Hubungan Formasi Jatiluhur dan Formasi Cibulakan di Jawa Barat
AbdurrokhimEmail: [email protected] Abstrak
Batuan sedimen berumur Miosen Tengah yang tersingkap dengan baik di bagian utara Cekungan Bogor dikenal dengan nama Formasi Jatiluhur (Sudjatmiko, 1972). Singkapan batuan ini seringkali digunakan sebagai acuan untuk analogi reservoir batupasir Formasi Cibulakan di Cekungan Jawa Barat Utara (e.g. Reksalegora et al., 1996). (Martodjojo, 2003) tidak menggunakan nama Formasi Jatiluhur ini (sinonim), dan menggantikannya dengan nama Formasi Cibulakan untuk sedimen-sedimen endapan laut dangkal yang tersingkap di daerah Karawang.
Hasil penelitian kami di bagian utara Cekungan Bogor menunjukkan bahwa sedimen Formasi Jatiluhur memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan endapan di Cekungan Bogor yang berasal dari selatan, serta memiliki karakteristik yang berbeda pula dengan Formasi Cibulakan (e.g. Martodjojo, 2003) atau Upper Cibulakan Formation (e.g. Arpandi and Patmosukismo, 1975) untuk lithostratigrafi bawah permukaan di Cekungan Jawa Barat Utara.
Formasi Jatiluhur diendapkan pada lingkungan laut dalam (shelf-margin–slope) sedangkan Formasi Cibulakan diendapkan pada lingkungan laut dangkal (shelf). Kedua formasi ini berubah fasies dari laut dangkal (shelf) untuk Formasi Cibulakan menjadi fasies laut dalam Formasi Jatiluhur dengan asal sedimen yang sama dari kontinen di utara.
Kata Kunci : Formasi Jatiluhur, Formasi Cibulakan, Endapan, Lingkungan Pengendapan 1. Pendahuluan
Cekungan Bogor di Jawa Barat umumnya disusun oleh endapan-endapan volkanoklastik turbidit laut dalam yang material-material sedimennya berasal dari selatan, dengan ketebalan mencapai lebih dari 7000 m (Martodjojo, 2003). Namun demikian, di bagian utara Cekungan Bogor, dijumpai endapan-endapan berumur Miosen yang disusun oleh percampuran batuan sedimen klastik dan karbonat yang dikenal dengan nama Formasi Jatiluhur (Sudjatmiko, 1972), yang sedimennya berasal dari utara (Abdurrokhim & Ito, 2013). Pada beberapa referensi, endapan ini dikenal juga dengan nama Annulatus Complex (Van Bemmelen, 1949) atau Formasi Cibulakan (Martodjo, 2003), yang juga disetarakan dengan Upper Cibulakan Formation (sensu Arpandi & Patmosukismo, 1975).
Singkapan Formasi Jatiluhur di bagian utara Cekungan Bogor, sebagai contoh di Sungai Cipamingkis, seringkali digunakan
sebagai acuan analogi batuan reservoir Formasi Cibulakan di Cekungan Jawa Barat Utara (e.g. Reksalegora et al., 1996). Bahkan, Martodjojo (2003) tidak menggunakan nama Formasi Jatiluhur ini, dan menggantikannya dengan nama Formasi Cibulakan untuk sedimen-sedimen endapan laut dangkal yang tersingkap di daerah Karawang.
Hasil penelitian kami di bagian utara Cekungan Bogor menunjukkan bahwa sedimen Formasi Jatiluhur memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan endapan-endapan di Cekungan Bogor yang berasal dari selatan, serta memiliki karakteristik yang berbeda pula dengan Formasi Cibulakan (e.g. Martodjojo, 2003) atau Upper Cibulakan Formation (e.g. Arpandi and Patmosukismo, 1975) untuk lithostratigrafi bawah permukaan di Cekungan Jawa Barat Utara.
Meskipun peneliti sebelumnya ada juga yang memisahkan antara Formasi Jatiluhur di Cekungan Bogor dan Formasi
Seminar Nasional FTG Universitas Padjadjaran
Cibulakan di Cekungan Jawa Barat Utara (e.g. Sujanto and Sumantri, 1977), namun detail hubungan stratigrafi kedua formasi tersebut belum secara jelas dijabarkan. Tulisan ini mencoba untuk menelaah 3 (tiga) hal terkait dengan Formasi Jatiluhur, yaitu (1) umur dan karakteristik, (2) kedudukan formasi ini dalam Cekungan Bogor, serta (3) hubungannya dengan Formasi Cibulakan di Cekungan Jawa Barat Utara, yang dengan sendirinya memberikan gambaran hubungan Cekungan Bogor dan Cekungan Jawa Barat Utara pada umur Miosen.
2. Data dan Metoda
Penelaahan hubungan Formasi Jatiluhur dengan Formasi Cibulakan dalam tulisan ini dirunut berdasarkan data penampang terukur yang dibuat di Sungai Cipamingkis dan Sungai Cileungsi untuk Formasi Jatiluhur. Umur Formasi Jatiluhur yang tersingkap di sepanjang sungai-sungai tersebut mengacu kepada studi biostratigrafi yang dikerjakan oleh Nurani (2010) dan Zahara (2012). Sedangkan untuk Formasi Cibulakan ciri-ciri fisik, umur dan lingkungan pengendapan akan mengacu kepada Martodjojo (2003) yang mengambil lokasi untuk analisnya berdasarkan penampang terukur yang dibuat oleh Hutasoit (1976) di Sungai Cibulakan, Kerawang selatan.
3. Tatanan Stratigrafi
Formasi Jatiluhur, yang tersingkap dengan baik di sepanjang Sungai Cileungsi dan Sungai Cipamingkis, serta beberapa sungai di sekitar wilayah Kabupaten Bogor ini adalah formasi batuan tertua yang tersingkap di Cekungan Bogor bagian utara. Penyebaran formasi ini mulai dari Purwakarta di bagian timur, terus ke barat sampai masuk wilayah Kabupaten Bogor (Sudjatmiko, 1972; Effendi, 1974).
Di bagian selatan Formasi Jatiluhur ini ditutupi oleh endapan – endapan volkaniklastik dari Formasi Cantayan, sedangkan di bagian utaranya bersentuhan dengan batugamping Formasi
Klapanunggal dan batulempung Formasi Subang. (Sudjatmiko, 1972; Effendi, 1974; Sujanto and Sumantri, 1977) (Gambar 1).
Formasi Cantayan adalah endapan volkaniklastik turbidit termuda di Cekungan Bogor yang sedimennya berasal dari selatan. Formasi ini disusun oleh batulempung berselingan dengan batupasir tipis-tebal serta breksi. (Martodjojo, 2003). Lapisan breksi ini disusun oleh fragmen-fragmen batuan berukuran kerikil sampai bolder yang terdiri dari batuan beku, batupasir, batugamping yang tertanam di dalam matrik batupasir sedang-kasar.
Ketebalan breksi bervariasi antara 1–2 m (Martodjojo, 2003). Ketebalan Formasi Cantayan sampai 675 m sebagaimana yang tersingkap di Sungai Cicantayan, dan diendapkan pada Miosen Akhir (N16– N18) (Sudjatmiko, 1972; Sujanto and Sumantri, 1977; Martodjojo, 2003).
Formasi Subang biasa dikenal juga dengan nama Formasi Cisubuh oleh beberapa ahli, khususnya yang bekerja di Cekungan Jawa Barat Utara untuk litostratigrafi bawah permukaan. Formasi ini dicirikan dengan serpih karbonatan yang berwarna abu-abu kebiru biruan sampai kehijau-hijauan yang menutup secara selaras baik Formasi Klapanunggal, maupun Formasi Jatiluhur. Ketebalan Formasi Subang yang tersingkap di daerah Kerawang
mencapai sekitar 516 m. Formasi ini diendapkan pada umur Miosen Akhir (Sudjatmiko, 1972; Sujanto and Sumantri, 1977; Martodjojo, 2003). Urut-urutan stratigrafi dan umur Cekungan Jawa Barat Utara dan Cekungan Bogor dapat dilihat pada gambar 2.
4. Hubungan Formasi Jatiluhur dan Formasi Cibulakan
Formasi Jatiluhur yang tersingkap di bagian utara Cekungan Bogor didominasi oleh sedimen klastika halus yang berselang seling dengan batupasir yang sangat tipis-sangat tebal, endapan-endapan slump, slump-scar-fill deposits dan batugamping. Formasi ini dicirikan dengan urut-urutan
progradasi endapan-endapan slope–shelf
margin. Deskripsi detail mengenai litofasies dan interpretasi lingkungan pengendapan formasi ini telah diuraikan dengan jelas oleh Abdurrokhim and Ito (2013) (Gambar 3). Umur Formasi Jatiluhur di daerah penelitian adalah akhir Miosen Tengah–awal Miosen Atas (Nurani, 2010; Zahara, 2012).
Formasi Cibulakan (Martodjojo, 2003), yang dimaksud dengan formasi ini adalah
Upper Cibulakan Formation menurut
Arpandi and Patmosukismo (1975) untuk penamaan litostratigrafi bawah permukaan Cekungan Jawa Barat Utara. Penampang terukur Formasi Cibulakan (Martodjojo, 2003) yang disusun berdasarkan hasil pengamatan di Sungai Cisubuh dan Sungai Cibulakan, Kerawang Selatan menunjukkan bahwa formasi ini terdiri dari napal bersisipan batugamping
packstone dan batupasir (Gambar 4).
Napal berwarna abu-abu, dapat diremas, mengandung fragmen karbon, banyak fosil foraminifera kecil, berlapis buruk. Batugamping berwarna coklat, terdiri dari fragmen foraminifera besar dan kecil serta algae, berbutir sangat kasar sampai halus, terpilah sedang, kemas tersusun membentuk perlapisan, padat, berstruktur silang siur, dengan ketebalan berkisar 3 sampai 8 meter. Batupasir gampingan berwarna abu-abu kecoklatan, berbutir sedang sampai sangat halus, terpilah sedang, menyudut tanggung, semen gamping, terdiri dari mineral kwarsa 50%, karbon 30%, ortoklas 10%, biotit 5%, muskovit 5% porositas baik, dapat diremas, berlapis tebal, mengandung struktur acakan binatang. Ketebalan batupasir ini bervariasi bisa mencapai 7,5 meter.
Pada Formasi Cibulakan bagian atas sering dijumpai bentuk-bentuk gosong pasir lepas pantai (offshore bar) yang ditandai oleh lempung dibawah berubah ke lempung lanauan yang penuh dengan acakan binatang dan akhirnya diakhiri oleh pasir atau gamping kalkarenit. Singkapan terbaik dari pola gosong pasir lepas pantai
dapat dilihat di sepanjang Sungai Cihoe, Kerawang Selatan. Formasi ini diinterpretasikan telah terbentuk dalam lingkungan paparan (shelf) (Martodjojo, 2003). Umur dari formasi ini berdasarkan data singkapan di lintasan Sungai Cibulakan dan Sungai Cisubuh adalah Miosen Tengah.
Dari ciri-ciri litologi yang dimiliki oleh kedua formasi tersebut (Formasi Jatiluhur dan Formasi Cibulakan) jelas terlihat bahwa kedua formasi ini memiliki ciri-ciri litologi yang sangat berbeda satu dengan yang lain, meskipun keduanya terbentuk dalam rentang waktu yang sebagian bersamaan. Dengan demikian selayaknya kedua formasi tersebut dipisahkan dalam tatanan litostratigrafi di Jawa Barat.
Formasi Cibulakan mewakili batuan sedimen berumur Miosen Tengah yang diendapkan pada lingkungan shelf /
shallow marine sedangkan Formasi Jatiluhur adalah endapan-endapan sedimen beumur Miosen Tengah yang diendapkan dalam lingkungan
slope–shelf margin.
Kedua formasi ini memiliki hubungan stratigrafi yang menjemari sehingga batas kedua satuan litostratigrafinya seringkali agak sulit untuk didefinisikan dengan jelas. Batas kedua formasi ini juga mengindikasikan bahwa batas antara Cekungan Bogor dan NWJB pada umur Miosen tidak lain adalah batas lingkungan pengendapan, antara shelf (shallow marine) dengan slope (deep-water).
(Gambar 5). 5. Kesimpulan
Formasi Cibulakan yang berumur Miosen Tengah dicirikan dengan endapan-endapan paparan/ shelf (shallow marine), sedangkan Formasi Jatiluhur yang memiliki umur yang sama dicirikan dengan endapan-endapan deep-water,
antara slope–shelf margin.
Selayaknya Formasi Cibulakan dan Formasi Jatiluhur dapat digunakan secara terpisah untuk penamaan satuan litostratigrafi di Jawa Barat. Kedua
Seminar Nasional FTG Universitas Padjadjaran
formasi ini selain menunjukkan perubahan lingkungan pengendapan (menjemari), juga mewakili hubungan antara Cekungan Bogor bagian utara dengan NWJB pada umur Miosen, yang merupakan perubahan lingkungan pengendapan antara
deep-water dan shallow marine.
6. Ucapan Terima Kasih
Tulisan ini adalah bagian dari riset kami di Cekungan Bogor untuk program PhD di Chiba University, Jepang di bawah bimbingan Prof. Makoto Ito, yang dibiayai oleh Pemerintah Indonesia melalui Dikti, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (sebelumnya/Kemenristek, sekarang). Kami juga mengucapkan terima kasih kepada banyak rekan-rekan dosen di Fakultas Teknik Geologi, Unpad untuk beragam diskusinya dan banyak mahasiswa FTG Unpad yang telah berkenan menemani kegiatan lapangan antara tahun 2009-2012.
Daftar Pustaka
[1]. Abdurrokhim, and Ito, M., 2013, The role of slump scars in slope channel initiation: A case study from the Miocene Jatiluhur Formation in the Bogor Trough, West Java: Journal of Asian Earth Sciences, v. 73, p. 68–
86, doi:
10.1016/j.jseaes.2013.04.005.
[2]. Arpandi, D., and Patmosukismo, S., 1975, The Cibulakan Formation as one of the most prospective stratigraphic units in the Northwest Java Basinal area, in Indonesian Petroleum Association, Proceeding 4th Annual Convention, p. 181–210. [3]. Van Bemmelen, R.W., 1949, The
geology of Indonesia: Government Printing Office, The Hague, Netherlands.
[4]. Effendi, A.C., 1974, Peta geologi lembar Bogor, Skala 1 : 100.000: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Martodjojo, S., 2003, Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat: ITB Press, Indonesia.
[5]. Nurani, A., 2010, Biofacies dan biostratigrafi berdasarkan analisis foraminifera pada outcrop di Sungai Cipamingkis, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat: Undergraduate Thesis, Universitas Padjadjaran, Bandung, 106 pp, 106 p.
[6]. Reksalegora, S.W., Kusumanegara, Y., and Lowry, P., 1996, A depositional model for the Main Interval, Upper Cibulakan Formation: Its implications for reservoir distribution and prediction, ARII ONWJ, in Indonesian Petroleum Association, Proceeding 25th Annual Convention, p. 163–173. [7]. Sudjatmiko, 1972, Peta geologi
lembar Cianjur, skala 1 : 100.000: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
[8]. Sujanto, F.X., and Sumantri, Y.R., 1977, Preliminary study on the Tertiary depositional patterns of Java, in Indonesian Petroleum Association, Proceeding 6th Annual Convention, p. 183–213.
[9]. Zahara, G.H., 2012, Biostratigrafi foraminifera pada Formasi Jatiluhur bagian atas, Sungai Cileungsi dan Sungai Cijanggel Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor Jawa Barat: Undergraduate Thesis, Universitas Padjadjaran, Bandung, 62 pp., 62 p.
Gambar 1. Peta geologi regional, yang memperlihatkan distribusi Formasi Jatiluhur dan lokasi penelitian. A lokasi daerah penelitian Formasi Jatiluhur, B adalah lokasi penampang stratigrafi terukur Formasi
Cibulakan dalam Martodjojo (2003)
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 3. Asosiasi litofasies pada Formasi Jatiluhur, diadopsi dari Abdurrokhim dan Ito (2013)
Gambar 4. Penampang stratigrafi terukur Formasi Cibulakan di daerah Kerawang Selatan diambil dari Martodjojo (2003)
Gambar 5. Skematik lingkungan pengendapan dan hubungan antara Formasi Cibulakan dan Formasi Jatiluhur, diadopsi dari Abdurrokhim & Ito (2013).