ABSTRAK
UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI MODUS BARU PEREDARAN NARKOTIKA ILEGAL
(Studi di Polda Lampung)
Oleh YULINDA SARI
Upaya penanggulangan peredaran narkotika dihadapkan pada kendala semakin majunya sindikat jaringan narkotika dan semakin beragamnya modus peredaran narkotika. Oleh karena itu pihak kepolisian menempuh berbagai upaya dalam menanggulangi tindak pidana narkotika tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran ilegal narkotika dan apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran ilegal narkotika.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Paur Binopsnal Ditres Narkotika provinsi Lampung, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Yulinda Sari
Yulinda Sari
Yulinda Sari
Yulinda Sari
memadai mengenai permasalahan narkotika dan prekursor narkotika, karena jenis kejahatan ini berkaitan dengan bidang kedokteran forensik. b) Faktor Sarana dan Prasarana, kurang memadainya sarana dan prasarana yang tersedia dapat menghambat proses penyidikan. c) Faktor Masyarakat, masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika. d) Faktor Budaya, yaitu sikap individualisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan, sehingga mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan apabila menjumpai atau mengetahui adanya pelaku peredaran gelap narkotika.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Hendaknya kepolisian mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi dengan instansi lain yang terkait, kemudian kepolisian juga hendaknya melibatkan pakar/ahli obat-obatan dan kesehatan terkait dalam pengawasan,pengendalian ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika modus baru (2) Hendaknya pihak kepolisian memberikan himbauan kepada masyarakat untuk melaporkan jika mengetahui adanya peredaran narkotika modus baru untuk ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI MODUS BARU PEREDARAN NARKOTIKA ILEGAL
(Studi Polda Lampung)
Oleh YULINDA SARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 10 Juli 1994, merupakan putri ke empat dari 5 bersaudara, buah hati pasangan Bapak Amrullah Salin (alm) dan Ibu Hanifah.
PERSEMBAHAN
Teriring Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah SWT Atas Rahmat dan Hidayah-Nya Serta Junjungan Tinggi Rasulullah Muhammad SAW
Dengan ini kupersembahkan karya kecil namun berarti bagiku kepada: Ayahanda yang belum sempat menyaksikan keberhasilanku, dan Ibunda tercinta yang telah mendidik, membesarkan dan membimbing penulis menjadi
sedemikian rupa dan selalu memberikan kasih sayang yang tulus dan memberikan do’a yang tak pernah putus untuk setiap langkah yang penulis
lewati.
Kakak dan adik penulis untuk do medi, wo meri, ngah vina dan deni yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta kasih sayang yang tiada
henti untuk penulis.
Sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa untuk disebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu, menemani dan memberikan dukungan kepada penulis selama ini. Terimakasih atas persahabatan yang indah yang telah
kalian berikan dan waktu yang telah kalian luangkan.
MOTO
...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik.
(Q.S Al Baqarah:195)
Saya mungkin akan menemukan pangeran saya suatu hari nanti, tapi ayah
akan selalu menjadi raja saya sampai kapanpun…
(Charlie Chaplin)
Jangan sedih bila sekarang masih dipandang sebelah mata, buktikan bahwa
anda layak mendapatkan kedua matanya.
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Modus Baru Peredaran Narkotika Ilegal (Studi di Polda Lampung), skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Melalui skripsi ini penulis banyak belajar sekaligus memperoleh ilmu dan pengalaman tersebut kelak dapat bermanfaat dimasa yang akan datang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung
2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung
4. Bapak Dr. Eddy Rifa’i, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memotivasi, memberi saran, meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, dan pengarahan sehingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan 5. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang sungguh luar biasa serta kesabarannya dalam membimbing Penulis selama penulisan skripsi ini.
6. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan skripsi ini.
7. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah memebrikan saran dan masukan demi kebaikan penulisan skripsi ini.
8. Ibu Martha Riananda, S.H.,M.H., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi kepada penulis.
9. Seluruh Dosen, staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas bimbingan dan pengajarannya serta bantuan kepada penulis selama menempuh studi.
10. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Amrullah Salin (alm), dan Ibu Hanifah yang senantiasa mendoakanku, memberiku semangat dan motivasi, nasehat serta pengarahan dalam keberhasilanku dalam menyelesaikan studi maupun kedepannya.
12. Untuk ayah abu hasyim, among, uwa, tante, kakak ipar, abang ipar, sepupu, keponakan, dan seluruh keluarga besarku, terima kasih untuk dukungan dan semuanya.
13. Untuk Sahabat-sahabat yang luar biasa yang sudah ngelewatin suka duka nya pertemanan untuk Tiaranita AN, Rahmawati, Ayu nadia, Fiona salfadila, Yulia, Obi dermawan, Oglando,Tio, Adi, Riki, terimakasih atas persahabatan yang indah ini ,karna Cuma cewek beruntung yang punya sahabat seperti kalian, semoga berapa tahun kedepan kita kumpul dengan kesuksesan masing-masing guys.
14. Untuk orang-orang terbaikku : Odi senjaya, sari ulfa, lira indra S.H, ninda, ela, april, lisa, vera, dll terimakasih atas motivasi, masukan serta waktu yang sudah diberikan kepada penulis.
15. Untuk teman-teman Fakultas Hukum 2012 seperjuangan, senang monia silalahi, tia selvianti, rika maida, varunisa, nova zolica, novita denty, nazyra yosea,mimi, yoga, yusuf, yudis, husen, yunita asri, yose, sela,seli, yasinta eriska, yuni fera dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas kerjasama nya selama ini.
16. Untuk keluarga baruku teman-teman KKN : Siti dwi karuniati, ragiel armanda arief, nita herinda, aulia nurul hikmah, rahmat puraka, yohan yogaswara, dan zyga windi. Terima kasih untuk cerita indah 40 hari kita di penyandingan kelumbayan guys, 40 hari gak akan pernah dilupain tetep jadi keluarga kedepannya, saya sayang kalian.
18. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan di bidang hukum demi kemajuan dan kesejahteraan Bngsa ini. Amin ya robbal alamin.
Bandarlampung, 17 Februari 2016 Penulis
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6
1. Permasalahan ... 6
2. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
C. Tujuan dan kegunaan penelitian ... 7
1. Tujuan Penelitian ... 7
2. Kegunaan Penelitian ... 7
D. Kerangka Teoritis dan Koseptual ... 8
1. Kerangka Teoritis ... 8
2. Konseptual ... 11
E. Sistematika Penulisan ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Upaya Kepolisian ... 15
B. Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 18
C. Penyidikan terhadap Tindak Pidana ... 22
1. Pengertian Penyidik dan Penyidikan ... 22
2. Wewenang Penyidik ... 26
D. Tindak Pidana Narkotika ... 27
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 32
B. Sumber dan Jenis Data ... 33
C. Penentuan Narasumber ... 34
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35
1. Pengumpulan Data... 35
2. Pengolahan Data ... 35
E. Analisis Data... 36
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Kepolisian Polda Lampung dalam Menanggulangi Modus Baru Peredaran Narkotika Ilegal ... 37
1. Upaya Penal ... 39
B. Faktor-Faktor yang Menghambat Upaya Kepolisian
Polda Lampung dalam Menanggulangi Peredaran Narkotika
Modus Baru ... 59
V. PENUTUP
A. Simpulan ... 65 B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena penyalahgunaan narkotika di Indonesia sudah sangat
mengkhawatirkan. Narkotika sendiri merupakan barang yang tidak lagi dikatakan
barang haram yang susah untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah
didapat karena kebutuhan sesaat sebagai efek candu dan kenikmatan tubuh
penggunanya. Pecandu narkotika akan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan barang haram ini karena narkotika memang suatu zat yang memiliki
efek candu yang kuat bagi penggunanya dan efek ketergantungan yang luar biasa.
Narkotika itu sendiri memiliki pengertian yaitu suatu zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan.1
Ketergantungan yang dialami pemakai narkotika ini jika tidak terealisasi maka
efek yang dialami adalah “sakaw”, yaitu keadaan dimana orang tersebut
mengalami rasa gelisah atau gangguan psikis atau psikologis akibat kencanduan
putau.2
1
Julianan Lisa FR, Nengah Sutrisna W, Narkoba, Psikotropika dan gangguan jiwa, Nuha Medika, Yoygakarta, 2013, hlm.2.
2
2
Dampak yang ditimbulkan karena pemakaian narkotika diatas, tentu dapat kita
cermati bahwa penyalahgunaan narkotika adalah merupakan suatu tindak
kejahatan dan pelanggaran yang mengancam keselamatan, baik fisik maupun jiwa
si pemakai dan juga terhadap masyarakat disekitar secara sosial.3
Penyebaran penyalahgunaan narkotika sudah hampir tidak bisa dicegah,
mengingat hampir mendapat narkotika dari oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab. Tentu saja hal ini dapat membuat orang tua, organisasi
masyarakat, dan pemerintah khawatir.
Upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkotika pada
anak-anak adalah pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan untuk mengawasi dan
mendidik anaknya agar selalu menjauhi penyalahgunaan narkotika.4
Penyalahgunaan narkotika tersebut tentunya tidak lepas dari peran peredaran
narkotika yang semakin meluas didalam masyarakat dan membentuk jaringan
yang berakar. Peredaran narkotika juga tidak lepas dari indikasi bahwa
dikendalikannya peredaran narkotika di Indonesia oleh jaringan internasional,
sebab hampir 70 persen narkotika yang beredar di dalam negeri merupakan
kiriman dari luar negeri.
Bisnis peredaran narkotika jika ditinjau dari segi penghasilan dapat dikatakan
bahwa keuntungannya amat menjanjikan, tentu resiko yang akan dialami juga
amat besar bagi para pengedar, maupun produsen. Peredaran dan penyalahgunaan
narkotika dalam masyarakat harus dicegah dan ditanggulangi.
3
Makarao, Moh.Taufik. Tindak Pidana Narkotik, (Jakarta: Ghalia Indonesia). 2003. hlm 49
4
3
Upaya pencegahan ini harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Narkotika agar masalah narkotika ini tidak terus
tumbuh dalam masyarakat sebagai wabah yang buruk bagi perkembangan negara.
Masalah hukum ini menyangkut peran aparat penegak hukum, khususnya
Kepolisian yang sangat penting keberadaannya di tengah-tengah masyarakat
sebagai abdi negara penyeimbang dan pengayom kehidupan dalam masyarakat.
Dari hasil survey nasional kerjasama antara Badan Narkotika Nasional dengan
Universitas Indonesia tahun 2011, diketahui bahwa angka prevalensi
penyalahguna narkoba di Indonesia mencapai 2,2% atau sekitar 4,2 juta orang dari
total populasi penduduk (berusia 10-60 tahun). Yang sangat miris sekali, anak
usia 10 tahun sudah terjerat obat terlarang, ” Ya, harap saya para orang tua harus
ikut serta memberikan pengawasan dan didikan yang baik terhadap anaknya dan
diimbanagi dengan pengawasan pemerintah,” jelasnya.5
KBRN (Kantor Berita Radio Nasional) Bandar Lampung dalam pelaksanaan
program prioritas 100 hari Kapolri dalam bidang pemberantasan narkotika dari
bulan April hingga Juni 2015, Polda Lampung berhasil mengungkap 220 kasus
narkotika dengan tersangka sebanyak 324 orang.
Kapolda Lampung Brigjen Pol. Edward Syah Pernong, Senin(06/07/2015),
mengatakan, dalam 3 bulan terakhir, Polda Lampung berhasil mengungkap 220
kasus narkoba dan menangkap 324 orang tersangka.6
5
http://www.harianpilar.com/2015/02/12/diprediksi-2015-jumlah-pengguna-narkoba-51-jiwa/ diakses pada tanggal 1 agustus pukul 19.00
6
4
Tingginya angka penyalahgunaan narkotika tersebut juga disumbang oleh ulah
pada sindikat narkotika. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai garda
depan dalam perang melawan narkotika di Indonesia terus membuktikan
kemampuannya untuk memenangi perang tersebut.
Sepanjang tahun 2015, polisi berusaha menunjukkan prestasi melalui berbagai
tindakan pengungkapan kasus-kasus penyalahgunaan serta pembongkaran
jaringan perdagangan narkotika. Peredaran narkotika yang dilakukan dengan
teknik canggih telah merambah seluruh Indonesia. Modus peredaraan narkotika
saat ini lagi diimpor namun pengedarnya lebih memilih untuk memproduksi
sendiri.
Pengadaan bahan baku, peracikan, hingga perekrutan orang terkait pembagian
tugas dalam memproduksi narkotika benar-benar direncanakan dengan baik. Hal
ini dapat dikatakan ketika melihat tren kasus modus baru peredaraan narkotika
yang terus bermunculan, seperti ganja yang dibuat seperti dodol, brownies coklat
yang didalamnya terdapat ganja, dan tren lainnya yang dapat dilakukan oleh
pengedar narkotika yang dapat mengelabui petugas itu sendiri.
Peran penting pihak kepolisian dalam tugasnya memberantas kasus kejahatan
terkait narkoba harus didukung dengan baik walaupun angka-angka kasus tersebut
tetap meningkat. Terungkapnya kasus-kasus di satu sisi memang dapat menjadi
indikator meningkatnya kerja polisi dalam memburu sindikat peredaran narkotika,
namun di sisi lain dapat memberi petunjuk betapa kebijakan pemerintah saat ini
lemah dalam menghadapi peredaran tersebut.7
7
5
Meskipun Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
namun masalah tindak pidana kejahatan ini belum dapat diselesaikan dengan
tuntas. Pada Oktober 2009 pemerintah telah mengesahkan pengganti
undangundang diatas, yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika. Sesuai UU tersebut, Polri akan mengubah pendekatan terhadap
pengguna dan pengedar narkoba.
Penanggulangan peredaran narkotika harus dilaksanakan secara menyeluruh
(holistik) untuk mencapai hasil yang diharapkan, agar penanggulangan
penyalahgunaan narkotika yang dilakukan dapat dilakukan dapat mencapai
sasaran yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangat diperlukan
adanya peningkatan kualitas penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri),8 peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus peredaran
narkotika, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih
memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan narkotika.
Kasus peredaran gelap narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks,
upaya pemberantasan narkotika yang dilakukan secara terpadu dan
berkesinambungan antara aparat penegak hukum dan institusi terkait, diharapkan
dapat meminimalisasi jumlah tindak pidana narkotika yang mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Kasus modus baru peredaran di wilayah
indonesia dapat kita lihat sebagai berikut:
8
6
1. Kasus Modus Brownies Ganja (di wilayah Jakarta)
2. Kasus Dodol Ganja (di wilayah Bandar Lampung Way Hui)
3. Kasus ganja yang diselundupkan lewat troli bayi (kereta bayi)
Bahwa dengan adanya modus baru peredaran ilegal narkotika ini dapat
dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dengan tujuan
untuk mengelabui petugas kepolisian agar rencana mereka untuk mengedarkan
narkotika tersebut berjalan dengan lancar , dan dengan munculnya modus-modus
baru peredaran ilegal narkotika tersebut, maka pihak kepolisian melakukan upaya
untuk menanggulangi modus baru peredaran ilegal narkotika .
Berdasarkan uraian di atas maka penulis melaksanakan penelitian dan
menuangkannya kedalam skripsi yang berjudul: ”Upaya Kepolisian dalam
Menanggulangi Modus Baru Peredaran Ilegal Narkotika”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat diangkat
permasalahan yang timbul berkaitan dengan “Upaya Kepolisian dalam
Menanggulangi Modus Baru Peredaran Ilegal Narkotika”
Permasalahan-permasalahannya antara lain:
1. Bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran
ilegal narkotika?
2. Apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi modus
7
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian hukum pidana, khususnya yang
berkaitan dengan upaya penanggulangan tindak pidana peredaran modus baru
ilegal narkotika. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada Kepolisian Polresta
Bandar Lampung. Ruang lingkup waktu penelitian adalah tahun 2014-2015.
C. Tujuan dan kegunaan penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui secara jelas upaya kepolisian dalam menanggulangi modus
baru peredaran ilegal narkotika yang dilakukan oleh Kepolisian Polresta
Bandar Lampung.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat upaya kepolisian Polresta
Bandar Lampung dalam menanggulangi modus baru peredaran ilegal
narkotika.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan ilmu pengetahuan tentang
upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran ilegal
narkotika.
2. Kegunaan Praktis
Untuk menambah wawasan pengetahuan bagi penulis dan bahan tambahan
8
mengenai upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran
ilegal narkotika dimasa yang akan datang.
D. Kerangka Teoritis dan Koseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoretis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi
dari hasil-hasil penelitian atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk
mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan
oleh peneliti.9
Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori penanggulangan kejahatan dan teori faktor-faktor yang
menghambat penegakan hukum pidana.
a. Teori Penanggulangan Kejahatan
Penaggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy
atau criminal policy adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan melalui
penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya
guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai
reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana
maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya.
Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan
dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai
9
9
hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan berbagai keadaan dan
situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.
Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan
(politik kriminal) menggunakan 2 (dua) sarana, yaitu:
a. Kebijakan pidana dengan Sarana Non Penal
Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi
penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu,
namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya
kejahatan. Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba ini tidak terlepas dari
tindakan-tindakan Polri yang bersifat interdisipliner yang diawali dengan upaya
preemtif (pembinaan) dan preventif (pencegahan) sebelum tindak pidana tersebut
terjadi.
1. Pre-emtif adalah kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab
terjadinya kejahatan melalui pendekatan sosial, pendekatan situasional dan
pendekatan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur Potensi
Gangguan (Faktor Korelatif Kriminogen).
2. Preventif sebagai upaya pencegahan atas timbulnya Ambang Gangguan
(police hazard), agar tidak berlanjut menjadi gangguan nyata/ Ancaman
Faktual (crime).10
10
10
b. Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal
Sarana penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum
pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu:
1) Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana.
2) Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar
Represif (Penindakan)
Represif merupakan upaya terakhir dalam memberantas penyalahgunaan
narkotika yaitu dengan cara melakukan penindakan terhadap orang yang diduga
menggunakan, meyimpan, menjual narkotika. Langkah represif inilah yang
dilakukan Polisi untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman frjadi dengan
memberikan tindakan tegas dan konsisten sehingga dapat membuat jera para
pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
b. Teori Faktor-Faktor yang Menghambat Penegakan Hukum Pidana
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan
perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang
mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut:
1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegak hukum di lapangan seringkali terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan
konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan
kepastian hukum merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan
11
Kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang
dapat dibenarkan sepanjang kebijakan tidak bertentangan dengan hukum.
2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas
atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan
hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus
dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.
3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum
tidak mungkin menjalankan peran semestinya.
4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan
hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai dalam masyarakat. semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat
maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik .
5) Faktor kebudayaan
Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat .
berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan
12
banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan
kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudah menegakannya.11
2. Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan
dengan istilah yang diinginkan dan diteliti.12 Berdasarkan definisi tersebut, maka
batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Upaya kepolisian adalah berbagai tindakan atau langkah yang ditempuh oleh
aparat penegak hukum dalam rangka mencegah dan mengatasi suatu tindak
pidana dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan melindungi masyarakat
dari kejahatan,
b. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terdapat
dalam (pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republin Indonesia). Fungsi kepolisian adalah salah satu
fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat (Pasal 2).
c. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana yang disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana
11
Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm. 8-10.
12
13
merupakan pelanggaran norma atau gangguan gangguan terhadap tertib
hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja dilakukan terhadap seorang
pelaku.13
d. Peredaran narkotika menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika adalah setiap atau serangkaian kegiatan
penyaluran atau penyerahan narkotika, baik dalam rangka perdagangan,
bukan perdagangan maupun pemindahtanganan .
e. Perdagangan narkotika menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan dalam rangka pembelian dan/atau penjualan, termasuk penawaran
untuk menjual narkotika, dan kegiatan lain berkenaan dengan
pemindahtanganan narkotika dengan memperoleh imbalan.
E. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memperjelas serta mempermudah dan penulisan skripsi ini maka
dibuat suatu sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, permasalahan,
perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian serta sistematika
penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan
dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau bahan pustaka
13
14
terdiri dari pengertian upaya, kepolisian, penanggulangan tindak pidana, serta
tindak pidana narkotika.
III. METODE PENELITIAN
Merupakan bab yang menjelaskan mengenai langkah yang akan digunakan dalam
pendekatan masalah , sumber data, metode pengumpulan dan pengolahan data dan
analisi data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat
penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai upaya Kepolisian dalam
menanggulangi modus baru peredaran ilegal narkotika dan faktor-faktor yang
menghambat upaya Kepolisian Sektor Bandar Lampung dalam menanggulangi
tindak pidana peredaran narkotika.
V. PENUTUP
Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan
penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan kepada
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Upaya Kepolisian
Upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana dikenal dengan berbagai
istilah , antara lain penal policy, atau strafrechtspolitiek adalah suatu usaha untuk
menaggulangi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu
memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan
terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku
kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat
diintegrasikan satu dengan lainnya.
Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan
dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai
hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada
suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.
Menurut Sudarto, “politik hukum atau penal policy’’ adalah :
1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan
keadaan dan situasi pada suatu saat.14
2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk
menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa
16
digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat
dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.15
Penggunaan hukum pidana merupakan penanggulangan suatu gejala dan bukan
suatu penyelesaian dengan menghilangkan sebab-sebabnya dengan kata lain
sanksi hukum pidana bukanlah merupakan pengobatan kausatif tetapi hanya
sekedar pengobatan simptomatik.
Pelaksanaan dari politik hukum pidana menurut Barda Nawawi Arif harus melalui
beberapa tahap kebijakan yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Formulasi
Tahap formulasi yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan
pembuat Undang-Undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang
melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan
situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam
bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil
Perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan
dan daya guna. Tahap ini disebut tahap kebijakan legislatif.
2. Tahap Aplikasi
Tahap aplikasi yaitu tahap penegakan Hukum Pidana (tahap penerapan
hukum pidana) Oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari Kepolisian
sampai Pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas
menegakkan serta menerapkan peraturan Perundang-undangan Pidana yang
telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang. Dalam melaksanakan tugas ini,
15
17
aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan
daya guna tahap ini dapat disebut sebagai tahap yudikatif.
3. Tahap Eksekusi
Tahap eksekusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) Hukum secara konkret
oleh aparat-aparat pelaksana pidana16. Dalam tahap ini aparat-aparat
pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan Perundang-undangan
Pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang melalui Penerapan
Pidana yang telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan.
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai usaha atau proses
rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu, jelas harus
merupakan suatu jalinan mata rantai aktvitas yang tidak termasuk yang bersumber
dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan. Dalam melaksanakan
pemidanaan yang telah ditetapkan dalam Putusan Pengadilan, aparat-aparat
pelaksana pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman kepada
Peraturan Perundang-undangan Pidana yang dibuat oleh pembuat
Undang-Undang.
Upaya kepolisian merupakan bagian integral dari kebijakan sosial (social policy).
Kebijakan sosial dapat diartikan sebagai usaha yang rasional untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat (social defence policy). Jadi secara singkat dapat
dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari kebijakan kriminal ialah
“perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan”.
16
18
Kebijakan penal menitik beratkan pada sifat refresif setelah suatu tindak pidana
terjadi dengan dua dasar yaitu penentuan perbuatan apa yang seharusnya dijadikan
tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si
pelanggar. Kebijakan nonpenal lebih bersifat tindakan pencegahan maka sasaran
utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan
baik secara langsung atau tidak langsung.
Pada hakikatnya, pembaruan hukum pidana harus ditempuh dengan pendekatan
yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) dan sekaligus
pendekatan yang berorientasi pada nilai (value-oriented approach) karena ia
hanya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan atau policy (yaitu bagian
dari politikhukum pidana kriminal dll).
Selanjutnya, dikemukakan bahwa problem dari pendekatan yang berorientasi pada
kebijakan adalah kecenderungan untuk menjadi pragmatis dan kuantitatif serta
tidak memberi kemungkinan untuk masuknya faktor-faktor yang subjektif,
misalnya nilai-nilai, ke dalam proses pembuatan keputusan. Namun demikian,
pendekatan yang berorientasi pada kebijakan ini menurut Bassiouni seharusnya
dipertimbangkan sebagai salah satu scientic device dan digunakan sebagai
alternatif dan pendekatan dengan penilaian emosional.
B. Kepolisian Negara Republik Indonesia
Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa kepolisian merupakan alat negara
19
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam
negeri.
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang
merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran:
a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis
masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang
ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta
terbinanya ketenteraman,yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan
bentuk- bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat,tertib dan tegaknya
hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat
dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam
negeri.
Melaksanakan tugas dan wewenang tersebut terdapat dalam Pasal 13 dimana
Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
2. Menegakkan hukum dan,
20
Sedangkan di dalam Pasal 14 yang terdapat pada ayat (1) bahwa:
1. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13,
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawasan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dam pemerintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk menigkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengawasan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboraturium koreksi dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian serta;
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.17
2. Dalam hal ini anggota POLRI berkualifikasi sebagai penyidik yang
mempunyai wewenang yang terdapat dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2002 yaitu:
17
21
a. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik
Indonesia berwenang untuk:
1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; 2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
8) Mengadakan penghentian penyidikan;
9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
10) Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang ditempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum dan;
12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
Namun demikian mengingat tugas kepolisian itu sangat luas, maka
kewenangannya sulit dirinci dalam suatu Pasal perundang-undangan. Pembentuk
undang-undang tidak mampu mengatur secara teknis macam-macam tindakan apa
yang seharusnya dilakukan oleh polisi dalam menghadapi suatu kasus.
Untuk itu akhirnya hukum menyerahkan pada pribadi-pribadi petugas polisi
tindakan apa yang paling tepat dan benar menurut pendapatnya. Lingkungan
sosial, agama, sopan santun, kesusilaan dan etika profesi. Untuk itu pembentuk
22
Sehingga para penegak hukum diharapkan terus memantapkan kedudukan dan
peranannya sesuai dengan tugas dan wewenangnya masing-masing, serta terus
meningkatkan kemampuan dan kewibawaannya serta membina sikap perilaku dan
ketauladanan para penegak hukum serta pengayom, pelindung masyarakat serta
jujur, bersih, tegas dan adil yang mana merupakan salah satu bagian untuk
terciptanya pembangunan dibidang hukum.
C. Penyidikan terhadap Tindak Pidana
1. Pengertian Penyidik dan Penyidikan
Menurut Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
undang-undang.untuk melakukan penyidikan, sedangkan yang berhak menjadi penyidik
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan KUHAP adalah:
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang
sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi.
b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b atau yang disamakan
dengan itu). Ketentuan di atas dengan pengecualian, jika disuatu tempat tidak
ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud maka Komandan Sektor karena
jabatannya adalah penyidik kepolisian berpangkat Bintara dibawah Pembantu
23
Penyidik dari Polri yang berwenang melakukan penyidikan saat ini minimal harus
seorang polisi dengan pangkat minimal Ajun Inspektur Polisi Dua (AIPDA),
sedangkan untuk seorang polisi yang bertugas sebagai penyidik pembantu berasal
dari Bintara polisi dengan pangkat minimal Brigadir Polisi Dua (BRIPDA),
Brigadir Polisi Satu (BRIPTU), Brigadir atau Brigadir Kepala (BRIPKA).
Berdasarkan KUHAP dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian maka untuk meringankan beban penyidik juga telah diatur adanya
penyidik pembantu. Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang diangkat oleh kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan yang diberi wewenang tertentu dalam
melaksanakan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
Pejabat Penyidik Pembantu dalam KUHAP diatur dalam Pasal 10, selanjutnya
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP menetukan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesi yang berpangkat Sersan Dua Polisi dan Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda atau yang disamakan
dengan itu. Penyidik Pembantu tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian
Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.
Menurut Sutarto, wewenang Penyidik Pembantu ini hampir sama dengan penyidik
pada umumnya, kecuali pada kewenangan penahanan. Dalam hal penahanan,
24
penyidik.18 Dalam pembuatan berita acara dan berkas perkara yang tidak langsung
diserahkan kepada penuntut umum, tetapi diserahkan kepada penyidik.
Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah hukum pada 1961 sejak dimuatnya
istilah tersebut dalam Undang-Undang Pokok Kepolisian (UU Nomor 13
Tahun 1961). Sebelum dipakai istilah “pengusutan” yang merupakan terjemahan
dari bahasa Belanda opsporing.19 Dalam rangka sistem peradilan pidana tugas
polisi terutama sebagai petugas penyidik tercantum dalam ketentuan Kitab
Undang- Undang Hukum Acara Pidana. Sebagai petugas penyidik, polisi bertugas
untuk menanggulangi pelanggaran ketentuan peraturan pidana, baik yang
tercantum dalam maupun di luar ketentuan KUHP. Inilah antara lain tugas polisi
sebagai alat negara penegak hukum.
Ketentuan tentang pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 Ayat (2)
KUHAP bahwa: “penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”
Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan,khususnya untuk kepentingan
penuntutan, yaitu untuk menentukan dapat tidaknya suatu tindakan atau perbuatan
dilakukan penuntutan.
Pengertian mulai melakukan penyidikan adalah jika dalam kegiatan penyidikan
tersebut sudah dilakukan upaya paksa dari penyidik, seperti pemanggilan pro
yustisia, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan dan sebagainya.
18
Sutarto, Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian, PTIK, Jakarta, 2002, hlm.71. 19
25
Menurut Sutarto, persangkaan atau pengetahuan adanya tindak pidana dapat
diperoleh dari empat kemungkinan, yaitu:
a. Kedapatan tertangkap tangan.
b. Karena adanya laporan.
c. Karena adanya pengaduan.
d. Diketahui sendiri oleh penyidik.20
Penyidikan menurut Moeljatno dilakukan setelah dilakukannnya penyelidikan,
sehingga penyidikan tersebut mempunyai landasan ataudasaruntuk melakukannya.
Dengan kata lain penyidikan dilakukan bukan atas praduga terhadap seseorang
menurut penyidik bahwa ia bersalah. Penyidikan dilaksanakan bukan sekedar
didasarkan pada dugaan belaka, tetapi suatu asas dipergunakan adalah bahwa
penyidikan bertujuan untuk membuat suatu perkara menjadi terang dengan
menghimpun pembuktian mengenai terjadinya suatu perkara pidana. Penyidikan
dilakukan bila telah cukup petunjuk-petunjuk bahwa seorang atau para tersangka
telah melakukan peristiwa yang dapat dihukum.
Penyidikan memerlukan beberapa upaya agar pengungkapan perkara dapat
diperoleh secara cepat dan tepat. Upaya–upaya penyidikan tersebut mulai dari
surat panggilan, penggeledahan, hingga penangkapan dan penyitaan. Dalam hal
penyidik telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang merupakan
tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (sehari-
hari dikenal dengan SPDP atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) hal
ini sesuai dengan KUHAP Pasal 109 Ayat (1). Setelah bukti-bukti dikumpulkan
20
26
dan yang diduga tersangka telah ditemukan maka penyidik menilai dengan
cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada Penuntut Umum
(kejaksaan) atau ternyata bukan tindak pidana.
Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum. Pemberhentian penyidikan ini
diberitahukan kepada Penuntut Umum dan kepada tersangka atau keluarganya.
Berdasarkan pemberhentian penyidikan tersebut, jika Penuntut Umum atau pihak
ketiga yang berkepentingan, dapat mengajukan praperadilan kepada Pengadilan
Negeri yang akan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan.
Jika Pengadilan Negeri sependapa dengan penyidik maka penghentian Penyidikan
sah, tetapi jika Pengadilan Negeri tidak sependapat dengan penyidikan, maka
penyidikan wajib dilanjutkan. Setelah selesai penyidikan, berkas diserahkan pada
penuntut Umum (KUHAP Pasal 8 Ayat (2)).
2. Wewenang Penyidik
Tugas utama penyidik sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1 Ayat
(2) KUHAP, maka untuk tugas utama tersebut penyidik diberi kewenangan
sebagaimana diatur oleh Pasal 7 KUHAP untuk melaksanakan kewajibannya,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) Huruf (a)
karena kewajibannya mempunyai wewenang:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
27
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 14 Ayat (1) Huruf (g) menyatakan
bahwa wewenang penyidik adalah melakukan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 pada Pasal 15 Ayat (1),
menyatakan bahwa wewenang penyidik adalah:
a. Menerima laporan atau pengaduan.
b. Melakukan tindakan pertama pada tempat kejadian.
c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
d. Menerima dan menyimpan barang temuan sementara waktu.
D. Tindak Pidana Narkotika
Istilah perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan dikatakan telah melanggar
hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana harus memenuhi dua unsur, yakni :
1. Adanya unsur actus reus atau unsur es
2. ensial dari kejahatan (physical element)
28
Actus reus merupakan unsur suatu delik, sedangkan mens area termasuk
pertanggungjawaban pembuat.21
Tindak pidana yang berhubungan dengan Narkotika termasuk tindak pidana
khusus, dimana ketentuan yang dipakai termasuk diantaranya hukum acaranya
menggunakan ketentuan khusus. Disebut dengan tindak pidana khusus, karena
tindak pidana narkoba tidak menggunakan KUHPidana sebagai dasar pengaturan,
akan tetapi menggunakan Undang-Undang Nomor 22 dan Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1997 tentang Narkotika dan Psikotropika. Dan sekarang diubah
dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Secara umum hukum acara yang dipergunakan mengacu pada tata cara yang
dipergunakan oleh KUHAP, akan tetapi terdapat beberapa pengecualian
sebagaimana ditentukan oleh UU narkotika dan psikotropika.
Sebelum membahas secara jelas tentang tindak pidana Narkotika dan psikotropika
Sebaiknya harus mengetahui pengertian dari narkoba, narkotika dan
psikotropika.22
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
21
Sunarso Siswanto, Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada:2004, hlm 35.
22
29
Narkotika merupakan bahan/zat/obat yang umumnya digunakan oleh sektor
pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari
sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. Napza sering disebut juga sebagai zat
psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan
perilaku, perasaan, dan pikiran.
Narkotika adalah bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi kebiasaan,
ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi).23
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
1) Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan
tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan, (contoh: heroin/putauw, kokain, ganja).
2) Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (contoh:
morfin, petidin).
3) Narkotika Golongan III
Narkotika Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika bahwa peredaran adalah setiap atau serangkaian kegiatan
penyaluran dan penyerahan narkotika, baik dalam perdagangan, bukan
23
30
perdaganagan maupun pemindahtanganan. Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang
Nomor35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa perdaganagan
adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pembelian
dan/penjualan termasuk penawaran untuk menjual narkotika, dan kegiatan
lain berkenaan dengan pemindahtanganan narkotika dengan memperoleh
imbalan.
Narkotika adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak / susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi kebiasaan,
ketagihan ( adiksi), serta ketergantungan (dependensi).
Narkotika adalah bahan/zat/obat yang umumnya digunakan oleh sektor pelayanan
kesehatan yang menitikberatkan pada upaya penanggulanagn dari sudut
kesehatan, fisik, psikis, dan sosial. Napza sering disebut juga sebagai zat
psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak sehingga menimbulkan perubahan
perilaku, perasaan, dan pikiran.
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
menjelaskan bahwa pemberlakuan Undang-Undang Narkotika bertujuan:
a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan Narkotika;
31
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna
dan pecandu Narkotika.
Pelaku tindak pidana narkotika diancam dengan pidana yang tinggi dan berat.
Mengingat tindak pidana narkotika termasuk dalam jenis tindak pidana khusus
maka ancaman pidana terhadapnya dapat dijatuhkan secara kumulatif dengan
menjatuhkan 2 (dua) jenis tindak pidana pokok sekaligus, misalnya pidana penjara
III. METODE PENELITIAN
Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, diperlukan data dan informasi
yang relevan terhadap judul dan perumusan masalah serta identifikasi masalah,
untuk itu agar diperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode penelitian
sebagai berikut :
A. Pendekatan Masalah
Dalam penelitian ini penulis melakukan dua hal pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari, melihat dan
menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut
asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan
hukum dan sistem hukum yang berkenaan dengan permasalahan penelitian
ini. Pendekatan masalah secara yuridis normatif dimaksudkan untuk
memperoleh pemahaman tentang pokok bahasan yang jelas mengenai gejala
dan objek yang sedang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan atas
kepustakaan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
dibahas. Penelitian ini merupakan penafsiran subjektif yang merupakan
pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan ilmiah.
2. Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam
33
baik berupa pendapat, sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang
didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.24 Pendekatan
yuridis empiris dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi-informasi di
lapangan yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan
Tindak Pidana modus baru peredaran ilegal narkotika. Penggunaan kedua
macam pendekatan tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran dan
pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian guna penulisan skripsi ini.
B. Sumber dan Jenis Data
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Menurut
Soerjono Soekanto, jenis data dilihat dari sumbernya dapat dibedakan anatara data
yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan
pustaka.25 Data tersebut yaitu :
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.26 Data
primer dalam penulisan ini diperoleh dari pengamatan atau wawancara
dengan para responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan
langsung dengan masalah skripsi ini.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan, yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Rineka Cipta.1983, hlm .43. 25Ibid,
hlm.11. 26
34
a. Bahan hukum primer antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia .
2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang berhubungan dengan
bahan hukum primer, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
c. Bahan hukum tersier, bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat
membantu pemahaman dalam menganalisa serta memahami permasalahan,
seperti literatur, kamus hukum dan sumber lain yang sesuai dengan pokok
bahasan dalam penelitian.
C. Penentuan Narasumber
Narasuber adalah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga.
Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber yaitu Polisi di wilayah hukum
polresta Bandar Lampung dan Dosen bagian Hukum Pidana Universitas
Lampung. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dari narasumber yang telah
dipilih sebagai sampel yang dianggap dapat mewakili seluruh narasumber.
Metode penentuan narasumber yang akan diteliti yaitu menggunakan metode
purposive sampling, yaitu penarikan narasumber yang dilakukan berdasarkan
penunjukan yang sesuai dengan wewenang atau kedudukan sampel. Adapun
35
a. Polisi Pada Poda Lampung (Polda Lampung) = 1 orang
b. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung = 1 orang
Jumlah = 2 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data ditentukan dengan cara sebagai berikut:
a. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer. Studi lapangan ini
dilakukan dengan metode wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan
pertanyaan kepada para responden yang telah ditentukan dimana pertanyaan
tersebut telah disiapkan terlebih dahulu.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, dengan studi
kepustakaan ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil penelitian, yang
dilakukan dengn cara membaca, mengutip dan menelaah bahan-bahan hukum
dan literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan yang akan dibahas.
2. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari data sekunder maupun data primer kemudian dilakukan
metode sebagai berikut:
a. Identifikasi data, yaitu mencari dan menetapkan data yang diperlukan dalam
36
b. Editing, yaitu data yang diperoleh kemudian diperiksa untuk diketahui apakah
masih terdapat kekurangan ataupun apakah data tersebut sesuai dengan
penulisan yang akan dibahas.
c. Klasifikasi data, yaitu menyusun data yang telah diperoleh menurut kelompok
yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk
dianalisis.
d. Sistematisasi data, yaitu data yang diperoleh dan telah diediting kemudian
dilakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara
sistematis.
E. Analisis Data
Data yang sudah terkumpul dan tersusun secara sistematis kemudian dianalisis
dengan metode kualitatif, yaitu mengungkapkan dan memahami kebenaran
masalah dan pembahasan dengan menafsirkan data yang diperoleh dari hasil
penelitian, lalu data tersebut diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun
secara terperinci, sistematis dan analisis sehingga akan mempermudah dalam
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Upaya Kepolisian Polda Lampung dalam menanggulangi peredaran narkotika adalah dilaksanakan sebagai berikut:
a. Upaya penal, yaitu dengan melaksanakan penyelidikan dan penyidikan dalam mengungkap peredaran narkotika sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan landasan dasar hukum yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia danUndang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penyidikan dilakukan untuk mengungkap adanya peredaran gelap narkotika serta melimpahkannya pada proses hukum selanjutnya yaitu Kejaksaan dan Pengadilan.
66 c. Peran polisi dalam menanggulangi modus baru peredaran narkotika dengan melakukan kerjasama instansi terkait (stake holder) dan segenap komponen masyarakat. Dan melaksanakan penyuluhan terhadap masyarakat tentang modus baru dan model-model baru narkotika agar masyarakat dapat melaporkan jika ada hal-hal yang sekiranya mencurigakan. Dan juga upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran narkotika pihak kepolisian mau tidak mau harus mengikuti perkembangan teknologi dan juga harus melibatkan pakar/ahli obat-obatan, kesehatan, sehingga kepolisian tidak hanya mengandalkan diri sendiri.
2. Faktor-faktor yang menghambat upaya Kepolisian Polda Lampung dalam menanggulangi peredaran narkotika adalah sebagai berikut:
a. Faktor Aparat Penegak Hukum, yaitu secara kuantitas adalah masih kurangnya personil penyidik yang khusus melakukan penyidikan terhadap penanggulangan penyalahgunaan narkotika, dan secara kualitas masih kurangnya penyidik kepolisian yang memiliki pemahaman memadai mengenai permasalahan narkotika dan prekursor narkotika, karena jenis kejahatan ini berkaitan dengan bidang kedokteran forensik. b. Faktor Sarana dan Prasarana, kurang memadainya sarana dan prasarana
yang tersedia dapat menghambat proses penyidikan.
67 d. Faktor Budaya, yaitu sikap individualisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan, sehingga mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan apabila menjumpai atau mengetahui adanya pelaku peredaran gelap narkotika.
B. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya Kepolisian mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi dengan lintas sektoral terkait dalam pengawasan, pengendalian ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
67
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Erwin Mappaseng , Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh polri dalam Aspek Hukum dan Pelaksanaannya.2002. Surakarta: Buana Ilmu.
Hamzah , Andi. KUHP dan KUHAP. Bandung : Armico.
Lisa, Julianan FR ,Sutrisna, Nengah W, 2013. Narkoba, psikotropika dan gangguan jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Makarao, Moh.Taufik. 2003. Tindak Pidana Narkotik, (Jakarta: Ghalia Indonesia).
Moeljatno, Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, 1993, Bina Aksara : Jakarta.
Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah penegakan hukum & kebijakan penanggulangan kejahatan . Semarang : PT Citra Aditya Bakti.
---, 2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Siswanto, Sunarso, 2004. Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soekanto, Soerjono,1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.
---, Mamuji, Sri.2006. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press.
---, 1986, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Rineka Cipta: Jakarta.
68 ---, 1983. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat. Bandung : Sinar
Baru.
Sutarto, 2002. Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian.Jakarta : PTIK.
Willy, Heriady, 2005. Berantas Narkoba Tak Cukup Hanya Bicara – (Tanya Jawab dan Opini). Yogyakarta : UII Press.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Ketentuan Pokok Kepolisian Republik Indonesia. Bandung: Citra Umbara.
Undang-undang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Internet
http://www.harianpilar.com/2015/02/12/diprediksi-2015-jumlah-pengguna-narkoba-51-jiwa/ diakses pada tanggal 1 agustus pukul 19.00
http://kakpanda.blogspot.com/2013/01/tindak-pidana-narkotika.html
http://m.nasional.rimanews.com/hukum/read/20150706/222588/Polda-Lampung-Ungkap-220-Kasus-Narkoba diakses pada tanggal 14 september pukul 14.00