• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Kawasan konservasi merupakan kawasan yang dilindungi dengan fungsi pokok konservasi biodiversitas dalam lingkungan alaminya, atau sebagai “konservasi in situ”, yaitu konservasi ekosistem dan habitat alami serta pemeliharaan dan pemulihan populasi spesies-spesies dalam lingkungan alaminya. Isu penting konservasi biodiversitas adalah mempertahankan integritas ekologis kawasan (UU No 5 / 1994). Basuni (2003) menyatakan bahwa penunjukan dan pengukuhan kawasan konservasi di Indonesia tidak dirancang secara khusus untuk konservasi biodiversitas mengingat konservasi biodiversitas sebagai motivasi konservasi alam, baru muncul pada sekitar tahun 1990-an; sedangkan unit-unit kawasan konservasi di Indonesia sebagian besar ditunjuk dan dikukuhkan sebelum tahun 1990-an dengan dimotivasi oleh kepentingan selain dari konservasi biodiversitas (yaitu: perlindungan daya tarik geologi, keindahan alam, atau perlindungan daerah hulu sungai). Penggunaan istilah biodiversitas dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai pengganti kata biodiversity yang sinonim dengan kata keanekaragaman hayati.

Dalam dekade terakhir ini (sejak tahun 2000) Indonesia telah memperluas kawasan konservasi melalui penunjukan kawasan taman nasional baru sebanyak 15 buah dan perluasan kawasan taman nasional sebanyak tiga buah (Direktorat Konservasi Kawasan dan Bina Hutan Lindung, DITJEN PHKA, 2011). Pengelola taman nasional yang diperluas kawasannya, taman nasional baru, dan beberapa taman nasional lainnya yang mengalami kerusakan kawasan sedang aktif melakukan kegiatan restorasi. Dalam pelaksanaan kegiatan restorasi kawasan taman nasional diatas pengelola menghadapi permasalahan yang hampir sama yaitu variasi kondisi biofisik penutupan lahan dan timbulnya dampak sosial negatif akibat perubahan status fungsi kawasan.

Penelitian ini difokuskan pada kawasan perluasan taman nasional sehingga penelitian ini mengambil lokasi kegiatan restorasi di kawasan perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sebagai contoh kasus dalam perumusan model kelembagaan restorasi biodiversitas. TNGGP merupakan salah satu dari 5 (lima) kawasan konservasi pertama yang ditetapkan oleh Pemerintah

(2)

Indonesia sebagai taman nasional pada tanggal 6 Maret 1980. TNGGP juga merupakan salah satu dari 6 (enam) taman nasional di Indonesia yang diakui oleh dunia sebagai cagar biosfer. Selama ini TNGGP merupakan salah satu contoh pengelolaan taman nasional yang baik di Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (DIRJEN PHKA) Nomor : SK.69/IV-Set/HO/2006 tanggal 3 Mei 2006 tentang Penunjukan 20 Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model, maka TNGGP menjadi salah satu dari 20 taman nasional model yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut. Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BB TNGGP) tahun 2011 menyatakan bahwa tugas dan fungsi utama TNGGP adalah melindungi sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati dan menyediakan sumber daya alam hayati untuk pemanfaatan secara berkelanjutan. Secara umum dapat dikatakan bahwa permasalahan keutuhan dan keaslian biodiversitas TNGGP kedepan akibat invasi jenis tumbuhan antropogenik sangat tergantung pada pola penggunaan lahan di luar dan berbatasan dengan kawasan TNGGP. Permasalahan ini jelas tidak dapat diselesaikan hanya dengan perlindungan kawasan dengan pendekatan pengamanan kawasan (Basuni, 2003).

Pada awalnya berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 736/36/Menteri/X/82 luas kawasan TNGGP adalah 15.196 Ha. Dengan terbitnya SK Menteri Kehutanan No. 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 maka terdapat perluasan kawasan taman nasional seluas hampir 6.779 Ha yang kondisinya perlu direstorasi. BB TNGGP (1999) diacu dalam Basuni (2003) telah melaporkan adanya 42 jenis tumbuhan eksotik antropogenik di dalam kawasan TNGGP, dan bahkan hasil penelitian LIPI (2006) menemukan 75 jenis tumbuhan eksotik antropogenik. Mengingat tujuan penetapan dan fungsi kawasan konservasi yang ada maka jenis-jenis tumbuhan eksotik antropogenik ini menjadi masalah yang mendesak untuk diselesaikan oleh manajemen BB TNGGP dalam rangka preservasi ekosistem hutan tropis pegunungan.

Perluasan kawasan TNGGP berakibat pada perubahan status fungsi kawasan dan penggunaan lahan yang lebih ketat, serta pilihan tindakan manajemen yang tidak seluas pada manajemen sumberdaya hutan (SDH) sebelumnya. Disisi lain persepsi dan kesadaran masyarakat akan potensi sumberdaya alam (SDA)

(3)

termasuk SDH yang terdapat di dalam dan di sekitar kawasan TNGGP saat ini hanya berorientasi pada nilai ekonomis saja seperti dalam bentuk ppenggunaan lahan dan pemungutan hasil hutan untuk mendapatkan sumber pendapatan. Hal ini tidak terlepas dari sejarah pengelolaan kawasan perluasan sebelumnya. Perubahan status fungsi kawasan juga menyebabkan masyarakat (khususnya petani penggarap eks program PHBM - Perum Perhutani) kehilangan hak akses terhadap penggunaan sumberdaya lahan (SDL) di kawasan perluasan tersebut.

Perlindungan TNGGP adalah perlindungan terhadap keutuhan kawasan dan biodiversitas yang terkandung di dalamnya (Basuni, 2003). Restorasi biodiversitas merupakan salah satu kegiatan konservasi yang bertujuan untuk mengembalikan keaslian biodiversitas dalam rangka pemulihan fungsi dan peranan taman nasional dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kawasan konservasi. Restorasi biodiversitas di kawasan perluasan TNGGP merupakan kebutuhan mendesak bagi BB TNGGP dan hingga saat ini belum ditemukan model restorasi yang efektif. Pelibatan masyarakat sekitar taman nasional khususnya dan stakeholders pada umumnya dalam kegiatan restorasi biodiversitas dimaksudkan untuk mengembalikan hak akses masyarakat yang tercabut dan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi mereka dalam konteks pencapaian tujuan restorasi kawasan perluasan TNGGP.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa terdapat dua masalah penting terkait dengan restorasi kawasan perluasan TNGGP ini yaitu masalah vegetasi eksotik antropogenik di kawasan perluasan TNGGP (masalah ekologi) dan masalah tercabutnya hak-hak masyarakat khususnya hak akses terhadap kawasan (masalah kelembagaan). Oleh karena itu, diperlukan sebuah model restorasi biodiversitas yang efektif yang dapat diterima para pemangku kepentingan (stakeholders) terkait, khususnya masyarakat sekitar TNGGP sebagai aktor utama munculnya permasalahan pemanfaatan SDA dan akses atas SDA di kawasan perluasan TNGGP, dengan mempertimbangkan aspek-aspek ekologis, sosial ekonomi, dan kelembagaaan.

(4)

1.2. Perumusan Masalah

Masalah restorasi kawasan perluasan TNGGP bersumber pada karakteristik kondisi biofisik atau ekologis kawasan perluasan dan variasi kepentingan stakeholders yaitu nilai keaslian jenis bagi BB TNGGP, kepentingan ekonomi bagi masyarakat, dan kepentingan stakeholder lain terhadap kawasan perluasan. Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa terdapat dua masalah penting terkait dengan restorasi kawasan perluasan TNGGP ini yaitu masalah vegetasi eksotik antropogenik di kawasan perluasan TNGGP (masalah ekologi) dan masalah tercabutnya hak-hak masyarakat khususnya hak akses terhadap kawasan (masalah kelembagaan).

Ruang lingkup penelitian dan pembatasan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah permasalahan restorasi biodiversitas kawasan perluasan TNGGP (khususnya vegetasi eksotik antropogenik) yang terkait dengan permasalahan akses masyarakat sekitar TNGGP terhadap lahan di dalam kawasan. Secara spesifik adalah perumusan model kelembagaan restorasi biodiversitas dengan konsep Taman Plasma Nutfah (TPN) sebagai pendekatan restorasi biodiversitas di kawasan perluasan TNGGP dengan melibatkan masyarakat sekitar TNGGP dalam melaksanakan kegiatan restorasi kawasan konservasi. Biodiversitas dibatasi pada sumberdaya alam hayati asli yang berasal dari kawasan TNGGP.

Pelibatan masyarakat di sekitar kawasan TNGGP dalam kegiatan restorasi biodiversitas pada kawasan perluasan TNGGP mutlak diperlukan untuk meminimalisir bentuk-bentuk tekanan terhadap kawasan TNGGP sejalan dengan usaha peningkatan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat dan untuk menjamin agar pengelolaan TNGGP dapat dilakukan sesuai dengan fungsi dan tujuan pengelolaan taman nasional. Penelitian ini mencoba merumuskan suatu alternatif model konseptual restorasi biodiversitas pada kawasan konservasi yang menghubungkan aspek biofisik dan perilaku stakeholders melalui perumusan kelembagaan restorasi dengan konsep TPN dengan pelibatan semua stakeholder terkait restorasi dalam rangka pemulihan fungsi dan peran taman nasional dan pengembalian hak akses masyarakat khususnya mayarakat sekitar kawasan konservasi. Konsep TPN ini diharapkan dapat menjadi landasan berpikir dan

(5)

bertindak dalam pencapaian tujuan yang diinginkan dalam restorasi kawasan perluasan TNGGP khususnya dan tujuan pengelolan TNGGP pada umumnya yaitu kelestarian biodiversitas dan fungsi SDA dan atau SDH beserta ekosistemnya, serta kesejahteraan masyarakat sekitar taman nasional.

Pola biofisik kawasan mencerminkan karakteristik biofisik-ekologis kawasan dan tujuan restorasi biodiversitas sebagai landasan pemanfaatan kawasan perluasan. Varian desain fisik TPN dirumuskan berdasarkan hasil kajian dan perumusan pola biofisik, preferensi jenis tanaman dan pola penggunaan kawasan dengan mempertimbangkan tuntutan restorasi dan unsur pelibatan masyarakat petani penggarap lahan. Kondisi biofisik dan tipologi masyarakat dianalisis dan disintesis (direkayasa) untuk penyusunan kelembagaan restorasi biodiversitas. Rekayasa sosial bertujuan untuk membangun kelembagaan yang sesuai dengan karakteristik permasalahan restorasi.

Aspek-aspek yang terkait dengan masalah pelaksanaan restorasi dan tujuan perumusan kelembagaan restorasi dengan konsep TPN mencakup aspek biofisik-ekologis, aspek sosial ekonomi, dan aspek relasional pemanfaatan SDA. Komponen-komponen dari ketiga aspek tersebut saling berinteraksi dan memunculkan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk pelaksanaan kegiatan restorasi yang sesuai dengan karakteristik kondisi biofisik-ekologis sasaran kegiatan restorasi dan aspirasi masyarakat terkait akses penggunaan sumberdaya lahan di dalam kawasan perluasan TNGGP, yang merupakan keterpaduan pencapaian tujuan restorasi (ekologis) dan tujuan ekonomi masyarakat sesuai dengan potensi dan daya dukung kawasan.

2. Bagaimana bentuk pelaksanaan kegiatan restorasi yang mencerminkan kesesuaian karakteristik biofisik-ekologis kawasan dan kepentingan stakeholder terkait dengan pelaksanaan kegiatan restorasi kawasan perluasan TNGGP dalam rangka pengelolaan kawasan konservasi dan menjamin pengembalian hak akses masyarakat

3. Bagaimana implementasi bentuk dan pola pelibatan masyarakat yang sekaligus merupakan titik temu berbagai kepentingan stakeholder dalam pengelolaan kawasan perluasan yang menjamin partisipasi masyarakat dan

(6)

stakeholder lain dalam rangka untuk pencapaian tujuan konservasi dan pemulihan fungsi dan peran kawasan konservasi sesuai dengan tujuan penetapan taman nasional.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan pokok penelitian adalah untuk merumuskan model kelembagaan restorasi biodiversitas kawasan konservasi dengan konsep TPN yang menjamin pengembalian hak akses masyarakat dan pemulihan fungsi dan peran taman nasional. Tujuan khusus penelitian merupakan penjabaran elemen-elemen yang terkait dengan tujuan pokok, antara lain mencakup:

1. Menentukan pola penggunaan kawasan perluasan berdasarkan unsur resiko lingkungan dari variasi pola biofisik dan variasi jenis tanaman yang akan digunakan dalam kegiatan restorasi.

2. Menentukan desain fisik TPN sebagai model restorasi biodiversitas berdasarkan kesesuaian pola penggunaan kawasan dengan unsur pelibatan masyarakat dalam rangka pelaksanaan kegiatan restorasi, yang merupakan wujud win-win solution dari kepentingan stakeholder.

3. Merumuskan model kelembagaan restorasi biodiversitas kawasan konservasi yang menjamin pelibatan masyarakat petani penggarap lahan hutan dalam pengelolaan SDH di kawasan konservasi khususnya dalam pengelolaan pelaksanaan kegiatan restorasi untuk pemulihan fungsi dan peran taman nasional.

1.4. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian mencakup: 1. Kawasan perluasan TNGGP, meliput i:

a) lahan budidaya pertanian (ex lahan PHBM, berbagai jenis tanaman pertanian),

b) lahan kosong (penutupan tajuk vegetasi <30% )

c) lahan-lahan bekas RKT Perum Perhutani (HP dan HPT),

d) tegakan hutan jenis eksotik (Eucalyptus, Pinus, Damar, dan Kayuputih), e) hutan alam sekunder.

(7)

2. Stakeholders terkait restorasi kawasan (khususnya masyarakat sekitar kawasan taman nasional TNGGP)

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari output penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan kepada pemerintah Cq. BB TNGGP dan semua pihak terkait dengan pelaksanaan kegiatan konservasi biodiversitas dan restorasi kawasan konservasi khususnya kegiatan restorasi kawasan perluasan TNGGP;

2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, maka konsep Taman Plasma Nutfah merupakan inovasi konsep pendekatan restorasi biodiversitas dan strategi manajemen restorasi biodiversitas kawasan konservasi yang merupakan :

a. Alternatif konsep restorasi biodiversitas kawasan konservasi dalam rangka pemulihan fungsi dan peran taman nasional.

b. Alternatif model restorasi biodiversitas kawasan konservasi yang bersumber pada dinamika perubahan status fungsi lahan dan ancaman vegetasi eksotik antropogenik;

c. Alternatif pengembalian hak akses masyarakat sekitar taman nasional pada SDH dan SDL yang telah lama menjadi bagian dari budaya dan kehidupan masyarakat;

1.6. Novelty

Novelty (kebaruan) penelitian adalah pendekatan baru kelembagaan pelaksanaan restorasi yang mempertimbangkan terbukanya akses masyarakat atas penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, partisipasi, dan pencapaian tujuan restorasi secara bertahap melalui pembangunan Taman Plasma Nutfah sebagai perwakilan atau replika dari kawasan konservasi yang direstorasi.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah virus Covid-19 adalah dengan menerapkan perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana dalam penerapannya

Reaktivitas : Tidak ada data tes khusus yang berhubungan dengan reaktivitas tersedia untuk produk ini atau bahan bakunya... Stabilitas

Penataan promosi statis ialah suatu kegiatan untuk mempertunjukkan, memamerkan atau memperlihatkan hasil praktek atau produk lainnya berupa merchandise kepada masyarakat

Berdasarkan hasil statistik yang telah dilakukan serta hasil uraian pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu variabel pertumbuhan kredit dan

Perlu ditingkatkan sarana dan prasarana yang mendukung praktik belajar mahasiswa khususnya praktik menjadi Akuntan Publik dengan cara bekerja sama dengan Kantor Akuntan

Ada pengaruh faktor Host (umur anak, jenis kelamin, umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, penghasilan keluarga, imunisasi campak dan riwayat

kot ke pelaku pasar (Identifikasi Persoalan) Pembentukan lembaga khusus Penataan Terpadu Kawasan Arjuna sbd perwakilan stakeholder Persiapan Penilaian (Tahap Perencanaan)

1) Mengembangkan kurikulum mata pelajaran IPS. a) Menelaah prinsip-prinsip pengembangan kurikulum IPS. b) Memilih pengalaman belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS.