• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM IPTK Ilmu dan Pengelol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM IPTK Ilmu dan Pengelol"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 9

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(2)

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 9

Lestari 135080600111004

Tomi Aris 135080600111012

Zulkhair Apriansyah 135080600111017

Pandu Cahyo Tamtomo 135080600111028

Indah F. Alfa 135080601111041

Irfan Naufal 135080607111004

Amalia safrudin

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

ILMU DAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

Dengan ini menyatakan bahwa telah disetujui Laporan Akhir Praktikum Ilmu dan Pengelolaan Terumbu Karang

Oleh : kelompok 9

Malang, 18 Desember 2014

Menyetujui,

Asisten Pendamping

Saifur Rizal Fakri

NIM.125080600111058 Koordinator Asisten

Hardi Bagus A

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan pratikum ilmu dan pengelolaan terumbu karang.

Penulisan laporan merupakan salah satu tugas pratikum yang diberikan dalam mata kuliah ilmu dan pengelolaan terumbu karang fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Dalam penulisan laporan pratikum ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan praktikum ini. Dalam penulisan laporan praktikum ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, Akhirnya penulis berharap semoga laporan pratikum ini dapat bermanfaat bagi kita.

Malang, 18 Desember 2014

(5)
(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Karang Acropora...7

Gambar 2. Axial Coralite...7

Gambar 3. Skema kerja praktikum lapang IPTK...10

Gambar 4. Skema kerja praktikum laboratorium IPTK...11

Gambar 5. Mengumpulkan Hasil Fragmen...12

Gambar 6. Rooster disiapkan untuk media transplan...13

Gambar 7. Rooster diikat dengan kabel tis...13

Gambar 8. Label nama disiapkan untuk memberi nama pada transplan...13

Gambar 9. Penanaman Hasil Transplantasi...14

Gambar 10. Life form karang spesies 1...14

Gambar 11. Foto karang diambil dari 4 sisi berbeda...15

Gambar 12. Penampakan Axial Coralit...15

Gambar 13. Penampakan septa diamati lewat mikroskop...15

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat praktikum lapang...9

Tabel 2. Bahan praktikum lapang...9

Tabel 3. Alat pengamatan karang di laboratorium...10

Tabel 4. Bahan pengamatan karang di laboratorium...11

(8)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulau-an terbesar di dunia, dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km, serta lebih dari 17.508 pulau. Terumbu karang yang luas melindungi kepulauan Indonesia1). Walter, 1994 mengestimasi luas terumbu karang Indonesia sekitar 51.000 km2 2), sedangkan Tomascik menyebutkan bahwa luas terumbu karang 85.707 km2 3). Angka ini belum termasuk terumbu karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang berada di perairan agak dalam. Jika estimasi ini akurat, maka 51% terumbu karang di Asia Tenggara, dan 18% terumbu karang di dunia, berada di perairan Indonesia4). Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reefs), berdekatan dengan garis pantai dan mudah diakses oleh komunitas setempat3). Terumbu karang alami ini mempunyai peran penting dalam mendukung kelestarian sumberdaya ikan dan organisme laut, serta berfungsi sebagai pelindung pantai dari aktifitas gelombang dan arus yang ada di laut (Santoso, 2008).

Terumbu karang mempunyai beberapa fungsi seperti fungsi konservasi, fungsi fisik, fungsi produksi, fungsi biologis dan fungsi jasa pariwisata. Kehadiran terumbu karang di pantai maka dari itu sangat penting. Namun, dari berbagai fungsi untuk satu wilayah yang sama pastilah akan menimbulkan konflik kepentingan yang didasarkan pada kepentingan masing-masing. Sebagai akibatknya akan terjadi degradasi fungsi. Jika tidak dilakukan berbagai upaya pengaturan di tingkat regulasi pemerintah maupun pelaksana teknis di lapangan, hal itu akan membahayakan ekosistem terumbu karang (Prasetyo, 2014).

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum lapang Ilmu Pengelolaan Terumbu Karang yang dilakukan pada tanggal 6 Desember 2014, dan praktikum laboratorium Ilmu Pengeloaan Terumbu Karang yang dilakukan pada 10 Desember 2014 agar praktkan dapat memahami cara melakukan transplantasi karang dan mampu memahami cara mengidentifikasi karang.

(9)

praktikan dapat mempraktikan cara transplantasi karang dan dapat mengidentifikasi karang dari polipnya.

1.3 Waktu dan Tempat

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat kompleks dengan keanekaragaman hayati yang tinggi (Medrizam et al., 2004) dan memiliki banyak fungsi ekologis maupun ekonomis. Funsi ekologis terumbu karang adalah sebagai bentang alam penahan geombang bagi kawasan pesisir serta menjadi habitat bagi berbagai macam biota laut. Secara ekonomis, terumbu karang menyediakan barang dan jasa bagi jutaan penduduk local di daerah pesisir, termasuk dalam nilai tersebut adalah makanan, pendapatan dari perikanan, nilai ilmu pengetahuan, farmai dan pendidikan. (Burke et al., 2002 dalam Muzaki 2010).

Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, gelombang dan arus, ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik. Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-Acropora Perbedaan non-Acropora dengan non-non-Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial corallite dan radial corallite, sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial corallite (English et al., 1994).

Menurut (English et al., 1994) pada pembentukan karang dibagi menjadi dua, yaitu Acropora dan Non-Acropora. Bentuk pertumbuhan karang pada karang Acropora terbagi atas beberapa bentuk, yaitu:

1. ACD (Acropora Digited) = Menjari

2. ACB (Acropora Branching) = Bercabang

3. ACE (Acropora Encrusting) = Mengerak

4. ACS (Acropora Submassive) = Membulat

5. ACT (Acropora Tabulate) = Meja

(11)

1. CB(Coral Branching) = Bercabang

2. CE (Coral Encrusting) = Mengerak

3. CS (Coral Submassive) = Membulat

4. CM (Coral Massive) = Padat

5. CF (Coral Foliose) = Lembaran

6. CMR (Coral Mushroom) = Jamur

7. CME (Coral Millepora) = Karang Api

8. CHE (Coral Heliopora) = Karang Biru

9. CTP (Coral Tubipora) = Karang Merah

2.2 Acropora

Komposisi spesies Acropora meliputi 10 spesies sebagai Acropora endemik di Indonesia (Acropora suharsonoi, Acropora desalwii, Acropora awi, Acropora derawanensis, Acropora halmaherae, Acropora Indonesia, Lima spesies (Acropora turaki, Acropora indiana, Acropora rudis, Acropora russelli, Acropora kosurini) dicatat dari laut India serta Indonesia, tetapi tidak ada di laut pasifik. Tujuh spesies (Acropora cuneata, Acropora crateriformis, Acropora jacquelinae, Acropora batunai, Acropora sermentosa, Acropora nana, Acropora speciosa) yang dicatat pada database dari laut Fasifik (dan kadang-kadang juga Laut Cina selatan dan Filipina) serta Indonesia, tetapi tidak ada di laut India. Dari 61 spesies yang tersisa sebagian besar terdistribusi luas di indo-fasific, meskipun beberapa (Acropora solytariensis Acropora brueggemanni, Acropora glauca, Acropora abrolhosensis) yang terbatas pada indo pusat-Pasifik saja (Wallace, 1998).

(12)

waktu spawning suatu jenis karang sangat dipengaruhi oleh proses perkembangan gonad karang pada setiap jenis karang. Perkembangan gonad karang di beberapa wilayah subtropis berlangsung pada kondisi perairan yang hangat, dari musim semi hingga musim panas, sehingga diperkirakan spawning karang di wilayah tropis berlangsung sepanjang tahun. Namun hasil pengamatan di beberapa wilayah menunjukkan bahwa spawning time bervariasi antar wilayah yang berbeda letak lintangnya. Bahkan saat pemijahan karang berbentuk koloni memiliki perbedaan waktu baik antar-populasi, antar-koloni maupun antar bagian/ cabang dalam satu kolon i(Munasik, dkk., 2005).

Pertumbuhan karang dan penyebaran terumbu karang seperti jenis acropora tergantung pada kondis lingkungannya, Dahuri, dkk. (2004). Kondisi ini pada kenyatannya tidak selalu tetap tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan baik yang berasal dari alam atau aktifitas manusia. Faktor kimia dan fisik yang diketahui dapat mempengaruhi pertumbuhan karang antara lain cahaya matahari. Suhu, salinitas dan sedimen, sedangkan faktor biologis biasanya berupa predator atau pemangsa (Supriharyono, 2000).

Dalam Klaasifikasi dunia Hewan, Karang Termasuk Dalam Kelas Anthozoa (suatu kelas dalam filum colenterata). Secara garis besar menurut Yusuf (2005) Mengklasifikasikan karang Acropora sebagai berikut:

Filum :Colenterata/Cnidaria mempunyai axial koralitdan radial koralit. Bentuk koralit juga bervariasi dari bentuk tubular, harifon dan tenggelam. Acropora mempunyai bentuk percabangan aborsen dengan percabangan rampai sampai gemuk.radial koralit membentuk tabung dengan bukan membulat atu oval tersusun merata dan rapat. Warna koloni kecoklatan dengan unjung cenderung memutih. Terbesar di seluruh perairan Indonesia (Suharsono, 1996).

(13)

daerah hangat dengan penyinaran yang cukup karena adanya simbion alga (zooxanthellae) (Suharsono, 2004), karang tipe ini merupakan pembentuk bangunan kapur atau terumbu karang (Supriharyono, 2000). Kelompok karang kedua adalah karang ahermatipik (ahermatypic coral) yang tidak membentuk terumbu karang (Supriharyono, 2000). Karang ahermatipik hidup di tempat yang lebih dalam. Karang hermatipik lebih cepat tumbuh dan lebih cepat membentuk deposit kapur dibanding karang ahermatipik (Suharsono, 2004).

Siklus hidup acropora dimulai beberapa jam setelah peristiwa mass spawning. Sel sperma akan membuahi ovum 1 – 2 jam setelah spawning, dilanjutkan pembelahan zigot selama ± 18 jam. Zigot akan berkembang menjadi larva planula yang melayang-layang mengikuti arus di kolom perairan selama ± 4 hari, lalu mulai mencari substrat yang cocok untuk menempel. Planula akan menempel pada substrat bila substrat tersebut memenuhi syarat dan mendukung pertumbuhannya. Substrat harus cukup kokoh, tidak ditumbuhi alga, penetrasi cahaya mencukupi, sedikit atau tidak terjadi sedimentasi, dan arus yang ada tidak terlalu kuat (mencukupi untuk adanya makanan). Setelah menempel, planula akan segera tumbuh menjadi polip dan mengalami kalsifikasi (Timotius, 2003).

2.3 Bentuk Life Form Acropora

Penelitian Prasetia Tahun 2010, menunjukkan kondisi penutupan karang hidup di Kawasan Lovina berkisar antara 18 sampai 44 % penutupan karang hidup dengan kategori buruk sampai sedang. Dengan struktur komunitas terumbu karang Kawasan Lovina memiliki formasi Acropora, non Acropora, soft coral, dan sponges. Kelompok Acropora umumnya berbentuk branching, digitate, submassive, kelompok non Acropora dengan lifeform : branching, massive, encrusting, submassive, foliose dan mushroom.Struktur komunitas karang meliputi kelompok Acropora Submassive, dan bukan kelompok acropora yang terdiri dari Coral Branching, Coral Encrusting, Coral Massive, Coral Submaasive, dan Coral Mushroom. Coral Mushroom ditemukan secara soliter berbentuk seperti jamur dan berasal dari jenis Fungia sp (Prasetia,2013)

Karang jenis Acropora spp relatif jarang dijumpai pada penelitian, disebabkan karena kondisi perairan yang relatif keruh dan memiliki tingkat

(14)

arus dan ombak yang cukup kuat Jenis karang yang dominan disuatu habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis karang yang hidup dapat didominasi oleh suatu jenis karang tertentu. Menurut bentuk pertumbuhannya karang keras dibedakan menjadi acropora dan non- acropora, dengan perbedaan morfologi berupa tipe bercabang (branching), tipe padat (massive), tipe merayap (encrusting), tipe daun/lembaran (foliose), tipe meja (tabulate), serta tipe jamur (mushroom), tipe menjari (digitate) (Manuputty, 1990 dalam Munasik dan Widjatmoko, 2005)

2.4 Aksial Koralit

Karang terdiri dari dua tipe berdasarkan pertumbuhannya,yaitu karang Acropora dan karang non Acropora. Karang Acropora mempunyai Axial coralit juga radial koralit. Axial coralit terletak di ujung sedangkan radial koralit mengelilingi polip. Biasanya yang dihitung jumlahnya adalah radial koralit. Axial Coralit berwarna lebih gelap dibanding radial koralit yang lebih berwarna. Terdapat beberapa spesie Acropora yang mempunyai Axial koralit selain karakteristik lainnya seperti conoesteum dan dinding coralit, yaitu Acropora aspera, Acropora prostate dan Acropora sp. (Fachrurrozzie, 2012).

(15)

Gambar 2. Axial Coralite

Terdapat beberapa spesies yang mempunyai aksial koralit dan radial koralit, diantaranya A. palifera, A. millepora dan A. tenuis. Bentuk aksial koralit pada kedua spesies ini berbeda. Pada A. millepora mempunyai percabangan yang pendek dan berkoloni serta axial koralit tidak tersusun rapat seperti radial koralit tetapi terpisah. Sedangkan pada A. palifera hanya mempunyai koralit yang lembut tanpa ada aksial koralit. Sedangkan aksial koralit pada A.tenuis berbentk panjang dan tubular dan pada radial koralit terdapat bibir flaring dan susunan radial koralitnya rapi dan teratur (Prasetia, 2013).

2.5 Radial Koralit

Marga Acropora biasanya ditemukan di tempat dangkal di seluruh perairan Indonesia, mempunyai bentuk percabangan sangat bervariasi dari karimboba, aborsen, kapitosa, dan lain-lain. Ciri khas dari marga ini adalah mempunyai axial koralit dan radial koralit. Bentuk koralit juga bervariasi dari bentuk tubular, harifon, dan tenggelam. Marga ini mempunyai sekitar 150 jenis. Acropora formosa mempunyai bentuk percabangan aborsen dengan percabangan rampai sampai gemuk. Radial koralit membentuk tabung dengan bukan membulat atau oval tersusunmerata dan rapat. Warna koloni kecoklatan dengan unjung cenderung memutih. Terbesar diseluruh perairan Indonesia (Wells, 1995 dalam Suharsono, 1996).

(16)
(17)

III. METODOLOGI 3.1 Lapang

3.1.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum laboratorium IPTK adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Alat praktikum lapang

No Alat Fungsi

1 Rooster Sebagai substrat karang saat

transplantasi

2 Kabel Ties Mengikat transplan karang pada

rooster

3 Penggaris Mengukur Fragmen karang

4 Label Nama Untuk menamai hasil transplantasi

karang

5 Kamera Digital Dokumentasi

6 Spidol Permanen Untuk menulis nama pada label

7 Akrilik Sebagai media untuk menulis di

perairan

8 Pensil Untuk menulis di Akrilik

9 Alat selam dasar Untuk snorkeling dan mengamat

karang

10 Tang potong Untuk memotong fragmen karang

11 Keranjang Plastik Sebagai wadah penampungan

potongan fragmen karang

12 Trash Bag Untuk tempat sampah

Tabel 2. Bahan praktikum lapang

No Bahan Fungsi

1 Potongan fragmen Karang Untuk di transplantasi

3.2.1 Metode

(18)

Gambar 3. Skema kerja praktikum lapang IPTK

3.2 Laboratorium

3.2.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum laboratorium IPTK adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Alat pengamatan karang di laboratorium

No Alat Fungsi

1 Loop/Kaca Pembesar Pengamatan Polip, aksial koralit dan

radial koralit

2 Penggaris Plastik/kaliper Sebagai alat pengukuran

3 Buku Catatan Sebagai alat untuk mencatat

4 Buku Panduan Praktikum Sebagai alat Referensi

5 Kamera Digital Dokumentasi

6 Mikroskop Pengamatan Polip, aksial koralit dan

radial koralit

7 Peralatan Gambar Dokumentasi dan untuk menggambar

-Ditanam ke perairan

-Dibuat media rooster dan dikat dengan kabel tis

-Hasil fragmen karang diikat pada rooster

-Diberi label nama

(19)

bagian - bagian karang acropora

8 Sarung tangan karet Melindungi tangan

9 Kain hitam Untuk background foto koralit

Tabel 4. Bahan pengamatan karang di laboratorium

No Bahan Fungsi

1 Karang mati Pengamatan polip

3.2.2 Metode

Metode yang akan digunakan dalam praktikum laboratorium Ilmu dan Pengelolaan Terumbu Karang adalah sebagi berikut :

Gambar 4. Skema kerja praktikum laboratorium IPTK

IV. PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur 4.1.1 Lapang

Pengamatan yang dilakuakan praktikum lapang ilmu dan pengelolaan terumbu karang, dilakukan dua perlakuan terhadap karang

-Dihitung jumlah radial koralit

-Dihitung siklus septa

-Diidentifikasi jenis coenesteum

-Diidentifikasi spesies -Diidentifikasi septa

-Diidentifikasi jenis radial dan aksial koralit -Diidentifikasi lifeform

-Disiapkan alat dan bahan Identifikasi karang

(20)

yaitu fragmentasi dan transplantasi, skema kejanya adalah sebagai berikut :

Pertama disiapkan alat dan bahan, untuk media transplantasi dibuat dengan mnyusun dua buah rooster menjadi satu dengan mengikatnya menggunakan kabel tis. Setelah siap, lalu dimulai dengan mengambil transplan di perairan. Harus dipilih karang yang ideal agara tidak menyebabkan karang mati setelah difragmentasi. Setelah ditemukan karang yang ideal lalu dilakukan pemotongan polip karang menggunakan tang potong. Pemotongan karang harus memnuhi empat syarat, yaitu ukuran karang harus sesuai (<10%) ukur dengan penggaris agar tidak salah, kemudian harus hati-hati, serta harus sesuai dengan kondisi alam.

Proedur kerja setelah fragmentasi dilakukan, maka fragmen karang harus segera ditransplantsi agar tidak stress. Fragmentasi dilakukan di media Rooster dengan metode substrat. Fragmen karang ditempel pada roster dan kemudian diikat dengan kabel tis agar tidak lepas. Tiap satu media terdapat sepasang fragen karang. Kemudian translan karang di labeli dengan nama kelompok agar bias diamati perkembangan petumbuhannya nanti. Kemudian ditanam diperairan dengan hati-hati.

(21)

Gambar 6. Rooster disiapkan untuk media transplan

Gambar 7. Rooster diikat dengan kabel tis

(22)

Gambar 9. Penanaman Hasil Transplantasi

4.1.2 Laboratorium

Prosedur kerja pengamatan karang dalam praktikum laboratorium ilmu dan pengelolaan terumbu karang, adalah sebagai berikut :

Pertama disiapkan sampel karang yang sudah mati, kemudian difoto dari 4 sisi. Setelah itu kemudian diukur panjang karang dan ditulis dalam uku kerja. Kemudian diamati dibawah mikroskop. Ambil gambar aksial koralit, radial koralit, septa serta conesteum.

Identifikasi karang dimulai dengan identifikasi life form. Untuk identifikasi life form harus diamati di lapang karena saat karang membentuk life form berup koloni. Setelah life form didapat, maka diidentifikasi aksial koralit dan radial koralit. Untuk aksial koralit cukup digambar saja, sedangkan untuk radial koralit wajib diidentifikasi jenis radial koralit serta jumlahnya. Untuk menghitung jumlah koralit, bias dihitung tiap sisi lewat gambar yang telah difoto. Selanjutnya kita mengidentifikasi septa dan siklu septa, pengamatan ini harus dimati lewat mikroskop, diamati berapa jumlah siklus septanya. Terakhir diidentifikasi bentuk conesteum. Setelah diidentifikasi semua bagian tersebut kemudian ditentukan spesies yang diamati dengan menggunakan tabel identifikasi.

(23)

Gambar 11. Foto karang diambil dari 4 sisi berbeda

Gambar 12. Penampakan Axial Coralit

(24)

Gambar 14. Penampakan Conesteum dilihat lewat mikroskop

4.2 Analisa Hasil

4.2.1 Lapang

Pada saat praktikum lapang ilmu pengelolaan terumbu karang di pantai Kondang Merak, Kabupaten Malang pada tanggal 6 Desember 2014 kondisi perairan tidak memungkinkan untuk melakukan fragmentasi karang. Hal ini dikarenakan kondisi alam yang tidak memungkinkan, antara lain laut pasang disertai keruhnya perairan. Oleh sebab itu, kami hanya melakukan transplantasi karang.

Transplantasi karang dilakukan saat perairan surut, sekitar tengah hari. Transplantas dilakukan dengan metode substrat, diamana rooster digunakan sebagai substrat. Fragmen karang yang di tanam pada media karang merupakan jenis karang bercabang (Branching Corals). Fragmen karang yang kami gunakan memiliki ukuran yang ideal, yaitu p1= 5 cm dan p2= 4,5 cm

Fragmen didapat di perairan sekitar 20 meter dari lepas pantai, pada kedalaman kurang lebih 2 meter. Fragmen yang diambil dirasa sudah memenuhi semua syarat pegambilan fragmen, yaitu ukuran yang ideal, dan pengambilan secara hati-hati. Meskipun pengambilan dilakukan disaat air keruh dimana tidak terlalu baik bagi karang.

(25)

karang lebih dangkal hingga lebih banyak mendapat cahaya matahari, selain itu bia posisi transplan terlalu rendah dikhawatirkan akan mudah terkena sedimentasi. Penyusunan dua rooster ini diikat menggunakan kabel tis agar tidak mudah lepas. Berikut hasil transplan karang yang berhasil dibuat :

Hasil transplantasi ditanam di perairan 20 meter dari lepas pantai, pada kedalaman sekitar 2 meter.

4.2.2 Laboratorium

Hasil identifikasi karang yang dilakukan dalam praktikum ilmu dan pengelolaan terumbu laboratorium karang, yaitu :

Tabel 5. Hasil identifikasi karang

Identifikasi Hasil Keterangan

Bentuk Life Form Tabulate

Bentuk Radial Coralit

Sub-Immeresed 96

Nariform 110

Appresed 87

Bentuk Axial Coralit

(26)

Bentuk Coenesteum Constate

(27)

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada praktikum lapang dan laboratorium dapat disimpulkan bahwa :

 Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria, berbentuk tabung, memiliki mulut yang dikelilingi oleh tentakel.

 Terumbu karang merupakan kelopok organisme yang hidup di dasar perairan yang dangkal, terumbu karang di susun oleh karang karang kelas Anthozoa, dan ordo Madreparia (Scleractia), yang termauk karang hermatifik (hermatifik coral).

 Faktor-faktor fisik lingkungan yang dapat memengaruhi pertumbuhan karang diantaranya adalah Suhu, kedalaman perairan, salinitas, kekeruhan perairan, turbiditas, intensitas cahaya matahari, dan sirkulasi laut.

Acropora adalah saah satu genus karang yang memiliki tingkat ketahanan hidup yang besar dan kepecatan pertumbuhan yang tinggi.

Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit,

Axial koralit terletak diujung, sedangkan radial koralit terletak di sekeliling tubuh karang. Koralit memilik berbagai macam bentuk.

5.2 Saran

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, R. J. Rais, S.P Ginting dan M.J sitepu, 2004. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pranya Paramita Jakarta.

English. S., Wilkinson. C., Baker. V., 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources. ASEAN-Australia Marine Science Project Living Coastal Resources. Australia.

Fachrurrozie, Achmad. 2012. Pengaruh Perbedaan Intensitas Cahaya Terhadap Kelimpahan Zooxanthella pada Karang Branching dan Digitate di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi. Depok: UI.

Munasik dan Widjatmoko. 2005. W. Reproduksi karangAcropora asperadi Pulau Panjang, Jawa Tengah: II. Waktu spawning (Sexual reproduction of coral Acropora asperafrom Panjang Island, Central Java: II. Spawning Time). Indonesian Journal of Marine Sciences. 10(1): 30-34.

Muzaki, Farid Kamal, dkk. 2010. Kondisi Terumbu Karang Di Perairan Bangka, Provinsi Bangka Belitung

Prasetia, I Nyoman Dodik.2013. Kajian Jenis Dan Kelimpahan Rekrutmen Karang Di Pesisir Desa Kalibukbuk, Singaraja, Bali. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 69-78

Prasetyo, Rahmadi. 2014. Kajian Kerusakan Terumbu Karang dan Alternatif Pemecahannya di Perairan Sanur. E-journal

Santoso, Arif Dwi. 2008. Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Terumbu Karang. J. Tek. Ling Vol. 9 No. 3 Hal 121-226

Suharsono,1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia. LIPI, Pusat Penelitian dan pengembangan oseanologi, proyek penelitian dan pengembangan daerah pantai, Jakarta.

Suharsono. 2004. Jenis-jenis Karang di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.

Sukarmin, Idrus. 2013. Ekosistem Terumbu Karang untuk Transplantasi Karang. Universitas Khairun Ternate

(29)

Timotius, S. 2003. “Biologi Karang”. Makalah Training Course: Karakteristik Biologi Karang. PSK – UI; Yayasan Terangi.

Wallace, CC. and AW. M., 2001. Acropora: Staghorn Corals Indian Ocean-South East Asia-Pacific Ocean. Ocean Environment, NSW, Australia.

Gambar

Gambar 1. Karang Acropora
Gambar 2. Axial Coralite
Tabel 2. Bahan praktikum lapang
Tabel 3. Alat pengamatan karang di laboratorium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 2 menunjukkan hasil pengamatan lapang di 7 lokasi untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang di perairan Selat Madura.. Secara umum ekosistem

Kesimpulan praktikum yang telah dilakukan adalah pada usahatani padi sawah di Desa. Kedung Malang pendapatan

material dasar perairan dengan kriteria karang berpasir merupakan daerah yang berada pada. ujung-ujung

Pada praktikum lapang Dinamika Ekosistem Laut dan Instrumentasi Kelautan yang dilaksanakan di pantai Sendang Biru, Malang telah dilakukan observasi

demikian kelestarian ikan kepe-kepe akan sangat tergantung pada kondisi.. Beberapa penelitian tentang terumbu karang telah dilakukan di perairan Sumatera Barat dan

Lamun dapat tumbuh pada area laguna berpasir antara terumbu karang, perairan lepas pantai yang lebih dalam, atau pada area laguna yang dibatasi terumbu karang atau patahan

Jalan-jalan Taman bunga selecta 1,5 jam dari kota malang ; 35.000-40.000 Coban rondo 1,5 jam dari kota malang ; 35.000-40.000 Pantai Kondang Merak 2 jam dari kota malang Kampung

A.Kondisi terumbu karang:sehat,dengan karang hidup sebesar 38.6%,.Terumbu karang di perairan Misool Selatan memiliki persentase tutupan >50% dengan artian kondisi terumbu Karang di