LAPORAN PRAKTIKUM
SEDIMENTOLOGI
Dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti responsi praktikum mata kuliah Sedimentologi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Jenderal Soedirman
Oleh :
Nama : Haji Mustakin
NIM : H1K013006
Kelompok : 8 (Delapan) Asisten : Sopyan Winarya
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS JENDERAL SEDIRMAN
PURWOKERTO
LAMPIRAN...21
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat dan kegunaannya ...9Tabel 2. Bahan dan Kegunaanya ...9
Tabel 3. Data Analisa Besar Butir Sedimen Kelompok 8 ...11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Presentasi analisis besar butir sedimen stasun 8 ...12
Gambar 2. Presentasi analisis besar butir sedimen stasiun 7 ...12
Gambar 2. Presentasi analisis besar butir sedimen stasiun 6 ...13
Gambar 2. Presentasi analisis besar butir sedimen stasiun 5 ...13
Gambar 2. Presentasi analisis besar butir sedimen stasiun 4 ...14
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Sedimentologi sebagai salah satu
komponen penilaian dalam mata kuliah yang bersangkutan. Dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tim Dosen pengajar mata kuliah Sedimentologi yang telah memberikan
petunjuk dalam kegiatan praktikum.
2. Seluruh asisiten praktikum Sedimentologi yang telah memberikan arahan dan
petunjuk selama berlangsungnya kegiatan praktikum.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga laporan ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan
ini bermanfaat bagi kita semua.
Purwokerto, 18 Mei 2016
I.
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan (Wadell, 1932)
dalam Santosa, 2013). Sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai
hasil dari proses pelapukan terhadap suatu tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi,
tertansportasi oleh air, angin, dll, dan pada akhirnya terendapkan atau tersedimentasikan.
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh
media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Sedangkan batuan sedimen adalah
suatu batuan yang terbentuk dari hasil proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun
secara kimia dan organik.
Secara mekanik Terbentuk dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen
batuan. Faktor-faktor yang penting antara lain, Sumber material batuan sedimen. Sifat dan
komposisi batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh material-material asalnya. Komposisi
mineral-mineral batuan sedimen dapat menentukan waktu dan jarak transportasi, tergantung
dari prosentasi mineral-mineral stabil dan nonstabil.
Lingkungan pengendapan secara umum lingkungan pengendapan dibedakan dalam
tiga bagian yaitu, lingkungan pengendapan darat, transisi dan laut. Ketiga lingkungan
pengendapan ini, dimana batuan yang dibedakannya masing-masing mempunyai sifat dan
ciri-ciri tertentu. Pengangkutan (transportasi), media transportasi dapat berupa air, angin
maupun es, namun yang memiliki peranan yang paling besar dalam sedimentasi adalah
media air. Selama transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik
Dengan adanya pemilahan dan pengikisan terhadap butir-butir sedimen akan
memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuam sedimen. Pengendapan terjadi
bilamana arus/gaya mulai menurun hingga berada di bawah titik daya angkutnya. Ini biasa
terjadi pada cekungan-cekungan, laut, muara sungai, dan lain lain.
I.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu mengetahui cara penentuan ukuran butir sedimen
2. Mahasiswa dapat mengenali dan mengelompokan ukuran butir sedimen
II.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Sedimentasi
Sedimentologi merupakan istilah yang diusulkan pada tahun 1932 oleh H.A.
Wadel, dan memilki arti sebagai suatu ilmu yang mempelajari sedimen. Istilah ini
ditujukan pada lapisan kerak bumi yang telah mengalami proses transportasi. Kata sedimen
berasal dari bahasa latin, yaitu Sedimentum yang artinya pengendapan. Sebagaimana yang
digunakan oleh banyak orang, sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari hanya sedimen
(endapan) modern. Jika didefinisikan dalam arti lebih sempit, sedimentologi meliputi
proses sedimentasi, suatu ilmu yang mempelajari proses sedimentari (Friedman dan Sander,
1978 dalam Rifardi, 2012).
Kemudian, sedimentologi tergolong ke dalam cabang geologi baru dan dapat
disebut sebagai bidang untuk kelahirannya adalah mengeksplorasi dan mengorganisir
tingkatan lingkungan pengendapan yang menyusun masalah-masalah geologi. Selanjutnya
dijelaskan, sejalan dengan pertambahan umur lapisan bumi, sedimen dapat mengungkapkan
masalah-masalah dan gambaran umum tentang kondisi lingkungan yang berlaku saat
terjadinya proses pengendapan tersebut. Hasil penelitian tentang sedimen modern telah
membuktikan banyak manfaat dalam pengungkapan fenomena yang telah terjadi pada
periode pengendapan dan pengaruh aktivitas manusia dan alam terhadap fenomena ini
Rifardi, 2012).
Sedimen merupakan hasil dari proses pengendapan bahan-bahan di alam yang
biasanya dipengaruhi oleh agen transportasi dan lingkungannya, sedangkan sedimentasi
adalah proses pengendapan sedimen di alam yang dipengaruhi oleh agen transportasi
dominan terjadi apabila kekuatan arus atau gaya dari agen transportasi mulai menurun
sehingga berada di bawah titik daya angkutnya, maka bahan-bahan yang berada dalam
suspensi akan mulai terendapkan. Kecepatan pengendapan suatu bahan tergantung dari
ukuran dan beratnya, sehingga umumnya bahan-bahan yang kasar terlebih dahulu
terendapkan menyusul bahan yang halus (Suhendar, 1979 dalam Anwar, 2005).
Sedangkan menurut Pipkin (1977) dalam Kalay (2009) sedimen merupakan susunan
pecahan, mineral, atau material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan
terendapkan.
Laut menerima bermacam-macam materi yang larut dan padat dari sumber–sumber
yang berbeda. Sedimen laut dalam didominasi oleh tiga komponen: kalsium karbonat,
silika, dan mineral lempung. Jumlah komponen pada partikel sedimen yang tenggelam
berbeda jika dibandingkan pada partikel sedimen pada permukaan. Komponen sedimen ini
didominasi oleh bahan organik yang menjadi jaringan tubuh tumbuhan dan hewan laut,
hanya sedikit yang membentuk tulang dari kalsium karbonat dan silika (Epimadya, 2002).
Ditinjau dari segi asal usulnya, sedimen laut berasal dari pasokan air sungai yang
membawa material anorganik (mineral) maupun senyawa organik. Aliran air dari
perkotaan juga membawa jenis material yang berasal dari limbah rumah tangga, industri,
dan transportasi. Material-material tersebut akan menuju kelaut dan pada akhirnya suatu
saat akan mengendap sebagai sedimen (Rustiah, 2002).
II.2. Parameter Geologi Laut
Sedimen pantai berasal dari sumber yang bervariasi, termasuk erosi tebing, sungai,
gunung berapi, terumbu karang, kerang laut, kenaikan muka laut pada periode Holosen, dan
kanibalisasi deposit pantai purba. Sifat dari sumber dan jenis serta intensitas erosi, proses
membentuk pantai. Pada gilirannya, karakteristik sedimen sangat mempengaruhi morfologi
dan proses-proses yang ada di pantai ( Schwartz, 2005).
Partikel-partikel individual dari sedimen dapat dipindahkan dalam tiga cara yang
berbeda: (a) traction (menggelinding / meluncur, misalnya secara konstan mengadakan
kontak dengan dasar perairan); (b) saltation (melompat, misalnya kontak yang hanya
sebentar); dan (c) dalam suspensi (tidak ada kontak dengan dasar perairan; klasifikasi
berdasarkan beban sedimen antara lain bedload, saltation load dan suspension load.
Pergerakan massa subaquaeous sedimen, contohnya aliran gravitasi-sedimen, kekeruhan,
runtuhnya bebatuan dan longsor (slump). Pergerakkan massa sedimen dipengaruhi oleh
gravitasi. Terdapat emat tipe yang dibedakan berdasarkan dukungan internal sedimen
dalam arus; (a) aliran debris: butiran sedimen didukung oleh campuran pekat antara air dan
tanah liat dengan kohesi yang terbatas; (b) aliran sedimen yang difluidisasi (pasir yang
lembek): butiran didukung oleh pori cairan dalam sedimen (sebagai hasil dari aliran ke atas
cairan), menyebabkan sedimen bergerak ke bawah lereng sebagai daya tarik dasar; (c)
aliran butiran : sedimen didukung oleh interaksi antar butiran yang lansung; (d) kekeruhan:
sedimen didukung oleh arus yang bergolak (turbulent) (Baretta-Bekker et al., 1998).
Tekstur sedimen adalah mikrogeometri dari sedimen, ditentukan oleh ukuran butir
dan bentuk serta susunan butir. Ukuran butir partikel sedimen merupakan ciri utama yang
diunakan dalam mengklasifikasikan sedimen lithogenous. Liat berukuran lebih kecil dari
2µm; silt berukuran antara 2-64 µm; pasir berukuran antara 64 µm – 2 mm; granula
berukuran antara 2 – 4 mm; kerikil gravel berukuran antara 4 mm – 6 cm; cobble berukuran
antara 6 – 25 cm; dan boulder berukuran lebih dari 25 cm. Distribusi ukuran butir adalah
persentase (dengan bobot atau menghitung) partikel dari setiap fraksi ukuran butir.
pengendapan. Secara umum, sedimen kasar yang ditemukan di lingkungan memiliki energi
tinggi dan sesimen yang lebih halus ditemukan di lingkungan yang memiliki energi rendah.
Ketersediaan butiran dari berbagai ukuran sangat menentukuan validitas ukuran
(Baretta-Bekker et al., 1998).
Daerah beriklim tropis, pantai biasanya terdiri dari butiran kuarsa dan feldspar yang
berasal dari pelapukan batuan terestria;. Umumnya, mineral yang padat (mineral berat)
yang spesifik juga ditemukan dalam persentase kecil. Banyak panati yang memiliki fraksi
kalsium karbonat dari pecahnya cangkang, konsentrasi foraminifera, dan terumbu karang
terdekat. Contohnya di Pulau Hawaii, pasir pantai dapat berwarna hitam, hijau atau putih.
Pasir hitam berasal dari erosi lava yang memadat dan dekomposisi dari lava panas yang
mengalir ke laut; pasir hijau berasal dari mineral olivin, yang terkristalisasi ketika magma
mendingin; dan pasir putih berasal dari kalsium karbonat. Walaupun pantai kalsium
karbonat biasanya berhunungan dengan daerah tropis, pantai-pantai di iklim yang berbeda
pun juga memiliki fraksi cangkang yang banyak (Schwartz, 2005).
II.3. Batuan Metamorf
Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk akibat proses
perubahan temperatur dan/atau tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya. Akibat
bertambahnya temperatur dan/atau tekanan, batuan sebelumnya akan berubah tektur dan
strukturnya sehingga membentuk batuan baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula.
Contoh batuan tersebut adalah batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu
lempung. Batu marmer yang merupakan perubahan dari batu gamping. Batu kuarsit yang
terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk magma yang kemudian mengalami proses
pendinginan kembali dan menjadi batuan-batuan baru lagi (Endarto, 2005).
Menurut H. G. F. Winkler (1967) dalam Firdaus (2011) , metamorfisme adalah
proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap
kondisi fisika dan kimia dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan
sebelumnya. Proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Proses metamorfosa
terjadi dalam fasa padat, tanpa mengalami fasa cair, dengan temperatur 200oC – 6500C.
Menurut Grovi (1931) dalam Firdaus (2011) perubahan dalam batuan metamorf adalah
hasil rekristalisasi dan dari rekristalisasi tersebut akan terbentuk kristal-kristal baru,
begitupula pada teksturnya.
Batuan metamorf menyusun sebagian besar dari kerak Bumi dan digolongkan
berdasarkan tekstur dan dari susunan kimia dan mineral (fasies metamorf) Mereka
terbentuk jauh dibawah permukaan bumi oleh tegasan yang besar dari batuan diatasnya
serta tekanan dan suhu tinggi. Mereka juga terbentuk oleh intrusi batu lebur, disebut
magma, ke dalam batuan padat dan terbentuk terutama pada kontak antara magma dan
batuan yang bersuhu tinggi.Penelitian batuan metamorf (saat ini tersingkap di permukaan
bumi akibat erosi dan pengangkatan) memberikan kita informasi yang sangat berharga
mengenai suhu dan tekanan yang terjadi jauh di dalam permukaan bumi.Tekstur merupakan
kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir mineral
individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970).
II.4. Segara Anakan
Segara Anakan merupakan sebuah teluk dibagian selatan Pulau Jawa. Didepannya
membentang sepanjang kurang lebih 30 kilometer arah timur-barat adalah Pulau
Kondisi pasang surut dan kadar garamnya masih mencirikan sifat-sifat laut, tetapi
gelombang dan arusnya sudah teredam sehingga menjadi perairan yang tenang. Dengan
kondisi yang demikian, banyak yang menyebut segara anakan sebagai lagoon atau laguna.
Laguna adalah sekumpulan air asin yang terpisah dari laut oleh penghalang yang berupa
pasir, batu karang, atau sejenisnya (Mulyadi, 2009)
Laguna Segara Anakan berhubungan dengan samudera hindia melalui dua
plawangan (kanal) yaitu plawangan timur dan plawangan barat. Plawangan timur lebih
panjang dan dangkal, sedangkan plawangan barat lebih pendek tetapi relatif lebih dalam
sehingga plawangan barat lebih berperan dalam hal interaksi pasang surut air laut (Mulyadi,
2009).
Laguna segara anakan merupakan muara dari tiga sungai yang cukup besar, yaitu
Sungai Citanduy, Sungai Cimeneng, dan Sungai Cibeureum. Laguna tersebut merupakan
suatu kawasan air payau. Dengan keadaan yang seperti di atas memungkinkan vegetasi
mangrove tumbuh dengan subur pada daerah tersebut yang menyebabkan terbentuknya
hutan mangrove di sekeliling pantai laguna yang masih terpengaruh pasang-surut (Mulyadi,
III.
MATERI METODE
III.1. Materi
III.1.1.Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut :
Tabel 1. Alat dan kegunaannya No
.
Alat Kegunaan
1. Satu set ayakan Untuk menyaring sampel sedimen
2. Kuas Untuk meratakan sedimen ketika proses
5. Oven Untuk mengeringkan sampel sedimen basah
setelah diayak
6. Timbangan analitik Untuk menimbang sampel setelah melalui proses pengayakan dan pengeringan
7. Plastik zip Untuk membungkus sampel sedimen setelah dikeringkan
8. Ember Untuk menampung air hasil ayakan
9. Alat tulis Untuk mencatat data
10. Alumunium foil Untuk membungkus sampel sedimen ketika dioven
11. Tissue Untuk membersihkan alat
12. Gelas ukur Untuk tempat pengendapan sampel sedimen yang tercampur air
13. Eckman grab Untuk mengambil sampel sedimen
III.1.2.Bahan
Tabel 2. Bahan dan Kegunaanya No
.
Bahan Kegunaan
III.2. Metode
III.2.1.Analisis besar butir sedimen
III.2.2.Identifikasi Batuan
III.3. Waktu dan Tempat
Praktikum lapang Sedimentologi Laut dilaksanakan pada tanggal 3-4 Mei 2016 di
perairan sepanjang Laguna Segara Anakan salah satunya Pelawangan Barat, Cilacap. Untuk
identifikasi batuan metamorf dilaksanakan pada tanggal 4-5 Mei 2016 dan analisa besar
butir pada 6 Mei 2016 di Laboratorium Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman. Hasil
Batuan Metamorf
- Dioven sampai kering - Ditibanng
- Dimasukan kedalam saringan bertingkat - Dibilas dengan air dan di ratakan dengan kuas
hingga tersisa sedimen ukuran ≥3.35
- Diambil sampel dimasukan kedalam aluminum foil hingga tidak tersisa
- Dioven sampai kering
- Dilakukan hal yang sama pada mes size 0.85, 0.425 dan 0.35
- Ditimbang kembali dan dibuat persentase berat dan klasifikasi
Sedimen
Hasil
- Diamati warna, tekstur dn struktur
- Diukur ukuran dari bagian batu yang terpanjang dengan penggaris
- Identifikasi dengan batuan buku identfikasi sesuai dengan cirinya
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil
Berdasarkan hasil pengambilan sampel lapang diketahui data sebagai berikut yang
disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 3. Data Analisa Besar Butir Sedimen Kelompok 8 Ukuran mesh
0,850mm (no 20) 0.12 0.40 Pasir (sand) 62.42
0,425 mm (no 40) 0.47 1.58 Pasir (sand) 0,150 µm (no 100) 17.95 60.44 Pasir (sand)
<0,150 (baskom) 11.16 37.58 Lumpur (silt) 37.58
Jumlah 29.70 100 100
Berdasarkan hasil pengambilan sampel lapang diketahui data sebagai berikut yang
disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 4. Jenis Batuan Metamorf
No JenisBatuan Tekstur Warna Ukuran
Clite Halus Hijau Tosca 4.2 Oval tidakberaturan
4 Lumpur Halus Abu-abu
Kehitaman
2.3 Lingkaran
tidak beraturan
5 Marl-Hijau Halus Hijau Keruh 5.7 Oval tidak
beraturan
6 Shale Halus Hitam 4.8 Tidak
IV.2. Pembahasan
Secara umum jenis besar butir yang mendominasi di lokasi sampling yang berada
pada stasiun 7 dan 8 adalah pasir dengan fraksi 100 atau ukuran mesh 0,150 µm (Gambar 1 dan 2). Nilai yang ditampilkan pada grafik muncul sebagai penafsir sebaran sedimen
dan karakterisitik sedimen (Korwa et al., 2013). Menurut Purnawan (2012) perairan yang
berarus kuat umumnya memiliki tekstur dasar perairan berpasir. Nybakken (1992)
menyatakan bahwa jenis sedimen dan ukurannya merupakan salah satu faktor ekologi dan
mempengaruhi kandungan organic dimana semakin halus subtract maka semakin besar
Gambar 1. Presentasi analisis besar butir Gambar 2. Presentasi analisis besar sedimen stasun 8 butir sedimen stasiun 7
Berbeda dengan stasiun 7 dan 8. Pada stasiun 1 sampai dengan 6 fraksi kurang dari
100 (<100) dengan ukuran mesh <0.150 (Gambar 3,4,5 dan 6). Pengambilan sampel
stasiun tersebut dilakukan pada lokasi yang agak jauh dari pesisr pantai. Aliran air yang
melewati daerah tersebut relative tenang jika dibandingkan dengan stasiun 7 dan 8 yang
sedimen menjadi sedikit, sedangkan pada saat aliran tinggi sungai bisa mengangkut muatan
sedimen yang tinggi dengan ukuran sedimen yang lebih luas. Namun dalam kenyataanya,
aliran sungai mengalirkan debit yang sangat bervariasi dengan membawa muatan sedimen.
Yulius et al., (2011) menyatakan bahwa kawasan material dasar perairan dengan
kriteria pasir, merupakan daerah yang berada di dekat kawasan wisata pantai. Kawasan
material dasar perairan dengan kriteria karang berpasir merupakan daerah yang berada pada
ujung-ujung tanjung. Kawasan material dasar perairan dengan kriteria pasir berlumpur
tersebar mendominasi teluk. Kawasan dengan material dasar perairan berbatu berada pada
teluk. Material sedimen penyusun dasar laut yang terdiri dari lanau agak menjauh dari
pesisir pantai. Akumulasi dari material yang terendapkan, pada periode waktu tertentu,
akan mempengaruhi luasan dan daratan di daerah pesisir dan pantai. Keberadaan akumulasi
ini, akan berpengaruh terhadap komposis permukaan dasar pada lokasi penelitian
Gambar 3. Presentasi analisis besar butir Gambar 4. Presentasi analisis besar butir
0.34% 0.10% 0.02%
Gambar 5. Presentasi analisis besar butir Gambar 6. Presentasi analisis besar butir
sedimen stasiun 4 sedimen stasiun 2
Siklus batuan menggambarkan seluruh proses pembentukan batuan dimana batuan
dibentuk, dimodifikasi, ditransportasikan, yang akan mengalami dekomposisi, dan dibentuk
kembali sebagai hasil dari proses internal dan eksternal bumi (Ford, 2005). Siklus batuan
ini berjalan secara kontinyu atau berulang dan tidak pernah berakhir. Siklus ini adalah
fenomena yang terjadi di kerak benua (geosfer) yang berinteraksi dengan atmosfer,
hidrosfer, dan biosfer dan digerakkan oleh energi panas internal atau energi panas dari
dalam Bumi dan energi panas yang datang dari matahari (Pramanik and Deb, 2013)..
(Ford, 2005) Kerak bumi yang tersingkap ke udara akan mengalami pelapukan dan
mengalami transformasi menjadi regolit melalui proses yang melibatkan atmosfer, hidrosfer
dan biosfer. Selanjutnya, proses erosi mentansportasikan regolit dan kemudian
mengendapkannya sebagai sedimen. Setelah mengalami deposisi, sedimen tertimbun dan
mengalami kompaksi dan kemudian menjadi batuan sedimen. Kemudian, proses-proses
tektonik yang menggerakkan lempeng dan pengangkatan kerak bumi menyebabkan batuan
Penimbunan yang lebih dalam membuat batuan sedimen menjadi batuan
metamorfik (Schifman et al., 2013), dan penimbunan yang lebih dalam lagi membuat
batuan metamorfik meleleh membentuk magma yang dari magma ini kemudian terbentuk
batuan beku yang baru. Pada berbagai tahap siklus batuan ini, tektonik dapat mengangkat
kerak bumi dan menyingkapkan batuan sehingga batuan tersebut mengalami pelapukan dan
erosi (Shanmugam, 2012). Dengan demikian, siklus batuan ini akan terus berlanjut tanpa
henti (Ford, 2005)
Siklus batuan adalah proses dimana suatu batuan melebur, meleleh, membeku, dan
kemudian menjadi batu kembali (Pramanik and Deb, 2013).. Pada awalnya siklus batuan
terbentuk oleh pergeseran lempengan yang ada di permukaan bumi. Lalu pergeseran ini
menghasilkan magma yang dimana magma tersebut akan mendesak keluar permukaan
bumi dan pada saat magma mencair di permukaan bumi, maka akan menyelimuti tanah
yang dilalui oleh cairan magma. Untuk beberapa waktu magma akan membeku dan
berubah menjadi batuan dingin yang dinamakan Igneous Rock (Sanders, 1965)
Setelah di permukaan bumi, batuan akan mengalami pelapukan yang disebabkan
oleh bebrapa hal. Diantarnya pelapukan secara fisika ysng diakibatkan oleh perubahan
temperatur yang tidak menetap. contohnya dari suhu panas yang tiba-tiba menjadi dingin
bahkan terkena hujan dan badai mengakibatkan batuan melapuk. Menurut Sanders (1965)
Pelapukan secara kimia yang diakibatkan oleh cairan kimia yang bereaksi dengan batuan
mengakibatkan batuan melapuk, juga dengan adanya hujan asam yang bereaksi dengan
batuan. Pelapukan secara biologi yang disebabkan oleh makhluk hidup. Salah satu
contohnya adalah pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup
akhirnya dapat memecah batuan menjadi bagian yang lebih kecil lagi (Middleton and
Hampton, 1973).
Lokasi pengambilan berada di laguna segaranakan tepatnya di daerah pelawangan
barat. Menurut (Lukas and Martin, 2010) sedimentasi yang terjadi di Segara Anakan
menghasilkan komposisi struktur mineral yang baru. Luas semula Segara Anakan pada
sekitar tahun 1900-an menurut data Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan (2009)
adalah 6.450 hektar, namun sejak tahun 1857 luas laguna ini semakin menyempit akibat
adanya pendangkalan yang disebabkan oleh sedimentasi hingga pada tahun 2008 luasnya
hanya sekitar 750 hektar . Selain itu, sedimentasi ini menyebabkan penyempitan di celah
Plawangan yang menghubungkan Segara Anakan dengan laut lepas yang mana celah
Plawangan ini sangat penting untuk mengalirkan sedimen dan air ke laut. Sukardi (2010)
menyatakan akibatnya aliran sungai yang bermuara di Segara Anakan ini yang seharusnya
bisa diteruskan ke laut lepas menjadi meluap ke areal daratan dan menyebabkan banjir yang
mana dampak ini sangat merugikan masyarakat dan menyebabkan degradasi terhadap
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1. Penentuan ukuran butir dilakukan dengan pengayakan dan mengklasifikasikannya
berdasarkan skala wenworth
2. Ukuran butir yang didapat yakni 0,850 mm, 0,425 mm, 0,150 µm dan <0,150 µm
3. Batuan metamorf yang teridentifikasi terdiri dari jenis batuan kapur, lempung hijau,
lempung clite, lumpur, marl hijau, shale dan gamping numulitic
V.2. Saran
Sebaiknya penentuan lokasi untuk mengambil data sedimen dan batuan ini sudah
diperhitungkan agar data yang di dapat memiliki keragaman jenis batuan yang tinggi tidak
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, S. 2005. Studi Abrasi dan Sedimentasi di Perairan Bua-Passimaranu Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai., Skripsi. [tidak diterbitkan]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Baretta-Bekker, H.G., Duursma, E.K., dan Kuipers, B.R. 1998. Encyclopedia of Marine Sciences. Springer, Berlin. 367 hal.
Endarto, Danang. 2005. Mineralogi. Jakarta.
Epimadya, A. D. D. 2002. Analisis Logam Berat Besi (Fe) dan Molibdenium (Mo) pada Sedimen di Sekitar Perairan Pulau Lumu-Lumu. Skripsi. [tidak diterbitkan]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas. Hasanuddin, Makassar.
Firdaus. 2011. Penuntun Geologi Dasar. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Haluo Leo. Kendari.
Ford, D.J. 2005. The challenges of observing geologically: Third graders’ descriptions of rock and mineral properties. Science Education. 89,276–29.
Jackson. 1970. Batuan dan Mineral. Jakarta.
Kalay, D. E. 2009. Distribusi Sedimen pada Perairan Teluk Indramayu, Jurnal Triton. 5(2), 50-59
Kantor Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan. 2009. Data Informasi Segara Anakan: Laguna Unik di Pantai Selatan Jawa. KPSKSA. Cilacap.
Korwa. I. S. Junet, Opa, T. E., dan Djamaludin. R. 2013. Characteristic of Litoral Sediment on Sindulang Satu Coastal. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1(1): 48 – 54.
Lukas, C. Martin. 2010. Himalayan Degradasi and The Dissappearing Segaranakan Lagoon; Land Use Change and Watershed Management on Java, Indonesia. Journal of Marine Ecology. 5,11-25
Middleton GV, Hampton MA (1973) Sediment gravity flows: Mechanics of flow and deposition. In: Middleton GV, Bouma AH (eds) Turbidites and deep-water sedimentation. Pacific section SEPM, Los Angeles, California.
Mokino, O. 2013. Analisis Sedimentasi di Muara Sungai Saluwangko di Desa Tounelet Kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa. Jurnal Sipil Statik. 1(6), 452-458.
Purnawan, S., Setiawan, I., dan Marwantim. 2012. Studi sebaran sedimen berdasarkan ukura butir di perairan Kuala Gigieng, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Depik. 1 (1): 31 – 36.
R. Pramanik, D. Deb. 2013. Failure Proces of Brittle Rock Using Smooth Particle Hydrodynamics. Journal of Engineering Mechanics. 139 (11), 1551-1565.
Rifardi. 2012. Ekologi Sedimen Laut Modern. Edisi Revisi. Jilid Ketiga. UR Press. Pekanbaru
Rustiah, W. 2002. Analisis Logam Berat Cu dan Cd pada Sedimen di Sekitar Perairan Laut Dangkal Selat Buton Kab. Muna. Skripsi [tidak diterbitkan]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin. Makassar
Sanders, J. E. 1965. Primary Sedimentary Structures Formed by Turbidity Currents and Related Resedimentation Mechanism. 12(1), 192-219
Santosa, R. W. 2013. Dampak Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Perusahaan Pertambangan Terhadap Nelayan Tradisional. Lex Administrtatum. 1(2), 65-78.
Schifman, L., Cardace, D., Kortz, K., Saul, K., Gilfer, A., Veeger. A. I., Murray, D. P. 2013. Sleuthing Through The Rock Cycle: An Online Guided Inquiry Tool For Middle and High School Geoscience Education. Journal of Geoscience Education.
3(68), 268-279.
Schwartz, Maurice L. 2005. Encyclopedia of Coastal Science. Springer, Dordrecht. 1243 hal.
Shunmugam, G. 2012. Process-sedimentological challenges in distinguishing paleo tsunami deposits. Nat Hazard. 12(63), 5-30.
Siswanto, A. D. 2011. Kajian Sebaran Substrat Sedimen Permukaan Dasar di Perairan Pantai Kabupaten Bangkalan. Embryo. 8(1), 1-8.
Sukardi, Y. 2010. Permasalahan Kawasan Segara Anakan. Blog Bappenas. Kementrian Perencenaan Pembangunan Nasional. Jakarta.