LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KELOMPOK 8
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU PENGELOLAAN TERUMBU KARANG KELOMPOK 8
AHMAD HIDAYAT 115080600111018
CITRA RAVENA PUTRI EFFENDY 135080601111006
FADIL MUHAMMAD 135080601111078
NOVAR KURNIA WARDHANA 135080600111003
R. A MUTIARA 135080600111039
RHIMSON MIANDO 135080600111027
ROSALIA RIANTY RENIATAO 135080607111001
SURYO WICAKSANA 135080600111036
YOGA PRATAMA 135080600111008
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ii LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN ILMU DAN PENGOLAHAN TERUMBU KARANG
Dengan ini menyatakan bahwa telah disetujui Laporan Akhir Praktikum Ilmu dan Pengelolaan Terumbu Karang
Malang, 19 Desember 2014 Menyetujui,
Koordinator Asisten Asisten Pendamping,
Hardi Bagus Adipamungkas Juliana Angelia Siagian
iii KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan puji dan Syukur atas kehadirat rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan kami kesehatan dan segala nikmat yang telah diberikan, karena-NYA kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Ilmu Pengelolaan Terumbu Karang dengan sebaik dan semampu kami, dan karena-NYA lah kami dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memperbaiki kinerja kami untuk kedepannya.
Malang , 15 Desember 2014
iv
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. TerumbuKarang ... 4
3.2.1 Waktu dan tempat ... 9
v DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1 Pemasangan raster ... 15
Gambar 2 Pemberian Label ... 15
Gambar 3 Pengukuran fragmen transplan ... 15
Gambar 4 Transplan fragmen ... 15
vi DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat Pratikum Lapang IPTK ... 7
Tabel 2. Bahan dan Fungsinya ... 8
Tabel 3. Alat pengamatan karang di laboratorium ... 9
1 BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat kompleks dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan memiliki banyak fungsi ekologis maupun ekonomis.Beberapa fungsi terumbu karang antara lain sebagai pemikat (attractant) organisme laut untuk meningkatkan efisiensi penangkapan, melindungi dan menyediakan area asuhan, menyediakan habitat bagi biota laut dan menjaga keseimbangan siklus rantai makanan (White et al. 1990 dalam Riyantini, 2008).
Pada dasarnya terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif Kalsium Karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatypic) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan plankton zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae
berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat (Bengen, 2002). Sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya merupakan kekayaan alam bernilai tinggi, sehingga diperlukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Terumbu karang merupakan rumah bagi 25% dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah. Oleh karena itu, pengelolaan ekosistem terumbu karang demi kelestarian fungsinya sangat penting. Kekayaan nilai dalam ekosistem terumbu karang menyumbang manfaat yang sangat besar dan beragam dalam pembangunan kelautan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan suatu daerah maka eksploitasi sumberdaya alam termasuk sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya yang dilakukan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kelestariannya akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat di sekitar terumbu karang berada, termasuk sumberdaya terumbu karang itu sendiri dan dampak eksosistemnya (Kasim, 2011).
2 Terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh kegiatan manusia. Di Indonesia umumnya terumbu karang sudah mengalami tekanan karena adanya pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan, sehingga kondisi terumbu karang telah banyak penurunan kualitas, berikut adalah penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang oleh manusia yaitu: (a) Pengaruh aktivitas komersil dan rekreasi di terumbu karang, (b) Pengaruh aktivitas perikanan dan koleksi karang, (c) Pengaruh pencemaran terhadap karang (Djonlie,1993).
Menurut Sarwono (1993), mengemukakan bahwa diantara sekian banyak kekayaan laut di indonesia yang paling terancam adalah ekosistem Terumbu karang. Penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah karena nelayan menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak.
1.2 Tujuan
3 1.3 Waktu danTempat
Praktikum lapang Ilmu Pengelolaan Terumbu Karang ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 6 Desember 2014, pukul 09.00 - selesai. Tempat Praktikum lapang berlokasi di Pantai kondang merak Kota Malang Propinsi Jawa Timur.
4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu bagian dari ekosistem yang ada di laut. dalam ekosistem ini , terletak pada daerah dangkal yang hangat dan bersih , dimana didaerah ini merupakan daerah yang produktif, yang terdapat bayak biota laut sebagai penghuninya. Terumbu karang atau coral reefs adalah ekosistem oraganisme yang hidup di dasar perairan laut yang berbantuk batuan kapur (CaCO3). Organisme yang menempati kawasan ekosistem ini mayoritas binatang binatang yang memiliki kerangka kapur serta jenis dari alga. Terumbu karang memiliki peran yang sangat besar, karena itu kerusakan ekosistem terumbu karang dapat mengakibatkan terganggunya seluruh kehidupan di laut dan pantai yang ada di wilayah tersebut(Auliyah et al, 2012).
Menurut Prasetia (2013), Suatu keunikan dari asosiasi atau komunitas yang dibentuk oleh kegiatan biologis di lautan adalah terumbu karang. Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit Kalsium Karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Terumbu karang berada pada daerah perairan laut dangkal, mayoritas terdapat didaerah tropis yang memiliki perairan yang lebih hangat.ekosistem ini tersusun oleh karang jenis Anthozoa dari kelas
Scleractinia, yang termasuk kedalam hermatypic coral atau jenis karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari Kalsium Karbonat.
2.2 Acropora
Secara taksonomi ,terumbu karang memilik sekitar 7500 spesies terumbu dan menutupi area seluas 2 x 106 km2 di wilayah tropis seluruh dunia. Sebagian bentuk geologis yang masif, terumbu karang menyediakan perlindungan dari ombak secara ekstensif pada sepanjang pantai,produksi biologis terumbu karang menghasilkan komoditi pangan seperti ikan ikan, moluska, lobster dan udang(Nganro, 2009).
Famili Acroporidae terdiri atas empat genus, yaitu Montipora, Astreopora, Anacropora, dan Acropora. Famili ini biasanya ditemukan berkoloni kecuali Genus
Astreopora yang memiliki coralit yang kecil dan kolumelanya tidak tumbuh.Genus
Acropora memiliki bentuk pertumbuhan (life form) bercabang (branching), tabulate,
digitate, dan kadang-kadang berbentuk encrusting atau submassive. Coralite
5 Dinding Coralite dan Coenestum menjadi poros. Pada genus ini tentakel hanya keluar pada malam (Effendi, 2014).
2.3 Bentuk Life Form
Terdapat variasi bentuk dari pertumbuhan karang yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Bardasarkan pada bentuk pertumbuhanya, karang dapat dibagi menjadi dua yaitu bentuk Pertumbuhan Karang Acropora dan non-Acropora. Yang membedakan keduanya yakni terletak pada axial coralite nya, dimana axial coralite dimiliki oleh karang Acropora, dan tidak dimiliki oleh
non-Acropora. Sampai sekarang terdapat lima bentuk pertumbuhan dari karang
Acropora (Syarifuddin, 2011).
Berdasarkan penelitian karang tentang pertumbuhan karang. Ditemukan 10 bentuk pertumbuhan karang (life form) yang meliputi Jenis Acropora dan non-Acropora. Jenis Acropora diantaranya Acropora branching, Acropora encrusting,
Acropora digitate, dan Acropora tabulate. Sedangkan dari jenis non-Acropora
diantaranya Coral branching, Coral encrusting, Coral foliose, Coral massive, dan Coral mushroom. Selain itu, di temukan juga adanya Soft coral (Riska et al, 2013). Dalam Syarifuddin (2011), Terdapat beberapa bentuk pertumbuhan karang
Acropora,yaitu:
1. Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), bentuk bercabang seperti ranting pohon.
2. Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar. 3. Acropora merayap (Encrusting Acropora), bentuk merayap, biasanya
terjadi pada Acropora yang belum sempurna.
4. Acropora Submasif (Submassive Acropora), percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh.
5. Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan
2.4 Axial Coralite
6 namun hal tersebut tidak selalu terjadi. Tidak semua karang bercabang memiliki
axial coralite. Axial coralite adalah fitur diagnostik dari genus Acropora dan salah satu spesies Cyphastrea (Coral hub, 2014).
Axial coralite merupakan pusat dari Coralite. Dimana axial coralite
berperan dalam membentuk cabang-cabang Acropora. Tidak seperti radial coralite, axial coralite hanya memiliki dua macam bentuk. Diantaranya yaitu bentuk tunggal dan bentuk silinder sederhana. Bagian tunas yang terletak dibagian ujung bawah membantu memperluas axial coralite itu sendiri (Wallace, 1999).
2.5 Radial Coralite
Menurut Wallace (1999), radial coralite merupakan peripheral yang diatur disekitar sumbu yang dibentuk oleh axial coralite Acropora. Radial coralite dapat membentuk berbagai bentuk. Tidak hanya berbentuk silinder sederhana seperti yang dimiliki oleh axial coralite. Radial coralite memiliki ukuran lebih pendek dari
axial coralite.Bagian bawah ujung tunas memperluas dari bagian axial coralite. Radial coralite merupakan campuran dari ukuran dan bentuk. Dimana bagian dekat cabang memiliki ukuran yang panjang. Selain ukuran yang panjang,
7 BAB III. METODOLOGI
3.1 Lapang
3.1.1 Waktu danTempat
Praktikum lapang Ilmu dan Pengelolahan Terumbu Karang ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 6 Desember 2014 di Pantai Kondang Merak, Kabupaten Malang. Mulai pukul 13.00-16.00 WiB.
3.1.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum lapang Ilmu dan Pengolahan Terumbu Karang Di Pantai Kondang Merak, Kabupaten Malang adalah :
Tabel 1. Alat Pratikum Lapang IPTK
No. Alat Spesifikasi Fungsi
1 Kamera
digital Samsung S4 Untuk dokumentasi
2 Alat selam
dasar Beuchat
Alat bantu untuk menyelam untuk mengambil fragmen karang dan untuk membawah rooster ke perairan
3 Akrilik Putih Untukmencatat di dalam air
4 Pensil Faber Castel 2b Untuk menulis di akrilik
5 Penggaris Butterfly 30 cm Untuk mengukur panjang karang
6 Rak Warna hijau dan merah Untuk tempat karang yang akan di
8 Tabel 2. Bahan dan Fungsinya
No. Bahan Spesifikasi Fungsi
1 Benang kasur Warna putih Untuk menali penanda pada rooster
2 Kertas Kalkir Warna biru dan kuning Untuk menandai
transplant
3 Rooster Warna putih Sebagai substrat tempat
melekatnya karang
4 Kabel Ties Warna putih Untuk melekatkan karang pada rooster
6 Spidol permanen Warna biru merek
Snowman
Untuk menulis di pennda
transplant
7 Trash bag Warna hitam ukuran
besar Sebagai wadah sampah
8 Acropora Warna coklat tua Sebagai fragment
3.1.3 Skema Kerja
• Skema kerja pratikum lapang transplantasi karang
Hasil
Didokumentasikan saat peletakkan transplantkarang Diletakan karang transplantpada daerah aseptortransplan
Dibawa karang transplantke tempat peletakan Diikat fragmentkarang dengan menggunakan kabel ties
Diberi label sesuai dengan nomor kelompok
9 3.2 Laboratorium
3.2.1 Waktu dan tempat
Praktikum laboratorium Ilmu dan Pengelolahan Terumbu Karang ini dilaksanakan pada hari Kamis, 11 Desember 2014 di laboratorim Kelautan Gedung A lantai 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Mulai pukul 08.40-09.020 WiB.
3.2.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Ilmu dan Pengolahan Terumbu Karang di laboratorium adalah :
Tabel 3. Alat pengamatan karang di laboratorium
No. Alat Spesifikasi Fungsi
1 Loop/Kaca
Pembesar
-Pengamatan polip axial coralite dan radial koralit
2 Penggaris plastik/ kaliper
Butterfly 30 cm Sebagai alat pengukuran
3 Buku Catatan Academy Sebagai alat untuk mencatat 4 Buku Panduan
Praktikum
Buku panduan tahun 2014
Sebagai alat referensi
5 Kamera Digital Samsung S4 Dokumentasi
6 Mikroskop
-
Pengamatan polip, aksialkoralit dan radial koralit
11 Jangka sorong
-
Mengukur panjang fragment10 Tabel 4. Bahan pengamatan karang di laboratorium
No. Bahan Spesifikasi Keterangan
1 Acropora Warna coklat tua Untuk pengamatan polip
3.2.3 Skema Kerja
1. Skema kerja Pengamatan Fragmen karang
Amati fragmen dengan mikroskop
Angin-anginkan selama 2 hari sampai fragmen kering Bilas dengan air keran dan ulangi proses bleaching2x
Diamkan selama 3 hari
Masukan karang dalam ember dan tuangkan klorin 75% Siapkan ember
Fragment karang di bilas dengan air keran Siapkanfragment karang
11 2. Skema kerja Pengamatan Axial dan Radial Koralit memakai
Mikroskop
3. Skema kerja Pengamatan Axial dan Radial coralite Secara manual
Foto dan dokumentasikan Amati fragmen axial
Dilihat pada perbesaran 4x10, agar terlihat jelas Letakan di kaca preparat, untuk pengamatan mikroskop
Potong axial coralite pada fragmen karang
Foto dan dokumentasikan
Amati dan hitung fragmenaxial dan radial coralite
hitung panjang radial koralit Letakan di meja pengamatan
12 BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 ANALISA PROSES 4.1.1 Lapang
Teknik untuk pengembangbiakan karang yang harus diperhatikan antara lain koloni yang akan dikembangkan haruslah koloni yang sehat dan pemotongan koloni hendaknya memperhatikan arah arus untuk menghindari penutupan koloni oleh akibat pelendiran koloni. Teknik yang digunakan dalam transplantasi karang untuk setiap species berbeda. Hal ini bergantung kepada kemampuan koloni untuk menempel baik pada substrat yang digunakan. Tipe substrat dan pencahayaan merupakan faktor yang menentukan perkembangan karang. Alat yang digunakan untuk memotong fragmen dari induknya juga berbeda-beda tergantung dari bentuk pertumbuhan koloni. Karang yang bentuk pertumbuhan koloninya bercabang, alat yang digunakan untuk memotong karang adalah gunting kawat, sedangkan untuk koloni yang bentuknya massive, alat yang sebaiknya digunakan adalah gergaji besi. Arah potongan karang juga menentukan laju pertumbuhan jangka panjang koloni tersebut.
Fragmentasi/transplantasi terumbu karang diharapkan akan menjadi solusi yang tepat dan cepat dalam mendukung keberhasilan program rehabilitasi ekosistem terumbu karang. Fragmentasi atau transplantasi adalah mengambil sebagian koloni karang dari koloni primer dan kemudian di ‘letakkan’ di tempat tertentu.
13 Beberapa percobaan yang telah dilakukan ada beberapa kententuan untuk transplantasi karang, yaitu:
1. Transplantasi karang diperlukan suatu wadah beton sebagai substrat dimana karang ditanam.
2. Jenis karang bercabang lebih cepat pertumbuhannya, dan mampu menyesuaikan dibandingkan karang masif.
3. Semua lokasi perairan pada dasarnya dapat dilakukan transplantasi dengan syarat kondisi hidrologik masih dalam batas toleransi pertumbuhan karang.
4. Hasil percobaan pada habitat yang berpasir tetapi dengan kesuburan yang tinggi pertumbuhan karang lebih cepat dibandingkan pada daerah yang karannya rusak.
5. Wadah karang yang ditransplantasi sebaiknya tidak menghalangi aerasi oleh arus.
4.1.2 Laboratorium
Metode pengawetan karang dilakukan dengan cara disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Disiapkan juga fragmen karang. Dibilas dengan air kran yang mengalir agar bersih dari mucus/lendir dan tidak bau. Disiapkan ember sebagai tempat fragmen karang dan dimasukkan fragmen karang ke dalam ember. Dituang klorin ke dalam ember sebanyak 75%untuk membuat karang bleaching. Didiamkan selama 3 hari lalu dibilas dengan air kran. Dituangkan lagi klorin ke dalam ember sebanyak 75% dan diamkan selama 3 hari. Dibilas dengan air kran dan dituangkan klorin sebanyak 75% dan diamkan selama 3 hari.Dibilas dan diangin-anginkan selama 2 hari agar bagian dalam dan luar karang kering secara merata. Kemudian diamati di mikroskop.
Metode pengamatan axial coralite. Dipotong bagian axial coralite yang terletak diujung percabangan yang berwarna pucat karena disebabkan alga simbion belum berpindah ke jaringan yang baru. Diletakkan dikaca preparat dalam keadaan tidak ditutup. Dilihat dengan perbesaran 4X agar terlihat jelas. Diamati axial coralite dan didokumentasikan dengan foto.
14 tidak ditutup. Dilihat dengan perbesaran 4X agar terlihat jelas. Diamati
radial coralite dan didokumentasikan dengan foto.
Metode pengamatan coenesteum. Dipotong bagian coenesteum. Diletakkan dikaca preparat dalam keadaan tidak ditutup. Dilihat dengan perbesaran 4X agar terlihat jelas. Diamati radial coralite dan didokumentasikan dengan foto.
Metode perhitungan dilakukan dengan cara disiapkan fragmen dan letakkan di meja. Dihitung panjang radial dan amati. Dokumentasikan dengan foto.
4.2 ANALISA HASIL 4.2.1 Lapang
Pada praktikum Ilmu Pengelolaan Terumbu karang didapatkan hasil dari fragmentasi karang dan transplantasi karang. Proses fragmentasi dilapang dilakukan oleh Tim asisten. Ukuran fragmentasi yang digunakan tidak boleh terlalu panjang dan tidak boleh juga terlampau pendek. Setelah proses fragmentasi dilakukan selanjutnya adalah proses transplantasi. Dalam proses ini digunakan beberapa alat dan bahan diantaranya yaitu :
Rooster, kabel ties, spidol, label nama.
Proses transplantasi diawali dengan membuta substrat bagi karang. Diamana 2 buah rooster disusun kemudian 4 sudut diagonal diberi kabel ties sebagai pengikat rooster dan fragmen karang. Disatu sisi kabel ties digunakan sebagai label nama kelompok.
15
Gambar 1 Pemasangan rooster Gambar 2 Pemberian Label
Gambar 4 Pengukuran fragmen transplan
Gambar 3 Transplan fragmen
4.1.2 Laboratorium
Pada praktikum Ilmu Pengelolaan Terumbu karang didapatkan hasil dari Pengawetan Karang, pengamatan axial coralite, pengamatan dan perhitungan radial coralite,dan pengamatan coenesteum. Metode pengawetan karang dilakukan dengan cara disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Disiapkan juga fragmen karang. Dibilas dengan air kran yang mengalir agar biar bersih dari mucus/lendir dan tidak bau. Disiapkan ember sebagai tempat fragmen karang dan dimasukkan fragmen karang ke dalam ember. Dituang klorin ke dalam ember sebanyak 75%untuk membuat karang bleaching. Didiamkan selama 3 hari lalu dibilas dengan air kran. Dituangkan lagi klorin ke dalam ember sebanyak 75% dan diamkan selama 3 hari. Dibilas dengan air kran dan dituangkan klorin sebanyak 75% dan diamkan selama 3 hari. Dibilas dan diangin-anginkan selama 2 hari agar bagian dalam dan luar karang kering secara merata. Kemudian diamati di mikroskop.
Metode pengamatan axial coralite. Dipotong bagian axial coralite
16 perbesaran 4X agar terlihat jelas. Diamati aksial koralit dan didokumentasikan dengan foto.
Metode pengamatan radial coralite. Dipotong bagian radial coralite yang mengelilingi axial coralite. Diletakkan dikaca preparat dalam keadaan tidak ditutup. Dilihat dengan perbesaran 4X agar terlihat jelas. Diamati
radial coralite dan didokumentasikan dengan foto.
Metode pengamatan conesteum. Dipotong bagian conesteum. Diletakkan dikaca preparat dalam keadaan tidak ditutup. Dilihat dengan perbesaran 4X agar terlihat jelas. Diamati radial coralite dan didokumentasikan dengan foto.
Metode perhitungan dilakukan dengan cara disiapkan fragmen dan letakkan di meja. Dihitung panjang radial dan amati. Dokumentasikan dengan foto.
Hasil proses pengawetan karang dilaboratorium diperoleh hasil fragmen yang digunakan pada kelompok kami mengalami bleaching akibat perlakuan pemberian pemutih. Hal tersebut dikarenakan pada saat pemberian zat pemutih dengan konsentrasi 75% dilakukan selama 2 kali dan ditunggu selama 3 hari setiap pemberiannya membuat fragmen karang mengalami pemutihan dan siap untuk dianalisa.
Hasil proses pengamatan axial coralite, didapatkan hasil axial coralite fragmen spesies 2 kelompok kami berjumlah sebanyak dua. Didapat juga hasil septa dari axial coralite fragmen spesies 2 kelompok kami memiliki dua siklus yaitu R1 berjumlah 4 buah, dan R2 sebanyak 8 buah.
Hasil proses pengamatan dan perhitungan radial coralite, didapatkan hasil radial coralite fragmen spesies 2 kelompok 8 berjumlah sebanyak ±472 buah dengan bentuk radial coralite nya terdapat 4 jenis, yaitu Nariform B, Labellate A, Immersed, dan Sub-Immersed.
Hasil proses pengamatan coenesteum, didapatkan hasil
coenesteum fragmen spesies 2 kelompok 8 berbentuk Increasingly elaborate spines dengan tipe Q.
Hasil identifikasi karang yang dilakukan oleh kelompok 8, didapatkan hasil spesies dengan ciri-ciri bentuk Life Form nya Arborescent.
17 terdapat 4 bentuk yaitu Nariform b, Labellate a, Immersed dan Sub-Immersed.
Fragmen yang diamati oleh kelompok 8 didapatkan hasil berupa bentuk Radial coralite berjumlah 4 buah yang terdiri dari Nariform b,
Labellate a, Immersed dan Sub-Immersed. Jumlah masing-masing dari bentuk Radial coralite adalah Nariform b sebanyak 211, Labellate a sebanyak 166 buah, Sub-Immersed sebanyak 75 buah, dan Immersed
sebanyak 20 buah. Jumlah total Radial coralite sebanyak 472 buah. Persentase untuk masing-masing tipe Radial coralite dihitung dengan rumus
1.
2.
3.
4.
5.
Gambar 5 Dokumentasi Praktikum Lapang. 1. Fragmen karang
Acropora formosa , 2. Bentuk Axial coralite, 3. Bentuk Axial coralite
dilihat dari Mikroskop; 4. Bentuk Radial coralite 5. Bentuk
Coenesteum
18 BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil dari praktikum lapang dan lab Ilmu Pengelolaan Terumbu Karang dapat disimpulkan bahwa
- Jenis karang yang diambil diambil fragmennya untuk transplantasi karang pada spesies 2 adalah jenis Acropora.
- Tipe Life Form karangnya adalah branching Arborescent.
- Spesies karang yang diambil mempunyai axial dan radial coralite. - Total semua radial coralite dari fragmen yang diidentifikasi yaitu 472. - Tipe dari radial koralitnya ada 4 yaitu Nariform b, Labellate a,
Immersed, Sub-Immersed. Mempunyai jari-jari 2 dengan R1=4 dan R2=8.
- Bentuk coenesteum nya adalah Increasingly elaborate spinules tipe Q - Spesies karang yang diidentifikasi adalah Acropora formosa
5.2 Saran
19 DAFTAR PUSTAKA
AIMS. 2014. Acropora grandis. http://www.coral.aims.gov.au/. Diakses pada 15 Desember 2014 pukul 08.30 WIB.
Aulia. Khairunisa N, Hikmat Kasmara, Tatang S. Erawan, Suhartati M. Natsir.2012.
Kondisi Perairan Terumbu Karang Dengan Foraminifera Bentik Sebagai
Bioindikator Berdasarkan Foram Index Di Kepulauan Banggai, Provinsi
Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm. 335-345, Desember 2012
Bengen DG. 2002. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Pesisir Desa Kalibukbuk, Singaraja, Bali. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 69-78 Coral Hub. 2014. Corallite Type : Axial Corallite vs Radial Corallite. http://www.
coralhub.info/. Diakses pada 15 Desember 2014 pukul 08.00 WIB. Djonlie, W. E. 1993. Koresponden antara Ekoregiom dan Pola Sebaran Komunitas
Terumbu Karang di Pulau Bunaken. Tesis Program Pascasarjana Institusi Pertanian Bogor, Bogor. 65 pp.
Effendi.2014.https://www.academia.edu/1757196/Tingkat_Kelangsungan_Hidup_ dan_Pertumbuhan_Karang_Transplantasi_Jenis_Acropora_humilis_Dana _1846_Acropora_brueggemanni_Brook_1893_dan_Acropora. Diakses pada tanggal 13 desember 2014 pukul 10.50 wib
Kasim,faizal. 2011. Pelestarian Terumbu Karang Untuk Pembangunan Kelautan Daerah Berkelanjutan. Makalah penyuluhan kemah bhakti UNG desa olele. Fak.Pertanian UNG program studi manajemen sumberdaya perairan. Kunzman, a. And efendi, y. 1994. Kerusakan Terumbu Karang Di Perairan
Sepanjang Pantai Sumatera Barat. Jurnal Pen. Perikanan Laut No.91. Hal 48-56.
Nganro.Noorsalam R.2009.Metoda Eotoksikologi Perairan Laut Terumbu Karang
.Institut Teknologi Bandung.Bandung
20 Riska, Baru Sadarun, La Ode Muh. Yasir Haya .2013.Kelimpahan Drupella Pada Perairan Terumbu Karang di Pulau Belan-Belan Besar Selat Tiworo
Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 02 No. 06 Jun 2013 (69 – 80)
Riyantini I. 2008. Pelestarian Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Upaya Konservasi. Makalah disajikan pada Ceramah Ilmiah "Padjadjaran Diving Club" – FPIK. Bandung, 25 November 2008
Sarwono, K. 1993. Terumbu karang yang paling terancam. Harian Umum Kompas tanggal 2 september 1993.
Syarifuddin. Amirah Aryani. 2011. Studi Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Karang Acropora Formosa (Veron & Terrence, 1979) Menggunakan
Teknologi Biorock Di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan Dan PerikananUniversitas Hasanuddinmakassar Wallace, C. 1999. Staghorn corals of the world: a revision of the genus Acropora,