• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI MODUS BARU PEREDARAN NARKOTIKA ILEGAL (Studi di Polda Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI MODUS BARU PEREDARAN NARKOTIKA ILEGAL (Studi di Polda Lampung)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI MODUS BARU PEREDARAN NARKOTIKA ILEGAL

(Studi di Polda Lampung)

Oleh YULINDA SARI

Upaya penanggulangan peredaran narkotika dihadapkan pada kendala semakin majunya sindikat jaringan narkotika dan semakin beragamnya modus peredaran narkotika. Oleh karena itu pihak kepolisian menempuh berbagai upaya dalam menanggulangi tindak pidana narkotika tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran ilegal narkotika dan apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran ilegal narkotika.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Paur Binopsnal Ditres Narkotika provinsi Lampung, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.

(2)

Yulinda Sari

Yulinda Sari

Yulinda Sari

Yulinda Sari

memadai mengenai permasalahan narkotika dan prekursor narkotika, karena jenis kejahatan ini berkaitan dengan bidang kedokteran forensik. b) Faktor Sarana dan Prasarana, kurang memadainya sarana dan prasarana yang tersedia dapat menghambat proses penyidikan. c) Faktor Masyarakat, masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika. d) Faktor Budaya, yaitu sikap individualisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan, sehingga mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan apabila menjumpai atau mengetahui adanya pelaku peredaran gelap narkotika.

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Hendaknya kepolisian mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi dengan instansi lain yang terkait, kemudian kepolisian juga hendaknya melibatkan pakar/ahli obat-obatan dan kesehatan terkait dalam pengawasan,pengendalian ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika modus baru (2) Hendaknya pihak kepolisian memberikan himbauan kepada masyarakat untuk melaporkan jika mengetahui adanya peredaran narkotika modus baru untuk ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.

(3)

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI MODUS BARU PEREDARAN NARKOTIKA ILEGAL

(Studi Polda Lampung)

Oleh YULINDA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 10 Juli 1994, merupakan putri ke empat dari 5 bersaudara, buah hati pasangan Bapak Amrullah Salin (alm) dan Ibu Hanifah.

(7)

PERSEMBAHAN

Teriring Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah SWT Atas Rahmat dan Hidayah-Nya Serta Junjungan Tinggi Rasulullah Muhammad SAW

Dengan ini kupersembahkan karya kecil namun berarti bagiku kepada: Ayahanda yang belum sempat menyaksikan keberhasilanku, dan Ibunda tercinta yang telah mendidik, membesarkan dan membimbing penulis menjadi

sedemikian rupa dan selalu memberikan kasih sayang yang tulus dan memberikan do’a yang tak pernah putus untuk setiap langkah yang penulis

lewati.

Kakak dan adik penulis untuk do medi, wo meri, ngah vina dan deni yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta kasih sayang yang tiada

henti untuk penulis.

Sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa untuk disebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu, menemani dan memberikan dukungan kepada penulis selama ini. Terimakasih atas persahabatan yang indah yang telah

kalian berikan dan waktu yang telah kalian luangkan.

(8)

MOTO

...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,

dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang berbuat baik.

(Q.S Al Baqarah:195)

Saya mungkin akan menemukan pangeran saya suatu hari nanti, tapi ayah

akan selalu menjadi raja saya sampai kapanpun…

(Charlie Chaplin)

Jangan sedih bila sekarang masih dipandang sebelah mata, buktikan bahwa

anda layak mendapatkan kedua matanya.

(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Modus Baru Peredaran Narkotika Ilegal (Studi di Polda Lampung), skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Melalui skripsi ini penulis banyak belajar sekaligus memperoleh ilmu dan pengalaman tersebut kelak dapat bermanfaat dimasa yang akan datang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung

(10)

4. Bapak Dr. Eddy Rifa’i, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memotivasi, memberi saran, meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, dan pengarahan sehingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan 5. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang sungguh luar biasa serta kesabarannya dalam membimbing Penulis selama penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan skripsi ini.

7. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah memebrikan saran dan masukan demi kebaikan penulisan skripsi ini.

8. Ibu Martha Riananda, S.H.,M.H., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

9. Seluruh Dosen, staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas bimbingan dan pengajarannya serta bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

10. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Amrullah Salin (alm), dan Ibu Hanifah yang senantiasa mendoakanku, memberiku semangat dan motivasi, nasehat serta pengarahan dalam keberhasilanku dalam menyelesaikan studi maupun kedepannya.

(11)

12. Untuk ayah abu hasyim, among, uwa, tante, kakak ipar, abang ipar, sepupu, keponakan, dan seluruh keluarga besarku, terima kasih untuk dukungan dan semuanya.

13. Untuk Sahabat-sahabat yang luar biasa yang sudah ngelewatin suka duka nya pertemanan untuk Tiaranita AN, Rahmawati, Ayu nadia, Fiona salfadila, Yulia, Obi dermawan, Oglando,Tio, Adi, Riki, terimakasih atas persahabatan yang indah ini ,karna Cuma cewek beruntung yang punya sahabat seperti kalian, semoga berapa tahun kedepan kita kumpul dengan kesuksesan masing-masing guys.

14. Untuk orang-orang terbaikku : Odi senjaya, sari ulfa, lira indra S.H, ninda, ela, april, lisa, vera, dll terimakasih atas motivasi, masukan serta waktu yang sudah diberikan kepada penulis.

15. Untuk teman-teman Fakultas Hukum 2012 seperjuangan, senang monia silalahi, tia selvianti, rika maida, varunisa, nova zolica, novita denty, nazyra yosea,mimi, yoga, yusuf, yudis, husen, yunita asri, yose, sela,seli, yasinta eriska, yuni fera dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas kerjasama nya selama ini.

16. Untuk keluarga baruku teman-teman KKN : Siti dwi karuniati, ragiel armanda arief, nita herinda, aulia nurul hikmah, rahmat puraka, yohan yogaswara, dan zyga windi. Terima kasih untuk cerita indah 40 hari kita di penyandingan kelumbayan guys, 40 hari gak akan pernah dilupain tetep jadi keluarga kedepannya, saya sayang kalian.

(12)

18. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan di bidang hukum demi kemajuan dan kesejahteraan Bngsa ini. Amin ya robbal alamin.

Bandarlampung, 17 Februari 2016 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

1. Permasalahan ... 6

2. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

C. Tujuan dan kegunaan penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Koseptual ... 8

1. Kerangka Teoritis ... 8

2. Konseptual ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Upaya Kepolisian ... 15

B. Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 18

C. Penyidikan terhadap Tindak Pidana ... 22

1. Pengertian Penyidik dan Penyidikan ... 22

2. Wewenang Penyidik ... 26

D. Tindak Pidana Narkotika ... 27

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 32

B. Sumber dan Jenis Data ... 33

C. Penentuan Narasumber ... 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35

1. Pengumpulan Data... 35

2. Pengolahan Data ... 35

E. Analisis Data... 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Kepolisian Polda Lampung dalam Menanggulangi Modus Baru Peredaran Narkotika Ilegal ... 37

1. Upaya Penal ... 39

(14)

B. Faktor-Faktor yang Menghambat Upaya Kepolisian

Polda Lampung dalam Menanggulangi Peredaran Narkotika

Modus Baru ... 59

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 65 B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena penyalahgunaan narkotika di Indonesia sudah sangat

mengkhawatirkan. Narkotika sendiri merupakan barang yang tidak lagi dikatakan

barang haram yang susah untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah

didapat karena kebutuhan sesaat sebagai efek candu dan kenikmatan tubuh

penggunanya. Pecandu narkotika akan menghalalkan segala cara untuk

mendapatkan barang haram ini karena narkotika memang suatu zat yang memiliki

efek candu yang kuat bagi penggunanya dan efek ketergantungan yang luar biasa.

Narkotika itu sendiri memiliki pengertian yaitu suatu zat atau obat yang berasal

dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan

dapat menimbulkan ketergantungan.1

Ketergantungan yang dialami pemakai narkotika ini jika tidak terealisasi maka

efek yang dialami adalah “sakaw”, yaitu keadaan dimana orang tersebut

mengalami rasa gelisah atau gangguan psikis atau psikologis akibat kencanduan

putau.2

1

Julianan Lisa FR, Nengah Sutrisna W, Narkoba, Psikotropika dan gangguan jiwa, Nuha Medika, Yoygakarta, 2013, hlm.2.

2

(16)

2

Dampak yang ditimbulkan karena pemakaian narkotika diatas, tentu dapat kita

cermati bahwa penyalahgunaan narkotika adalah merupakan suatu tindak

kejahatan dan pelanggaran yang mengancam keselamatan, baik fisik maupun jiwa

si pemakai dan juga terhadap masyarakat disekitar secara sosial.3

Penyebaran penyalahgunaan narkotika sudah hampir tidak bisa dicegah,

mengingat hampir mendapat narkotika dari oknum-oknum yang tidak

bertanggungjawab. Tentu saja hal ini dapat membuat orang tua, organisasi

masyarakat, dan pemerintah khawatir.

Upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkotika pada

anak-anak adalah pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan untuk mengawasi dan

mendidik anaknya agar selalu menjauhi penyalahgunaan narkotika.4

Penyalahgunaan narkotika tersebut tentunya tidak lepas dari peran peredaran

narkotika yang semakin meluas didalam masyarakat dan membentuk jaringan

yang berakar. Peredaran narkotika juga tidak lepas dari indikasi bahwa

dikendalikannya peredaran narkotika di Indonesia oleh jaringan internasional,

sebab hampir 70 persen narkotika yang beredar di dalam negeri merupakan

kiriman dari luar negeri.

Bisnis peredaran narkotika jika ditinjau dari segi penghasilan dapat dikatakan

bahwa keuntungannya amat menjanjikan, tentu resiko yang akan dialami juga

amat besar bagi para pengedar, maupun produsen. Peredaran dan penyalahgunaan

narkotika dalam masyarakat harus dicegah dan ditanggulangi.

3

Makarao, Moh.Taufik. Tindak Pidana Narkotik, (Jakarta: Ghalia Indonesia). 2003. hlm 49

4

(17)

3

Upaya pencegahan ini harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Narkotika agar masalah narkotika ini tidak terus

tumbuh dalam masyarakat sebagai wabah yang buruk bagi perkembangan negara.

Masalah hukum ini menyangkut peran aparat penegak hukum, khususnya

Kepolisian yang sangat penting keberadaannya di tengah-tengah masyarakat

sebagai abdi negara penyeimbang dan pengayom kehidupan dalam masyarakat.

Dari hasil survey nasional kerjasama antara Badan Narkotika Nasional dengan

Universitas Indonesia tahun 2011, diketahui bahwa angka prevalensi

penyalahguna narkoba di Indonesia mencapai 2,2% atau sekitar 4,2 juta orang dari

total populasi penduduk (berusia 10-60 tahun). Yang sangat miris sekali, anak

usia 10 tahun sudah terjerat obat terlarang, ” Ya, harap saya para orang tua harus

ikut serta memberikan pengawasan dan didikan yang baik terhadap anaknya dan

diimbanagi dengan pengawasan pemerintah,” jelasnya.5

KBRN (Kantor Berita Radio Nasional) Bandar Lampung dalam pelaksanaan

program prioritas 100 hari Kapolri dalam bidang pemberantasan narkotika dari

bulan April hingga Juni 2015, Polda Lampung berhasil mengungkap 220 kasus

narkotika dengan tersangka sebanyak 324 orang.

Kapolda Lampung Brigjen Pol. Edward Syah Pernong, Senin(06/07/2015),

mengatakan, dalam 3 bulan terakhir, Polda Lampung berhasil mengungkap 220

kasus narkoba dan menangkap 324 orang tersangka.6

5

http://www.harianpilar.com/2015/02/12/diprediksi-2015-jumlah-pengguna-narkoba-51-jiwa/ diakses pada tanggal 1 agustus pukul 19.00

6

(18)

4

Tingginya angka penyalahgunaan narkotika tersebut juga disumbang oleh ulah

pada sindikat narkotika. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai garda

depan dalam perang melawan narkotika di Indonesia terus membuktikan

kemampuannya untuk memenangi perang tersebut.

Sepanjang tahun 2015, polisi berusaha menunjukkan prestasi melalui berbagai

tindakan pengungkapan kasus-kasus penyalahgunaan serta pembongkaran

jaringan perdagangan narkotika. Peredaran narkotika yang dilakukan dengan

teknik canggih telah merambah seluruh Indonesia. Modus peredaraan narkotika

saat ini lagi diimpor namun pengedarnya lebih memilih untuk memproduksi

sendiri.

Pengadaan bahan baku, peracikan, hingga perekrutan orang terkait pembagian

tugas dalam memproduksi narkotika benar-benar direncanakan dengan baik. Hal

ini dapat dikatakan ketika melihat tren kasus modus baru peredaraan narkotika

yang terus bermunculan, seperti ganja yang dibuat seperti dodol, brownies coklat

yang didalamnya terdapat ganja, dan tren lainnya yang dapat dilakukan oleh

pengedar narkotika yang dapat mengelabui petugas itu sendiri.

Peran penting pihak kepolisian dalam tugasnya memberantas kasus kejahatan

terkait narkoba harus didukung dengan baik walaupun angka-angka kasus tersebut

tetap meningkat. Terungkapnya kasus-kasus di satu sisi memang dapat menjadi

indikator meningkatnya kerja polisi dalam memburu sindikat peredaran narkotika,

namun di sisi lain dapat memberi petunjuk betapa kebijakan pemerintah saat ini

lemah dalam menghadapi peredaran tersebut.7

7

(19)

5

Meskipun Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang

psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

namun masalah tindak pidana kejahatan ini belum dapat diselesaikan dengan

tuntas. Pada Oktober 2009 pemerintah telah mengesahkan pengganti

undangundang diatas, yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika. Sesuai UU tersebut, Polri akan mengubah pendekatan terhadap

pengguna dan pengedar narkoba.

Penanggulangan peredaran narkotika harus dilaksanakan secara menyeluruh

(holistik) untuk mencapai hasil yang diharapkan, agar penanggulangan

penyalahgunaan narkotika yang dilakukan dapat dilakukan dapat mencapai

sasaran yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangat diperlukan

adanya peningkatan kualitas penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia

(Polri),8 peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus peredaran

narkotika, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih

memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan narkotika.

Kasus peredaran gelap narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks,

upaya pemberantasan narkotika yang dilakukan secara terpadu dan

berkesinambungan antara aparat penegak hukum dan institusi terkait, diharapkan

dapat meminimalisasi jumlah tindak pidana narkotika yang mengalami

perkembangan dari waktu ke waktu. Kasus modus baru peredaran di wilayah

indonesia dapat kita lihat sebagai berikut:

8

(20)

6

1. Kasus Modus Brownies Ganja (di wilayah Jakarta)

2. Kasus Dodol Ganja (di wilayah Bandar Lampung Way Hui)

3. Kasus ganja yang diselundupkan lewat troli bayi (kereta bayi)

Bahwa dengan adanya modus baru peredaran ilegal narkotika ini dapat

dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dengan tujuan

untuk mengelabui petugas kepolisian agar rencana mereka untuk mengedarkan

narkotika tersebut berjalan dengan lancar , dan dengan munculnya modus-modus

baru peredaran ilegal narkotika tersebut, maka pihak kepolisian melakukan upaya

untuk menanggulangi modus baru peredaran ilegal narkotika .

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melaksanakan penelitian dan

menuangkannya kedalam skripsi yang berjudul: ”Upaya Kepolisian dalam

Menanggulangi Modus Baru Peredaran Ilegal Narkotika”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat diangkat

permasalahan yang timbul berkaitan dengan “Upaya Kepolisian dalam

Menanggulangi Modus Baru Peredaran Ilegal Narkotika”

Permasalahan-permasalahannya antara lain:

1. Bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran

ilegal narkotika?

2. Apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi modus

(21)

7

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian hukum pidana, khususnya yang

berkaitan dengan upaya penanggulangan tindak pidana peredaran modus baru

ilegal narkotika. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada Kepolisian Polresta

Bandar Lampung. Ruang lingkup waktu penelitian adalah tahun 2014-2015.

C. Tujuan dan kegunaan penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui secara jelas upaya kepolisian dalam menanggulangi modus

baru peredaran ilegal narkotika yang dilakukan oleh Kepolisian Polresta

Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat upaya kepolisian Polresta

Bandar Lampung dalam menanggulangi modus baru peredaran ilegal

narkotika.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan ilmu pengetahuan tentang

upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran ilegal

narkotika.

2. Kegunaan Praktis

Untuk menambah wawasan pengetahuan bagi penulis dan bahan tambahan

(22)

8

mengenai upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran

ilegal narkotika dimasa yang akan datang.

D. Kerangka Teoritis dan Koseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoretis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi

dari hasil-hasil penelitian atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk

mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan

oleh peneliti.9

Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teori penanggulangan kejahatan dan teori faktor-faktor yang

menghambat penegakan hukum pidana.

a. Teori Penanggulangan Kejahatan

Penaggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy

atau criminal policy adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan melalui

penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya

guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai

reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana

maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya.

Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan

dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai

9

(23)

9

hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan berbagai keadaan dan

situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan

(politik kriminal) menggunakan 2 (dua) sarana, yaitu:

a. Kebijakan pidana dengan Sarana Non Penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi

penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu,

namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya

kejahatan. Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba ini tidak terlepas dari

tindakan-tindakan Polri yang bersifat interdisipliner yang diawali dengan upaya

preemtif (pembinaan) dan preventif (pencegahan) sebelum tindak pidana tersebut

terjadi.

1. Pre-emtif adalah kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab

terjadinya kejahatan melalui pendekatan sosial, pendekatan situasional dan

pendekatan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur Potensi

Gangguan (Faktor Korelatif Kriminogen).

2. Preventif sebagai upaya pencegahan atas timbulnya Ambang Gangguan

(police hazard), agar tidak berlanjut menjadi gangguan nyata/ Ancaman

Faktual (crime).10

10

(24)

10

b. Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal

Sarana penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum

pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu:

1) Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana.

2) Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar

Represif (Penindakan)

Represif merupakan upaya terakhir dalam memberantas penyalahgunaan

narkotika yaitu dengan cara melakukan penindakan terhadap orang yang diduga

menggunakan, meyimpan, menjual narkotika. Langkah represif inilah yang

dilakukan Polisi untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman frjadi dengan

memberikan tindakan tegas dan konsisten sehingga dapat membuat jera para

pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

b. Teori Faktor-Faktor yang Menghambat Penegakan Hukum Pidana

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan

perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang

mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut:

1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegak hukum di lapangan seringkali terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan

konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan

kepastian hukum merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan

(25)

11

Kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang

dapat dibenarkan sepanjang kebijakan tidak bertentangan dengan hukum.

2) Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas

atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan

hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus

dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.

3) Faktor sarana dan fasilitas

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang

berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,

penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum

tidak mungkin menjalankan peran semestinya.

4) Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan

hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai dalam masyarakat. semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat

maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik .

5) Faktor kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat .

berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan

(26)

12

banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan

kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudah menegakannya.11

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan

dengan istilah yang diinginkan dan diteliti.12 Berdasarkan definisi tersebut, maka

batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Upaya kepolisian adalah berbagai tindakan atau langkah yang ditempuh oleh

aparat penegak hukum dalam rangka mencegah dan mengatasi suatu tindak

pidana dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan melindungi masyarakat

dari kejahatan,

b. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terdapat

dalam (pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republin Indonesia). Fungsi kepolisian adalah salah satu

fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat (Pasal 2).

c. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,

larangan mana yang disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana

tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana

11

Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm. 8-10.

12

(27)

13

merupakan pelanggaran norma atau gangguan gangguan terhadap tertib

hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja dilakukan terhadap seorang

pelaku.13

d. Peredaran narkotika menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika adalah setiap atau serangkaian kegiatan

penyaluran atau penyerahan narkotika, baik dalam rangka perdagangan,

bukan perdagangan maupun pemindahtanganan .

e. Perdagangan narkotika menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian

kegiatan dalam rangka pembelian dan/atau penjualan, termasuk penawaran

untuk menjual narkotika, dan kegiatan lain berkenaan dengan

pemindahtanganan narkotika dengan memperoleh imbalan.

E. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memperjelas serta mempermudah dan penulisan skripsi ini maka

dibuat suatu sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, permasalahan,

perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian serta sistematika

penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan

dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau bahan pustaka

13

(28)

14

terdiri dari pengertian upaya, kepolisian, penanggulangan tindak pidana, serta

tindak pidana narkotika.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menjelaskan mengenai langkah yang akan digunakan dalam

pendekatan masalah , sumber data, metode pengumpulan dan pengolahan data dan

analisi data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat

penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai upaya Kepolisian dalam

menanggulangi modus baru peredaran ilegal narkotika dan faktor-faktor yang

menghambat upaya Kepolisian Sektor Bandar Lampung dalam menanggulangi

tindak pidana peredaran narkotika.

V. PENUTUP

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan

penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan kepada

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Upaya Kepolisian

Upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana dikenal dengan berbagai

istilah , antara lain penal policy, atau strafrechtspolitiek adalah suatu usaha untuk

menaggulangi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu

memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan

terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku

kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat

diintegrasikan satu dengan lainnya.

Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan

dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai

hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada

suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.

Menurut Sudarto, “politik hukum atau penal policy’’ adalah :

1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan

keadaan dan situasi pada suatu saat.14

2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk

menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa

(30)

16

digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat

dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.15

Penggunaan hukum pidana merupakan penanggulangan suatu gejala dan bukan

suatu penyelesaian dengan menghilangkan sebab-sebabnya dengan kata lain

sanksi hukum pidana bukanlah merupakan pengobatan kausatif tetapi hanya

sekedar pengobatan simptomatik.

Pelaksanaan dari politik hukum pidana menurut Barda Nawawi Arif harus melalui

beberapa tahap kebijakan yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Formulasi

Tahap formulasi yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan

pembuat Undang-Undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang

melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan

situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam

bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil

Perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan

dan daya guna. Tahap ini disebut tahap kebijakan legislatif.

2. Tahap Aplikasi

Tahap aplikasi yaitu tahap penegakan Hukum Pidana (tahap penerapan

hukum pidana) Oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari Kepolisian

sampai Pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas

menegakkan serta menerapkan peraturan Perundang-undangan Pidana yang

telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang. Dalam melaksanakan tugas ini,

15

(31)

17

aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan

daya guna tahap ini dapat disebut sebagai tahap yudikatif.

3. Tahap Eksekusi

Tahap eksekusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) Hukum secara konkret

oleh aparat-aparat pelaksana pidana16. Dalam tahap ini aparat-aparat

pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan Perundang-undangan

Pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang melalui Penerapan

Pidana yang telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan.

Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai usaha atau proses

rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu, jelas harus

merupakan suatu jalinan mata rantai aktvitas yang tidak termasuk yang bersumber

dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan. Dalam melaksanakan

pemidanaan yang telah ditetapkan dalam Putusan Pengadilan, aparat-aparat

pelaksana pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman kepada

Peraturan Perundang-undangan Pidana yang dibuat oleh pembuat

Undang-Undang.

Upaya kepolisian merupakan bagian integral dari kebijakan sosial (social policy).

Kebijakan sosial dapat diartikan sebagai usaha yang rasional untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat (social defence policy). Jadi secara singkat dapat

dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari kebijakan kriminal ialah

“perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan”.

16

(32)

18

Kebijakan penal menitik beratkan pada sifat refresif setelah suatu tindak pidana

terjadi dengan dua dasar yaitu penentuan perbuatan apa yang seharusnya dijadikan

tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si

pelanggar. Kebijakan nonpenal lebih bersifat tindakan pencegahan maka sasaran

utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan

baik secara langsung atau tidak langsung.

Pada hakikatnya, pembaruan hukum pidana harus ditempuh dengan pendekatan

yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) dan sekaligus

pendekatan yang berorientasi pada nilai (value-oriented approach) karena ia

hanya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan atau policy (yaitu bagian

dari politikhukum pidana kriminal dll).

Selanjutnya, dikemukakan bahwa problem dari pendekatan yang berorientasi pada

kebijakan adalah kecenderungan untuk menjadi pragmatis dan kuantitatif serta

tidak memberi kemungkinan untuk masuknya faktor-faktor yang subjektif,

misalnya nilai-nilai, ke dalam proses pembuatan keputusan. Namun demikian,

pendekatan yang berorientasi pada kebijakan ini menurut Bassiouni seharusnya

dipertimbangkan sebagai salah satu scientic device dan digunakan sebagai

alternatif dan pendekatan dengan penilaian emosional.

B. Kepolisian Negara Republik Indonesia

Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa kepolisian merupakan alat negara

(33)

19

menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam

negeri.

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang

merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran:

a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis

masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses

pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang

ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta

terbinanya ketenteraman,yang mengandung kemampuan membina serta

mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,

mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan

bentuk- bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat,tertib dan tegaknya

hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat.Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat

dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam

negeri.

Melaksanakan tugas dan wewenang tersebut terdapat dalam Pasal 13 dimana

Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

2. Menegakkan hukum dan,

(34)

20

Sedangkan di dalam Pasal 14 yang terdapat pada ayat (1) bahwa:

1. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13,

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawasan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dam pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk menigkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengawasan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboraturium koreksi dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian serta;

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.17

2. Dalam hal ini anggota POLRI berkualifikasi sebagai penyidik yang

mempunyai wewenang yang terdapat dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2002 yaitu:

17

(35)

21

a. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik

Indonesia berwenang untuk:

1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; 2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan;

3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi

7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

8) Mengadakan penghentian penyidikan;

9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

10) Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang ditempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum dan;

12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Namun demikian mengingat tugas kepolisian itu sangat luas, maka

kewenangannya sulit dirinci dalam suatu Pasal perundang-undangan. Pembentuk

undang-undang tidak mampu mengatur secara teknis macam-macam tindakan apa

yang seharusnya dilakukan oleh polisi dalam menghadapi suatu kasus.

Untuk itu akhirnya hukum menyerahkan pada pribadi-pribadi petugas polisi

tindakan apa yang paling tepat dan benar menurut pendapatnya. Lingkungan

sosial, agama, sopan santun, kesusilaan dan etika profesi. Untuk itu pembentuk

(36)

22

Sehingga para penegak hukum diharapkan terus memantapkan kedudukan dan

peranannya sesuai dengan tugas dan wewenangnya masing-masing, serta terus

meningkatkan kemampuan dan kewibawaannya serta membina sikap perilaku dan

ketauladanan para penegak hukum serta pengayom, pelindung masyarakat serta

jujur, bersih, tegas dan adil yang mana merupakan salah satu bagian untuk

terciptanya pembangunan dibidang hukum.

C. Penyidikan terhadap Tindak Pidana

1. Pengertian Penyidik dan Penyidikan

Menurut Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh

undang-undang.untuk melakukan penyidikan, sedangkan yang berhak menjadi penyidik

menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan KUHAP adalah:

a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang

sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi.

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya

berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b atau yang disamakan

dengan itu). Ketentuan di atas dengan pengecualian, jika disuatu tempat tidak

ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud maka Komandan Sektor karena

jabatannya adalah penyidik kepolisian berpangkat Bintara dibawah Pembantu

(37)

23

Penyidik dari Polri yang berwenang melakukan penyidikan saat ini minimal harus

seorang polisi dengan pangkat minimal Ajun Inspektur Polisi Dua (AIPDA),

sedangkan untuk seorang polisi yang bertugas sebagai penyidik pembantu berasal

dari Bintara polisi dengan pangkat minimal Brigadir Polisi Dua (BRIPDA),

Brigadir Polisi Satu (BRIPTU), Brigadir atau Brigadir Kepala (BRIPKA).

Berdasarkan KUHAP dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang

Kepolisian maka untuk meringankan beban penyidik juga telah diatur adanya

penyidik pembantu. Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang diangkat oleh kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan yang diberi wewenang tertentu dalam

melaksanakan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.

Pejabat Penyidik Pembantu dalam KUHAP diatur dalam Pasal 10, selanjutnya

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

KUHAP menetukan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polisi Negara

Republik Indonesi yang berpangkat Sersan Dua Polisi dan Pejabat Pegawai

Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda atau yang disamakan

dengan itu. Penyidik Pembantu tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian

Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

Menurut Sutarto, wewenang Penyidik Pembantu ini hampir sama dengan penyidik

pada umumnya, kecuali pada kewenangan penahanan. Dalam hal penahanan,

(38)

24

penyidik.18 Dalam pembuatan berita acara dan berkas perkara yang tidak langsung

diserahkan kepada penuntut umum, tetapi diserahkan kepada penyidik.

Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah hukum pada 1961 sejak dimuatnya

istilah tersebut dalam Undang-Undang Pokok Kepolisian (UU Nomor 13

Tahun 1961). Sebelum dipakai istilah “pengusutan” yang merupakan terjemahan

dari bahasa Belanda opsporing.19 Dalam rangka sistem peradilan pidana tugas

polisi terutama sebagai petugas penyidik tercantum dalam ketentuan Kitab

Undang- Undang Hukum Acara Pidana. Sebagai petugas penyidik, polisi bertugas

untuk menanggulangi pelanggaran ketentuan peraturan pidana, baik yang

tercantum dalam maupun di luar ketentuan KUHP. Inilah antara lain tugas polisi

sebagai alat negara penegak hukum.

Ketentuan tentang pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 Ayat (2)

KUHAP bahwa: “penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”

Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan,khususnya untuk kepentingan

penuntutan, yaitu untuk menentukan dapat tidaknya suatu tindakan atau perbuatan

dilakukan penuntutan.

Pengertian mulai melakukan penyidikan adalah jika dalam kegiatan penyidikan

tersebut sudah dilakukan upaya paksa dari penyidik, seperti pemanggilan pro

yustisia, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan dan sebagainya.

18

Sutarto, Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian, PTIK, Jakarta, 2002, hlm.71. 19

(39)

25

Menurut Sutarto, persangkaan atau pengetahuan adanya tindak pidana dapat

diperoleh dari empat kemungkinan, yaitu:

a. Kedapatan tertangkap tangan.

b. Karena adanya laporan.

c. Karena adanya pengaduan.

d. Diketahui sendiri oleh penyidik.20

Penyidikan menurut Moeljatno dilakukan setelah dilakukannnya penyelidikan,

sehingga penyidikan tersebut mempunyai landasan ataudasaruntuk melakukannya.

Dengan kata lain penyidikan dilakukan bukan atas praduga terhadap seseorang

menurut penyidik bahwa ia bersalah. Penyidikan dilaksanakan bukan sekedar

didasarkan pada dugaan belaka, tetapi suatu asas dipergunakan adalah bahwa

penyidikan bertujuan untuk membuat suatu perkara menjadi terang dengan

menghimpun pembuktian mengenai terjadinya suatu perkara pidana. Penyidikan

dilakukan bila telah cukup petunjuk-petunjuk bahwa seorang atau para tersangka

telah melakukan peristiwa yang dapat dihukum.

Penyidikan memerlukan beberapa upaya agar pengungkapan perkara dapat

diperoleh secara cepat dan tepat. Upaya–upaya penyidikan tersebut mulai dari

surat panggilan, penggeledahan, hingga penangkapan dan penyitaan. Dalam hal

penyidik telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang merupakan

tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (sehari-

hari dikenal dengan SPDP atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) hal

ini sesuai dengan KUHAP Pasal 109 Ayat (1). Setelah bukti-bukti dikumpulkan

20

(40)

26

dan yang diduga tersangka telah ditemukan maka penyidik menilai dengan

cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada Penuntut Umum

(kejaksaan) atau ternyata bukan tindak pidana.

Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak

pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum. Pemberhentian penyidikan ini

diberitahukan kepada Penuntut Umum dan kepada tersangka atau keluarganya.

Berdasarkan pemberhentian penyidikan tersebut, jika Penuntut Umum atau pihak

ketiga yang berkepentingan, dapat mengajukan praperadilan kepada Pengadilan

Negeri yang akan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan.

Jika Pengadilan Negeri sependapa dengan penyidik maka penghentian Penyidikan

sah, tetapi jika Pengadilan Negeri tidak sependapat dengan penyidikan, maka

penyidikan wajib dilanjutkan. Setelah selesai penyidikan, berkas diserahkan pada

penuntut Umum (KUHAP Pasal 8 Ayat (2)).

2. Wewenang Penyidik

Tugas utama penyidik sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1 Ayat

(2) KUHAP, maka untuk tugas utama tersebut penyidik diberi kewenangan

sebagaimana diatur oleh Pasal 7 KUHAP untuk melaksanakan kewajibannya,

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana, penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) Huruf (a)

karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.

(41)

27

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

i. Mengadakan penghentian penyidikan.

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pokok Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 14 Ayat (1) Huruf (g) menyatakan

bahwa wewenang penyidik adalah melakukan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan

lainnya. Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 pada Pasal 15 Ayat (1),

menyatakan bahwa wewenang penyidik adalah:

a. Menerima laporan atau pengaduan.

b. Melakukan tindakan pertama pada tempat kejadian.

c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.

d. Menerima dan menyimpan barang temuan sementara waktu.

D. Tindak Pidana Narkotika

Istilah perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan dikatakan telah melanggar

hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana harus memenuhi dua unsur, yakni :

1. Adanya unsur actus reus atau unsur es

2. ensial dari kejahatan (physical element)

(42)

28

Actus reus merupakan unsur suatu delik, sedangkan mens area termasuk

pertanggungjawaban pembuat.21

Tindak pidana yang berhubungan dengan Narkotika termasuk tindak pidana

khusus, dimana ketentuan yang dipakai termasuk diantaranya hukum acaranya

menggunakan ketentuan khusus. Disebut dengan tindak pidana khusus, karena

tindak pidana narkoba tidak menggunakan KUHPidana sebagai dasar pengaturan,

akan tetapi menggunakan Undang-Undang Nomor 22 dan Undang-Undang

Nomor 5 tahun 1997 tentang Narkotika dan Psikotropika. Dan sekarang diubah

dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Secara umum hukum acara yang dipergunakan mengacu pada tata cara yang

dipergunakan oleh KUHAP, akan tetapi terdapat beberapa pengecualian

sebagaimana ditentukan oleh UU narkotika dan psikotropika.

Sebelum membahas secara jelas tentang tindak pidana Narkotika dan psikotropika

Sebaiknya harus mengetahui pengertian dari narkoba, narkotika dan

psikotropika.22

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

21

Sunarso Siswanto, Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada:2004, hlm 35.

22

(43)

29

Narkotika merupakan bahan/zat/obat yang umumnya digunakan oleh sektor

pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari

sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. Napza sering disebut juga sebagai zat

psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan

perilaku, perasaan, dan pikiran.

Narkotika adalah bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan

mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan

gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi kebiasaan,

ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi).23

Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:

1) Narkotika Golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan

tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi

menimbulkan ketergantungan, (contoh: heroin/putauw, kokain, ganja).

2) Narkotika Golongan II

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan

dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (contoh:

morfin, petidin).

3) Narkotika Golongan III

Narkotika Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika bahwa peredaran adalah setiap atau serangkaian kegiatan

penyaluran dan penyerahan narkotika, baik dalam perdagangan, bukan

23

(44)

30

perdaganagan maupun pemindahtanganan. Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang

Nomor35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa perdaganagan

adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pembelian

dan/penjualan termasuk penawaran untuk menjual narkotika, dan kegiatan

lain berkenaan dengan pemindahtanganan narkotika dengan memperoleh

imbalan.

Narkotika adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan

mempengaruhi tubuh terutama otak / susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan

gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi kebiasaan,

ketagihan ( adiksi), serta ketergantungan (dependensi).

Narkotika adalah bahan/zat/obat yang umumnya digunakan oleh sektor pelayanan

kesehatan yang menitikberatkan pada upaya penanggulanagn dari sudut

kesehatan, fisik, psikis, dan sosial. Napza sering disebut juga sebagai zat

psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak sehingga menimbulkan perubahan

perilaku, perasaan, dan pikiran.

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

menjelaskan bahwa pemberlakuan Undang-Undang Narkotika bertujuan:

a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari

penyalahgunaan Narkotika;

(45)

31

d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna

dan pecandu Narkotika.

Pelaku tindak pidana narkotika diancam dengan pidana yang tinggi dan berat.

Mengingat tindak pidana narkotika termasuk dalam jenis tindak pidana khusus

maka ancaman pidana terhadapnya dapat dijatuhkan secara kumulatif dengan

menjatuhkan 2 (dua) jenis tindak pidana pokok sekaligus, misalnya pidana penjara

(46)

III. METODE PENELITIAN

Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, diperlukan data dan informasi

yang relevan terhadap judul dan perumusan masalah serta identifikasi masalah,

untuk itu agar diperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode penelitian

sebagai berikut :

A. Pendekatan Masalah

Dalam penelitian ini penulis melakukan dua hal pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari, melihat dan

menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut

asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan

hukum dan sistem hukum yang berkenaan dengan permasalahan penelitian

ini. Pendekatan masalah secara yuridis normatif dimaksudkan untuk

memperoleh pemahaman tentang pokok bahasan yang jelas mengenai gejala

dan objek yang sedang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan atas

kepustakaan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

dibahas. Penelitian ini merupakan penafsiran subjektif yang merupakan

pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan ilmiah.

2. Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam

(47)

33

baik berupa pendapat, sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang

didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.24 Pendekatan

yuridis empiris dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi-informasi di

lapangan yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan

Tindak Pidana modus baru peredaran ilegal narkotika. Penggunaan kedua

macam pendekatan tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran dan

pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian guna penulisan skripsi ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Menurut

Soerjono Soekanto, jenis data dilihat dari sumbernya dapat dibedakan anatara data

yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan

pustaka.25 Data tersebut yaitu :

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.26 Data

primer dalam penulisan ini diperoleh dari pengamatan atau wawancara

dengan para responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan

langsung dengan masalah skripsi ini.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan, yang terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Rineka Cipta.1983, hlm .43. 25Ibid,

hlm.11. 26

(48)

34

a. Bahan hukum primer antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia .

2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang berhubungan dengan

bahan hukum primer, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

c. Bahan hukum tersier, bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat

membantu pemahaman dalam menganalisa serta memahami permasalahan,

seperti literatur, kamus hukum dan sumber lain yang sesuai dengan pokok

bahasan dalam penelitian.

C. Penentuan Narasumber

Narasuber adalah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga.

Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber yaitu Polisi di wilayah hukum

polresta Bandar Lampung dan Dosen bagian Hukum Pidana Universitas

Lampung. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dari narasumber yang telah

dipilih sebagai sampel yang dianggap dapat mewakili seluruh narasumber.

Metode penentuan narasumber yang akan diteliti yaitu menggunakan metode

purposive sampling, yaitu penarikan narasumber yang dilakukan berdasarkan

penunjukan yang sesuai dengan wewenang atau kedudukan sampel. Adapun

(49)

35

a. Polisi Pada Poda Lampung (Polda Lampung) = 1 orang

b. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung = 1 orang

Jumlah = 2 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data ditentukan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer. Studi lapangan ini

dilakukan dengan metode wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan

pertanyaan kepada para responden yang telah ditentukan dimana pertanyaan

tersebut telah disiapkan terlebih dahulu.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, dengan studi

kepustakaan ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil penelitian, yang

dilakukan dengn cara membaca, mengutip dan menelaah bahan-bahan hukum

dan literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan yang akan dibahas.

2. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari data sekunder maupun data primer kemudian dilakukan

metode sebagai berikut:

a. Identifikasi data, yaitu mencari dan menetapkan data yang diperlukan dalam

(50)

36

b. Editing, yaitu data yang diperoleh kemudian diperiksa untuk diketahui apakah

masih terdapat kekurangan ataupun apakah data tersebut sesuai dengan

penulisan yang akan dibahas.

c. Klasifikasi data, yaitu menyusun data yang telah diperoleh menurut kelompok

yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk

dianalisis.

d. Sistematisasi data, yaitu data yang diperoleh dan telah diediting kemudian

dilakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

sistematis.

E. Analisis Data

Data yang sudah terkumpul dan tersusun secara sistematis kemudian dianalisis

dengan metode kualitatif, yaitu mengungkapkan dan memahami kebenaran

masalah dan pembahasan dengan menafsirkan data yang diperoleh dari hasil

penelitian, lalu data tersebut diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun

secara terperinci, sistematis dan analisis sehingga akan mempermudah dalam

(51)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Upaya Kepolisian Polda Lampung dalam menanggulangi peredaran narkotika adalah dilaksanakan sebagai berikut:

a. Upaya penal, yaitu dengan melaksanakan penyelidikan dan penyidikan dalam mengungkap peredaran narkotika sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan landasan dasar hukum yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia danUndang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penyidikan dilakukan untuk mengungkap adanya peredaran gelap narkotika serta melimpahkannya pada proses hukum selanjutnya yaitu Kejaksaan dan Pengadilan.

(52)

66 c. Peran polisi dalam menanggulangi modus baru peredaran narkotika dengan melakukan kerjasama instansi terkait (stake holder) dan segenap komponen masyarakat. Dan melaksanakan penyuluhan terhadap masyarakat tentang modus baru dan model-model baru narkotika agar masyarakat dapat melaporkan jika ada hal-hal yang sekiranya mencurigakan. Dan juga upaya kepolisian dalam menanggulangi modus baru peredaran narkotika pihak kepolisian mau tidak mau harus mengikuti perkembangan teknologi dan juga harus melibatkan pakar/ahli obat-obatan, kesehatan, sehingga kepolisian tidak hanya mengandalkan diri sendiri.

2. Faktor-faktor yang menghambat upaya Kepolisian Polda Lampung dalam menanggulangi peredaran narkotika adalah sebagai berikut:

a. Faktor Aparat Penegak Hukum, yaitu secara kuantitas adalah masih kurangnya personil penyidik yang khusus melakukan penyidikan terhadap penanggulangan penyalahgunaan narkotika, dan secara kualitas masih kurangnya penyidik kepolisian yang memiliki pemahaman memadai mengenai permasalahan narkotika dan prekursor narkotika, karena jenis kejahatan ini berkaitan dengan bidang kedokteran forensik. b. Faktor Sarana dan Prasarana, kurang memadainya sarana dan prasarana

yang tersedia dapat menghambat proses penyidikan.

(53)

67 d. Faktor Budaya, yaitu sikap individualisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan, sehingga mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan apabila menjumpai atau mengetahui adanya pelaku peredaran gelap narkotika.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya Kepolisian mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi dengan lintas sektoral terkait dalam pengawasan, pengendalian ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika

(54)

67

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Erwin Mappaseng , Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh polri dalam Aspek Hukum dan Pelaksanaannya.2002. Surakarta: Buana Ilmu.

Hamzah , Andi. KUHP dan KUHAP. Bandung : Armico.

Lisa, Julianan FR ,Sutrisna, Nengah W, 2013. Narkoba, psikotropika dan gangguan jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.

Makarao, Moh.Taufik. 2003. Tindak Pidana Narkotik, (Jakarta: Ghalia Indonesia).

Moeljatno, Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, 1993, Bina Aksara : Jakarta.

Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah penegakan hukum & kebijakan penanggulangan kejahatan . Semarang : PT Citra Aditya Bakti.

---, 2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Siswanto, Sunarso, 2004. Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono,1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.

---, Mamuji, Sri.2006. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press.

---, 1986, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Rineka Cipta: Jakarta.

(55)

68 ---, 1983. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat. Bandung : Sinar

Baru.

Sutarto, 2002. Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian.Jakarta : PTIK.

Willy, Heriady, 2005. Berantas Narkoba Tak Cukup Hanya Bicara – (Tanya Jawab dan Opini). Yogyakarta : UII Press.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Ketentuan Pokok Kepolisian Republik Indonesia. Bandung: Citra Umbara.

Undang-undang

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Internet

http://www.harianpilar.com/2015/02/12/diprediksi-2015-jumlah-pengguna-narkoba-51-jiwa/ diakses pada tanggal 1 agustus pukul 19.00

http://kakpanda.blogspot.com/2013/01/tindak-pidana-narkotika.html

http://m.nasional.rimanews.com/hukum/read/20150706/222588/Polda-Lampung-Ungkap-220-Kasus-Narkoba diakses pada tanggal 14 september pukul 14.00

Referensi

Dokumen terkait

PROGRAM PRIORITAS Peningkatan integrasi perekonomian daerah berbasis kawasan Pengembangan seni budaya dan perlindungan sosial Penguatan Infrastruktur layanan dasar dan

Bank/Pos penyalur tentang penyaluran dana Bantuan Siswa Miskin sesuai dengan ke-.. tentuan pengadaan barang dan

material dasar perairan dengan kriteria karang berpasir merupakan daerah yang berada pada. ujung-ujung

“So,” Richard said as he gestured to the book on the table that Zedd and Berdine had looked at before, “when we do have a book like that one, we mark it unknown, or

Secara terperinci pembahasan ini mengacu pada hasil penelitian yang meliputi: karakteristik sampel penelitian; perbedaan pengaruh pemberian minuman berenergi yang

c. they had to follow the instructions carefully during the test period. The activity was divided into two sections. The first 20 minutes was used to practice. The first 5 minutes

Proses penelitian Pengenalan Pola Huruf Hijaiyah Tulisan Tangan Menggunakan Logika Fuzzy Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation ini dilaksanakan dalam waktu

[r]