• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 GEOLOGI NEOGEN-KUARTER DI SUB CEKUNGAN MAJALENGKA, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "1 GEOLOGI NEOGEN-KUARTER DI SUB CEKUNGAN MAJALENGKA, JAWA BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

GEOLOGI NEOGEN-KUARTER DI SUB CEKUNGAN MAJALENGKA, JAWA BARAT

Yonash Philetas1*, Edy Sutriyono1, Stevanus Nalendra1

1

Program Studi Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya, Palembang Corresponding author: yonashphiletas@student.unsri.ac.id

ABSTRAK: Pulau Jawa terbentuk oleh aktivitas konvergensi antar lempeng Eurasia dan India-Australia. Aktivitas tersebut menghasilkan berbagai fenomena geologi dalam jenis batuan Tersier maupun Kuarter, salah satunya di Desa Cipeundeuy, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan sejarah geologi yang terjadi selama Neogen hingga Kuarter dengan melakukan observasi lapangan, analisis laboratorium, dan analisis studio. Satuan batuan yang tersingkap dari tua ke muda adalah Formasi Cinambo Anggota Batupasir, Formasi Cinambo Anggota Batuserpih, Formasi Halang Anggota Bawah, Formasi Halang Anggota Atas, Formasi Kaliwangu, Andesit Hornblende, Endapan Gunungapi Tua, dan Endapan Gunungapi Muda. Proses pengendapan dimulai pada Miosen Awal-Resen. Pada Miosen Awal-Miosen Tengah terendapkan Formasi Cinambo Anggota Batupasir dengan satuan batupasir melalui mekanisme high density turbidity current pada lingkungan pengendapan lower-middle fan.

Formasi Cinambo Anggota Batuserpih terendapkan secara selaras diatasnya yang terdiri dari satuan batuserpih pada lingkungan pengendapan middle fan dengan mekanisme low density turbidity current. Pada Miosen Tengah terbentuk Formasi Halang Anggota Bawah melalui transportasi debris flow yang diselingi oleh aliran low turbidity current pada lingkungan upper fan dengan litologi satuan breksi. Formasi Halang Anggota Atas terendapkan secara selaras diatasnya dengan satuan batulempung pada Miosen Akhir oleh mekanisme low density turbidity current. Selanjutnya, Formasi Kaliwangu diendapkan di zona neritik pinggir dengan satuan konglomerat pada Pliosen. Aktivitas vulkanik mulai terjadi mengakibatkan terbentuknya intrusi Andesit Hornblende yang menerobos batuan tua. Adapun, Pliosen- Pleistosen terjadi aktivitas tektonik dengan rezime kompresional, sehingga membentuk struktur geologi berupa Sinklin Babakanjawa, Antiklin Kadu, Sinklin Cengal, Antiklin Cimanintin, Sinklin Cimanintin, Antiklin Gununglarang, Sinklin Cisampih, Antiklin Ciranggem, Sesar Kadu, Sesar Cengal, Sesar Cimanintin, Sesar Banjarsari, Sesar Cilutung I, Sesar Cilutung II, dan Sesar Cilutung III. Saat fase tersebut terendapkan material vulkanik dimulai Endapan Gunungapi Tua dan Endapan Gunungapi Muda. Resen terjadi pembentukan topografi seperti sekarang dan berlangsung proses denudasional serta erosi.

Kata Kunci: Cipeundeuy, Geologi, Kuarter, Neogen, Sub-Cekungan Majalengka

ABSTRACT: Java Island was formed by convergence of activities between the Eurasian and Indian-Australian plates.

These activities produce various geological phenomena in Tertiary and Quaternary rock types, one of which is in Cipeundeuy Village, Majalengka District, West Java. This study aims to analyze the development of geological history that occurred during Neogene to Quaternary by conducting field observations, laboratory analysis, and studio analysis.

Rock units that are exposed from old to young are the Cinambo Formation of Sandstone Members, Cinambo Formation of Shalestone Member, Lower Member Halang Formation, Upper Member Halang Formation, Kaliwangu Formation, Hornblende Andesite, Old Volcano Deposition, and Young Volcano Deposition. The deposition process begins at Early Miocene-Recent. In Early Miocene-Middle Miocene, the Cinambo Formation of Sandstone Member was deposited with sandstone units through mechanism of high density turbidity current in lower-middle fan depositional environment. The Cinambo Formation of Shalestone Member is deposited conformity on it consisting of shalestone unit in middle fan depositional environment with a low density turbidity current mechanism. In Middle Miocene, Lower Member Halang Formation is formed through debris flow transportation interspersed with low turbidity current flow in upper fan environment with breccia lithology. The Upper Member Halang Formation is deposited in conformity above it with claystone units in Late Miocene by mechanism of low density turbidity current. Subsequently, Kaliwangu Formation was deposited in a marginal zone with a conglomerate unit in Pliocene. Volcanic activity began to occur resulting in the formation of Hornblende Andesite intrusion that broke through old rocks. Meanwhile, Pliocene-Pleistocene occurred tectonic activity with compressional rezime, thus forming the geological structure in form of Babakanjawa Syncline, Kadu Anticline, Cengal Syncline, Cimanintin Anticline, Cimanintin Syncline, Gununglarang Anticline, Cisampih

(2)

Syncline, Ciranggem Anticline, Kadu Fault, Cengal Fault, Cimanintin Fault, Banjarsari Fault, Cilutung I Fault, Cilutung II Fault, and Cilutung III Fault. When the phase is deposited volcanic material begins Old Volcano Deposits and Young Volcano Deposits. Resent occurs topographic formation as now and ongoing denudational processes and erosion.

Keywords : Cipeundeuy, Geology, Majalengka Sub-Basin, Neogene, Quarternary

PENDAHULUAN

Pulau Jawa terletak dibagian ujung selatan kraton Sundaland yang diakibatkan oleh tumbukan antar lempeng Eurasia dan India-Australia (Clements dan Hall 2007). Aktivitas tumbukan yang terjadi mengakibatkan terbentuknya suatu tatanan tektonik kompleks, sehingga menghasilkan cekungan busur depan, cekungan busur belakang, busur vulkanik, dan palung. Adapun, aktivitas tersebut akan menghasilkan berbagai batuan dan struktur geologi yang bervariasi, khususnya di Jawa Barat.

Daerah penelitian berada di Desa Cipeundeuy dan sekitarnya, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Ruang lingkup penelitian terletak di bagian cekungan busur belakang, yaitu Sub-Cekungan Majalengka yang sebagian besar terisi oleh endapan sedimen laut dalam.

Secara ruang dan waktu, daerah penelitian dibatasi oleh batuan berumur Tersier hingga Kuarter serta dikontrol oleh proses tektonik yang cukup kuat.

Tinjauan Digital Elevation Model Nasional (DEMNas) mengindikasikan daerah penelitian dikontrol oleh kelurusan berarah barat-timur (E-W) hingga baratlaut-tenggara (NW-SE). Trend struktur ini searah dengan kemenerusan Baribis-Kendeng Thrust Fault Zone yang membentang sepanjang Pulau Jawa-Kendeng, Jawa Timur (Simandjuntak dan Barber 2016) (Gambar 1).

Gambar 1. Peta tektonik Pulau Jawa menunjukkan bahwa daerah penelitian termasuk segmen Baribis- Kendeng Fault Thrust Zone (Simandjuntak dan Barber, 2016).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah geologi yang terjadi selama Neogen hingga Kuarter mulai dari material sedimen, proses mekanisme pengendapan batuan, dan struktur geologi di daerah penelitian. Dengan demikian, dapat diperoleh sintesa mengenai pembentukan fenomena-fenomena geologi di daerah penelitian.

GEOLOGI REGIONAL

Secara fisiografis, daerah penelitian berada unit zona Bogor. Ruang lingkup, penelitian termasuk dalam bagian Cekungan Bogor, tepatnya di Sub-Cekungan Majalengka. Cekungan ini mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Menurut Satyana dan Armandita (2004), kala Eosen Tengah, cekungan ini merupakan bagian busur depan (fore arc basin). Namun, kala Oligosen-Miosen, cekungan berubah menjadi laut dangkal. Kala Miosen, cekungan ini menjadi cekungan busur belakang (back arc basin) yang batasnya tersebar dibagian selatan. Selanjutnya, kala Pliosen Akhir menjadi daratan yang ditempati oleh jalur magmatik.

Fase ini merupakan akhir dari proses cekungan tersebut.

Kondisi cekungan yang mengalami perubahan dari bagian cekungan busur depan menjadi cekungan busur belakang mengakibatkan terbentuknya potensi minyak bumi pada daerah ini.

Secara stratigrafi regional, Cekungan Bogor terisi oleh material sedimen endapan laut dalam, endapan laut dangkal, dan endapan material vulkanik (Djuri 1995).

Formasi yang terdiri dari endapan sedimen laut dalam adalah Formasi Cinambo Anggota Batupasir (Miosen Awal - Miosen Tengah), Formasi Cinambo Anggota Batuserpih (Miosen Tengah), batugamping di Kompleks Kronong (Miosen Tengah), Formasi Halang Anggota Bawah (Miosen Tengah – Miosen Akhir), Formasi Halang Anggota Atas (Miosen Akhir), dan Formasi Subang (Miosen Akhir – Pliosen). Kehadiran material dari endapan laut dalam dicirikan oleh adanya struktur sedimen. Struktur sedimen tersebut termasuk dalam sikuen bouma (1962) yang terdiri dari Ta, Tb, Tc, Td, dan Te. Endapan sedimen laut dangkal tersusun atas Formasi Kaliwangu (Pliosen) dan Formasi Citalang (Pliosen). Adapun, material endapan vulkanik berupa Breksi Terlipat (Pliosen – Pleistosen), Endapan

(3)

Gunungapi Tua (Pleistosen), dan Endapan Gunungapi Muda (Pleistosen) (Gambar 2).

Gambar 2. Stratigrafi regional daerah penelitian (Djuri 1995 dalam Praptisih, 2016).

Pola struktur yang terbentuk di Pulau Jawa berasosiasi dengan rezime kompresional berarah utara- selatan (N-S). Hal ini di akibatkan oleh adanya subduksi lempeng Samudera Hindia yang terjadi (Situmorang et al.1976; Satyana 2007). Pola struktur yang berkembang terbagi menjadi tiga, yaitu pola Meratus, pola Sunda, dan pola Jawa (Pulunggono dan Martodjojo 1994;

Martodjojo 2003) (Gambar 3). Namun, terdapat pola lain dari yang sebelumnya, yaitu Pola Sumatera. Kehadiran pola ini didukung oleh data seismik dan interpretasi pola kelurusan topografi (Ryacudu dan Bachtiar 2000;

Zakaria 2004).

Gambar 3. Pola struktur yang berkembang di Pulau Jawa (Yulianto et al. 2007).

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian, antara lain interpretasi kelurusan, studi literatur, observasi lapangan, dan analisis laboratorium serta studio.

Identifikasi kelurusan dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari DEMNas.

Berdasarkan kenampakan DEMNas, daerah penelitian memperlihatkan zona punggungan lipatan yang berarah relatif barat-timur hingga baratlaut-tenggara. Adapun, terdapat juga pola sungai Antiseden yang berkembang dari utara hingga selatan daerah penelitiaan (Gambar 4).

Menurut Grotzinger dan Jordan (2006), pola antiseden dicirikan oleh kenampakan sungai yang mempertahankan arah alirannya dan mengabaikan perubahan topografi batuan. Pola tersebut akan tetap berkembang meskipun terdapat struktur geologi yang terbentuk baik lipatan maupun sesar (Matthes, 1930 dalam Twidale, 2004).

Gambar 4. Kenampakan DEMNas daerah penelitian yang menunjukkan punggungan lipatan dan sungai antiseden.

Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui kenampakan batuan secara megaskopis, kedudukan batuan (strike/dip), dan elemen-elemen struktur geologi baik sesar maupun lipatan. Identifikasi dan pengukuran elemen struktur dilakukan untuk memahami gaya deformasi yang terjadi di daerah penelitian.

Analisis laboratorium dan studio dilakukan untuk mengetahui kondisi batuan secara mikroskopis yang tidak teramati dilapangan. Tahapan ini mencakup analisis petrografi dan paleontologi. Analisis paleontologi digunakan untuk mengidentifikasi umur batuan dan lingkungan pengendapan dari suatu formasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini membahas mengenai perkembangan sejarah geologi yang terjadi selama Neogen hingga Kuarter. Hasil yang di analisis berupa model mekanisme

(4)

pengendapan dari tiap formasi yang dimulai Miosen Awal-Resen. Stratigrafi yang berkembang di daerah penelitian dari tua ke muda adalah Formasi Cinambo Anggota Batupasir, Formasi Cinambo Anggota Batuserpih, Formasi Halang Anggota Bawah, Formasi Halang Anggota Atas, Formasi Kaliwangu, Andesit Hornblende, Endapan Gunungapi Tua, dan Endapan Gunungapi Muda. Adapun, struktur geologi yang dijumpai, yaitu Sinklin Babakanjawa, Antiklin Kadu, Sinklin Cengal, Antiklin Cimanintin, Sinklin Cimanintin, Antiklin Gununglarang, Sinklin Cisampih, Antiklin Ciranggem, Sesar Kadu, Sesar Cengal, Sesar Cimanintin, Sesar Banjarsari, Sesar Cilutung I, Sesar Cilutung II, dan Sesar Cilutung III (Gambar 5).

Gambar 5. Peta geologi daerah penelitian yang menunjukkan kehadiran kompleksitas struktur geologi.

Miosen Awal-Miosen Tengah

Pada Miosen Awal-Miosen Tengah (Te.5-Tf.1) diendapkan Formasi Cinambo Anggota Batupasir (Tomcl) yang terdiri dari satuan batuan batupasir melalui mekanisme aliran gravitasi sistem kipas laut dalam berupa material sedimen klastik batupasir dan batuserpih membentuk perselingan berulang-ulang. Menurut Djuhaeni dan Martodjojo (1988), formasi ini terendapkan pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme endapan tubirdit. Perselingan antara batupasir dan batuserpih di interpretasikan terbentuk dengan mekanisme high density turbidity current.

Struktur sedimen yang dijumpai adalah parallel lamination, cross lamination, dan wavy lamination termasuk dalam sikuen bouma Tb-Tc. Dengan demikian, formasi ini terendapkan pada lingkungan kipas bagian bawah-tengah (lower fanmiddle fan) (Mutti dan Ricci, 1975; Shanmugam dan Moiola, 1985) (Gambar 6).

Gambar 6. Model skematik pengendapan Formasi Cinambo Anggota Batupasir pada Miosen Awal hingga Miosen Tengah.

Selanjutnya, Miosen Tengah (N9) daerah penelitian mulai berangsur lebih dalam, sehingga terendapkan juga Formasi Cinambo Anggota Batuserpih (Tomcu) dengan litologi dominan yang berbutir halus berupa batuserpih yang berselingan batupasir. Satuan ini diendapkan pada lingkungan berupa laut dalam dengan arus turbidit (Djuhaeni dan Martodjojo, 1988). Hal ini di dukung dengan beberapa struktur sedimen yang dijumpai, antara lain wavy lamination, cross lamination, parallel lamination, dan convolute bedding mengindikasikan sikuen bouma Tb-Tc. Perselingan antara batuserpih dan batupasir yang didominasi oleh batuserpih terendapkan dengan mekanisme aliran low density turbidity current, sehingga butiran ditemukan menghalus. Berdasarkan ciri tekstur dan struktur sedimen yang teramati, dapat diinterpretasikan bahwa formasi ini terendapkan lingkungan kipas tengah (middle fan) (Mutti dan Ricci 1972; Shanmugam dan Moiola 1985) (Gambar 7).

Gambar 7. Model pengendapan Formasi Cinambo Anggota Batuserpih yang menunjukkan lingkungan pengendapan kipas bagian tengah (middle fan).

Miosen Tengah-Miosen Akhir

Pada Miosen Tengah (N13-N14) terjadi perubahan mekanisme transportasi pengendapan menjadi debris flow, sehingga menghasilkan batuan yang mengkasar ke atas (coarsening upward), yaitu Formasi Halang Anggota Bawah (Tmhl). Menurut Djuri (1995), formasi ini tersusun oleh breksi gunung api yang bersifat andesit dan basalt. Namun, Formasi Halang Anggota Bawah yang ditemukan di daerah penelitian berupa breksi,

(5)

batuserpih, dan perselingan breksi dengan batupasir serta batuserpih. Formasi ini diendapkan secara selaras dengan batas yang tegas dengan Formasi Cinambo serta terendapkan pada lingkungan zona batial atas. Breksi yang ditemukan terendapkan dengan mekanisme debris flow, dimana aliran tersebut membawa material berbutir kasar. Selanjutnya, aliran ini diselingi dengan mekanisme low density turbidity current mengakibatkan terendapkannya perselingan batupasir-batuserpih.

Berdasarkan karakteristik litologi, formasi ini terendapkan pada lingkungan kipas atas (upper fan) (Mutti dan Lucchi 1972; Shanmugam dan Moiola 1985) (Gambar 8).

Gambar 8. Model pengendapan Formasi Halang Anggota Bawah pada Miosen Tengah-Miosen Akhir.

Selanjutnya, di endapkan Formasi Halang Anggota Atas secara selaras di atas Formasi Halang Anggota Bawah. Formasi Halang Anggota Atas terdiri atas litologi batupasir tufaan, perselingan batulempung dengan batupasir, serta perselingan batuserpih dan batupasir. Formasi ini terendapkan pada Miosen Akhir (N17) dengan lingkungan pengendapan lingkungan laut dalam zona batial atas. Siklus sedimentasi pada formasi ini di dominasi oleh sedimen berbutir halus yang terendapkan dengan mekanisme low density turbidity current. Berdasarkan karakteristik dari litologi tersebut, formasi ini merupakan endapan pada bagian kipas atas sampai lereng sistem kipas laut dalam (Mutti dan Lucchi 1972; Shanmugam dan Moiola 1985) (Gambar 9).

Gambar 9. Model pengendapan skematik yang terjadi pada Miosen Akhir (N16-N17).

Pliosen

Selama kala ini, selanjutnya terendapkan Formasi Kaliwangu secara selaras di atas Formasi Halang Anggota Atas yang terdiri dari konglomerat dan batulempung sisipan batupasir tufaan (Gambar 10).

Formasi Kaliwangu diendapkan pada lingkungan laut dangkal zona neritik pinggir (Djuhaeni dan Martodjojo, 1989). Menurut Djuri (1995), formasi ini berumur Pliosen (N20).

Gambar 10. Model pengendapan skematik pada Pliosen yang terjadi di Formasi Kaliwangu.

Pada Miosen Akhir – Pliosen terjadi aktivitas vulkanik, hal ini ditandai dengan bergesernya busur magmatik Pulau Jawa ketika Miosen Awal yang berada di selatan mengalami pergeseran ke bagian tengah (Soeria Atmadja et al. 1994). Satuan intrusi andesit di daerah penelitian yang terbentuk diinterpretasikan terjadi pada Pliosen, hal ini didukung oleh data lapangan, dimana satuan tersebut menerobos Formasi Cinambo Anggota Batupasir yang berumur Miosen Awal (Gambar 11).

Gambar 11. Model pengendapan skematik Andesit Hornblend yang merebos batuan pada Pliosen.

(6)

Pliosen-Pleistosen.

Pada Pliosen – Pleistosen terjadi aktivitas tektonik berupa fase deformasi rezim kompresional yang menyebabkan terbentuknya jalur sesar lipatan-anjakan (fold-thrust belt) dengan tegasan utama berarah timurlaut – baratdaya (NW-SE) (Martodjojo 1984). Kegiatan tektonik tersebut menyebabkan daerah penelitian terdeformasi dan membentuk lipatan, sesar naik, turun, dan mendatar. Struktur yang tersingkap berarah baratlaut – tenggara, yaitu Sinklin Babakanjawa, Antiklin Kadu, Sinklin Cengal, Antiklin Cimanintin, Sinklin Cimanintin, Antiklin Gununglarang, Sinklin Cisampih, dan Antiklin Ciranggem. Adapun, struktur sesar naik memiliki arah jurus relatif barat-timur, antara lain Sesar Kadu, Sesar Cengal, dan Sesar Cimanintin. Proses pembentukan sesar naik bersamaan dengan perlipatan, sehingga dikenal sebagai fault related fold (Gambar 12A).

Sesar turun yang terbentuk akibat adanya pelepasan gaya dari akhir fase kompresi, sehingga menghasilkan Sesar Banjarsari, sedangkan sesar mendatar (Sesar Cilutung I, Sesar Cilutung II, dan Sesar Cilutung III) terjadi akibat kecepatan batuan tidak merata, sehingga

menghasilkan perobekan secara lateral pada bagian tertentu atau dikenal sebagai tear fault (Gambar 12B).

Sesar mendatar dapat terbentuk bersamaan dengan pembentukan sesar naik (Davis 1984; Twiss dan Moore 1992; Haryanto 1999). Kegiatan deformasi yang terjadi mengakibatkan terjadinya pengangkatan dan membentuk perbukitan serta punggungan di bagian utara hingga tengah daerah penelitian.

Saat fase ini, dimulai endapan vulkanik yang menyelimuti bagian baratdaya daerah penelitian (Gambar 12C). Endapan tersebut berupa hasil jatuhan dari gunung, seperti Gunung Cakrabuana (Djuri 1995).

Litologi tersusun atas breksi gunungapi yang terdiri dari andesit dan basalt serta tertanam dalam matriks tuffa.

Endapan ini merupakan endapan dari kuarter tua yang terbentuk di daerah penelitiaan, yaitu Endapan Gunungapi Tua (Qvb). Selanjutnya, terendapkan juga endapan vulkanik termuda, yaitu Endapan Gunungapi Muda (Qyu) dimana terdiri atas litologi satuan lava basalt. Menurut Djuri (1973), satuan lava tersebut berasal dari Gunung Cakrabuana yang terdapat di bagian selatan daerah penelitian.

Gambar 12. (A) Model skematik yang menunjukkan terjadinya aktivitas tektonik dengan rezime kompresionl, sehingga membentuk lipatan dan sesar naik, (B) terjadi adanya pelepasan gaya mengakibatkan sobekan secara lateral, (C) pengendapan material vulkanik berupa Endapan Gunungapi Tua dan Endapan Gunungapi Muda.

Resen

Periode terakhir ini direfleksikan oleh kenampakan geomorfologi dengan topografi perbukitan hingga punggungan yang memanjang berarah baratlaut-tenggara

(7)

(NW-SE) dan tersingkapnya sesar serta lipatan di daerah penelitian (Gambar 13). Adapun, fase sekarang struktur geologi yang terbentuk di periode sebelumnya ikut tererosi dengan formasi lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh erosi yang terjadi pada kala sebelumnya dan berlangsung hingga sekarang. Proses tersebut berlangsung melalui aliran-aliran sungai dan gravitasi yang digambarkan oleh kelerengan landai hingga sangat curam serta membentuk endapan alluvial-fluvial seperti terlihat saat ini. Oleh karena itu, terdapat beberapa singkapan yang dijumpai dalam kondisi lapuk dan mudah rapuh serta batas antar formasi sulit untuk dijumpai akibat proses denudasional, erosi, dan sebagainya.

Gambar 13. Model skematik pengendapan Resen atau sekarang yang dipengaruhi oleh erosi dan denudasional.

KESIMPULAN

Sejarah geologi daerah penelitian berdasarkan waktu termasuk dalam dua periode, yaitu Neogen dan Kuarter.

Periode tersebut terbagi menjadi lima fase, yaitu pada Miosen Awal-Miosen Tengah, Miosen Tengah-Miosen Akhir, Pliosen, Pliosen-Pleistosen, dan Resen. Pada Miosen Awal-Miosen Tengah terbentuk Formasi Cinambo baik Anggota Batupasir maupun Anggota Batuserpih. Formasi Halang Anggota Bawah dan Formasi

Halang Anggota Atas terendapkan pada Miosen TengahMiosen Akhir. Selanjutnya, diatas formasi tersebut di endapkan Formasi Kaliwangu dan Andesit Hornblend saat Pliosen. Aktivitas tektonik mulai terjadi pada Plio-

Pleistosen dengan gaya kompresional yang membentuk struktur geologi baik lipatan maupun sesar.

Setelah terbentuknya struktur tersebut terjadi pengendapan vulkanik yang dimulai oleh Endapan

Gunungapi Tua dan Endapan Gunungapi Muda. Fase terakhir, yaitu Resen terjadi pembentukan topografi seperti sekarang dan berlangsung proses denudasional serta erosi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Iyan dan Armed yang telah membantu dalam proses pengambilan data selama dilapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Bouma, A.H. (1962). Sedimentology of Some Flysch Deposite, A Grapich Approach to Facies Interpretations. Elevier Co, Amsterdam.

Djuhaeni and Martodjojo, S. (1989). Stratigraphy in Majalengka and Corelations with Lithostratigraphy in Bogor Basin. Journal of Geology Indonesian.

Djuri. (1995). Geology Maps of Arjawinangun Sheet, Java. Riset and Development Geology Center, Bandung. West Java.

Hall, R., Clements, B., Smyth, H.R., Cottam, M.A.

(2007). A New Interpretation of Java's Structure.

Proceedings Indonesian Petroleum Association.

Martodjojo. (1984). Bogor Basin Evolution. Bandung Institute of Technology.

Matthes, F.E. (1930). Geologic History of The Yosemite Valley. United States Geological Survey Professional Paper.

Mutti, E. and Ricci, L. (1972). Turbidites of the Northern Appenines: Introduction to Facies Analysis.

International Geology Review, vol. 20: 125-166.

Satyana, A.H. (2007). Central Java, Indonesia - A "Terra Incognita" in Petroleum Exploration; New Considerations on The Tectonic Evolution and Petroleum Implication. Proceedings Indonesian Petroleum Association.

Shanmugam, G. and Moiola, R.J. (1985). Submarine fan models: Problems and Solutions. Springer-Verlag, New York: 29-34.

Shanmugam, G. (2001). Ten Turbidite Myths. Earth Science Review: 1156-1167.

Simandjuntak, T.O. (1992). Neogene Tectonic Develompent of the Indonesian Archipelago.

Geology Society Malaysia Bulletin: 43-64.

Simandjuntak, T.O. and Barber, A.J. (2016).

Constrasting Tectonic Styles in the Neogene Orogenic Belts of Indonesia. Geological Society Special Publication: 185-201.

(8)

Situmorang, B., Siswoyo, Thajib, E., Paltrinieri, F.

(1976). Wrench Fault Tectonics and Aspects of Hydrocarbon Accumulation in Java. Proceedings Indonesian Petroleum Association.

Twidale, C.R. (2004). River Patterns and Their Meaning.

Earth Science Review: 159-218.

Referensi

Dokumen terkait

Endapan Transgressive System Tract Miosen Tengah – 2 (TST MT – 2) ini dicirikan oleh pola refleksi seismik onlap pada puncak sedimen Miosen Awal yang merupakan bidang

Pada lintasan Sungai Cisaar stratigrafi Formasi Cinambo terdiri dari paling bawah greywacke dengan tebal lapisan 50 cm diatasnya dijumpai perselingan antara batupasir,

yang tua ke muda, adalah Satuan Batulempung sisipan Batupasir (Formasi Subang) yang berumur Miosen Akhir (N15– N17) dan di endapkan pada lingkungan laut dangkal

Sejarah geologi dimulai pada Kala Miosen Tengah yang berupa Formasi Kerek, dimana pada saat itu masih berbentuk lingkungan laut dangkal (Continent Shelf) yang terdiri dari

Formasi Balikpapan diendapkan secara selaras di atas Formasi Pulubalang. Formasi ini terdiri dari selang seling antara batulempung dan batupasir dengan sisipan batubara dan batugamping

Kemudian sejak Miosen Tengah mulai terjadi proses susut laut di daerah ini dengan terendapkannya Formasi Airbenakat yang tersusun oleh batulempung dengan sisipan batupasir

Secara regional, Kelompok Sihapas merupakan endapan laut dangkal yang mempunyai kesamaan waktu dengan batu lempung Formasi Telisa yang terbentuk pada kondisi laut yang lebih

Jurus lapisan batuan inilah yang kemudian mengontrol sebaran batuan sedimen di permukaan, misalnya perselingan sebaran Formasi Cinambo dengan Formasi Halang, menunjukan