• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH BANTEN LAMA, KOTA SERANG, PROVINSI BANTEN WONDO HENDRATMO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH BANTEN LAMA, KOTA SERANG, PROVINSI BANTEN WONDO HENDRATMO"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH

BANTEN LAMA, KOTA SERANG, PROVINSI BANTEN

WONDO HENDRATMO

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi "Perencanaan Lanskap Wisata Sejarah Banten Lama, Kota Serang, Provinsi Banten” adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2012 Wondo Hendratmo A44070042

(4)

ABSTRAK

WONDO HENDRATMO. Perencanaan Lanskap Wisata Sejarah Banten Lama, Kota Serang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh SETIA HADI dan NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.

Banten Lama merupakan salah satu kerajaan Islam yang besar di nusantara. Banten Lama yang berada di pesisir Utara Banten, Kecamatan Kasunyatan, Kota Serang, Provinsi Banten, pernah menjadi kota pelabuhan internasional dari sebuah kerajaan Islam yang berjaya pada abad ke-17 kemudian runtuh pada abad ke-19. Perjalanan panjang Banten Lama menghasilkan peninggalan bersejarah yang mencerminkan kejayaan di masa lalu, antara lain Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk, Tasikardi, Situs Masjid Pecinan Tinggi, Vihara Alokitesvara, dan berbagai artefak yang berasal dari dalam maupun luar Banten. Usaha pelestarian kawasan telah dilakukan sejak tahun 1967 dengan aktivitas eskavasi hingga penetapan status Benda Cagar Budaya (BCB) pada setiap peninggalan bersejarah tersebut. Upaya memperkenalkan nilai sejarah kepada masyarakat juga dilakukan dengan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan wisata, namun dalam aktivitas wisata tersebut terjadi degradasi sehingga perlu disusun suatu perencanaan lanskap yang dapat memenuhi kebutuhan wisata dan menjaga kelestarian kawasan sejarah Banten Lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter lanskap sejarah, menganalisis aspek yang berkaitan dengan upaya pelestarian lanskap sejarah sebagai dasar perencanaan lanskap wisata sejarah dan menrencanakan lanskap wisata sejarah di kawasan sejarah Banten Lama. Tahapan penelitian ini menggunakan metode berdasarkan Simonds dan Starke (2006) yang meliputi tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis lalu tahap perencanaan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kesejarahan agar menghasilkan rencana lanskap wisata sejarah yang dapat mendukung aspek pelestarian pada situs dan benda sejarah. Hasil akhir penelitian ini ditampilkan dalam bentuk peta perencanaan lanskap dan peta detail perencanaan yang dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi sebagai gambaran situasi tapak. Pada perencanaan lanskap tersebut dijelaskan, rencana ruang wisata, rencana aktivitas dan fasilitas, serta rencana jalur sirkulasi sebagai jalur interpretasi yang memudahkan wisatawan dalam mendapatkan informasi sejarah pada kawasan wisata sejarah Banten Lama.

Keywords: Perencanaan Lanskap, Banten Lama, Wisata Sejarah

ABSTRACT

WONDO HENDRATMO. Landscape Planning of Banten Lama as Historical Tourism, Site in Serang City, Banten Province. Supervised by SETIA HADI and NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.

Banten Lama is one of the great Islamic empires in the nation. It is located in the north coast of Banten, Kasunyatan Subdistrict, Serang Regency and City of Serang, Banten Province. Banten Lama was once the international port city of an Islamic empire that later collapsed in the 19th century. The long journey of the

(5)

Banten Lama produced historical heritages site that reflects the glory of the past, among of them are Surosowan Palace, the Great Mosque of Banten, Kaibon Palace, Fort Speelwijk, Tasikardi Lake, Chinatown High Site Mosque, Vihara Alokitesvara, and other various artifacts that came from within and outside the old city. Conservation efforts in the region have been carried out since 1967, from the excavation activity until the determination of the status of heritage objects in each historical heritages site. Efforts to introduce historical value to the public is also done by making the region a tourism destination, however degradation caused by tourism activities makes it necessary to form a landscape plan that can meet the needs of tourism attractions and historical preservation of this site. The purpose of this study is to identifiey historical landscape character, to analize aspects relating the preservation of the landscape, and to plan a historical landscape tourism. This study used methods based on Simonds and Starke (2006) which includes preparation stage, inventory, analysis, synthesis and planning stage. This research also used historical approach to produce a plan that can support historical preservation aspect of the site and it's historical objects. The final results of this research is presented with a landscape plan which is described more with detailed plans that includes illustrations to give a clear picture of the site's situation. The landscape plan also explains it's conservation plan, spatial tourism plan, activities and facilities plan, and the circulation as interpretation circulation which allows travelers to access the historical tourism sites.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH

BANTEN LAMA, KOTA SERANG, PROVINSI BANTEN

WONDO HENDRATMO

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Wisata Sejarah Banten Lama, Kota Serang, Provinsi Banten

Nama : Wondo Hendratmo NIM : A44070042 Disetujui oleh Dr Ir Setia Hadi, MS. Pembimbing I Dr Ir Nurhayati H.S Arifin, M.Sc Pembimbing II Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul skripsi “Perencanaan Lanskap Wisata Sejarah Banten Lama” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dengan Mayor Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku pembimbing skripsi pertama dan Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan dan kesabarannya hingga penelitian ini terselesaikan. Kepada Dr. Ir. Afra DN Makalew, MSc, sebagai dosen penguji atas masukan dan sarannya bagi perbaikan skripsi ini. Kepada Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik atas arahan dan bimbingan selama masa perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya kepada BP3 Kota Serang, Museum Situs Kepurbakalaan Serang, Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Banten, serta pihak yang terkait dalam proses pengambilan data selama masa penelitian.

Tidak lupa penulis berterimakasih kepada kedua orang tua penulis, M. Ridwan dan Tati Hendrawati atas do‟a yang tidak pernah terputus, kakak dan adik penulis atas motivasinya. Seluruh teman-teman Arsitektur Lanskap 44 yang tidak pernah berputus asa dalam memberikan dorongan semangat hingga selesainya tugas akhir ini. Semoga penelitian ini dapat menjadi masukan, inspirasi dan memberikan manfaat bagi pembaca.

Bogor, Juni 2012 Wondo Hendratmo

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 1 1.3 Tujuan Penelitian ... 2 1.4 Manfaat Penelitian ... 2 1.5 Batasan Penelitian ... 2 BAB II METODE ... 3

2.1 Lokasi dan Waktu ... 3

2.2 Alat Penelitian ... 3

2.3 Metode Penelitian ... 4

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

3.1 Kesejarahan ... 7

3.1.1 Sejarah Banten Lama ... 7

3.1.1.1 Banten sebelum masuknya Islam ... 7

3.1.1.2 Masuknya Islam ke Banten ... 7

3.1.1.3 Masa Pemerintahan Kesultanan Banten ... 8

1. Maulana Hasanuddin (1552-1570) ... 8

2. Maulana Yusuf - (1570-1580) ... 8

3. Maulana Muhammad (1580-1596) ... 9

4. Sultan Abul Mafakir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651) ... 10

5. Sultan Ageng Tirtayasa – Abul Fath’ Abdul Fattah (1651-1683) ... 10

6. Sultan Haji – Abun Nasr ’Abdul Kahhar (1683-1687) ... 12

7. Kesultanan setelah Sultan Haji ... 13

3.1.2 Perkembangan Lanskap Kawasan Banten Lama ... 13

3.1.3 Elemen Pembentuk Kawasan Banten Lama ... 15

3.1.3.1 Kota Inti Banten Lama (Kota dalam Benteng) ... 15

3.1.3.2 Area Pendukung Kota Inti ... 16

3.1.4 Pelestarian dan Pengelolaan ... 16

3.2 Fisik dan Biofisik ... 18

3.2.1 Administrasi Kota Serang ... 18

3.2.2 Luas dan Batas Tapak ... 18

3.2.3 Iklim ... 19

3.2.4 Topografi ... 20

3.2.5 Vegetasi ... 20

3.2.6 Hidrologi ... 21

3.2.7 Visual ... 21

3.2.8 Aksesbilitas dan Sirkulasi ... 22

3.2.9 Penutupan Lahan ... 24

3.3 Wisata ... 25

3.3.1 Objek Wisata ... 25

3.3.2 Fasilitas pendukung wisata ... 25

3.3.3 Pengunjung ... 29

3.3.4 Aktivitas wisata ... 30

(12)

3.4 Analisis ... 31

3.4.1 Analisis Kesejarahan ... 31

3.4.2 Analisis Fisik dan Biofisik ... 35

3.5 Sintesis ... 38

3.5.1 Konsep Perencanaan Lanskap Wisata ... 38

1. Konsep Dasar Perencanaan ... 38

2. Konsep Pelestarian ... 38

3. Konsep Pengembangan ... 39

a. Konsep Ruang Wisata ... 39

b. Konsep Sirkulasi dan Interpretasi ... 40

c. Konsep Aktifitas dan Fasilitas ... 41

3.5.2 Zona Pelestarian ... 41

3.5.3 Rencana Blok (Block Plan) ... 42

3.6 Perencanaan ... 45

3.6.1 Rencana Ruang Wisata ... 45

3.6.2 Rencana Aktifitas dan Fasilitas ... 45

3.6.3 Daya Dukung ... 47

3.6.4 Rencana Lanskap Wisata Sejarah Banten Lama ... 47

3.6.5 Rencana Sirkulasi dan Jalur Interpretasi ... 47

3.6.6 Program Wisata ... 59

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 62

4.1 Simpulan... 62

4.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis, Bentuk dan Sumber Data 5

2 Kriteria penilaian potensi daya tarik objek sejarah 5 3 Daftar penetapan BCB di kawasan Banten Lama 17 4 Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan tahun 2006-2010 19

5 Rata-rata Suhu Udara, Kelembaban dan THI 20

6 Daftar Objek Sejarah Kawasan Banten Lama 26

7 Aktifitas wisata 30

8 Skoring objek sejarah di kawasan sejarah Banten Lama 34

9 Analisis deskriptif 36

10 Alternatif jalur wisata 38

11 Konsep ruang wisata sejarah 40

12 Rencana zona pelestarian 42

13 Pembagian ruang pada zona unit wisata sejarah 44

14 Rencana pembagian ruang 45

15 Rencana aktifitas dan fasilitas 46

16 Perhitungan daya dukung kawasan 48

17 Rencana sirkulasi dan jalur interpretasi 56

18 Program wisata 60

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir 2

2 Lokasi penelitian 3

3 Kerangka penelitian 4

4 Sungai Cibanten, penghubung Banten Girang dengan laut 7

5 Sketsa keadaan Kota Banten yang disamakan dengan Kota Amsterdam tahun 1596. 10

6 Sketsa peta Istana Tirtayasa 11

7 Peta Banten sekitar tahun 1902 oleh Serruirer 13

8 Skema perkembangan lanskap sejarah Banten Lama 14

9 Peta Banten tahun 1596 15

10 Peta Banten sekitar tahun 1630 16

11 Peta administrasi Kota Serang 18

12 Luas dan batas lokasi penelitian 19

13 Vegetasi di sekitar kawasan Banten Lama 21

14 Visual Banten Lama 22

15 Peta aksesbilitas kawasan Banten Lama 23

16 Peta sirkulasi situs Banten Lama 24

17 Peta penutupan Lahan 24

18 Peta RTRW Kota Serang 25

19 Peta persebaran objek sejarah Banten Lama 28

20 Fasilitas wisata 29

21 Jumlah wisatawan (2011-2012) 29

(14)

23 a. Sumber informasi sejarah Banten Lama, b. Pengetahuan sejarah 30

24 Pengetahuan situs dan benda sejarah 31

25 a. Harapan pengunjung (kiri), b. Fasilitas yang diharapkan (kanan) 31

26 Peta hasil analisis karakter lanskap sejarah 32

27 Peta hasil analisis perubahan penutupan lanskap sejarah 33

28 Peta area bersejarah 33

29 Peta hasil analisis nilai objek sejarah 35

30 Peta hasil analisis penutupan lahan 37

31 Estimasi waktu dan jarak tempuh 37

32 Konsep pelestarian 39

33 Konsep ruang wisata Gunn (1988) 39

34 Konsep ruang wisata sejarah 40

35 Peta zonasi pelestarian lanskap sejarah 42

36 Peta rencana blok (block plan) 43

37 Rencana lanskap 50

38 Detail Rencana Lanskap (Surosowan) 51

39 Detail Rencana Lanskap (Pecinan) 52

40 Detail Rencana Lanskap (Tasikardi) 53

41 Detail Rencana Lanskap (Pelabuhan) 54

42 Detail Rencana Lanskap (Kaibon) 55

43 Rencana Sirkulasi dan Jalur Interpretasi 58

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Banten lama pada awalnya merupakan negeri yang kaya dan memiliki kekhasan karena wilayah ini berada di antara dua tradisi utama nusantara, yaitu tradisi kerajaan Jawa dan tradisi Melayu (Guillot, 2008). Berdasarkan kondisi dan letaknya yang strategis dengan adanya sungai Cibanten, tempat ini pernah menjadi ibukota sekaligus kota pelabuhan internasional dari sebuah kerajaan Islam.

Sebagai kota besar di masa lampau, Banten Lama memiliki perjalanan panjang menghasilkan berbagai peninggalan bersejarah yang tersebar di kawasan situs kepurbakalaan Banten Lama sebagai cerminan kejayaan Banten di masa lalu, antara lain Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk, Tasikardi, Situs Masjid Pacinan Tinggi, Vihara Avalokitesvara dan berbagai artefak peninggalan dari dalam dan luar Banten (Rahardjo et al. 2011).

Usaha untuk melindungi berbagai peninggalan telah dilakukan seperti ekskavasi yang dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Universitas Indonesia sejak tahun 1967 serta berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 9 Tahun 1990 kawasan ini telah ditetapkan menjadi kawasan wisata budaya. Saat ini masyarakat lebih mengenal Banten Lama sebagai tujuan wisata ziarah karena terdapat sejumlah makam yang dikeramatkan. Kedatangan wisatawan ziarah ke Banten Lama mendatangkan manfaat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Namun disisi lain, situs sekitar menjadi kumuh karena para pedagang membangun kios tanpa terkontrol (Rahardjo et al, 2011). Hal tersebut dapat mengancam kelestarian situs dan bangunan bersejarah lainnya. Padahal lanskap sejarah sangat penting dilestarikan karena lanskap sejarah dapat memberikan fakta-fakta pada seseorang dalam mengenali dan melihat dirinya sendiri dalam konteks kesejarahan (Goodchild, 1990).

Tersebarnya objek sejarah serta didukung oleh UU No. 11 Tahun 2010 dan PP No. 10 Tahun 1993 tentang benda cagar budaya dan pemanfaatan benda cagar budaya menjadi dasar perlu dilakukan perencanaan lanskap wisata sejarah agar dapat dimanfaatkan sebagai alternatif wisata dan pendidikan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan nilai-nilai kesejarahan yang dikandung oleh kawasan Banten Lama.

1.2 Perumusan Masalah

Objek-objek yang bernilai sejarah, telah ditetapkan kedalam satu kawasan wisata budaya dan sejarah. Namun ada kesenjangan aktivitas wisata antara wisata ziarah dan wisata sejarah yang membuat menurunnya kelestarian objek sejarah dan pengetahuan masyarakat akan nilai sejarah pada kawasan Banten Lama. Tersebarnya objek sejarah membuat pengunjung kesulitan dalam mengakses wisata sejarah dalam satu-kesatuan.

Hal tersebut menjadi dasar perlu adanya suatu perencanaan lanskap wisata sejarah Banten Lama yang terintegrasi dan berfungsi secara optimal. Perumusan masalah tersebut disusun dalam kerangka pikir berikut (Gambar 1).

(16)

2

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakter lanskap sejarah pada kawasan Banten Lama. 2. Menganalisis aspek yang berkaitan dengan upaya pelestarian lanskap

sejarah sebagai dasar perencanaan wisata sejarah pada kawasan Banten Lama.

3. Merencanakan lanskap wisata sejarah di kawasan sejarah Banten Lama. 1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang nilai sejarah dan kondisi elemen lanskap sejarah yang terdapat di kawasan Banten Lama.

2. Memberikan masukan pada pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pelestarian lanskap sejarah dan pengembangan wisata sejarah.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi hingga menghasilkan sebuah perencanaan lanskap yang digambarkan beberapa ilustrasi untuk menggambarkan produk perencanaan lanskap tersebut.

Kawasan Bersejarah Banten Lama

Objek-objek Sejarah Banten Lama

Wisata Religi :

Aktivitas Ziarah yang tidak

mendukung kegiatan pelestarian situs.

Pengunjung terpusat pada kegiatan ziarah tanpa menyentuh sisi kesejarahan Banten Lama.

Wisata Sejarah :

Objek sejarah kurang terberdayakan sebagai objek wisata.

Belum terdapat sistem wisata yang mengintegrasi tersebarnya objek wisata sejarah

Perlu Perencanaan Lanskap Wisata Sejarah Banten Lama yang terintegrasi dan berfungsi secara optimal.

Kawasan Wisata

(17)

3

BAB II METODE

2.1 Lokasi dan Waktu

Kegiatan penelitian ini dilakukan di kawasan situs Banten Lama yang berada di wilayah Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten dengan jarak sekitar 10 km dari Kota Serang (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli hingga Maret 2012.

Situs arkeologi Banten Lama berada dalam kawasan administratif lima desa, yaitu Desa Banten, Kasunyatan, Margaluyu, berada di wilayah Kecamatan Kasemen, Kota Serang dan dua desa lainnya, yaitu Desa Pamengkang, dan Margasana berada di wilayah Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang.

2.2 Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat dan bahan untuk menunjang proses pengambilan data hingga pengolahan data. Alat dan bahan yang digunakan adalah alat tulis, perangkat komputer, kamera digital, GPS (Global Positioning System), dan perangkat lunak untuk pengolahan data seperti Microsoft Word, Adobe Photoshop, Adobe Illustrator, Auto CAD serta data yang berasal dari berbagai peta dan pustaka.

(18)

4

2.3 Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan tahapan penelitian berdasarkan Simond dan Starke (2006) meliputi tahap persiapan, inventaris, analisis, sintesis lalu tahap perencanaan (Gambar 3).

1. Tahap persiapan : pada tahap persiapan dilakukan kegiatan penentuan tujuan studi, penyusunan rencana kerja dan rencana anggaran biaya, dan persiapan dokumen untuk menunjang berlangsungnya kegiatan studi.

2. Inventarisasi : pada tahap inventaris dilakukan kegiatan pengumpulan data dan informasi mengenai keadaan tapak. Jenis data, bentuk dan sumbernya dijelaskan pada Tabel 1.

Penyelusuran data awal

Penyusunan Usulan Penelitian

Pembuatan Perizinan Penelitian

Pengumpulan data primer, sekunder dan informasi Kawasan Banten Lama

Fisik dan Biofisik Topografi Aksesbilitas dan Sirkulasi Iklim Vegetasi Hidrologi View Penutupan lahan Kesejarahan Nilai Sejarah Elemen Sejarah Pengelolaan dan Pelestarian Wisata

Potensi Objek Wisata Sejarah Preferensi Pengunjung Rencana Blok (Block Plan) Perencanaan Lanskap Konsep Pelestarian Konsep Perencanaan

Zona Kesejarahan Zona Kesesuaian Wisata

Persiapan

Inventarisasi

Analisis

Perencanaan Sintesis

(19)

5 Tabel 1 Jenis, Bentuk dan Sumber Data

Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Kesejarahan Sejarah Kota Banten Lama

Elemen Lanskap Sejarah

BP3S, Studi Pustaka, Wawancara BP3S, Studi Pustaka, Survei Lapang Fisik Biofisik

Letak Tapak (Geografis dan Administratif)

Topografi

Aksesbilitas dan Sirkulasi Penutupan Lahan

Utilitas dan Fasilitas Vegetasi

Iklim Hidrologi

Bappeda, Studi Pustaka Bappeda, Studi Pustaka Bappeda, Survei Lapang Citra Satelit, Survei Lapang

Survei Lapang

BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala), Studi Pustaka, Survei lapang

BMKG Serang

Bappeda, Survei Lapang

Kepariwisataan Objek Wisata

Preferensi Pengunjung

Aspek Legal

BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala), Studi Pustaka, Disbudpar BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala), Kuesioner

Studi Pustaka, Disbudpar

3. Analisis : data yang telah ada, dianalisis berdasarkan aspek kesejarahan, aspek fisik dan biofisik dan wisata lalu diolah dengan metode kuantitatif yaitu skoring dan deskriptif. Pada analisis nilai sejarah menggunakan kriteria berdasarkan Nurisjah dan Pramukanto (2001) (Tabel 2). Hasil skoring tersebut dibagi kedalam tiga kelas dengan menggunakan rumus interval (Slamet 1983, diacu dalam Anggraeni, 2011) sebagai berikut :

Tinggi = SMi + 2IK +1 sampai SMa Sedang = SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2IK) Rendah = SMi sampai SMi +IK

Analisis skoring juga dilakukan pada proses overlay peta untuk mendapatkan peta komposit.

Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa)-Skor minimum (SMi) Jumlah Kategori (n)

(20)

6

Tabel 2 Kriteria penilaian potensi daya tarik objek sejarah

Kriteria Penilaian

Skor 1 (Kurang sesuai

untuk area wisata sejarah)

2 (cukup sesuai untuk area wisata sejarah)

3 (sesuai untuk area wisata sejarah)

Nilai sejarah Mengandung elemen lanskap sejarah yang mendukung objek sejarah dan terkait dengan peristiwa sejarah

Terdapat elemen lanskap sejarah yang bukan BCB dengan nilai sejarah dalam skala lokal

Terdapat elemen lanskap sejarah yang merupakan BCB dan objek wisata sejarah dengan nilai sejarah dalam skala nasional dan internasional Keunikan objek

sejarah

Terdapat objek sejarah dengan nilai keunikan lokal

Terdapat objek sejarah dengan nilai keunikan nasional Terdapat objek sejarah dengan keunikan internasional Keaslian objek sejarah Terdapat objek sejarah yang memiliki keaslian kurang dari 30% Terdapat objek sejarah dengan tingkat keaslian 30%-80% Terdapat objek sejarah dengan tingkat keaslian lebih dari 80%

Keutuhan objek sejarah

Objek sejarah yang memiliki keutuhan kurang dari 30%

Objek sejarah yang memiliki keutuhan antara 30%-80%

Objek sejarah yang memiliki keutuhan lebih dari 80%

Sumber : Nurisjah dan Pramukanto, 2001

4. Sintesis : tahap ini akan menjawab analisis sehingga dapat zonasi untuk aspek kesejarahan dan aspek kesesuaian untuk wisata. Pada tahap ini juga disusun konsep pelestarian dan konsep perencanaan sebagai dasar pembentukan rencana blok yang akan dikembangkan pada tahap selanjutnya.

5. Perencanaan : pada tahap ini dilakukan perencanaan sesuai dengan sintesis yang akan memberikan hasil akhir berupa perencanaan lanskap wisata sejarah berbasis pada pelestarian lanskap sejarah.

(21)

7

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kesejarahan

3.1.1 Sejarah Banten Lama

3.1.1.1 Banten sebelum masuknya Islam

Banten Lama mencapai kejayaan pada abad XIX memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Setelah jatuhnya Kerajaan Jawa oleh Sriwijaya, di tanah bekas Kerajaan Tarumanagara yang pernah ada hingga akhir abad ke-5, berdiri sebuah kerajaan bernama Sunda dengan ibu kota yaitu Banten Girang yang tunduk dibawah kerajaan Sriwijaya sekitar tahun 932M (Gulliot, 2008).

Penguasaan Sriwijaya terhadap Sunda-Banten berlangsung hingga penghujung abad ke-12. Pada kurun waktu tersebut Banten Girang mengalami kemakmuran yang ditandai dengan pertumbuhan impor keramik cina selama abad ke-11 hingga abad ke-12.

Banten girang memiliki sebuah pelabuhan di sebelah utara dengan jarak sekitar 13 km ke utara (Gambar 4) yang ramai didatangi oleh pedagang asing. Secara geografis jalur yang digunakan untuk menghubungkan Banten Girang dengan pelabuhannya melalui jalur air yaitu Sungai Cibanten dan jalur darat melalui Kelapa Dua. Perseteruan antara Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Jawa mengakibatkan daerah perbatasan seperti Banten Girang menjadi daerah yang jarang tersentuh oleh kebijakan pada saat salah satu dari kerajaan tersebut menguasai Banten Girang sehingga kondisi ini dimanfaatkan oleh Banten Girang untuk mengembangkan negerinya secara mandiri.

3.1.1.2 Masuknya Islam ke Banten

Menjelang Kerajaan Sunda berakhir pada tahun 1579, pangeran Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) menyebarkan Islam dari Cirebon ke Banten. Syarif Hidayatullah beserta pasukan dari Kerajaan Demak, tiba di Banten pada

Gambar 4 Sungai Cibanten, penghubung Banten Girang dengan laut (Sumber : Lubis, 2004)

(22)

8

tahun 1522 untuk menyebarkan agama Islam dan terbentuk komunitas Islam di Banten (Lubis, 2004).

Pada awal abad ke-16 yang berkuasa di Banten adalah Prabu Pucuk Umun dengan pusat pemerintahan setingakat kadipaten di Banten Girang dibawah kekuasaan Kerajaan Padjajaran (Guillot, 2008). Penaklukan Banten Girang oleh Syarif Hidayatullah dimulai dengan menaklukan kawasan Pulosari sebagai daerah spiritual Banten Girang pada tahun 1525 (Michrob dan Chudari, 2011). Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan penaklukan Banten Girang secara keseluruhan. Setelah menguasai Banten Girang, ajaran agama Islam mulai diterima dan berkembang, Syarif Hidayatullah lalu menikah dengan Nyai Kawunganten dan melahirkan dua anak yang diberi nama Ratu Winahon dan Hasanuddin.

Setelah putranya dewasa, Syarif Hidayatullah dan Hasanuddin terus berusaha memperluas penyebaran agama Islam kepada masyarakat Banten. Dengan memerintahkan anaknya, Maulana Hasanuddin, untuk memindahkan ibukota Banten dari Banten Girang ke pesisir sebelah utara Banten. Peristiwa tersebut dimungkinkan terjadi pada tanggal 1 Muharram 933 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 Masehi (Michrob dan Chudari, 2011).

Peranan Syarif Hidayatullan masih tinggi dalam perkembangan agama Islam dan tata kota, hingga tahun 1552 Banten menjadi negara bagian dibawah kekuasaan Kerajaan Demak dengan Hasanuddin yang bergelar Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan sebagai rajanya.

3.1.1.3 Masa Pemerintahan Kesultanan Banten 1. Maulana Hasanuddin (1552-1570)

Penggambaran pembentukan kesultanan Banten pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin memiliki data yang terbatas. Diogo do Couto dan Fransisco de Sa menggambarkan bahwa kota Banten terletak di pesisir dengan lebar 3 mil, kota ini memiliki panjang 850 depa di tepi pantai panjangnya 400 depa. Ada anak sungai disepanjang pinggiran kota yang hanya dapat dimasuki oleh perahu kecil. Kota Banten dikelilingi oleh benteng terbuat dari bata selebar tujuh telapak tangan. Bangunan pertahanannya terbuat dari kayu (Djayadiningrat 1983, diacu dalam Michrob dan Chudari, 2011).

Terdapat area alun-alun dengan beragam fungsi seperti kegiatan rapat kerajaan, ketentaraan, kesenian dan pasar di pagi hari. Sebelah selatan alun-alun terdapat istana raja dan berdiri bangunan Srimaganti di samping istana yang digunakan sebagai tempat raja menyambut tamu dan bertatap muka dengan rakyat. Penempatan Kota Banten di pesisir utara membuat hubungan perdagangan dengan negara di nusantara serta dunia menjadi lebih mudah. Maulana Hassanuddin mengembangkan pertumbuhan perekonomian dengan memperluas area pertanian dan perkebunan terutama perkebunan lada sebagai komoditi utama saat itu.

Maulana Hasanuddin wafat pada tahun 1570 dan dimakamkan di samping Masjid Agung dan kepemerintahan Banten diteruskan oleh putranya Maulana Yusuf.

2. Maulana Yusuf - (1570-1580)

Pada pemerintahan Maulana Yusuf, pembangunan kota lebih tertumpu pada keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian. Sejak pemerintahan Maulana

(23)

9 Hasanuddin, Banten telah membentuk pasukan khusus yang dapat bergerak cepat dibawah pimpinan Maulana Yusuf untuk mengatasi ancaman dari luar terutama dari Kerajaan Padjajaran dan pada tahun 1579 pasukan Banten merebut Pakuan, ibukota Kerajaan Padjajaran.

Upaya dalam memperkuat pertahanan kota juga diwujudkan dengan memperkuat kota dan dinding benteng seperti yang disebutkan dalam Babad Banten pupuh XXII yang mengatakan bahwa Maulana Yusuf membangun kota dan benteng dari bata dan karang (Gawe Kuta Baluwarti Bata Kalawan Kawis ).

Maulana Yusuf juga membentuk kebijakan-kebijakan dalam mengatur penempatan penduduk berdasarkan keahlian dan asal daerah penduduk (Ambary, 1977). Secara umum penempatan penduduk asing di tempatkan di luar benteng kota sedangkan penduduk dalam negeri ditempatkan di dalam benteng.

Nama yang digunakan mencerminkan penduduknya seperti Pecinan, diperuntukan bagi pendatang dari Cina, Pabean yang berarti tempat pemungutan bea masuk dan bea keluar, Pakojan pemukiman untuk pendatang dari India, Kebalen tempat untuk pendatang dari Bali, Pamarican tempat penyimpanan merica, Panjunan tempat pemukiman pengrajin gerabah (anjun), Sukadiri tempat pengecoran logam dan senjata lalu ada Kesantrian untuk para senopati dan prajurit, Kafakihan untuk pada ulama-ulama (Michrob 1981, diacu dalam Michrob dan Chudari 2011).

Penataan kota yang baik dan gangguan dari luar yang telah berkurang membuat Banten berkembang dengan pesat, pengembangan yang lain berupa penambahan serambi timur Masjid Agung (Mundardjito 1978, diacu dalam Michrob dan Chudari, 2011) dan menara dengan bantuan arsitek muslin asal Mongolia, Cet Ban Cut (Ismail 1983, diacu dalam Michrob dan Chudari 2011). Sedangkan untuk mendukung kegiatan pertanian Maulana Yusuf membangun danau buatan bernama Tasikardi yang berfungsi sebagai penampung air untuk mengairi sawah-sawah dan juga sebagai penyedia air bersih bagi kebutuhan keluarga raja di Keraton Surosowan.

Maulana Yusuf wafat pada tahun 1580 dan dimakamkan di Pekalangan Gede dekat Desa Kasunyatan saat ini.

3. Maulana Muhammad (1580-1596)

Pada masa pemerintahan Maulana Muhamad pertama kali kapal asal Belanda datang ke Banten. Kapal-kapal besar berlabuh di teluk Banten sedangkan untuk transportasi dan mengangkut berbagai komoditas digunakan kapal-kapal kecil yang dapat berlayar melalui sungai yang mengapit Kota Banten. Keadaan Kota Banten tergambar dalam sketsa peta oleh Cornelis de Houtman pada tahun 1596 yang memperkirakan saat itu luas kota Banten serupa dengan luas kota Amsterdam (Gambar 5).

Perluasan daerah kekuasaan dan penyebaran agama terjadi pada sebuah peristiwa penyerangan ke Palembang, hal tersebut diusulkan oleh Pangeran Mas, Putra Aria Pangiri dari Demak. Meskipun pasukan 200 kapal perang Maulana Muhammad serta pasukan dari darat dibawah kepemimpinan Mangkubumi dapat memukul mundur pasukan Palembang, namun peristiwa ini mengakibatkan meninggalnya Maulana Muhammad dan Banten kembali tanpa hasil (Michrob dan Chudari 2011). Pemerintahan kemudian diserahkan kepada anaknya, Abul Mafakhir.

(24)

10

4. Sultan Abul Mafakir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651)

Abul Mafakir dinobatkan sebagai penerus Maulana Muhammad ketika beliau berusia 5 bulan sehingga ditunjuklah seorang wali yaitu Mangkubumi Jayanagara, seorang pejabat tinggi pemerintah (punggawa) untuk menjalankan roda pemerintahan. Kejayaan Banten dibawah kepemimpinan Mankubumi mulai goyah setelah wafatnya pada tahun 1602 dan digantikan oleh adiknya. Banyak ketidakpuasan yang terjadi antara pihak pangeran dan punggawa.

Kondisi saat itu digambarkan sangat kacau sehingga perdagangan dihentikan (Guillot, 2008) sampai terjadinya peristiwa pailir atau peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Kulon, cucu dari Maulana Yusuf dari Ratu Winaon dan Pangeran Gabang. Perjanjian damai dilakukan untuk mengatasi perang saudara yang berlangsung kurang lebih selama empat bulan tersebut. Keadaan Banten mulai mereda dan Pangeran Arya Ranamanggala diangkat sebagai wali raja.

Sultan Abul Mafakhir dewasa memegang kekuasaan Banten secara penuh setelah Arya Ranamanggala mengundurkan diri pada tahun 1624 (Guillot, 2008). Situasi politik saat itu terjadi berbagai pertempuran-pertempuran dengan Belanda yang telah Batavia. Pertempuran-pertempuran yang didominasi oleh kemenangan Banten tersebut berakhir dengan gencatan senjata pada tanggal 10 Juli 1636 (Michrob dan Chudari, 2011).

Pada tanggal 10 Maret 1951, Sultan Abul Mafakir Abdul Kadir meninggal dunia dan dikebumikan di Desa Kenari.

5. Sultan Ageng Tirtayasa – Abul Fath’ Abdul Fattah (1651-1683)

Penguasaan Belanda semakin kuat di tanah nusantara, terlebih setelah Belanda menguasai Malaka pada tahun 1641, merebut Ambon dan Tidore (1605) dan peristiwa perjanjian Mataram dengan Belanda (1647) yang membuat kegiatan perdagangan dimonopoli oleh Belanda (Michrob dan Chudari, 2011). Saat itu,

Gambar 5 Sketsa keadaan Kota Banten yang disamakan dengan Kota Amsterdam tahun 1596. (Sumber : Tropen Museum)

(25)

11 pelabuhan Banten menjadi sepi karena kapal-kapan dari negara lain segan untuk berlabuh karena ancaman serangan oleh Belanda yang menetap di Jayakarta sejak tahun 1610. Untuk mengatasi itu, Sultan Abul Fath yang dinobatkan menjadi raja pada tangal 10 Maret 1651, mengatur strategi untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dan sosial Banten dengan memerintahkan pasukannya untuk membuat kerusuhan pada setiap instalasi milik Belanda dan pada tahun 1658 tercetuslah perang antara pasukan Banten dengan Batavia dengan nama Perang Sabil.

Penyerangan yang dilakukan oleh pasukan Banten membuat Belanda terdesak dan pada tanggal 10 Juli 1659 dilakukan perjanjian damai. Perjanjian damai tersebut dimanfaatkan oleh Sultan Abul Fath untuk memperbaiki kondisi Banten akibat perang serta mempersiapkan senjata dan prajurit. Untuk mengontrol pergerakan Batavia, Sultan Abul Fath juga membuat istana sekaligus sebagai tempat peristirahatan di daerah Desa Tirtayasa, Pontang (Gambar 6).

Pada bidang pertanian, sultan memerintahkan kepada sekitar 20.000 orang warganya untuk menanam pohon kelapa di dekat Sungai Ontong Jawa (Cisadane) dekat perbatasan Batavia. Penempatan penduduk tersebut memiliki maksud politis sebagai pendudukan wilayah perbatasan serta dapat mendukung aktifitas di Istana Tirtayasa. Untuk memudahkan jalur komunikasi dan pengangkutan hasli pertanian Sultan Abul Fath membuat jalur perairan yang menghubungkan Banten dengan Istana Tirtayasa.

Proyek tersebut dimulai pada tanggal 27 April 1663 dengan membuat terusan yang menghubungkan Sungai Tanara ke Sungai Pasilian lalu bulan September 1663 diteruskan dengan membuat terusan dari Sungi Pasilian ke Sungai Cisadane. pada bulan Oktober 1670, sultan melaksanakan proyek pengairan kedua yang menghubungkan daerah Pontang dan Tanara dengan membuat terusan kearah laut. Terusan tersebut merubah tanah disekitarnya menjadi lahan pertanian (Guillot, 2008). Dalam masa pembangunan tersebut Sultan Abul Fath menetap di Istana Tirtayasa dan bergelar Sultan Ageng Tirtayasa.

Gambar 6 Sketsa peta Istana Tirtayasa (Sumber : Tropen Museum)

(26)

12

6. Sultan Haji – Abun Nasr ’Abdul Kahhar (1683-1687)

Sultan Abun Nasr mendapat julukan Sultan Haji setelah menunaikan ibadah haji. Saat itu sultan Haji menjabat sebagai putra mahkota yang kekuasaannya meliputi kebijakan dalam negeri sedangkan kebijakan luar negeri dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa.

Selama Sultan Haji pergi ke Mekkah, pemerintahan Surosowan diserahkan kepada adiknya, Pangeran Purbaya (Michrob dan Chudari, 2011). Kepercayaan yang diberikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa kepada Pangeran Purbaya membuat hubungan antara mereka dengan Sultan Haji merenggang, hal tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk menghasut Sultan Haji.

Kedekatan Sultan Haji dengan Belanda membuat Sultan Haji berkeingingan untuk menguasai Banten secara menyeluruh. Karena dirasa pengaruh Belanda sudah semakin besar kepada pemerintahan Banten, tanggal 27 Februari 1682, Sultan Ageng Tirtayasa menyerang dan berhasil merebut Keraton Surosowan. Namun, pada bulan Maret 1682 dengan bantuan Belanda Sultan Haji menyerang dan berhasil merebut Surosowan kembali. Pada bulan Desember 1682 setelah melakukan perjanjian kerjasama dengan Belanda Sultan Haji menyerang Istana Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa terdesak dan membumihanguskan Istana Tirtayasa sebelum akhirnya ditangkap dan dipenjara di Batavia hingga meninggal pada tahun 1692 (Michrob dan Chudari, 2011).

Jenasah Sultan Ageng Tirtayasa dikirim kembali dan dimakaman di samping makam utara Masjid Agung Banten (Hichrob dan Chudari, 2011). Setelah menyusutnya perlawanan dari pendukung-pendukung Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Haji dikukuhkan menjadi pemimpin pemerintahan Kesultanan Banten dengan berbagai syarat yang diajukan oleh Belanda.

Gambar 7 Peta Banten sekitar tahun 1902 oleh Serruirer. (Sumber : Juliadi et all, 2005)

(27)

13 Peristiwa tersebut juga mengakibatkan hancurnya Keraton Surosowan yang pertama. Namun dibangun kembali oleh Sultan Haji dengan bantuan arsitek Belanda Lucas Cardeel, pada masa Sultan Haji inilah dibangun benteng Belanda Speelwijk untuk meningkatkan kontrol Belanda terhadap Banten pada tahun 1685-1686 di bagian barat laut kota seperti pada peta oleh Serruier (Gambar 7).

7. Kesultanan setelah Sultan Haji

Michrob dan Chudari (2011) menjelaskan bahwa kepemerintahan setelah sultan Haji dipegang oleh anak pertamanya yaitu Abudul Fadhl (1687-1690), namun kepemerintahannya hanya berlangsung 3 tahun dan Sultan Abudul Fadhl meninggal karena sakit. Setelah itu digantikan oleh adiknya, Sultan Zainul Abidin (1690-1733) lalu digantikan oleh putra keduanya, Sultan Shifa Zainul Arifin (1733-1750).

Perjanjian-perjanjian yang dilakukan dengan Belanda semakin menurunkan kekuasaan sultan terhadap negerinya. Status sultan menjadi seperti pegawai yang harus menjual hasil pertanian kepada Belanda dengan harga yang rendah. Kekuasan sultan-sultan tersebut semakin berkurang hingga pada tahun 1816, kesultana Banten dihapuskan oleh Belanda atas perintah Daendels.

Periode sultan selanjutnya diteruskan oleh sultan-sultan setelah Sultan Shifa Zainul Arifin.

a. Sultan Syarifuddin Ratu Wakil (1750-1752)

b. Sultan Muhammad Wasi‟ Zainul „Alimin (1752-1753) c. Sultan Muhammad „Arif Zainul Asyikin (1753-1773) d. Sultan „Abul Mafakhir Aliyuddin (1773-1799) e. Sultan Muhyiddin Zainussolihin (1799-1801)

f. Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802) g. Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)

h. Sultan Agilludin (Aliyuddin II) (1803-1808) i. Sultan Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809) j. Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813)

k. Sultan Muhammad Rafiuddin (1813-1820)

Pada masa setelah Sultan Haji, terjadi penghancuran Kota Banten yang kedua dari yang dilakukan oleh Belanda diatas pimpinan Daendels pada tahun 1808 dan berlangsung hingga tahun 1832. Peristiwa penghancuran keraton dan dinding pertahanan hanyan meninggalkan pondasi dan sisa-sisa bangunan karena bahan bangunan yang lain digunakan untuk mendukung pembangunan Belanda di Kota Serang saat ini (Permana, 2003).

3.1.2 Perkembangan Lanskap Kawasan Banten Lama

Perubahan penutupan lahan pada kawasan sejarah Banten Lama terjadi secara bertahap dibawah pengaruh kebijakan kesultanan saat itu. Berdasarkan Athie (2000) perkembangan lanskap sejarah kawasan Banten Lama terbagi menjadi delapan tahap dengan perkembangan pola dan fasilitas kota (Gambar 8).

Pola perkembangan lanskap sejarah Banten Lama membentuk komponen kota yang lengkap dan jelas tergambar pada abad ke-17 sekitar tahun 1672-1700 (Gambar 8E). Pada masa itu merupakan masa kejayaan Banten dibawah kepemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa serta adanya pendatang asing asal Belanda yang mencatat pola tata kota dalam bentuk sketsa.

(28)

14

14

Gambar 8 Skema perkembangan lanskap sejarah kawasan Banten Lama (Sumber : Ratu Athie, 2000)

(29)

15

3.1.3 Elemen Pembentuk Kawasan Banten Lama

Pembentukan Kota Banten Lama terjadi secara bertahap hingga tercipta lanskap dengan karakter berbeda dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Elemen sejarah pembentuk kawasan Banten Lama berada dalam dua area yaitu :

3.1.3.1 Kota Inti Banten Lama (Kota dalam Benteng)

Kebijakan-kebijakan untuk mengatur tata ruang kota telah dibentuk sejak pemerintahan Hassanudin dan diperkuat lagi dalam masa pemerintahan Maulana Yusuf. Berbagai informasi tentang perkembangan Kota Banten Lama ini terekam dalam catatan perjalanan para pelayar dari mancanegara. Salah satunya adalah catatan Cornelis de Houtman yang memperlihatkan sketsa kota dengan bentengnya yang berbentuk zig-zag (Gambar 9).

Elemen kota ini terdiri dari Keraton Surosowan sebagai bangunan kepemerintahan, Masjid Agung Banten sebagai pusat keagamaan, jembatan rantai sebagai gerbang pajak, alun-alun kota, pemukiman dan pasar sebagai tempat aktifitas sosial. Kota inti ini dikenal dengan sebutan kota dalam benteng karena adanya dinding pertahanan yang mengelilingi kota yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf (1570-1580). Pemukiman di dalam benteng terbagi kedalam beberapa kampung yang dijaga oleh seorang bangsawan dan masing-masing kampung terdapat pintu penjagaan yang saat ini dikenal dengan gardu dan ronda (Guillot, 2008).

Elemen lain berupa bangunan militer yaitu Benteng Speelwijk yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Haji, dan elemen berupa artefak yaitu meriam Ki-Amuk dan Watu Gilang sebagai tempat pentasbihan para sultan.

Gambar 9 Peta Banten tahun 1596 (Sumber: Royal Tropical Institute)

(30)

16

3.1.3.2 Area Pendukung Kota Inti

Area pendukung kota inti adalah area yang terbentuk di luar kota inti. Area ini dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu Pecinan, Tasikardi, Keraton Kaibon dan Pelabuhan Karangantu.

Area Pecinan adalah pemukiman di luar benteng kota bagian barat, merupakan pemukiman yang dikhususkan bagi penduduk asing terutama etnis Tionghoa. Pada area ini terdapat elemen sejarah bangunan keagamaan yaitu Vihara Alokitesvara dan Masjid Pecinan Tinggi sebagai tempat peribadatan. Kedua, area Tasikardi terdiri dari elemen keairan Danau Tasikardi, taman pulau di tengah danau, saluran air dan tiga pengindelan (bangunan penyaring air).

Ketiga, area Keraton Kaibon dengan elemen sejarah bangunan keraton tempat peristirahatan keluarga sultan dan berfungsi sebagai pusat kepemerintahan pada akhir keruntuhan Keraton Surosowan. Keempat, area Pelabuhan Karangantu dengan elemen sejarah berupa kanal pelabuhan sebagai pintu pelabuhan bagian timur dan elemen pasar sebagai tempat perekonomian. Pada area pelabuhan, penduduk yang menetap lebih beragam berasal dari orang asing dan nusantara.

Kondisi tersebut terlihat pada peta dari Perpustakaan Nasional Paris yang menggambarkan detail keadaan Kota Banten sekitar tahun 1630 (Gambar 10).

3.1.4 Pelestarian dan Pengelolaan

Pelestarian dan pengelolaan kawasan sejarah Banten Lama secara umum dilakukan oleh tiga pihak, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Untuk aspek pelestarian dan perlindungan dilakukan oleh unit pelaksana teknis Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3S) dibawah Direktorat peninggalan Purbakala. Salah satu upaya pelestarian yang dilakukan adalah penetapan objek dan situs sejarah sebagai benda cagar budaya (BCB) (Tabel 3).

Gambar 10 Peta Banten sekitar tahun 1630 (Sumber : Tropen Museum)

(31)

17 Tabel 3 Daftar penetapan BCB di kawasan Banten Lama

Objek/ situs sejarah Penetapan Yang

menetapkan Tanggal Nomor Kompleks Keraton Surosowan 16 Juni 1998 (27 Juli 2006) 139/M/1998 (430/Kep.459-Huk/2006) Menteri/Bupati Watu Gilang 27 Juli 2006 430/Kep.459-Huk/2006 Bupati Meriam Ki-Amuk 27 Juli 2006 430/Kep.459-Huk/2006 Bupati Jembatan Rantai 27 Juli 2006 430/Kep.459-Huk/2006 Bupati Kompleks Masjid Agung

Banten

16 Juni 1998 (27 Juli 2006)

139/M/1998

(430/Kep.459-Huk/2006) Menteri/Bupati Pelabuhan Karangantu 27 Juli 2006 430/Kep.459-Huk/2006 Bupati Benteng Speelwijk 16 Juni 1998

(27 Juli 2006)

139/M/1998

(430/Kep.459-Huk/2006) Menteri/Bupati Makam Belanda (Kerkhof) 27 Juli 2006 430/Kep.459-Huk/2006 Bupati Vihara Alokitesvara 27 Juli 2006 430/Kep.459-Huk/2006 Bupati Masjid Pecinan Tinggi 27 Juli 2006 430/Kep.459-Huk/2006 Bupati Keraton Kaibon 16 Juni 1998

(27 Juli 2006)

139/M/1998

(430/Kep.459-Huk/2006) Menteri/Bupati

Tasikardi 16 Juni 1998 139/M/1998 Bupati

Pangindelan 16 Juni 1998 (27 Juli 2006)

139/M/1998

(430/Kep.459-Huk/2006) Menteri/Bupati Sumber : BP3S

Sedangkan, pada aspek pemanfaatan dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, pemerintah Kota Serang dan pemerintah Kabupaten Serang. Pihak swasta, yaitu PT. Agnosa Geopilar, dibawah pimpinan H. Syuhada yang memanfaatkan kawasan sejarah Danau Tasikardi sebagai area rekreasi dan lembaga tradisional kenadziran yang mengelola area Masjid Agung Banten Lama sebagai area ibadah dan wisata ziarah (Rahardjo et al, 2011).

Pihak masyarakat yang terlibat menurut Rahardjo dkk (2011) terbagi menjadi lima kelompok, yaitu kelompok masyarakat Dusun Kebalen sebagai masyarakat pendahulu yang menempati situs sejarah, kelompok pedagang kecil yang menjadikan kawasan situs sebagai tempat strategis untuk berjualan, kelompok masyarakat biasa yang menggunakan kawasan situs sejarah untuk keperluan sehari-hari seperti menggembala kambing dan bermain, kelompok tokoh masyarakat sebagai tokoh agama, mantan pejabat maupun jurnalis, dan kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Banten Heritage dan Rumah Dunia yang memiliki kepedulian terhadap kawasan situs sejarah.

Aktifitas pengelolaan yang dilakukan masih berupa aktifitas rutin pembersihan sampah dan pemotongan rumput, banyaknya kepentingan dari masing-masing pihak menjadi salah satu faktor kurang tercapainya aktifitas pelestarian dan pengelolaan secara optimal.

(32)

18

3.2 Fisik dan Biofisik

3.2.1 Administrasi Kota Serang

Kota Serang berada di wilayah Banten yang terletak di ujung barat pulau Jawa dengan koordinat antara 105o06-106o46 BT dan 5o46-7o1 LS. Kota ini merupakan salah satu dari delapan kabupaten/ kota di Provinsi Banten dan sekaligus menjadi ibukota provinsi tersebut. Kota Serang memiliki luas wilayah mencapai 266,71 km2 yang terdiri dari 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Curug, Walantaka, Cipocok Jaya, Serang, Taktakan, dan Kasemen (Gambar 11).

Kota Serang dibatasi oleh Teluk Banten dan Kabupaten Serang, berikut batas-batas Kota Serang:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Banten

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang, Kecamatan Ciruas, Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikuesal, Kecamatan Petir, Kecamatan Baros Kabupaten Serang

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Waringin Kurung, Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang

Kawasan situs arkeologi Banten Lama berada di wilayah Kecamatan Kasemen, Serang bagian utara.

3.2.2 Luas dan Batas Tapak

Luas tapak dalam penelitian ini memiliki luas wilayah sekitar 342,7 ha. Penentuan tersebut merupakan hasil penelusuran sejarah terhadap kawasan yang memiliki peranan penting dalam perkembangan Kota Banten Lama (Gambar 12).

(33)

19

3.2.3 Iklim

Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika Serang, musim hujan terjadi pada bulan November hingga bulan Maret, sedangkan musim kemarau terjadi sekitar bulan Juni hingga bulan Oktober (Tabel 4).

Kenyamanan kegiatan wisata juga dipegaruhi oleh keadaan suhu dalam area wisata tersebut. Untuk mengetahui derajat kenyamanan suatu area dapat diketahui

Gambar 12 Luas dan batas lokasi penelitian

Tabel 4 Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan tahun 2006-2010 Bulan Rata-rata Curah Hujan (mm) Rata-rata Hari Hujan (hari) Intensitas Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 260,2 277 205 90,2 122,8 69,8 53,8 41,6 77,2 80,2 151,2 126,6 22,2 23,2 17,8 14,4 13,4 12,6 6,6 6,6 7 10,2 15,2 20,4 Menengah Menengah Menengah Rendah Menengah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Menengah Menengah Sumber : BMKG Serang 2012

(34)

20

melalui perhitungan dengan menggunakan rumus THI (Thermal Humidity Index) dengan rumus THI = 0,8T + [(RH x T)/500]. Secara umum, masyarakat tropis derajat kenyamanan yang ideal berada disekitar angka 27 sehingga akan tidak nyaman jika THI lebih dari 27 (Fandelli dan Muhammad 2009, diacu dalam Iqbal 2010).

Berdasarkan perhitungan THI dari data pada Tabel 5 menunjukan THI berkisar antara 26,52-25,43 dengan rata-rata 26,04 sehingga dapat dikatakan bahwa Kota Serang termasuk nyaman untuk kegiatan wisata. Namun, berdasarkan pengamatan pada tapak, suhu udara akan naik menjelang siang hari dan kembali turun pada saat hari menjelang sore. Sehingga tapak pada siang hari terasa kurang nyaman.

3.2.4 Topografi

Secara umum sebagian Kota Serang termasuk kedalam kawasan dataran rendah dengan ketinggian 0-50 mdpl di sepanjang pesisir utara Laut Jawa. Kemiringan lahan di kawasan ini berkisar antara 0-15%. Banten Lama saat ini berjarak sekitar 3 km dari garis pantai merupakan daratan aluvial pantai yang ketinggiannya antara 0-5 mdpl dengan kemiringan lahan kurang dari 2% sehingga kawasan ini relatif landai dan datar (Rahardjo et al, 2011).

3.2.5 Vegetasi

Jenis vegetasi di kawasan Banten Lama didominasi oleh vegetasi seperti pohon Beringin (Ficus benjamina), Kelapa (Cocos nucifera), Asam (Tamarindus indica), Angsana (Pterocarpus indicus), Petai cina (Leucaena leucocephala), Ketapang (Catapa indica) dan Flamboyan (Delonix regia). Berdasarkan dokumentasi Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3S), tidak banyak perubahan pada jenis vegetasi yang ada (Gambar 13).

Tabel 5 Rata-rata Suhu Udara, Kelembaban dan THI

Bulan Suhu Udara (oC) Kelembaban (%) THI

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 27,0 26,9 27,4 26,9 27,1 27,2 26,6 26,8 27,0 27,8 27,2 27,3 82 85 80 86 82 81 78 75 74 77 83 83 26,03 26,09 26,30 26,15 26,12 26,17 25,43 25,46 25,60 26,52 26,28 26,37 Rata-rata 27,1 80,5 26,04 Sumber : BMKG Serang 2012

(35)

21

3.2.6 Hidrologi

Terdapat badan air alami dan buatan di kawasan Banten Lama. Badan air alami yaitu Sungai Cibanten yang berhulu di kaki gunung Pulosari dan bermuara di Teluk Banten. Sungai ini terbelah menjadi dua dan mengapit Kota Banten Lama. Selain menjadi sumber air, dahulu sungi ini merupakan jalur perairan utama untuk dapat mengakses ke dalam Kota Banten.

Saat ini kondisi sungai bagian barat telah terjadi proses pengendapan dan menjadi daratan, sedangkan sungai bagian timur masih mengalir dan aktif sebagai jalur para nelayang. Badan air alami yang lain yaitu Teluk Banten, merupakan sebuah tempat yang pernah menjadikan Kota Banten sebagai pelabuhan internasional yang ramai.

Badan air buatan, berupa parit mengelilingi Keraton Surosowan yang dahulu berfungsi untuk menghalau pergerakan dari luar keraton. Parit juga ditemukan di situs Keraton Kaibon. Sumber air parit ini diperkirakan berasal dari Sungai Cibanten. Badan air buatan yang lain adalah Danau Tasikardi, danau ini merupakan sumber air bersih untuk kebutuhan Keraton Surosowan yang saat ini sudah tidak digunakan lagi.

3.2.7 Visual

Visual pada kawasan situs sejarah Banten Lama terbentuk dari keberadaan situs sejarah dan kondisi alamnya. Visual yang terbentuk dari keberadaan situs sejarah berupa peninggalan-peninggalan dengan ciri khas yang kuat, contohnya adalah bangunan Menara Masjid Agung Banten Lama yang saat ini dijadikan ikon Provinsi Banten dan bangunan sejarah lainnya.

Sedangkan visual dari kondisi alam sekitar Banten Lama dibentuk oleh hamparan lahan pertanian, kanal Pelabuhan Karangantu, perairan Teluk Banten, dan Gunung Karang (Gambar 14).

Pemandangan semakin terlihat jelas dari puncak menara Masjid Agung Banten. Dari menara ini dapat terlihat lanskap pertanian, lanskap pegunungan dan lanskap pantai yang mengitari kawasan Banten Lama, dari tempat ini pula dapat terlihat dengan jelas situs Keraton Surosowan secara keseluruhan. Begitupula jika kita berada di situs Keraton Surosowan dapat terlihat dengan jelas Menara Masjid Agung Banten Lama.

a.Pohon Kelapa b.Flamboyan c. Petai Cina

(Cocos nucifera) (Delonix regia) (Leucaena leucocephala) Gambar 13 Vegetasi di sekitar kawasan Banten Lama

(36)

22

3.2.8 Aksesbilitas dan Sirkulasi

Aksesbilitas dalam mencapai kawasan Banten Lama dari dalam maupun luar kota dapat di tempuh dari beberapa jalur trasportasi menggunakan berbagai kendaraan seperti motor, mobil pribadi, kendaraan umum, dan kereta. Aksesbilitas dari luar kota dapat ditempuh seperti pada keterangan berikut :

a. Arah barat (Cilegon, Lampung dan sekitarnya) dapat ditempuh melalui Jalan Arteri yaitu Jalan Raya Cilegon dan langsung dapat menuju Jalan Karangantu. Atau dapat ditempuh melalui jalan Tol dan keluar melalui pintu Tol Serang Timur untuk dilanjutkan ke Jalan Jendral Ahmad Yani dan langsung menuju Jalan Karangantu. Atau dapat menggunakan jasa Kereta Merak-Serang dan berhenti di Stasiun Karangantu lalu dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan umum ke Desa Banten.

(37)

23 b. Arah Selatan (Rangkas dan Pandeglang) dapat ditempuh melalui Jalan Raya Pandeglang, Jalan Jendral Ahmad Yani dan langsung dilanjutkan ke Jalan Karangantu.

c. Arah Timur (Jakarta dan Sekitarnya) dapar ditempuh melalui Jalan Raya Jakarta, Jalan Jendral Ahmad Yani dan dilanjutkan ke Jalan Karangantu. Jalur lain yaitu melalui jalan Tol Tangerang-Merak, keluar di pintu Tol Serang Timur, dilanjutkan ke Jalan Jendral Ahmad Yani dan langsung menuju Jalan Karangantu. Jalur dengan menggunakan jasa Kereta Jurusan Jakarta-Merak dan turun di Stasiun Karangantu lalu dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan umum ke Desa Banten.

d. Untuk jalur laut dari arah utara dapat berlabuh ke pelabuhan karangantu dan dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan umum ke Desa Banten.

Sirkulasi dalam kawasan situs sejarah Banten Lama (Gambar 16) terdapat tiga kelas jalan yaitu, jalan lokal, jalan kolektor, dan jalan lingkungan. Diperkirakan beberapa jalur sirkulasi saat ini merupakan jalur sirkulasi sejarah yang terbentuk pada masa kesultanan, namun belum dapat ditentukan secara pasti keberadaannya.

Sedangkan sirkulasi berupa badan air diantaranya adalah kanal timur Pelabuhan Karangantu yang masih digunakan hingga saat ini. Jalur sirkulasi perairan aktif digunakan oleh para nelayan dengan menggunakan sampan maupun perahu bermotor. Badan air lain berupa parit keraton yang terhubung dengan pintu pajak air terjadi pengendapan sehingga beberapa diantaranya tidak digunakan sebagai jalur sirkulasi.

Jalur sirkulasi baru, berupa jalur kereta api yang dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda menghubungkan Pelabuhan Merak dengan Jakarta.

(38)

24

3.2.9 Penutupan Lahan

Penutupan lahan atau land cover didominasi oleh pemukiman dan lahan pertanian yaitu persawahan, sedangkan sisanya berupa jalan, ruang terbuka berupa lapangan, ruang terbuka hijau dan area perairan berupa sungai, parit dan danau (Gambar 17).

Gambar 16 Peta sirkulasi situs Banten Lama

(39)

25 3.3 Wisata

3.3.1 Objek Wisata

Berdasarkan Peta Rencana Pola Ruang Kota Serang 2008-2028, kawasan situs arkeologi Banten Lama termasuk kedalam rencana kawasan cagar budaya (Gambar 18).

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 1990, kawasan Banten Lama telah dijadikan kawasan wisata budaya. Objek wisata yang terdapat di kawasan ini memiliki nilai sejarah perkembangan Kota Banten. Objek wisata tersebut berupa situs dan benda arkeologis seperti Situs Keraton Surosowan, Masjid Agung, dan objek lainnya (Tabel 6) (Gambar 19).

3.3.2 Fasilitas pendukung wisata

Ada beberapa fasilitas pendukung wisata yang disediakan oleh pemerintah, masyarakat maupun pedagang. Fasilitas yang disediakan oleh pemerintah berupa, museum, petunjuk jalan, gerbang utama masuk kawasan, jalan. papan peringatan dan papan media interpretasi. Sedangkan fasilitas lain untuk memenuhi kebutuhan pengunjung yang disediakan oleh warga maupun pedagang dalam kawasan berupa kantin, toko souvenir, dan toilet (Gambar 20).

(40)

26

26

Tabel 6 Daftar Objek Sejarah Kawasan Banten Lama

Objek Tahun Pembuatan Deskripsi Kondisi saat ini Status Pengelola

Kompleks Keraton Surosowan Didirikan pada tahun 1526 oleh Sultan Hasanuddin (1552-1570)

Merupakan tempat tinggal para sultan dan menjadi pusat kerajaan. Dilakukan perluasan dan pembangunan benteng pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf (1570-1580).

Perubahan benteng menjadi bastion (disebut juga sebagai fort diamond) pada masa pemerintahan Sultan Haji (1672-1687) oleh bantuan Hendrik Laurenzns Caedeel (1680-1681).

Kehancuran pertama terjadi saat perang saudara antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji pada tahun 1680.

Kehancuran kedua saat Gubernur Belanda, Herman Daendels pada tahun 1813.

Surosowan memiliki luas ± 4 hektar yang saat ini hanya berupa sisa-sisa pondasi, reruntuhan tembok keraton dan benteng.

BCB Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang

Watu Gilang Artefak berbentuk persegi dengan panjang 190cm, lebar 121cm dan tebal 16,5cm, terbuat dari batu andesit yang berfungsi sebagai pentahbisan para sultan. Ada dua watu gilang yaitu watu gigilan sebagai singgasana Sultan Hasanuddin dan watu singayaksa yang menurut cerita adalah tempat bertapa Betara Guru Jampang.

Watu Gigilang terdapat di alun-alun Keraton Surosowan dan Watu Singayaksa terdapat di sisi utara alun-alun. Namun keduanya dibiarkan tanpa ada perlakuan khusus.

BCB Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang

Meriam Ki Amuk Digunakan untuk menghalau serangan yang dipasang di gerbang selatan.

Disimpan dan dipagar di depan kawasan Museum Kepurbakalan Banten Lama

BCB Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang Jembatan Rantai Telah ada dalam

sketsa Cornellis de Houtman pada tahun 1596

Terletak sekitar 300m utara Keraton Surosowan. Diduga berfungsi seperti jembatan kota intan di Jakarta. Dalam Babad Banten disebutkan bahwa Sultan Maulana Yusuf membangun “pintu pajak” sebagai fasilitas kota.

Masih bertahan sisa bangunan jembatan yang menjadi dua karena konstruksi jembatan yang terbuat dari kayu sudah tidak ada lagi.

BCB Pemerintah Kota Serang

Kompleks Masjid

Agung Banten 1552 Masjid ini didirkan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570) Kompleks Masjid Agung Banten terdiri dari :

1. Bangunan Masjid Agung: Bangunan ini berbentuk persegi dengan atap berbentuk limas 5 susun, serambi kanan.

2. Menara: Bangunan menara ini terbuat dari bata dengan tinggi 30 meter, dibangun oleh arsitek mongol, Cet Ban Cut pada masa Pemerintahan Sultan Maulana Yusuf.

3. Bangunan Tiyamah: Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang dibangun oleh Hendrik Lucazs Cardeel (Pangeran Wiraguna) dengan gaya arsitektur Belanda pada masa pemerintahan Sultan Haji (1651-1672) berfungsi sebagai tempat bermusyawarah masalah keagamaan dan sosial.

4.Komplek Makam: Merupakan makam sultan-sultan dan keluarganya, berada di serambi kanan dan serambi kiri dari bangunan masjid.

Masjid agung lah yang saat ini masih digunakan karena fungsi sebagai tempat keagamaan dan aktifitas ziarah yang saat ini menjadi salah satu daya terik terbesar di kawasan ini.

(41)

27

27

Objek Tahun Pembuatan Deskripsi Kondisi saat ini Status Pengelola

Benteng

Speelwijk 1685-1686 oleh Belanda Nama Speelwijk diambil dari nama gubernur VOC, Cornelis Janzs Speelman (1681-1684), Benteng ini di rancang oleh Hendric Lucas Cardeel. Ditinggalkan sekitar tahun 1811 pada masa pemerintahan Daendels.

Tersisa hanya reruntuhan benteng, ruang-ruang bawah tanah dan dinding benteng. BCB Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang Makam Belanda (Kerkhof) Tahun 1717 pada salah satu makam tertua.

Salah satu makam terbesar merupakan makam Hugo Pieter Faure (1717-1763) dan yang lainnya makam Jacob Wits, Catharina Maria van Doorn, Maria Susana Acher.

Masih terdapat bangunan makam. BCB Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang Vihara Alokitesvara Pada masa pemerintahan Syarif Hidayatullah

Berada sekitar 500m sebelah barat Masjid Agung. Didirikannya vihara ini merupakan sebuah kebijakan dari Syarif Hidayatulllah yang awalnya adalah tempat singgah rombongan Cina.

Masih dalam keadaan lestari dan masih menjadi tempat peribadatan.

BCB Yayasan Ummat Khong Hu Cu Masjid Pecinan

Tinggi

Pada masa Syarif Hidayatullah (1450-1568)

Masjid pertama yang dibangun oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) terletak di Desa Kasunyatan, Kabuaten Serang.

Sisa-sisa pondasi bangunan yang terbuat dari bata dan batu karang. Sisa mihrab dan menara.

BCB Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang Keraton Kaibon Terletak di Kampung Kroya, sekitar 500m dari Keraton Surosowan.

Keraton ini merupakan bekas kediaman Sultan Syaifuddin (1809-1813),

Sisa-sisa reruntuhan bangunan, pintu gerbang, dan parit.

BCB Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang Tasikardi Dibangun pada

masa Sultan Maulana Yusuf (1570-1580)

Merupakan danau buatan dengan luas sekitar 6,5 ha, 2 km arah tenggara Keraton Surosowan, dibangun dengan menggunakan alas lapisan ubin bata dan berfungsi sebagai penampungan air yang digunakan untuk mengaliri sawah-sawah dan kebutuhan sehari-hari Keraton Surosowan. Fungsi lainnya adalah sebagai tempat rekreasi keluarga sultan.

Masih tersisa danau yang saat ini dijadikan tempat rekreasi umum dan dikelola oleh pihak swasta.

BCB Pemerintah Kabupaten Serang dan Swasta

Pangindelan Dibangun pada masa Sultan Maulana Yusuf (1570-1580)

Bangunan air yang memiliki panjang 18,20m, lebar 5,64m, tinggi 3,45m, dan kedalaman 1m ini memiliki fungsi sebagai tempat pengendapan air dari Tasikardi ke Keraton Surosowan agar air menjadi jernih. Terdapat 3 pengindelan yaitu, Pangindelan Abang, Pangindelan Putih, dan Pangindelan Emas.

Masih tersisa bangunan pangindelan ini dan salurannya namun sudah tidak berfungsi lagi.

BCB Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang

(42)

28 28

(43)

29

3.3.3 Pengunjung

Kawasan Banten Lama yang memiliki karakter khas dari tempat wisata lainnya membuat tempat ini menjadi alternatif wisata yang ramai dikunjungi terutama pada hari-hari libur. Pada umumnya, wisatawan yang berkunjung merupakan wisatawan yang akan melakukan ziarah ke makam para sultan.

Sedangkan, untuk wisatawan yang mengunjungi kawasan sejarah tercatat dalam kurun dua tahun terakhir, terjadi peningkatan jumlah wisatawan pertahunnya (Gambar 21).

Wisatawan yang berkunjung berasal dari masyarakat Kota Serang, wisatawan lokal dari luar kota dan wisatawan asing. Jumlah wisatawan sejarah berdasarkan jenis, didominasi oleh wisatawan umum dan dari kalangan pelajar (Gambar 22)

a.Papan Interpretasi b. Gerbang Utama Kawasan c. Gerbang Wisata

d. Jalan e. Toko Souvenir dan Kantin f. Toilet

Gambar 20 Fasilitas wisata

Gambar 21 Jumlah wisatawan (2011-2012). (Sumber : Museum Situs Kepurbakalaan Serang)

(44)

30

3.3.4 Aktivitas wisata

Aktifitas wisata yang dilakukan oleh pengunjung pada masing-masing objek sejarah tidak jauh berbeda, seperti : berfoto, melihat objek wisata, wisata kuliner, bersantai, dan berjalan-jalan. Namun, di beberapa objek sejarah seperti Masjid Agung dan Vihara Alokitesvara diramaikan oleh aktifitas ibadah dan wisata ziarah (Tabel 7).

3.3.5 Persepsi dan Harapan Pengunjung

Dari penyebaran 25 kuisioner kepada pengunjung untuk mendapatkan persepsi terhadap kawasan bersejarah Banten Lama dan harapan untuk pengembangan perencanaan wisata Banten Lama, didapatkan hasil sebagai berikut.

Sebagian besar (68%) responden mendapatkan informasi terhadap kawasan secara personal melalui kerabat, orang tua, dan informasi dari institusi seperti

Gambar 22 Jumlah wisatawan (2011-2012) berdasarkan jenis wisatawan. (Sumber : Museum Situs Kepurbakalaan Serang)

Tabel 7 Aktifitas wisata

Tempat Wisata Aktivitas Wisata

Keraton Surosowan Masjid Agung Benteng Speelwijk Pelabuhan Karangantu Keraton Kaibon Panindelan Danau Tasikardi Vihara Alokitesvara

Piknik, berfoto, melihat objek sejarah, wisata belanja souvenir.

Berfoto, wisata ziarah, ibadah, duduk-duduk.

Piknik, berfoto, melihat objek sejarah, duduk-duduk, memancing

Berfoto, memancing, belanja di pasar ikan, jalan-jalan, duduk-duduk.

Piknik, berfoto, memancing, melihat objek sejarah. Melihat objek sejarah.

Piknik, berfoto, jalan-jalan, duduk-duduk, bebek-bebekan. Berfoto, melihat objek sejarah, ibadah.

Gambar 23 a. Sumber informasi sejarah Banten Lama b. Pengetahuan sejarah

(45)

31 sekolah atau tempat kerja, selebihnya melalui media cetak (28%) dan internet (4%) (Gambar 23a). Untuk pengetahuan sejarah terhadap kawasan, responden menjawab sedikit tahu sebanyak 80% dan sisanya menjawab tidak tahu sebanyak 20 % (Gambar 23b).

Pengetahuan terhadap situs dan benda bersejarah terbanyak pada Masjid Agung (96%), Keraton Surosowan (64%) dan Meriam Ki Amuk (48%). Sedangkan, pengetahuan terhadap objek sejarah lain hanya mencapai 28% pada watu gilang dan 24% pada objek sejarah Tasikardi, Pelabuhan Karangantu, dan Jembatan Rantai (Gambar 24).

Sebanyak 44 % responden mengharapkan adanya pengelolaan yang lebih intensif terhadap kawasan bersejarah Banten Lama terutama pada bidang kebersihan, sebanyak 28% mengharapkan adanya penataan ruang kawasan agar kegiatan wisata dapat berjalan dengan baik (Gambar 25a). Fasilitas yang diharapkan umumnya berupa fasilitas untuk membantu pengunjung untuk menginterpretasi objek sejarah seperti fasilitas peta wisata (56%), jalur wisata (56%), kendaraan wisata (56%), dan bangku taman (60%) serta fasilitas pendukung lainnya (Gambar 25b).

3.4 Analisis

3.4.1 Analisis Kesejarahan

Analisis kesejarahan terdiri dari analisis karakter lanskap sejarah, analisis perubahan penggunaan lahan sejarah, analisis elemen lanskap sejarah yang menghasilkan zona kesejarahan.

Unit karakter lanskap sejarah dibentuk sesuai dengan karakter lanskap sejarah pada masing-masing elemen pembentuk kota, zona tersebut dijadikan acuan agar perkembangan yang terjadi di kawasan Banten Lama tetap mempertahankan karakter aslinya (Gambar 26).

Gambar 24 Pengetahuan situs dan benda sejarah

Gambar 25 a. Harapan pengunjung (kiri), b. Fasilitas yang diharapkan (kanan)

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian kinerja di Sekretariat Dewan Provinsi Gorontalo selain menggunaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), juga lebih memfokuskan pada unsur-unsur

Keraton berikutnya adalah keraton Lamo (kini menjadi lokasi.. Diseminarkan pada Seminar Kenaikan Jabatan dari Lektor ke Lektor Kepala pada tingkat fakultas, FKIP Unsri pada

Gambar 2 menunjukkan perubahan konsentrasi MB ketika larutan berkontak dengan katalis baik ketika ada ataupun tanpa peroksida.. A) Perubahan konsentrasi MB dalam larutan selama

Saat ini di Indonesia telah ada sekitar 20 perusahaan Asuransi Umum yang memiliki unit syariah (takaful window) dan 2 perusahaan Asuransi Umum yang telah menjadi

Menguji pengaruh moderasian keberadaan komisaris asing dalam dewan komisaris terhadap hubungan pengungkapan corporate governance dengan kinerja perusahaan perbankan

Bagi peserta yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan tersebut di atas diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan kepada Panitia Pengadaan

Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengetahui kinerja bioflux oil sebagai modifier pada campuran asbuton, di mana bioflux oil tersebut dibuat

Ramadhan, sumbangan kepada fakir miskin dan perbelanjaan pengurusan aktiviti- aktiviti surau sepanjang tahun berikutnya. Mulai tahun 1434H, sumbangan juga boleh di salurkan