• Tidak ada hasil yang ditemukan

COMPARISON OF BaX PROTEIN EXPRESSION AND APOPTOSIS INDEX OF TROPHOBLAST CELL BETWEEN SEVERE PREECLAMPSIA/ECLAMPSIA AND NORMOTENSIVE PREGNANCY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "COMPARISON OF BaX PROTEIN EXPRESSION AND APOPTOSIS INDEX OF TROPHOBLAST CELL BETWEEN SEVERE PREECLAMPSIA/ECLAMPSIA AND NORMOTENSIVE PREGNANCY"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN EKSPRESI PROTEIN Bax dan APOPTOSIS SEL TROFOBLAS PLASENTA ANTARA

PREEKLAMPSIA BERAT/EKLAMPSIA DENGAN KEHAMILAN NORMOTENSI

Vidia Sari, Rukmono Siswishanto, Diah Rumekti H INTISARI

Latar belakang: Plasenta merupakan fokus sentral dan penting pada patogenesis terjadinya preeklampsia. Kegagalan sel trofoblas melakukan remodeling arteri spiralis akibat proses apoptosis yang berlebihan menyebabkan terjadinya iskemia uteroplasenter dan kerusakan sel endotel yang menimbulkan manifestasi klinis preeklampsia. Proses apoptosis yang berlebihan pada preeklamapsia terutama terjadi melalui jalur intrinsik intraseluler dimana ekspresi protein Bax pada membran mitokondria meningkatkan permeabilitas membran terhadap sitoktom C yang selanjutnya mengaktifkan caspase cascade sehingga terjadilah proses kematian sel. Tujuan penelitian: Membandingkan ekspresi protein Bax dan apoptosis sel trofoblas plasenta antara preeklampsia berat/eklampsia dengan kehamilan normotensi.

Metode penelitian: Penelitian ini merupakan rancangan penelitian potong lintang dengan populasi penderita preeklampsia berat/eklampsia dan normotensi yang dirawat di RSUP Sardjito antara bulan Oktober 2011 hingga Maret 2012. Sampel plasenta didapatkan dari 43 kehamilan dengan preeklampsia berat/eklampsia dan 38 plasenta dari kehamilan normotensi. Pengamatan ekspresi protein Bax dengan teknik imunohistokimia dan untuk menghitung indeks apoptosis dengan teknik DNA terfragmentasi (Tunel). Analisis statistik menggunakan independent t test (p<0.05).

Hasil: Ekspresi protein Bax lebih tinggi secara bermakna pada sel trofoblas plasenta preeklampsia berat/eklampsia dibandingkan kehamilan normotensi (1,7 vs 1,4, p=0.00). Ekspresi protein Bax berkorelasi positif secara bermakna dengan Mean Arterial Pressure dimana peningkatan MAP akan meningkatkan ekspresi protein Bax (r=0,01). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik indeks apoptosis sel trofoblas plasenta antara preeklampsia berat/eklampsia dengan kehamilan normotensi (23,8 vs 35,5, p= 0.10).

Kesimpulan: Ekspresi protein Bax lebih tinggi secara bermakna pada kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dibandingkan kehamilan normotensi.Tidak ada perbedaan bermakna indeks apoptosis plasenta kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dengan kehamilan normotensi.

Kata kunci: trofoblas, preeklampsia berat/eklampsia, protein Bax, apoptosis.

COMPARISON OF BaX PROTEIN EXPRESSION AND APOPTOSIS INDEX OF TROPHOBLAST CELL BETWEEN SEVERE PREECLAMPSIA/ECLAMPSIA AND

NORMOTENSIVE PREGNANCY

Vidia Sari, Rukmono Siswishanto, Diah Rumekti H ABSTRACT

Background: Placenta is a central and important focus on the pathogenesis of preeclampsia. Failure of trophoblast cell to the spiral arteries remodeling process due to excessive apoptosis causes uteroplacenter ischaemia and damage of endothelial cells that give rise to clinical manifestations of preeclampsia. Excessive throphoblast apoptosis in preeclampsia mainly occurs through the intrinsic pathway in which expression of Bax protein increases mitocondrial membranes permeability of cytochrom C which further activate the caspase cascade and become involved in the process of cell death.

Objective: To compare the expression of Bax protein and throphoblastic apoptosis process between severe preeclampsia/eclampsia and the normotensive pregnancy. Methods: Cross sectional study which consist of 43 severe preeclampsia/eclampsia pregnancies and 38 third trimester normotensive pregnancies, recruited between October 2011 – March 2012. Trophoblastic Bax protein expression is measured by imunohistochemical staining technique and trophoblast apoptosis process is examined by the Tunel assay. Statistical analysis using the independent t test (p<0.05).

Results: Bax protein expression was significantly higher in trophoblast cell of severe preeclampsia/eclampsia compared to normotensive pregnancy (1.7 vs 1.4, p=0.00). Bax expression positively correlated (r=0.01) with mean arterial pressure which is increasing of the mean arterial pressure will increase the expression of the Bax protein. There was no significant difference in trophoblastic apoptosis index between severe preeclampsia/eclampsia pregnancy and normotensive pregnancy (23.8 vs 35.5, p= 0.10).

Conclusions: Bax protein expression was significantly higher in severe preeclampsia/eclampsia than normotensive pregnancy. There was no significantly difference in trophoblast apoptosis index between severe preeclampsia/eclampsia and normotensive pregnancy. Keywords: trophoblast, severe preeclampsia/eclampsia, Bax protein, apoptosis.

(2)

PENDAHULUAN

Preeklampsia adalah penyakit yang melibatkan multisistem dalam kehamilan yang ditandai dengan kenaikan tekanan darah dan proteinuria. Walaupun kebanyakan berakhir dengan baik, tetapi preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Pada pengamatan bahwa terapi definitif pada preeklampsia adalah dengan melahirkan plasenta, kejadian preeklamsia tinggi pada ukuran plasenta yang besar misalnya pada kehamilan kembar, dan preeklampsia dapat timbul pada kehamilan mola dimana plasenta berkembang tanpa adanya fetus menunjukan plasenta merupakan fokus sentral dan bagian yang terpenting pada patogenesis terjadinya preeklampsia.

Perkembangan plasenta yang normal tergantung dari diferensiasi dan invasi dari trofoblas. Selama proses diferensiasi dan invasi, sel trofoblas secara cepat membelah untuk membentuk hubungan antara ibu dan embrio sedangkan sub populasi trofoblas yang lain melakukan invasi pada desidua untuk melakukan remodeling arteri spiralis sehingga meningkatkan aliran darah ke plasenta untuk perkembangan fetus. Sebagai organ yang berkembang plasenta melakukan remodeling jaringan secara konstan yang dicirikan oleh proses apoptosis yang fungsional. Setelah terjadi proliferasi dan diferensiasi menjadi sub tipe sel yang spesifik, sel trofoblas yang sudah mengalami penuaan secara selektif disingkirkan dan diganti dengan sel trofoblas yang baru tanpa mempengaruhi sel yang ada di sekitarnya. Sel yang mengalami apoptosis didapatkan pada plasenta kehamilan normal baik pada sisi maternal maupun sisi fetal dan proses apoptosis berperan pada terjadinya attachment dan invasi trofoblas, proses transformasi arteri spiralis, diferensiasi trofoblas, dan proses toleransi imun pada antigen paternal yang diekspresikan oleh sel trofoblas.

Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram dimana terjadi kematian sel dengan mengaktifkan program bunuh diri internal yang diatur dengan ketat. Kematian sel terprogram atau apoptosis berperan penting dalam homeostasis sel dan remodeling jaringan, terutama pertumbuhan plasenta. Gambaran morfologik apoptosis meliputi pengeriputan sel, kondensasi serta fragmentasi kromatin, pembentukan lepuh pada sel serta fragmentasinya menjadi benda apoptosis dan difagosit oleh makrofag.10

Mekanisme apoptosis terdiri dari fase inisiasi (pengaktifan kaspase) dan fase eksekusi. Inisiasi apoptosis

terjadi melalui dua jalur yang berbeda yaitu jalur ekstrinsik atau yang dimulai dari death receptor atau sebagai respon dari stimuli eksogen seperti sitokin dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria yang pada akhirnya akan menjadi satu. Fase eksekusi pada proses apoptosis diperantarai oleh kaspase 3 dan kaspase 6 yang berperan sebagai eksekusioner. Sebagai kaspase efektor, kaspase 3,6,dan 7 memecah beberapa protein seluler penting termasuk DNA yang memperbaiki enzim-enzim, lamina nukleus dan protein sitoskletal. Hal ini menerangkan gambaran karekteristik apoptosis seperti kondensasi nucleus, membrane blebbing, dan penyusutan sel. Pada jalur ekstrinsik apoptosis diperantarai oleh anggota TNF death receptor family yang merupakan bagian dari TNF-receptor (TNF-R) superfamily dan mempunyai bagaian terminal C yang terdiri dari 80 asam amino yang diketahui berperan dalam proses kematian. Tidak seperti jalur ekstrinsik dimana tergantung dari sinyal death receptor, pada jalur intrinsik sinyal apoptosis diperantarai langsung dari mitokondria sebagai respon terhadap stres seperti kerusakan DNA atau kehilangan faktor pertumbuhan. Jalur mitokondria dapat diaktifasi oleh p53 suatu protein supresi tumor yang mengaktifkan kerja dari proapoptotik Bcl-2. Jalur ekstinsik dan intrinsik tidak berdiri sendiri karena p53 dapat juga meningkatkan ekspresi beberapa death receptor dan jalur mitokondria dapat memperkuat sinyal yang dihantarkan oleh jalur death receptor sehingga terdapat hubungan antara kedua jalur tersebut.

Pada preeklampsia terjadi invasi trofoblas yang terhambat, vaskulitis, trombosis dan iskemia dari plasenta. Kelainan pada plasenta tampaknya lebih berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia dibandingkan janin. Meskipun etiologinya masih tetap harus dicari secara jelas tetapi semua berpusat pada disfungsi endotel. Menurut teori iskemia plasenta, disfungsi sel endotel terjadi akibat proses hipoksia. Trofoblas yang terpapar hipoksia secara in vitro menyebabkan proses apoptosis terjadi berlebihan sehingga invasi sitotrofoblas ke dalam miometrium menjadi dangkal dan remodeling arteri spiralis pada uterus terjadi tidak lengkap selanjutnya menimbulkan iskemia uteroplasenter. Plasenta yang mengalami hipoksia ini kemudian mengeluarkan faktor toksin dari plasenta kedalam sirkulasi maternal yang menimbulkan respon inflamasi dan menyebabkan kerusakan sel endotel. Hipoksia menimbulkan opoptosis terutama melalui jalur intrinsik (mitochondrial pathway).11

(3)

Hipoksia menyebabkan aktifitas antiapoptotis Bcl-2 familly terhambat sehingga mengaktifkan peran dari protein Bax yang meningkatkan permeabilitas membran mitokondria terhadap sitokrom C yang selanjutnya berikatan dengan apoptosis protease activating factor-1 (APAF-1) dan membentuk apoptosome yang akan mengaktifkan kaspase 9. Kaspase 9 selanjutnya akan mengaktifkan kaspase 3 sehingga terjadilah proses kematian sel.12 Dari sini dapat disimpulkan bahwa protein Bax berperan penting pada terjadinya apoptosis sel trofoblas preeklampsia.

CARA PENELITIAN

Penelitian dilakukan menggunakan desain studi potong lintang. Subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok preeklampsia berat/eklampsia dan kelompok normotensi. Populasi penelitian adalah penderita preeklampsia berat atau eklampsia dengan usia kehamilan 28 – 40 minggu dan kehamilan normotensi selama bulan Oktober 2011 hingga Maret 2012. Subyek penelitian adalah populasi yang menenuhi kriteria inklusi dan terlepas dari kriteria eksklusi, dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Terhadap mereka terlebih dahulu dimintakan persetujuan untuk dilibatkan dalam penelitian.

Kriteria inklusi adalah pasien preeklampsia berat atau eklampsia dengan umur kehamilan 28-40 minggu dan setuju untuk masuk dalam penelitian. Kriteria eksklusi adalah pasien dengan penyakit penyerta (korioamnionitis, hipertensi kronik, diabetes, sistemik lupus eritematosus, penyakit sickle cell, penyakit tiroid, penyakit jantung, astma bronkiale, kejang oleh karena sebab lain, HIV, janin dengan kelainan kongenital mayor).

Setiap kelompok mendapat perlakuan yang sama pada pengambilan jaringan plasenta yang kemudian dikirim ke laboratorium histologi FK UGM untuk dilakukan pengecatan secara immunohistokimia pada pemeriksaan ekspresi protein Bax dan dikirim ke laboratorium PA FK UGM untuk dilakukan pengecatan Tunel untuk melihat indeks apoptosis sel trofoblas.

HASIL dan PEMBAHASAN

Pengumpulan sampel penelitian dilakukan selama 5 bulan yang dimulai pada bulan oktober 2011 sampai dengan bulan maret 2012. Dalam penelitian ini didapatkan 81 plasenta yang memenuhi syarat sebagai subyek penelitian yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sebanyak 43 plasenta dari kehamilan dengan preeklampsia berat sebagai kelompok kasus dan 38

plasenta dari kehamilan normotensi sebagai kelompok kontrol.

Ekspresi protein Bax diukur dengan cara semiquantitative immunohistochemical scoring system (HSCORE). Perhitungan nilai HSCORE ekspresi protein Bax dilakukan oleh dua orang pemeriksa dan dilakukan uji kesesuaian antar observer dengan uji kappa dan didapatkan nilai kappa 0.802 yang menunjukkan kesesuaian yang kuat diantara kedua observer. Sel trofoblas yang mengalami apoptosis dihitung dengan menggunakan indeks apoptosis dimana prosentase sel yang positif dengan pengecatan Tunel dicirikan dengan warna coklat pada inti sel dibandingkan dengan total jumlah sel yang dihitung pada pembesaran kuat (400x) di lima lapangan pandang.

Tabel 1 menunjukan komparabilitas subyek kedua kelompok penelitian. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kedua kelompok pada variabel umur ibu dan paritas.

Tabel 1. Komparabilitas Subyek Penelitian

Terdapat perbedaan rerata umur kehamilan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, mean arterial pressure (MAP), dan body mass indeks (BMI) yang bermakna antara kelompok preeklampsia berat dan normotensi. Rerata usia kehamilan pada kelompok

Variabel Preeklampsi a Berat/Eklam psia (n = 43) Normotensi (n = 38) Perbedaan rerata (CI 95%) P Mean ± SD Mean ± SD Umur ibu 28.4 ± 6.8 28.4 ± 7.1 0.05 (-3.01 – 3.12) 0.97 Paritas 0.6 ± 0.8 1.0 ± 1.3 0.37 ( -0.86 – 0.11) 0.13 Usia kehamilan 36.0 ± 2.5 38.6 ± 1.1 2.58 ( -3.46 – (-1.71)) 0.00 Sistolik 166.7 ± 20.8 114.2 ± 7.2 52.51 (45.74 – 59.28) 0.00 Diastolik 106.4 ± 17.4 76.3 ± 6.7 30.10 (24.35 – 35.86) 0.00 MAP 126.5 ± 16.8 88.7 ± 6.4 37.75 (32.2 – 43.3) 0.00 BMI 28.1 ± 5.4 25.9 ± 4.3 2.17 (0.02 – 4.32) 0.04

(4)

preeklampsia berat (36.0±2.5) lebih rendah dibandingkan rerata usia kehamilan pada kelompok normotensi (38.6±1.1) dengan nilai p = 0.00. Rerata tekanan darah sistolik (166.7±20.8) dan diastolik (106.4±17.4) pada kelompok preeklampsia berat lebih tinggi secara bermakna (p = 0.00) dibandingkan tekanan darah sisitolik (144.2±7.2) dan tekanan darah diastolik (76.3±6.7) pada kelompok normotensi. Rerata MAP pada kelompok preeklampsia berat (126.5±16.8) lebih tinggi dibandingkan rerata MAP pada kelompok normotensi (88.7±6.4) dengan kemaknaan nilai p = 0.00. Beda rerata BMI pada kedua kelompok adalah 2.17 dengan kemaknaan nilai p = 0.04 dimana rerata BMI pada kelompok preeklampsia berat (28.1±5.4) lebih besar dari pada kelompok normotensi (25.9±4.3).

Tabel 2 menunjukan perbandingan rerata ekspresi protein Bax pada plasenta antara kelompok preeklampsia berat dan normotensi. Rerata ekpresi protein Bax pada kelompok preeklampsia berat (1.7±0.2) lebih tinggi dibandingakan kelompok normotensi (1.4±0.3) dan bermakna secara statistik (p = 0.00).

Tabel 2. Perbandingan Ekspresi Protein Bax Plasenta Kehamilan Preeklampsia Berat/Eklampsia Dibandingan

Dengan Kehamilan Normotensi

Variabel Preeklampsia Berat/Eklampsia (n = 43) Normotensi (n = 38) Perbedaan rerata (CI 95%) P Mean ± SD Mean ± SD Ekspresi Bax 1.7 ± 0.2 1.4 ± 0.3 0.23 (0.13 – 0.34) 0.00

Rerata indek apoptosis plasenta kehamilan dengan preeklampsia berat (23.8±21.5) lebih rendah dari rata-rata indek apoptosis plasenta kehamilan normotensi (35.5±27.2) dan tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik (p = 0.10) pada rerata indek apoptosis pada kedua kelompok tersebut.

Tabel 3. Perbandingan Indeks Apoptosis Plasenta Kehamilan Preeklampsia Berat/Eklampsia Dibandingan

Dengan Kehamilan Normotensi

Variabel Preeklampsia Berat/Eklampsia (n = 24) Normotensi (n = 24) Perbedaan rerata (CI 95%) P Mean ± SD Mean ± SD Indeks apoptosis 23.8 ± 21.5 35.5 ± 27.2 11.79 (-26.04 – 2.46) 0.10

Pada tabel 4 didapatkan bahwa umur ibu, paritas, dan BMI tidak memiliki korelasi yang bermakna secara statistik dengan ekspresi protein Bax.

Tabel 4. Korelasi Antara Variabel Luar dengan Ekspresi Protein Bax

Variabel

Ekspresi Protein Bax

R p N Umur ibu 0.036 0.75 81 Paritas -0.036 0.75 81 Usia Kehamilan -0.279 0.01 81 Sistolik 0.302 0.01 81 Diatolik 0.263 0.02 81 MAP 0.291 0.01 81 BMI 0.108 0.34 81

Usia kehamilan memiliki korelasi yang bermakna secara statistik (p = 0.012) dengan ekspresi protein Bax. Nilai korelasi Pearson sebesar -0.279 menunjukan kekuatan korelasi yang lemah dengan arah korelasi yang negatif dimana semakin muda usia kehamilan maka semakin tinggi ekspresi protein Bax.

Korelasi antara tekanan darah sistolik dengan ekspresi protein Bax bermakna secara statistik (p = 0.01) dan nilai korelasi Pearson 0.302 menunjukan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah. Korelasi

(5)

positif ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tekanan darah sistolik akan meningkatkan ekspresi protein Bax.

Korelasi antara tekanan darah diastolik dengan ekspresi protein Bax bermakna secara statistik (p = 0.02) dan nilai korelasi Pearson 0.263 menunjukan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah. Korelasi positif ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tekanan darah diastolik akan meningkatkan ekspresi protein Bax.

Korelasi antara MAP dengan ekspresi protein Bax bermakna secara statistik (p = 0.008) dan nilai korelasi Pearson 0.291 menunjukan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah. Korelasi positif ini menjelaskan bahwa semakin tinggi MAP akan meningkatkan ekspresi protein Bax.

Kebermaknaan korelasi usia kehamilan, tekanan darah sisitolik, tekanan darah diastolik, dan MAP dengan ekspresi protein Bax selanjutnya dinilai dengan analisis multivariat regresi linear.

Tabel 5 menunjukan bahwa MAP memiliki pengaruh bermakna terhadap ekspresi protein Bax dengan korelasi sebesar 0.291 yang menunjukan kekuatan korelasi yang lemah dan arah korelasi yang positif dimana peningkatan MAP akan meningkatkan ekspresi protein Bax.

Tabel 5. Analisis Multivariat Regresi Linear Pengaruh Variabel Luar Terhadap Ekspresi Protein Bax

Langkah Variabel Koefisien Koefisien

korelasi p

Langkah 1

Umur kehamilan Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik MAP Konstanta -0.021 -0.029 -0.062 0.093 2.143 -0.182 -3.309 -4.628 7.840 0.17 0.49 0.47 0.47 0.00 Langkah 2 Umur Kehamilan Tekanan darah diastolik MAP Konstanta -0.019 -0.004 0.006 2.020 -0.166 -0.325 0.517 0.19 0.48 0.27 0.00 Langkah 3 Umur Kehamilan MAP Konstanta -0.020 0.002 2.050 -0.172 0.199 0.18 0.12 0.00 Langkah 4 MAP Konstanta 0.003 1.195 0.291 0.01 0.00

Pada tabel 6 dilakukan analisis multivariat dengan analisis kovarian (ANCOVA) untuk mengetahui hubungan antara variabel tergantung, variabel bebas, dan variabel luar. Dari analisis tersebut didapatkan bahwa hanya preeklampsia berat yang mempengaruhi ekspresi protein Bax (p = 0.01).

Tabel 6. Analisis ANCOVA

Proses invasi arteri spiralis yang tidak adekuat dan sempurna karena proses apoptosis yang berlebihan sehingga menimbulkan hipoksia dan iskemia pada plasenta lebih jelas terjadi pada early onset preeklampsia (usia kehamilan < 34 minggu) sehingga kebanyakan kasus early onset preeklampsia disertai dengan kejadian intra uterine growth retardation.6 Pada penelitian ini didapatkan pada kelompok preeklampsia berat/eklampsia 86% terjadi pada usia kehamilan > 34 minggu dengan rata-rata terjadi pada usia kehamilan 36 minggu sehingga proses apoptosis trofoblas diduga tidak lagi memiliki peran yang besar pada terjadinya manifestasi klinis preeklampsia/eklampsia sehingga hal ini menyebabkan tidak ada bedanya indeks apoptosis pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Besar sampel yang kecil pada pengukuran indeks apoptosis diduga juga mempengaruhi tidak ada beda indeks apoptosis pada kedua kelompok.

Kelemahan penelitian ini adalah tidak dilakukan kontrol (matching) pada umur kehamilan saat sampling. Ekpsresi protein Bax dan apoptosis pada plasenta meningkat pada kehamilan normal seiring dengan bertambahnya usia kehamilan dan pada kehamilan dengan preeklampsia, IUGR, dan diabetes.3 Sehingga ekspresi protein Bax dan apoptosis pada kedua kelompok kasus dan kontrol yang tidak sama usia kehamilannya tidak dapat dijelaskan secara pasti apakah karena preeklampsia atau karena peningkatan usia kehamilan.

Variabel F p Umur Kehamilan Sistolik Diastolik MAP BMI PEB 0.445 0.013 0.253 0.192 0.194 8.190 0.51 0.61 0.66 0.66 0.91 0.01

(6)

KESIMPULAN

Ekspresi protein Bax pada preeklampsia berat/eklampsia lebih tinggi dibandingkan kehamilan normotensi. Indeks apoptosis pada preeklampsia berat/eklampsia tidak berbeda dengan kehamilan normotensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ashe PC, Berry MD. (2003) Apoptotic Signaling Cascades. Progress in Neuro-Psychopharmacology & Biological Psychiatry,27,pp.199-214.

2. Crocker I. (2007) Gabor Than Award Lecture 2006: Pre-Eclampsia and Villous Trophoblast Turnover: Perspectives and Possibilities. Placenta.21,pp,4-13. 3. Cobellis L, Falco M, Torella M.(2007) Modulation of

Bax Expression in Physiological and Pathological Human Placentas Troughout Pregnancy. In Vivo.21,pp.777-784.

4. Chavez SL, Abrahams VM, Mor G.(2005)The Role of Apoptosis in the Regulation of Trophoblast Survival and Differentiation during Pregnancy. Endocrine Reviews, 26(7),pp.877–897.

5. Dekker G A, Sibai B M.(1998). Etiology and Pathogenesis of Preeclampsia:Current Consepts. Am J Obstet Gynecol, 179, pp.1359-1375.

6. Hladunewich M, Karumanchi S A, Lafayette R. (2007) Pathophysiology of Clinical Manifestations of Preeclampsia.Clin J Am Soc Nephrol,2,pp.543-549. 7. Huppertz B. (2008): Placental Origins of

Preeclampsia: Challenging the Current Hypothesis. Journal of AHA,5, pp.1970-975.

8. Heazell A E, Buttle H R, Baker P N, Crocker I P. (2008): Altered Expression of Regulators of Caspase Activity Within Trophoblast of Normal Pregnancies and Pregnancies Complicated by Preeclampsia. Reproductive Sciences, 15,pp.1034-1043.

9. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. (2005): Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia, 2nd ed.

10. Keman K, Presetyorini N, Langgar M J. (2009): Perbandingan ekspresi p53, Bcl-2, dan Indeks Apoptosis Trofoblas pada Preeklampsia/Eklampsia dan Kehamilan Normal. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia,33-3, pp.151-159.

11. Kumar, Abbas, Fausto. (2010). Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Saunders,pp.1-11.

12. Levy R. (2005): The Role of Apoptosis In Preeclampsia. IMAJ,7,pp.178-181.

13. Levy R, Smith SD, Chandler K, Sadovsky Y, Nelson M. (2000): Apoptosis in Human Cultured Trophoblast is Enchanced by Hipoksia and Diminished by

Epidermal Growth Factor. Am J Physiol Cell Physiol,278,pp.982-988.

14. Leung D, Smith SC, To KF, Sahota DS.(2001).Increased Placental Apoptosis in Pregnancies Complicated by Preeclampsia.Am J Obstet Gynecol,184,pp.1249-50.

15. Ogge G, Chaiworapongsa T, Romero R.(2011). Placental Lessions Associated With Maternal Underperfusion are more frequent in early onset than in late onset preeclampsia. J Perinant Med,39 (6)November,pp.641-652.

16. Robbert JM, Hubel CA.(2009)The Two Stage Model of Preeclampsia: Variations on the theme. Placenta,23,pp.S32-S37.

17. Sharp A, Haezell AE, Crocker I, Mor G.(2010) Placental Apoptosis in Health and Disease.Am J Reprod Immnunol,64(3) September,pp.159-169.

18. Teguh M, Mose JC, Effendi JS, Hernowo BS (2010).Peningkatan ekspresi Kaspase 3 pasenta pada preeclampsia serta pengaruhnya terhadap berat badan bayi dan tekanan darah ibu. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 34-1,pp.3-6.

(7)

Gambar

Tabel 1 menunjukan komparabilitas subyek kedua  kelompok penelitian. Tidak terdapat perbedaan bermakna  secara statistik antara kedua kelompok pada variabel umur  ibu dan paritas
Tabel 2. Perbandingan Ekspresi Protein Bax Plasenta  Kehamilan Preeklampsia Berat/Eklampsia Dibandingan
Tabel 5. Analisis Multivariat Regresi Linear Pengaruh  Variabel Luar Terhadap Ekspresi Protein Bax

Referensi

Dokumen terkait

Untuk setiap kasus uji, output dalam satu baris angka “1” (tanpa tanda petik) jika Stewie dapat membuat palindrom dari kata tersebut, dan angka “0” (tanpa tanda petik) jika

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq, Hidayah dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan mampu

Pada penelitian ini, untuk meningkatkan keandalan produk dilakukan reliability improvement dengan cara menentukan parameter desain yang optimal yaitu nilai nominal laju pemakaian yang

Pada gambar 7 diberikan kondisi sangat terang diluar prototype sehingga sistem merespon dengan memberikan batasan maksimal cahaya didalam ruangan dimana pencahayaan ideal

Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Bahan Pencemar Deterjen (MBAS) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum” ini disusun sebagai salah satu syarat

Kesimpulan penelitian adalah pada keluarga miskin perkotaan, status gizi bayi lebih terkait dengan keadaan sanitasi rumah dibandingkan pemberian Makanan Pendamping

Dengan demikian semakin sesuai gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin, semakin baik kompetensi pegawai dan semakin baik motivasi kerja pegawai, maka semakin

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program penerimaan peserta didik baru sistem real time online. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi dengan model