penulis menjadi
mahasiswa.
4. Kedua Orangtua, Bapak dan Ibu serta adik-adikku, Aji dan Yunan, atas
doa, dukungan, kasih sayang dan kepercayaannya.
5. Kepala Dusun, Pimpinan Adat dan seluruh masyarakat Dusun Segenter
yang telah memberikan kemudahan dan pengalaman yang berharga bagi
Penulis dalam melakukan survei lapang untuk kesempurnaan studi ini.
6. Pak Ahmad Mujahidin dan keluarga yang telah bersedia menjadi guide
selama di Lombok.
7. Teman-teman se-bimbingan, Kiki, Dina, Rin-rin dan Mia, atas segala
bantuan dan kebersamaan kita selama penyelesaian skripsi.
8. Faika, Inke, Jodi, Angga, atas bantuannya pada saat ujian skripsi.
9. Teman-teman mahasiswa Lanskap Angkatan 38, atas segala bantuan
dan semangatnya serta masa-masa indah selama masa perkuliahan.
10. Dosen, staf, kakak dan adik tingkat atas persahabatan yang indah dalam
keluarga Arsitektur Lanskap IPB.
11. Saudaraku, Dicka dan Idham atas persaudaraan, persahabatan,
12. Seluruh keluarga besar Cosmo Cafe, Bang Sol, Ndank, Luthfi, Astri, Uta,
Kiki, Nge-nge, FK, Irsan, Feri, Dian, Bu Riri, atas dukungan dan
semangatnya.
13. Teman-teman se-daerah atas segala bantuannya.
14. Pihak lain yang telah membantu hingga selesainya studi ini.
Penulis berharap semoga hasil studi ini dapat berguna dan bermanfaat
pada upaya pelestarian lanskap budaya di Indonesia, khususnya di Pulau
Lombok.
Bogor, Juli 2005
DAFT AR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan... 2
1.3 Kegunaan ... 2
1.4 Kerangka Pikir Perencanaan ... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Lanskap Budaya ... 5
2.2 Pemukiman Tradisional ... 6
2.3 Pelestarian Lanskap Budaya ... 7
2.4 Wisata Budaya ... 11
2.5 Perencanaan Lanskap Pendukung Kegiatan Wisata Budaya ... 12
BAB III. KEADAAN UMUM WILAYAH STUDI ... 15
3.1 Geografis dan Administratif ... 15
3.2 Kependudukan ... 17
3.3 Perkembangan Pariwisata Daerah... 17
BAB IV. METODOLOGI ... 20
4.1 Lokasi dan Waktu Studi ... 20
4.2 Batasan Studi ... 20
4.3 Metode Perencanaan Lanskap... 21
4.3.1 Konsep ... 21
4.3.2 Riset ... 21
4.3.3 Analisis... 22
4.3.4 Sintesis ... 23
4.3.5 Perencanaan... 23
4.4 Bentuk Hasil Studi... 24
BAB V. KONSEP PERENCANAAN ... 25
5.1 Konsep Dasar Perencanaan... 25
5.2 Pengembangan Konsep ... 25
5.2.1 Ruang dan Lanskap Wisata ... 25
5.2.2 Sistem Sirkulasi Wisata ... 27
BAB VI. DATA DAN ANALISIS ... 29
6.1 Lingkungan Kehidupan Masyarakat Tradisional Segenter ... 29
6.1.1 Letak, Luas dan Batas Tapak... 29
6.1.2 Aksesibilitas dan Sistem Transportasi Tapak ... 32
6.1.3 Pola Perkampungan dan Tata Guna Lahan ... 36
6.2 Wisata Budaya Berbasiskan Kehidupan Tradisional ... 48
6.2.1 Obyek dan Atraksi Wisata Budaya... 48
6.2.2 Sirkulasi Wisata ... 66
6.2.3 Fasilitas Pelayanan... 68
6.3 Potensi Wisatawan ... 70
BAB VII. PERENCANAAN LANSKAP ... 76
7.1 Sintesis ... 76
7.2 Rencana Lanskap ... 79
7.2 Rute Wisata Budaya ... 83
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Jenis Data dan Metode Pengambilannya... 21
2. Kriteria Penilaian Obyek/Atraksi Wisata Budaya pada Tapak ... 23
3. Pembagian Ruang, Jenis Aktifitas dan Fasilitas Wisata Budaya yang Direncanakan ... 27
4. Obyek dan Atraksi Budaya pada Tapak ... 63
5. Nilai Hasil Skoring Masing-Masing Obyek/Atraksi Budaya pada Tapak ... 65
6. Perbandingan Lanskap Wisata Budaya Saat Ini dan Yang Direncanakan... 70
7. Ringkasan Hasil Analisis Data ... 74
8. Paket Wisata Budaya 1... 85
9. Paket Wisata Budaya 2... 85
10. Paket Wisata Budaya 3... 86
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Kerangka Pikir Perencanaan ... 4
2. Peta Orientasi dan Lokasi Studi ... 16
3. Peta Kawasan Wisata Unggulan Propinsi NTB... 19
4. Peta Lokasi Studi Perencanaan ... 20
5. Tahapan Perencanaan Lanskap... 24
6. Diagram Pengembangan Konsep Ruang Wisata Budaya
Pemukiman Tradisional Segenter... 26
7. Diagram Pengembangan Konsep Sirkulasi Wisata Budaya
Pemukiman Tradisional Segenter... 28
8. Peta Lokasi dan Keadaan Tapak... 30
9. Diagram Jarak Dusun Segenter dengan Daerah Wisata
disekitarnya ... 31
10. Akses Menuju Tapak dari Pintu Masuk Wisatawan
ke Pulau Lombok ... 32
11. Sarana Transportasi yang Dapat digunakan Wisatawan... 33
12. Kondisi Jalan menuju Kawasan... 34
13. Peta Aksesibilitas Tapak... 35
14. Pola Perkampungan Dusun Segenter ... 37
15. Bentuk Arsitektur Rumah Tradisional Suku Sasak ... 38
16. Ilustrasi Posisi Rumah Adat yang Saling Berhadapan... 38
17. Tata Ruang Eksisting Tapak dan Rencana Pengembangannya .... 40
18. Diagram Struktur Kepemimpinan di Dusun Segenter ... 43
19. Peta Fasilitas Sosial Budaya Masyarakat ... 47
20. Struktur Rumah Adat Suku Sasak di Dusun Segenter ... 50
21. Pembagian Ruang Dalam pada Rumah Adat Suku Sasak
di Dusun Segenter ... 50
22. Struktur dan Fungsi Berugak sebagai Elemen Tradisional
Dusun Segenter ... 52
23. Lumbung, yang Keberadaannya Mulai Ditinggalkan Masyarakat .. 53
24. Kandang Ternak yang Berada dalam Komplek Hunian
Masyarakat Dusun Segenter ... 54
25. Konsep Pengembangan Ruang Wisata Budaya berdasarkan
26. Pengembangan Konsep Sirkulasi Wisata Budaya
Pemukiman Tradisional Segenter ... 69
27. Peta Obyek Wisata Budaya Unggulan di Pulau Lombok... 72
28. Block Plan Kawasan Wisata Budaya Segenter... 78
29. Ilustrasi Penanda Kawasan ... 81
30. Ilustrasi Stoping Area ... 82 31. Ilustrasi Papan Interpretasi ... 82
32. Ilustrasi Penunjuk Arah ... 82
33. Rencana Lanskap Wisata Budaya Pemukiman Tradisional
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai keragaman dan kekayaan
budaya lokal yang unik dan khas. Keragaman budaya tersebut tersebar hampir
merata di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di Pulau Lombok. Ragam budaya
yang terdapat disuatu tempat merupakan cerminan bagaimana apresiasi
masyarakat terhadap lanskapnya, sehingga membentuk apa yang disebut
sebagai lanskap budaya. Lanskap budaya di beberapa negara digunakan
sebagai model untuk mengetahui hubungan antara manusia, sistem sosialnya,
dan cara mereka untuk mengatur ruang (Platcher dan Rossler,1995). Hal
tersebut dimulai dengan usaha manusia untuk menaklukkan alam dengan pola
pikir dan kemampuannya sehingga tercipta suatu tatanan tersendiri pada suatu
lanskap.
Pulau Lombok, sebagai salah satu daerah tujuan wisata terbesar di
Indonesia selain Pulau Bali, memiliki potensi keragaman dan keindahan bentang
alam dan budaya setempat yang juga tidak kalah dengan keindahan alamnya.
Salah satu budaya tersebut adalah budaya masyarakat suku asli Lombok yaitu
Suku Sasak. Keberadaan suku ini biasanya mengelompok membentuk kumpulan
tersendiri yang tersebar di Pulau Lombok, salah satunya adalah suku Sasak
Bayan yang mendiami Pemukiman Tradisional Segenter, dikaki Gunung Rinjani.
Pemukiman Tradisional Segenter memiliki arti penting sebagai suatu
tatanan budaya tersendiri yang didalamnya memuat berbagai aktifitas
masyarakat setempat. Selain itu, kawasan ini juga merupakan suatu bentukan
lanskap buatan manusia sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan di
sekitarnya pada suatu periode waktu tertentu yang juga dapat mencerminkan
kebudayaan pada masa itu. Dengan mempelajarinya kita dapat lebih memahami
kehidupan masyarakat setempat dan bagaimana mereka mengekspresikan
dirinya dalam pengembangan lanskapnya.
Kawasan ini terletak di kaki Gunung Rinjani, dengan suhu udara yang
panas dan kondisi tanah berpasir sehingga hanya memungkinkan tumbuhnya
beberapa jenis tanaman saja. Kawasan ini menjadi terkenal karena pola
penataan pemukiman yang unik membentuk pola yang sangat teratur. Tata letak
rumah dan pola sirkulasinya diatur sedemikian rupa sehingga membentuk pola
Sebagai suatu lanskap yang merupakan aset budaya bangsa Indonesia,
keberadaan Pemukiman Segenter perlu dijaga dan dilestarikan karena
merupakan miniatur kehidupan suatu masyarakat tradisional yang mampu
bertahan hidup pada daerah yang gersang/marginal. Salah satu bentuk
pelestarian kawasan tersebut adalah melalui kegiatan edukasi masyarakat dalam
dan luar kawasan dengan wisata budaya di Pemukiman Tradisional Segenter.
1.2 Tujuan
Studi ini bertujuan untuk merencanakan lanskap Pemukiman Tradisional
Segenter sebagai kawasan wisata budaya sehingga wisatawan yang berkunjung
dapat menginterpretasikan model dan kekayaan kampung tradisional ini.
Kegiatan perencanaan lanskap ini juga bertujuan untuk melestarikan lanskap
tradisional yang ada melalui identifikasi dan penataan ruang wisata dan non
wisata, identifikasi dan penataan sistem sirkulasi wisata serta perencanaan
aktivitas dan fasilitas wisata.
1.3 Kegunaan
Hasil studi perencanaan lanskap Pemukiman Tradisional Segenter, Pulau
Lombok sebagai kawasan wisata budaya ini diharapkan dapat berguna sebagai :
- Bahan pertimbangan dan masukan dalam memberikan alternatif rencana
pengembangan wisata budaya kawasan tradisional Segenter, Pulau Lombok
tanpa merusak keberadaan dan tatanan sosialnya.
- Bahan pertimbangan dalam usaha melestarikan kawasan lanskap budaya
sebagai suatu kawasan yang dapat memberikan devisa melalui potensi
wisatanya dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
usaha pemberdayaan masyarakat.
1.4 Kerangka Pikir Perencanaan
Lanskap budaya dengan berbagai macam bentuknya, terutama yang
berbasis kehidupan tradisional, merupakan salah satu aset budaya yang penting
pada suatu negara. Karena itu, keberadaannya perlu dilestarikan sebagai bentuk
pengetahuan dan pembelajaran bagi masyarakat luar terhadap keberadaan
model lanskap perkampungan, di samping untuk meningkatkan pengetahuan
Pemukiman Tradisional Segenter merupakan suatu model lanskap
perkampungan yang unik dan merupakan cerminan usaha manusia dalam
bekerja sama dengan alam guna menciptakan suatu tatanan kehidupan baru di
kawasan tersebut. Kawasan ini dibentuk dan dipengaruhi oleh faktor-faktor alami
kawasan dan ekspresi fisik serta budaya yang telah diwariskan secara turun
temurun. Faktor-faktor tersebut membentuk zonasi kehidupan tradisional yang
harus tetap dijaga untuk mendukung kelestarian kawasan tersebut.
Wisata budaya direncanakan selain untuk kelestarian kawasan juga
sebagai bentuk obyek edukasi bagi masyarakat luar. Melalui perencanaan
kawasan ini sebagai kawasan wisata budaya, maka kawasan ini dapat berfungsi
sebagai sumber pengetahuan budaya bagi wisatawan. Untuk membentuk suatu
lanskap wisata budaya secara keseluruhan harus terdapat komponen-komponen
dasar pembentuk kegiatan wisata budaya. Komponen-komponen tersebut antara
lain : keberadaan atraksi atau obyek wisata, sirkulasi wisata dan masyarakat
serta adanya fasilitas pelayanan kepada wisatawan dan masyarakat.
Kerangka pikir perencanaan yang menjadi dasar studi ini dapat dilihat
Keterangan :
Gambar 1. Kerangka Pikir Perencanaan
: Data Eksisting
: Proses
: Produk
Pemukiman Tradisional Segenter
- Model lanskap pemukiman yang unik
- Aset budaya suatu negara
Pelestarian
Lingkungan Kehidupan Masyarakat Tradisional Segenter
Wisata Budaya berbasis Kehidupan Tradisional
Perencanaan Lanskap Wisata Budaya
Fasilitas Pelayanan Wisata Sirkulasi
Wisata Atraksi
Wisata
Lanskap Wisata Budaya Pemukiman Tradisional Segenter
Sirkulasi Masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanskap Budaya
Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang
dapat digolongkan sebagai lanskap yang baik (beauty) apabila memiliki kesatuan
yang harmoni dalam hubungan antara seluruh komponen pembentuknya dan
dikatakan jelek (ugliness) bila tidak terdapat unsur kesatuan diantara
komponen-komponen pembentuknya (Simonds, 1983). Selanjutnya Simonds (1983)
menyatakan bahwa lanskap adalah bentang alam dengan karakteristik tertentu
yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia .
Lanskap juga berarti wajah dan karakter lahan atau tapak bagian dari
muka bumi dengan segala kehidupan dan apa saja yang ada di dalamnya, baik
bersifat alami maupun buatan manusia yang merupakan bagian atau total
lingkungan hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata
memandang, sejauh indera dapat menangkap, dan sejauh imajinasi dapat
menjangkau serta membayangkan. Wajah alami bumi (lanskap) tersebut, apabila
dipandang dari setiap tempat ternyata mempunyai karakter-karakter lanskap
tertentu yang terbentuk secara alami. Karakter ini terbentuk karena adanya
kesan harmoni dan kesatuan dari elemen yang ada di alam, seperti bentuk suatu
lahan, formasi batuan, vegetasi, dan binatang. Derajat harmoni atau kesatuan
dari elemen-elemen lanskap tidak hanya diukur dari kesan menyenangkan yang
ditimbulkan, tetapi juga dari segi keindahan. Keindahan dapat diartikan sebagai
hubungan harmoni yang nyata dari seluruh komponen perasaan (Simonds,
1983).
Definisi lanskap budaya menurut Sauer’s dalam Tishler (1998) adalah
suatu lanskap alami yang diperlihatkan oleh kelompok budayanya. Budaya
sebagai agen, area alami sebagi media dan lanskap budaya sebagai hasilnya.
Sedangkan menurut Lewis dalam Melnick (1983) semua lanskap manusia
mempunyai pengertian budaya. Lingkungan lanskap budaya adalah semua yang
sudah mendapat campur tangan atau diubah oleh manusia, sehingga hal
tersebut mengandung arti bahwa segala sesuatu disekitar kita mempunyai arti
yang penting.
Menurut Plachter dan Rössler (1995), lanskap budaya merefleksikan
dalam konteks ini adalah padanan dari kelompok manusia; keduanya merupakan
kekuatan dinamis yang membentuk lanskap. Pada beberapa kawasan di dunia,
lanskap budaya merupakan model interaksi antara manusia, sistem sosialnya
dan cara mereka mengorganisasikan ruang.
Lanskap budaya adalah refleksi adaptasi manusia dan penggunaan
sumber daya alam. Lanskap budaya sering diekpresikan dari cara
pengorganisasian dan penggunaan lahan, pola pemukiman, tata guna lahan,
sistem sirkulasi dan tipe struktur yang dibangun. Lanskap budaya meliputi
sumber daya alam dan budaya yang memberikan suatu sense of place serta
merupakan bagian dari warisan nasional dan bagian dari kehidupan kita. Jenis
lanskap ini menunjukkan aspek asal-usul dan perkembangan suatu bangsa
melalui bentuk, penampakan dan sejarah penggunaannya. Intinya lanskap
budaya mengandung informasi tak ternilai mengenai sejarah bangsa kita dan
hubungan kita dengan lanskap sekitar (Cosgrove dalam Azlan, 2001).
Pendapat lain dikemukakan oleh Nurisjah dan Pramukanto (2001) yang
secara spesifik mendefinisikan lanskap budaya (cultural landscape) sebagai satu
model atau bentuk dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai budaya
yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya
alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini
merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam lingkungannya yang
merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan serta ekspresinya dalam
menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungan yang terkait erat
dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan oleh kelompok-kelompok
masyarakat tersebut dalam bentuk pola pemukiman dan perkampungan, pola
penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan dan struktur lainnya.
2.2 Pemukiman Tradisional
Menurut Unterman dan Small (1986) pemukiman digambarkan sebagai
suatu perumahan yang saling berhubungan sehingga unit-unit individu tersebut
membagi bersama baik dinding, lantai maupun langit-langitnya. Unit-unit tersebut
membagi bersama pemakaian rumah tangga dan fasilitas-fasilitas yang ada.
Sedangkan menurut Van der Zu (1986) pemukiman merupakan suatu sumber
informasi tentang manusia dan aktifitasnya dalam suatu habitat. Pemukiman
memiliki dua arti yaitu suatu proses dim ana manusia menetap pada suatu area
tinggal dan tempat kerja manusia melainkan juga tempat untuk memenuhi
fasilitas jasa, komunikasi, pendidikan dan rekreasi.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1992 mendefinisikan
pemukiman sebagai bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik
berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Perikehidupan di desa-desa asli berfungsi lengkap sebagai satu unit pemukiman
juga telah ditata dengan sarana fungsional dalam skala yang sederhana. Ada
barisan perumahan, rumah upacara, lumbung, pemondokan pemuda, tempat
berburu, tempat mengambil air minum dan mandi, tempat beternak, ladang,
kuburan, dan jalan setapak (Marbun, 1994).
Definisi pemukiman tradisional sendiri menurut Parker dan King (1988)
adalah suatu pemukiman yang bentukannya dipengaruhi oleh doktrin,
pengetahuan, kebiasaan, adat istiadat dari masa lalu yang diturunkan dari
generasi ke generasi berikutnya, yang terdiri dari elemen budaya tradisional.
Elemen budaya tradisional dapat berupa bangunan tradisional, kelompok
bangunan, struktur, kelompok struktur, distrik bersejarah maupun obyek yang
berdiri sendiri, begitu juga dengan tradisi, keyakinan, kebiasaan cara hidup, seni,
kerajinan tangan, dan lembaga sosial.
2.3 Pelestarian Lanskap Budaya
Keberadaan lanskap budaya sangat penting, karena hal tersebut
mengandung maksud jika kita kehilangan lanskap yang mengandung budaya
dan tradisi masyarakat, maka kita akan kehilangan apa yang menjadi bagian
penting dari diri kita dan akar kita pada masa lampau. Sebagai arsitek lanskap,
merupakan tanggung jawab profesional untuk menentukan lingkungan khusus
ini, setelah diidentifikasi, apakah akan dilindungi atau digunakan sebijaksana
mungkin untuk dapat mempertahankan kelangsungan suatu lambang atau
simbol warisan sejarah manusia dan dunia (Tishler, 1982).
Pelestarian lanskap sejarah dan budaya dapat didefinisikan sebagai
usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa
budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang
negatif atau yang merusak keberadaannya dan nilai yang dimilikinya. Pelestarian
suatu benda dan juga suatu kawasan yang bernilai budaya dan sejarah ini, pada
alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut. Upaya
ini bertujuan pula untuk memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih
baik berdasar kekuatan aset-aset budaya lama dan melakukan pencangkokan
program-program yang menarik dan kreatif, berkelanjutan, serta merencanakan
program partisipasi dengan memperhitungkan estimasi ekonomi (Nurisjah dan
Pramukanto, 2001).
Secara lebih spesifik, Nurisjah dan Pramukanto (2001) menyatakan
bahwa kepentingan dari pelestarian lanskap yang terkait dengan aspek budaya
dan sejarah, adalah untuk :
1. Mempertahankan warisan budaya/sejarah yang memiliki karakter spesifik
suatu kawasan, seperti Jalan Braga di Bandung, Jalan Malioboro di
Yogyakarta, atau kawasan-kawasan peninggalan budaya/sejarah jaman
terdahulu (Colonial Towns, Kampung Naga).
2. Menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu areal
atau kawasan. Adanya areal sejarah atau yang bernilai budaya tinggi di
suatu kawasan tertentu yang relatif modern akan memiliki kesan visual
dan sosial yang berbeda.
3. Kebutuhan psikis manusia, untuk melihat dan merasakan eksistensi
dalam alur kesinambungan masa lampau-masa kini-masa depan yang
tercermin dalam obyek/karya taman/lanskap untuk selanjutnya dikaitkan
dengan harga diri, percaya diri dan sebagai identitas diri suatu bangsa
atau kelompok masyarakat tertentu (contohnya Kawasan Kota Surabaya
yang dipenuhi oleh simbol-simbol perjuangan bangsa dalam merebut
kemerdekaan).
4. Motivasi ekonomi, peninggalan budaya dan sejarah memiliki nilai yang
tinggi apabila dipelihara baik, terutama dapat mendukung perekonomian
kota/daerah bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata (cultural
and historical type of tourism).
5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu
kelompok masyarakat tertentu (contohnya Kawasan Pecinan, Kampung
Bugis).
Lebih lanjut Nurisjah dan Pramukanto (2001) mengemukakan bahwa
dalam upaya pengelolaan untuk pelestarian lanskap budaya atau sejarah,
1. Adaptative Use (penggunaan adaptif), yaitu mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasikan berbagai penggunaan,
kebutuhan dan kondisi masa kini.
2. Rekonstruksi, yaitu pembangunan ulang suatu bentuk lanskap, baik
secara keseluruhan atau sebagian dari tapak asli.
3. Rehabilitasi, yaitu tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki utilitas,
fungsi atau penampilan suatu lanskap sejarah. Dalam kasus ini maka
keutuhan lanskap dan strukturnya secara fisik maupun visual serta nilai
yang terkandung harus dipertahankan.
4. Restorasi, yaitu suatu model pendekatan tindakan pelestarian yang paling
konservatif yaitu pengembalian penampilan lanskap pada kondisi aslinya
dengan upaya mengembalikan penampilan sejarah dari lanskap ini
sehingga apresiasi terhadap lanskap tersebut tetap ada.
5. Stabilisasi, yaitu suatu tindakan atau strategi dalam melestarikan karya
atau obyek lanskap yang ada melalui upaya memperkecil pengaruh
negatif (seperti gangguan iklim, deterioration, dan suksesi alami) terhadap
tapak.
6. Konservasi, yaitu tindakan pasif dalam upaya pelestarian untuk
melindungi suatu lanskap sejarah dari kehilangan atau pelanggaran serta
pengaruh yang tidak tepat. Tindakan yang bertujuan hanya untuk
melestarikan apa yang ada saat ini, mengendalikan tapak sedemikian
rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuan dan daya dukung serta mengarahkan perkembangan dimasa
depan.
7. Interpretasi, yaitu usaha pelestarian yang mendasar untuk
mempertahankan lanskap asli/alami secara terpadu dengan usaha-usaha
yang juga dapat menampung kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan
baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan
datang.
Menurut Sidharta dan Budihardjo (1989), yang menjadi payung dari
semua kegiatan pelestarian adalah kegiatan konservasi. Konservasi diartikan
sebagai segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang
dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh
kegiatan pemeliharaan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Sedangkan
bertujuan untuk mempertahankan dan melindungi susunan bersejarah. Mereka
hanya berbeda dalam hal tingkat campur tangan dan perhatiannya terhadap
gambaran yang akurat sejarah masa lalu.
Konservasi arsitektur bukan berarti mengawetkan bangunan seperti
keadaan aslinya, tetapi bisa juga mewadahi kegiatan dan bahkan membangun
baru asal tidak bertentangan frontal dengan bangunan lama. Upaya konservasi
yang sekedar dilandasi pertimbangan budaya semata-mata, atau atas landasan
estetis-arsitekturis belaka, telah seringkali terbukti kurang berhasil. Konsep
konservasi yang lebih sesuai yang dianjurkan adalah dengan menyuntikkan
fungsi-fungsi baru yang menguntungkan ditilik dari segi ekonomi-finansial,
misalnya dengan mengembangkan aktifitas ekonomi seperti pertokoan
cinderamata, pasar seni, pusat kerajinan, pusat hiburan, dan lain-lain, yang akan
menghasilkan keuntungan yang sebagian bisa disisihkan untuk biaya
pemeliharaan (Budihardjo, 1997).
2.4 Wisata Budaya
Menurut Gunn (1994) wisata adalah pergerakan sementara manusia
untuk tujuan keluar dari tempat kerja dan tempat tinggal mereka, dimana mereka
melakukan kegiatan-kegiatan selama mereka tinggal di tempat tujuan tersebut
dan fasilitas-fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kegiatan wisata
itu merupakan suatu sistem yang dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal
yang harus dianalisis dan direncanakan dengan baik, antara lain : sumberdaya
alami, sumberdaya budaya, pengusaha, keuangan, tenaga kerja, persaingan,
masyarakat, kebijakan pemerintah dan organisasi/kepemimpinan. Lebih lanjut
Gunn (1994) menyatakan bahwa ada tiga sektor yang terdapat dalam kegiatan
wisata, yaitu : sektor bisnis, sektor non bisnis dan sektor pemerintah. Ketiga
sektor ini bersama-sama dalam merencanakan faktor-faktor yang menunjang
kegiatan wisata yaitu : atraksi, pelayanan, transportasi, informasi dan promosi.
Pendapat lain mengenai pengertian wisata dikemukakan oleh McIntosh
dan Goeldner (1990), yang menyatakan bahwa wisata merupakan kumpulan
aktifitas, layanan dan industri yang menyediakan pengalaman dalam
perjalanan/travel yaitu : transportasi, akomodasi, makanan minuman, toko-toko,
hiburan, fasilitas kegiatan dan layanan ramah lain yang tersedia bagi perorangan
wisata (tourism) mengacu pada suatu pengertian konseptual yang berkaitan dengan pengertian tur/perjalanan (Kodhyat, 1996).
Usaha-usaha untuk mendefinisikan wisata budaya mencakup semua
aspek perjalanan dimana orang dapat mempelajari mengenai cara hidup dan
pemikiran orang lain. Wisata kemudian menjadi suatu sarana penting dalam
memperkenalkan hubungan budaya dan kerjasama internasional. Kebalikannya,
pengembangan faktor-faktor budaya sebuah negara adalah serupa untuk
meningkatkan sumber daya penarik wisatawan. Kesenian, musik, arsitektur,
pencapaian teknologi dan bidang-bidang kegiatan lain memiliki daya tarik wisata.
Warisan budaya suatu daerah diekspresikan dalam sumber daya sejarahnya
untuk lebih mengenal sejarah dan pra-sejarah (arkeologi) suatu daerah dapat
menjadi suatu motivasi paling menarik bagi semua perjalanan (McIntosh dan
Goeldner, 1990).
Menurut Yoeti (1996) wisata budaya adalah jenis pariwisata di mana
motivasi orang-orang untuk melakukan perjalanan dikarenakan adanya daya
tarik seni budaya pada suatu tempat atau daerah. Obyek kunjungannya berupa
warisan nenek moyang dan benda-benda kuno.
2.5 Perencanaan Lanskap Pendukung Kegiatan Wisata Budaya
Gold (1980) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu alat yang
sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara
yang terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Lebih lanjut Gold (1980)
menyatakan bahwa perencanaan merupakan kegiatan pemecahan masalah dan
proses pengambilan keputusan atau proses penjabaran pemikiran dari suatu ide
kearah suatu bentuk yang nyata. Perencanaan lanskap merupakan suatu
tindakan menata dan menyatukan berbagai penggunaan lahan berdasarkan
pengetahuan teknis lahan dan kualitas estetiknya guna mendukung fungsi yang
akan dikembangkan pada lahan atau kawasan tersebut.
Perencanaan suatu kawasan merupakan proses untuk menyediakan,
mengalokasikan kebutuhan manusia dan menghubungkannya satu sama lain, di
dalam maupun di luar kawasan, disertai imajinasi dan kepekaan terhadap
analisis tapak pada kawasan tersebut. Didalam perencanaan tapak atau
kawasan terdapat penyesuaian kawasan tersebut dengan program tertentu.
Adapun persyaratan dari program tersebut haruslah dilengkapi dan disesuaikan
Menurut Gold (1980) terdapat berbagai metode atau pendekatan yang
yang dapat digunakan dalam perencanaan kawasan rekreasi, yaitu : pendekatan
sumberdaya, pendekatan aktifitas, pendekatan ekonomi dan pendekatan tingkah
laku. Pendekatan sumberdaya adalah pendekatan yang mempertimbangkan
situasi dan kondisi sumberdaya, untuk menentukan bentuk dan kemungkinan
aktifitas rekreasi. Pendekatan aktifitas merupakan pendekatan yang digunakan
untuk menentukan bentuk rekreasi berdasarkan aktifitas penggunaan agar
kepuasan pengguna dapat tercapai. Pendekatan yang lain yaitu pendekatan
ekonomi yang digunakan untuk menentukan jumlah, tipe dan lokasi dari kawasan
rekreasi dilihat dari sumberdaya ekonomi masyarakat. Sedangkan pendekatan
tingkah laku, dilihat dari kebiasaan dan tingkah laku manusia dalam
menggunakan waktu senggangnya, pendekatan ini lebih mengutamakan alasan
seseorang berekreasi serta manfaat yang diinginkan dari kegiatan rekreasi yang
dilakukan.
Perencanaan memegang peranan penting dalam pengembangan
kepariwisataan. Tanpa perencanaan, dapat timbul masalah-masalah sosial
budaya, terutama di daerah atau tempat di mana terdapat perbedaan tingkat
sosialnya antara pendatang dan penduduk setempat (Yoeti, 1997). Terutama
bagi lanskap budaya yang pada mulanya tidak dirancang untuk penggunaan
massal oleh wisatawan, maka perencanaan wisata perlu dilakukan untuk
menghindari kerusakan sumberdaya budaya dan alam.
Penentuan kawasan wisata budaya unggulan didasarkan pada wisata
budaya yang membentuk kawasan kaitannya dengan ruang, yaitu : budaya
sebagai obyek wisata yang mengelompok dan menyatu baik budaya dalam
bentuk warisan maupun budaya yang hidup (act dan artifact = tingkah laku dan
hasil karya) yang saat ini sudah berkembang dan berpotensi didalam menarik
wisatawan domestik maupun mancanegara. Berdasarkan kajian kawasan wisata
budaya yang ditetapkan pada dua kawasan wisata budaya di Lombok, yaitu
kawasan wisata budaya Suranadi dan sekitarnya dan kawasan wisata budaya
Sade-Rembitan dan sekitarnya maka yang layak diunggulkan adalah kawasan
wisata budaya Suranadi dan sekitarnya karena keberadaannya yang
mengelompok dan saling terkait serta membentuk satu kesatuan dalam kawasan
wisata budaya baik obyek wisata maupun atraksi wisata budayanya. Sedangkan
wisata budaya Suranadi dan sekitarnya, terdapat pada obyek wisata budaya
yang keberadaannya menyebar di Propinsi NTB (Bappeda NTB, 2000).
Wisata secara umum dipengaruhi oleh dua kekuatan utama yaitu
permintaan dan penawaran. Karenanya dalam perencanaan wisata perlu
diketahui aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi kedua kekuatan yang
saling mempengaruhi satu sama lain ini. Sisi permintaan atau pasar wisata
adalah orang-orang yang yang berminat dan memiliki kemampuan untuk
berwisata. Sedangkan sisi penawaran dapat didefinisikan sebagai program dan
pengembangan fisik di daerah tujuan wisata untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan wisatawan (Gunn, 1997).
Lebih lanjut Gunn (1997), menyatakan bahwa terdapat lima komponen
yang membentuk sisi penawaran yaitu : atraksi, pelayanan, transportasi,
informasi dan promosi. Tentang atraksi wisata, Yoeti (1996) mendefinisikannya
sebagai segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi
suatu daerah tertentu. Atraksi ini tidak hanya berupa obyek yang dapat
disaksikan tetapi juga termasuk aktifitas yang dapat dilakukan pada daerah
tujuan wisata. Atraksi merupakan sumberdaya wisata yang merupakan kekuatan
utama yang mengendalikan pariwisata dan menarik wisatawan. Sedangkan
menurut Bappeda NTB (2000), salah satu strategi dalam penetapan kawasan
wisata budaya unggulan adalah terdiri dari obyek dan atraksi wisata budaya
unggulan yang saling terkait baik dalam daya tarik dan pencapaian serta sosial
budaya masyarakat setempat.
Pelayanan wisata bukan merupakan daya tarik kepariwisataan tetapi
esensial dalam pengembangan kepariwisataan karena berkaitan dengan
kebutuhan pengunjung. Dengan mempertimbangkan perencanaan terhadap
faktor pelayanan wisata, maka daerah tujuan wisata dapat memenuhi fungsinya
dengan lebih baik (Gunn, 1997). Menurut Bappeda NTB (2000), strategi
pengembangan usaha sarana dan jasa wisata ditekankan melalui kelengkapan
dan kemudahan pelayanan dengan berbagai standar dan pengembangan yang
berorientasi lingkungan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa strategi pengembangan
sarana dan parasarana transportasi adalah meningkatkan kemudahan
akses/pencapaian baik lewat darat, laut maupun udara ke kawasan wisata atau
obyek wisata potensial di Propinsi NTB terutama pada kawasan wisata prioritas
Tentang informasi, lebih lanjut Gunn (1997) menjelaskan bahwa informasi
berfungsi membantu pengunjung untuk memahami dan menikmati atraksi yang
ditawarkan. Informasi juga berfungsi memberikan panduan arah dan identifikasi
lokasi wisata dan pelayanan wisata. Sarana informasi dalam wisata dapat berupa
tanda-tanda pengarah jalan, peta, leaflet, pusat informasi, pusat interpretasi
pengunjung dan pemandu wisata.
Komponen promosi meliputi semua bentuk penawaran dan ajakan yang
digunakan untuk memikat orang untuk berwisata (Gunn, 1997). Menurut Yoeti
(1996) promosi perlu dilakukan agar dapat mencapai sasaran seperti makin
banyaknya wisatawan yang datang dan lebih lama tinggal serta lebih banyak
membelanjakan uangnya. Strategi pangsa pasar wisatawan domestik maupun
mancanegara Propinsi NTB yaitu dengan meningkatkan promosi dan publikasi,
informasi wisata, kerjasama yang saling menguntungkan dan kalender wisata
BAB III
KEADAAN UMUM WILAY AH STUDI
3.1 Geografis dan Administratif
Propinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau
Lombok dan Pulau Sumbawa. Secara administratif Pulau Lombok terbagi
kedalam empat wilayah kabupaten/kota, yaitu Kota Mataram, Kabupaten Lombok
Barat, Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur. Luas Pulau
Lombok seluruhnya adalah ± 4.738,70 km2.
Secara geografis, Kabupaten Lombok Barat terletak pada posisi
8°112'-8°55' LS dan 115°46'-116°28' BT dan berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah
utara, Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur di sebelah
timur, Samudera Hindia di sebelah selatan, serta Selat Lombok dan Kota
Mataram di sebelah barat. Luas wilayah Kabupaten Lombok Barat adalah
±3.001 km2 terdiri dari wilayah darat ±1.649,15 km2 (54%) dan perairan seluas
± 1.352,49 km2 (46%).
Studi mengenai perencanaan lanskap kawasan wisata budaya ini
dilakukan pada Pemukiman Tradisional Segenter, yang terletak di Dusun
Segenter, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Pemukiman Tradisional Segenter merupakan suatu komplek pemukiman yang
dihuni oleh salah satu komunitas Suku Sasak yang masih memegang teguh adat
istiadatnya. Kawasan ini mempunyai ciri khas yang unik dalam penataan
pemukiman dan arsitekturalnya dibandingkan dengan pemukiman yang lain. Pola
pemukiman memperlihatkan pola yang teratur, yang membentuk pola
kotak-kotak (grid).
Secara administratif Dusun Segenter terletak di Desa Sukadana,
Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Dusun ini dibatasi oleh Dusun Ruak Bangket di sebelah Utara, Dusun Batu
Tepak di sebelah Timur, Dusun Lendang Jeliti di sebelah Selatan, dan Dusun
Glumpang di sebelah Barat. Luas dusun secara keseluruhan kurang lebih 6.5
Ha. Tapak terbagi dalam kompleks pemukiman penduduk yang dikelilingi pagar
tanaman setinggi 1.5 m, dan ladang tempat bercocok tanam penduduk setempat.
Gambar 2. Peta Orientasi dan Lokasi Studi
PROPINSI NTB
PULAU LOMBOK
INDONESIA
LOMBOK
SUMBAWA
Samudera Indonesia Laut Jawa
Laut Flores
0 1 02 0 30
KILOMETER
Mantang Pringgarata Ubung
Penujak
Muj ur
Keruak Sekotong Tengah
Sengkol
Labuhan Haji
Pemukiman Tradisional
Segenter
KILOMETER
0 10 20 30
G. RI NJANI GI LI TRAWANGAN
GILI MENO GI LI AI R
LOMBOK BARAT
MATARAM
LOMBOK TENGAH
LOMBOK TI MUR
GERUNG
PRAYA
SELONG
Labuhan Lombok
Narmada Tanj ung
Gondang
Bayan
Pemenang
Ampenan Cakranegara
Kediri Telagawaru
Anyar
Sambelia
Pringgabaya Aikmel
Pancor Masbagik
Hikmah Sikur Terara Kopang
3.2 Kependudukan
Mayoritas kegiatan penduduk di Dusun Segenter adalah sebagai petani
lahan kering. Disamping sebagai petani, sebagian besar juga memelihara ternak
untuk dijual atau untuk keperluan upacara adat. Dusun Segenter dihuni oleh
sekitar 364 jiwa yang terbagi dalam 92 kepala keluarga, yang menempati sekitar
80 rumah adat. Untuk keperluan hidup sehari-hari, penduduk mengandalkan
hasil pertanian, berupa tanaman jambu mete, ketela, jagung, dan sayur mayur.
Keuntungan dari hasil bumi ini, biasanya dibelikan ternak sebagai tabungan
keluarga. Kerajinan tenun maupun ketak, yang cukup populer di Pulau Lombok,
tidak dikenal penduduk Dusun Segenter. Kehidupan di dusun ini terlihat lengang
terutama di musim penghujan karena tidak banyak pekerjaan yang bisa
dilakukan, terutama oleh kaum prianya. Mereka hanya menyiangi tanaman di
ladang sejak pagi hingga siang, selebihnya mereka menghabiskan waktu dengan
bersantai di berugak, tempat duduk santai dan menerima tamu, yang menjadi
salah satu identitas perkampungan ini.
Penduduk Dusun Segenter adalah penganut kepercayaan Islam Wetu
Telu, terutama penduduk yang sudah berusia lanjut yang masih memegang
teguh kepercayaan dan ajaran nenek moyangnya. Anak-anak dan remaja telah
mengenal ajaran Islam Waktu Lima sejak didirikannya madrasah di Dusun
Segenter oleh seorang turis Belanda. Madrasah tersebut juga digunakan sebagai
sarana untuk meningkatkan taraf pendidikan di dusun tersebut. Kesadaran para
orangtua akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya masih rendah,
sehingga anak-anak di Dusun Segenter hanya menghabiskan waktunya untuk
membantu orangtuanya di ladang atau bermain.
Dilihat dari tingkat pendapatan penduduk, penghasilan yang diperoleh
penduduk relatif rendah. Dengan adanya perencanaan wisata budaya di Dusun
Segenter diharapkan dapat meningkatkan taraf kehidupan penduduk setempat
disamping sektor pertanian sebagai pekerjaan utama.
3.3 Perkembangan Pariwisata Daerah
Propinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai prospek yang sangat baik
terhadap wisatawan di masa datang, baik wisatawan domestik maupun
wisatawan mancanegara (Wulandari, 2002). Propinsi NTB terdiri dari dua pulau
utama yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Kedua pulau tersebut, terutama
Pulau Bali. Beragam atraksi dan obyek wisata, baik yang berbasiskan alam
ataupun budaya merupakan daya tarik yang dapat mendatangkan wisatawan,
terutama dari mancanegara.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi NTB dalam
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Propinsi NTB tahun 2000-2015 telah
menetapkan beberapa kawasan wisata unggulan untuk mempermudah
perencanaan dan pengembangan pariwisata Propinsi NTB di masa datang.
Berdasarkan hal tersebut, maka kebijaksanaan penetapan kawasan wisata
unggulan Propinsi NTB meliputi : kawasan wisata bahari, kawasan wisata
pegunungan dan kawasan wisata budaya (Gambar 3).
Berdasarkan kebijaksanaan penetapan kawasan wisata unggulan
Propinsi NTB, wilayah Dusun Segenter tidak termasuk dalam salah satu
kawasan wisata budaya unggulan. Kawasan wisata budaya yang menjadi
unggulan hanya kawasan wisata budaya Suranadi dan sekitarnya karena
keberadaannya yang mengelompok dan saling terkait serta membentuk satu
kesatuan dalam kawasan wisata budaya baik obyek wisata maupun atraksi
wisata budayanya, sedangkan Dusun Segenter hanya menjadi salah satu obyek
wisata penunjang dari kawasan wisata pegunungan Gunung Rinjani dan
LOMBOK
SUMBAWA
I
II
VI
V
VII
III
IV
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
Samudera Indonesia Laut Jawa Laut FloresDEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
PERENCANAAN LANSKAP
PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
DIGAMBAR OLEH
M. IMAM SULISTIANTO (A34201037)
DOSEN PEMBIMBING
Dr. Ir. SITI NURISJAH, MSLA
U SKALA NO. GAMBAR LEGENDA
PETA KAWASAN WISATA UNGGULAN PROPINSI NTB
I . KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) I - Sub KWB Gili Trawangan dan sekitarnya - Sub KWB Pantai Senggigi dan sekitarnya II. KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) II
- Sub KWB Gili Nanggu dan sekitarnya - Sub KWB Gili Gede dan sekitarnya III. KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) III
- Sub KWB Pantai Kuta dan sekitarnya - Sub KWB Pantai Selongblanak dan sekitarnya IV. KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) IV
- Sub KWB Gili Kere dan sekitarnya - Sub KWB Pantai Surga dan sekitarnya
V. KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) V - Sub KWB Gili Sulat dan sekitarnya - Sub KWB Gili Bidara dan sekitarnya VI. KAWASAN WISATA PEGUNUNGAN (KWP) I
Gunung Rinjani dan sekitarnya VII. KAWASAN WISATA BUDAYA (KWB) I
Suranadi dan sekitarnya VIII.KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) VI
Pantai Maluk dan sekitarnya
X. KAWASAN WISATA PEGUNUNGAN (KWP) II Gunung Tambora dan sekitarnya
IX. KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) VII Pulau Moyo dan sekitarnya
XI. KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) VIII Pantai Hu'u dan sekitarnya XII. KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) IX
Teluk Bima dan sekitarnya XIII. KAWASAN WISATA BAHARI (KWB) X
Sape dan sekitarnya
: Ibukota Propinsi : Ibukota Kabupaten : Batas Kabupaten
Sumber Peta : Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Propinsi NTB
I NDONESI A
3
0 1 0 2 0 3 0
BAB IV
METODOLOGI
4.1 Lokasi dan Waktu Studi
Studi mengenai perencanaan lanskap Pemukiman Tradisional Segenter
sebagai kawasan wisata budaya ini dilakukan di Dusun Segenter, Desa
Sukadana, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa
Tenggara Barat (Gambar 4). Perkampungan yang mayoritas penduduknya petani
lahan kering ini, dihuni sekitar 92 kepala keluarga, yang menempati 80 rumah
asli Suku Sasak. Pengambilan data dilakukan mulai bulan Maret sampai April
[image:43.596.134.491.305.599.2]2005 dan dilanjutkan dengan penyusunan laporan.
Gambar 4. Peta Lokasi Studi Perencanaan
4.2 Batasan Studi
Studi ini dilakukan sampai batas tahap perencanaan lanskap untuk
mendukung kegiatan wisata budaya di Pemukiman Tradisional Segenter. Hasil
dari perencanaan lanskap kawasan ini dinyatakan dengan zonasi wisata, sistem
sirkulasi wisata budaya dan fasilitas pendukung kegiatan wisata budaya.
Pulau Lombok
U
INDONESIALokasi Studi
Mantang Pringgarata Ubung Penujak Mujur Keruak Sekotong Tengah Sengkol Labuhan Haji Pemukiman Tradisional Segenter KILOMETER0 1 0 20 3 0 G. RI NJANI
GI LI TRAWANGAN GI LI MENO
GILI AIR
LOMBOK BARAT
MATARAM
LOMBOK TENGAH
LOMBOK TI MUR
4.3 Metode Perencanaan Lanskap
4.3.1 Konsep
Pada tahap ini dibuat suatu konsep yang diterjemahkan dalam
pengembangan ruang dan jalur sirkulasi wisata untuk memenuhi tujuan studi ini
yaitu pelestarian dan pengembangan kawasan Pemukiman Tradisional Segenter
sebagai kawasan lanskap wisata budaya.
4.3.2 Riset
Tahapan-tahapan dalam riset ini meliputi survei, wawancara dan
observasi. Riset termasuk studi terhadap kejadian di masa lalu, sekarang, serta
kecenderungan perubahan terhadap masa depan. Jenis data serta cara
pengambilan dan analisisnya tercantum pada Tabel 1.
[image:44.596.110.517.346.749.2]
Tabel 1. Jenis Data dan Metode Pengambilannya
Jenis Data Bentuk Data yang
Diharapkan
Sumber Data Cara
Analisis Data A. LINGKUNGAN KEHIDUPAN MASYARAKAT TRADISIONAL SEGENTER
1. LETAK, LUAS DAN BATAS TAPAK
2. SISTEM TRANSPORTASI DAN AKSESIBILITAS TAPAK
3. POLA PERKAMPUNGAN DAN TATA GUNA LAHAN
4. SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
- Letak geografis dan administratif tapak
- Posisi dalam pengembangannya sebagai kawasan wisata
- Peta akses kawasan - Sistem transportasi menuju kawasan
- Pola perkampungan dan tata ruang eksisting kawasan
- Sistem kekerabatan dan stratifikasi sosial - Adat dan kepercayaan - Sistem kepemimpinan - Sistem ekonomi dan kontak dengan budaya luar
Survei lapang Survei lapang Survei lapang, wawancara dan studi pustaka Wawancara dan studi pustaka Deskriptif dan spasial Deskriptif dan spasial Deskriptif dan spasial Deskriptif dan spasial
B. WISATA BUDAYA BERBASISKAN KEHIDUPAN TRADISIONAL
1. ATRAKSI/OBYEK WISATA BUDAYA
2. SIRKULASI WISATA
3. FASILITAS PELAYANAN
4. POTENSI WISATAWAN
- Jenis dan jumlah atraksi/obyek wisata budaya dan denah persebarannya
- Pola sirkulasi wisata yang telah ada dan yang akan
dikembangkan
- Jenis dan jumlah fasilitas pelayanan pengunjung yang telah ada dan yang akan dikembangkan
- Strategi pengembangan kawasan dan kondisi kepariwisataan kawasan saat ini
Survei lapang, studi pustaka dan wawancara
Survei lapang dan wawancara
4.3.3 Analisis
Pada tahap analisis ini, dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan
faktor yang berpengaruh terhadap kawasan. Analisis ini meliputi potensi,
kendala, amenities, dan danger signal serta tinjauan terhadap kebijakan
pemerintah yang berorientasi pada pengembangan program. Data dan informasi
yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui model
lanskap dan obyek/atraksi wisata budaya yang ada pada tapak dan analisis
secara spasial untuk menentukan tata ruang lanskap dan tata ruang wisata pada
tapak.
Tahap selanjutnya adalah analisis penentuan skor untuk evaluasi titik
obyek/atraksi wisata yang dilakukan dengan metode skoring berdasarkan kriteria
MacKinnon et al. dalam Wulandari (2002) dengan beberapa modifikasi yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan penelitian, yaitu :
a. Letak/jarak kawasan terhadap kota
b. Aksesibilitas menuju kawasan tersebut
c. Keaslian, keistimewaan dan kekhasan kawasan
d. Atraksi yang menonjol pada kawasan tersebut, misalnya atraksi yang
berkaitan dengan kegiatan religi dan budaya masyarakat setempat
e. Daya tarik, keunikan dan penampilan kawasan
f. Fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung bagi wisatawan
Evaluasi ditentukan oleh nilai skor masing-masing obyek/atraksi wisata
yang terpilih. Nilai skor ditentukan dengan nilai 1 sampai 4 (skor 1 = sangat
buruk, 2 = buruk, 3 = baik dan 4 = sangat baik). Kriteria penilaian obyek/atraksi
wisata dapat terlihat pada Tabel 2. Selanjutnya dilakukan penjumlahan nilai skor
pada masing-masing obyek/atraksi wisata budaya. Jumlah skor total 1-5
termasuk dalam kategori tidak potensial, skor 6-10 termasuk dalam kategori
kurang potensial, skor 11-15 termasuk dalam kategori cukup potensial, dan skor
Tabel 2. Kriteria Penilaian Obyek/Atraksi Wisata Budaya pada Tapak
No Faktor Nilai
1 (sangat buruk)
2 (buruk) 3 (baik) <