• Tidak ada hasil yang ditemukan

45 HARI MENYUSURI RELUNG KEHIDUPAN DI KAKI GUNUNG UNGARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "45 HARI MENYUSURI RELUNG KEHIDUPAN DI KAKI GUNUNG UNGARAN"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

i

45 HARI MENYUSURI RELUNG KEHIDUPAN

DI KAKI GUNUNG UNGARAN

(Coretan Pengalaman Dari Medono)

(4)

ii 45 MENYUSURI RELUNG KEHIDUPAN DI KAKI GUNUNG UNGARAN

(Coretan Pengalaman Dari Medono)

Penulis : TIM KKN KEILMUAN 2B DESA MEDONO 2019

BAB 1 : Erika Nada, Beauty Rosa Melati.

BAB 2 : Sri Sukamti, Ivan Widiyanto, Devi Siswandani, Rizki Aulia Fajrin.

BAB 3 : Mohammad Rifky, Nova Catur Saputri, Selamet Riyadli.

BAB 4 : Amalia Fitri Damayanti, Sofia Uly Niama, Nanda Eka Wahyu, Muhammad Dzakiy. F, Rifqi Aukhul Yaqin.

: Gunawan, Mohammad Rifky, Sri Sukamti, Amalia Fitri : Slamet Riyadli : Muhammad Dzakiy. F Editor Desain Sampul Penyunting Bahasa ISBN : Diterbitkan Oleh:

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Semarang

Gedung Prof. Retno Sriningsih Satmoko Kampus Sekaran Universitas Negeri Semarang

Sekaran Gunungpati 50229 Kota Semarang 978-623-7618-45-4

(5)

iii

PENGANTAR PENULIS

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur Kehadirat Allah Subhanawata’ala, atas limpahan rahmat dan karuniannya sehingga buku dengan judul 45 HARI MENYUSUSRI RELUNG KEHDIUPAN DI KAKI GUNUNG UNGARAN) dapat terselesaikan dan terbit.

Buku ini menyajikan coretan-coretan pengalaman dan cerita dari empat belas mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) keilmuan 2B UNNES mengenai relung dan selak-seluk kehidupan masyarakat sebuah desa di lereng Gunung Ungaran yakni Desa Medono Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Dalam buku ini dua hal bahasan yakni bahasan mengenai sosio-kultur masyarakat Medono dan pengelolaan sumber daya alam Medono. Kedua bahasan tersebut dituliskan menggunakan presepktif ilmu sosiologi dan antropologi.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang sudah membantu dalam terciptanya buku ini kepada Jurussan Sosiologi dan Antropologi UNNES, Pusat Kajian Masyarakat Pedesaan (PUSKAMADES) Jurusan Sosiologi dan Antropologi, Laboratorium Jurusan Sosiologi dan Antropologi dan khususnya kepada masyarakat Desa Medono yang sudah sudi menerima kami selama 45 hari dan banyak memberikan pengajaran dan arti kehidupan kepada Tim KKN.

Akhir kata penulis memohon maaf apabila dalam penulisan dan isi buku ini masih jauh dari kata sempurna serta memiliki banyak kekurangan.

Kaki Gunung Ungaran, November 2019 Tim KKN Keilmuan 2B UNNES 2019

(6)

iv DAFTAR ISI

BAB 1 GAMBARAN WILAYAH DESA MEDONO ...1

1. GEOGRAFIS WILAYAH ... 1

2. KEPENDUDUKAN ... 4

3. PEMERINTAHAN ... 5

4. MOBILITAS PENDUDUK ... 7

BAB II KEHIDUPAN SOSIAL ...10

1. SEJARAH DESA... 10

2. AKTIVITAS MASYARAKAT DESA MEDONO ... 12

3. RELIGI BERDASAR IKATAN SOSIAL ... 15

4. KEBIASAAN MERANTAU ... 18

5. ORGANISASI SOSIAL ... 21

Kelompok Tahlil sebagai Sarana Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Masyarakat ... 22

Pemberdayaan Perempuan melalui PKK ... 24

Karang Taruna ... 25

Kelompok Tani ... 26

BAB III EKSTRAKSI SUMBER DAYA ALAM DI MEDONO ...30

1. AREN SEBAGAI SUMBER EKONOMI RUTIN ... 30

Persebaran Aren di Medono ... 30

Pohon Aren dan Manfaatnya ... 30

Sistem Sewa dan Bagi Hasil ... 32

Pengambilan Air Legen ... 34

Sistem Patron – Klien Pada Distribusi Gula Aren ... 38

2. KOPI SEBAGAI KEBANGGAN DAN IDENTITAS MEDONO ... 41

Sejarah dan Varietas Tanaman kopi ... 41

Kepemilikan Lahan ... 42

Pola Tanam Hingga Pola Panen ... 43

Tenaga Kerja ... 47

(7)

v

Masa Depan Pengelolaan Kopi ... 49

3. PERTANIAN ... 50

Padi Sebagai Sumber Pangan ... 50

4. PERTAMBANGAN ... 52

Tambang Batu ... 52

BAB IV EPILOG ...54

1. SELAYANG PANDANG PENULISAN BUKU ... 54

2. AWAL MULA DAN PROSES KKN KEILMUAN ... 54

3. MENGINJAKAN KAKI DI MEDONO ... 56

4. HARI – HARI TINGGAL DI MEDONO ... 58

5. PROGRAM KERJA KKN ... 62

Workshop Kopi ... 62

Video Edukasi Desa ... 64

Elena (Edukasi Lentera Seni) ... 67

Pelatihan Diversifikasi Olahan Buah Aren ... 69

Lecture Fest ... 71

Sosisalisasi Reproduksi ... 73

6. CITA DAN HARAPAN BAGI MEDONO ... 75

(8)
(9)

1

BAB 1

GAMBARAN WILAYAH DESA MEDONO

1. GEOGRAFIS WILAYAH

Desa Medono merupakan satu dari delapan belas desa di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Medono sendiri merupakan desa terjauh dalam administratif Kecamatan Boja dengan jarak 16 Km dari pusat Kecamatan. Jarak menuju ibukota Kabupaten Kendal sejauh 35 Km, sedangkan jarak menuju ibukota provinsi di Semarang berjarak 26 Km. Secara administratif Medono mempunyai wilayah yang berbatasan dengan Desa Pasigitan di sebelah utara, Hutan Lindung Perhutani KRPH Magelang sebelah Selatan, Desa Gonoharjo di sebelah barat, dan Desa Kalisidi, Kabupaten Semarang di sebelah timur.

Luas wilayah Desa Medono yaitu 2,21 km2 dengan sebagian besar wilayahnya digunakan sebagai lahan bukan sawah berupa tegal dan kebun, hutan rakyat, dan hutan negara yaitu sebesar 1,33 km2 (60,31%), selebihnya untuk lahan bukan pertanian berupa rumah, bangunan dan lainnya sebesar 0,45 km2 (20,22%), lahan sawah berupa irigasi sederhana dan tadah hujan sebesar 0,43 km2 (19,45%).

Tabel 1

Luas Wilayah Desa Medono Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2017 No. Jenis Penggunaan Luas (km2) Presentase (%)

1. Lahan Sawah 0,43 19,45 2. Lahan Bukan Sawah 1,33 60,31 3. Lahan Bukan Pertanian 0,45 20,22

Jumlah 2,21 100

(10)

2

Gambar 1. Peta administratif Kabupaten Kendal. (Sumber: needeadthing.blogspot.com) Geografis Desa Medono terletak pada koordinat 7°7'53"S dan 110°20'33"E serta topografi Desa Medono berada di ketinggian 350-500 meter di atas permukaan laut dan memiliki kemiringan lahan 30 hingga 60 derajat℃. Meskipun berada di wilayah kaki Gunung Ungaran cuaca di Desa Medono tidak terlalu dingin berkisar 24 – 30 derajat℃ pada siang hari dan 20 – 25 derajat℃ pada malam hari. Curah hujan rata – rata pada tahun 2018 berkisar 237 mm dengan rata-rata hari hujan sebanyak 19 hari (BPS Kendal. 2018). Jenis tanah di Desa Medono berjenis latosol yang bercirikan berwarna netral coklat sampai merah. Tanah jenis ini memiliki produktivitas yang tinggi untuk lahan pertanian hingga perkebunan.

(11)

3

Gambar 2. Peta Potensi Lahan Desa Medono (Sumber: Tim KKN Keilmuan Unnes 2B 2019).

Kondisi cuaca yang tidak teralu dingin dan tanah yang berjenis latosol memungkinkan masyarakat mengembangkan pertanian lahan kering berupa sawah tadah hujan, tegalan dan kebun. Perkebunan sendiri merupakan jenis pemanfaatan lahan yang paling banyak di kembangkan dengan jenis tanaman kopi. Selain itu masyarakat juga menanam sengon, dan buah-buahan semisal pisang raja, alpukat. Komoditas lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah tanaman aren yang tumbuh liar di kebun-kebun warga. Pohon aren di Desa Medono dimanfaatkan air niranya untuk sebagai bahan pembuatan gula aren.

(12)

4

Kegiatan pengambilan air nira dari pohon aren dinamakan nderes sedangkan nama lokal air nira adalah legen. Selain dijual untuk pemasukan, gula aren di Desa Medono juga untuk dikonsumsi sendiri seperti untuk campuran minuman kopi dan sebagai campuran masakan. Bagian lain dari pohon aren yang dimanfaatkan adalah lidi yang diambil dari batang daun aren dan buah aren yaitu kolang-kaling. Hanya saja di Desa Medono memanfaatkan kolang-kaling masih belum secara maksimal. Hanya sedikit warga yang memanfaatkan kolang-kaling untuk dijual bahkan ada kalanya kolang-kaling malah digunakan untuk pakan ternak.

Selain mengembangkan tanaman musiman dan tahunan yang mempunyai durasi panen lumayan lama untuk menyambung hidup warga mensiasatinya dengan menanam tanaman pangan seperti padi, jagung, selain itu juga tanaman selingan seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Potensi non pertanian dan perkebunan yang berada di Medono adalah batu yang banyak di tambang oleh masyarakat. Tambang batu dapat dijumpai di berbagai titik dan lokasi mulai dari area sawah di daerah datar hingga kebun di daerah bukit. Hasil tambang batu mayoritas dikirim untuk menyuplai pembangunan proyek-proyek infrastruktur di sekitar Semarang.

2. KEPENDUDUKAN

Desa Medono merupakan desa dengan jumlah penduduk terkecil di Kecamatan Boja yaitu 1,28% dari total jumlah penduduk di Kecamatan Boja. Sebagaimana tercatat dalam data monografi desa, pada tahun 2017, terdiri dari 292 kepala keluarga. Jumlah penduduk tahun 2017 sebanyak 955 jiwa, terdiri dari 484 jiwa (50,68%) laki-laki dan 471 jiwa (49,31%) perempuan. Dengan rata-rata anggota keluarga 3 jiwa. Sex ratio Desa Medono sebesar 103 yang artinya tiap 100 penduduk perempuan ada seban yak 103 penduduk laki-laki.

Tabel 2

Jumlah Penduduk Desa Medono Menurut Jenis Kelamin Tahun 2017

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 484 51% 2 Perempuan 471 49% Jumlah 955 100% Sumber: Kantor Kepala Desa Medono tahun 2017

(13)

5

Kepadatan penduduk di Desa Medono tahun 2017 sebesar 432,12 jiwa/km2, hal ini menunjukkan bahwa setiap 1 km2 luas wilayah di Desa Medono dihuni oleh sekitar 421,12 jiwa. Kepadatan penduduk di Desa Medono selama tiga tahun terakhir mengalami kenaikan dari tahun 2015 sebesar 409,95 jiwa/km2 ada kenaikan menjadi 426,69 jiwa/km2 padatahun 2016 dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 432,12 jiwa/km2.

3. PEMERINTAHAN

Secara administrasi, Desa Medono terbagi menjadi dua dusun yaitu Dusun Krajan dan Dusun Jambon. Jumlah Rukun Warga sebanyak 3 RW dan jumlah Rukun Tetangga sebanyak 6 RT. Jumlah aparat pemerintahan desa di wilayah Desa Medono pada tahun 2017 tercatat 7 orang yang terdiri dari 1 kepala desa, 1 sekretaris desa, 1 kaur umum, 1 kaur keuangan, 1 kasi pemerintahan, 1 kepala dusun (kamituwo), dan 1 kebayan.

Tabel 3

Banyaknya Perangkat Desa Medono Tahun 2017

No. Perangkat Desa Jumlah

1. Kepala Desa 1 2. Sekretaris Desa 1 3. Kaur Umum 1 4. Kaur Keuangan 1 5. Kaur Perencanaan 0 6. Kasi Pemerintahan 1 7. Kasi Kesejahteraan 0 8. Kasi Pelayanan 0 9. Jagabaya (Kapetengan) 0 10. Kepala Dusun (Kamituwo) 1

11. Kebayan 1

Jumlah 7

(14)

6

Kepala Desa merupakan pimpinan wilayah dan pemerintahan di Desa Medono. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa dibantu oleh Sekertaris Desa atau yang biasa disebut Carik dan perangkat desa lain seperti Kepala Urusan (Kaur). Kepala Desa sendiri dipilih melalui proses pemilihan Kepala Desa yang digelar secara serentak di Kabupaten Kendal. Untuk pemilihan perangkat desa yang lain seperti Carik, Kepala Urusan, dan Kadus pada zaman dahulu dilaksanakan secara lokal ditingkat desa, saat ini proses pemilihan perangkat desa dilaksanakan melalui rekrutmen secara online oleh Kabupaten Kendal. Masa jabatan Kepala Desa dibatasi menjadi tiga periode dengan jabatan per periode selama lima tahun. Sedangkan masa kerja perangkat desa tidak dibatasi oleh periode namun dibatasi umur sampai 60 tahun.

Sumber pendapatan Kepala Desa dan perangkat desa di Medono diperoleh dari dua sumber yang pertama dari tanah bengkok dimana lurah mendapat pengelolaan tanah bengkok paling luas. Sumber kedua berasal dari tunjangan perangkat desa dimana perangkat desa termasuk lurah menerima hak penghasilan tetap dan kesehatan yang diberikan oleh negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 dan ubahannya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017. Besaran tunjangan dari negara yang diterima bergantung dari tingkat jabatan dan masa jabatan perangkat. Untuk di Medono perangkat desa tunjangan yang diperoleh disesuaikan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kendal.

Pelayanan masyarakat yang dilakukan aparatur pemerintah desa secara administratif memiliki standar operasional pelayanan dari hari senin hingga hari jum’at. Namun pada praktiknya pelayanan masyarakat serngkali dilakkan di luar jam kerja yang ada. Perangkat desa dalam tugasnya tidak hanya memberi pelayanan yang sifatnya administratif saja tapi juga meliputi urusan-urusan komunitas maupun personal masyarakat seperti menjadi ‘juru bicara’ saat acara hajatan warga desa. Hal seperti ini dikarenakan masyarakat masih memposisikan perangkat desa khususnya Kepala Desa dan Carik sebagai sumber panutan dan sumber pengayoman warga.

(15)

7

4. MOBILITAS PENDUDUK

Mobilitas sosial secara luas adalah sebagai perpindahan orang dalam ruang sosial (social space) hal ini juga terjadi pada masyarakat di Desa Medono dimana masyarakatnya memiliki mobilitas yang tinggi dengan merantau ke luar kota atau migrasi ke luar negeri. Alasan utama penduduk Medono untuk melakukan mobilitas ke luar desa diakibatkan berbagai faktor salah satunya ketersedian sumber daya ekonomi seperti pekerjaan yang masih kurang dan terbatas.

Di masa lampau banyak warga Desa yang bekerja sebagai TKI untuk pria dan TKW untuk wanita. Rata-rata yang bekerja di luar negeri dibagi menjadi dua sektor yakni formal bekerja seperti garment, perikanan, yang sebagian besar adalah kaum pria. Sedangkan kaum wanita bekerja di sektor non formal seperti pembantu rumah tangga. Negara yang dijadikan tujuan warga Medono ke luar negeri seperti Korea, Taiwan, Hongkong dan Timur Tengah seperti Saudi Arabia. Saat ini mobilitas penduduk sebagai TKI semakin berkurang karena berbagai faktor seperti sudah banyak yang sukses atau tersedianya peluang pekerjaan di daerah Semarang.

Kondisi saat ini mobilitas penuduk yang ada adalah merantau ke luar kota khususnya daerah Semarang karena faktor lokasi dan jarak Medono yang lebih dekat ke Semarang dibanding ke Ibu kota Kabupaten di Kendal. Selain Semarang daerah lain yang banyak dituju adalah daerah luar jawa seperti Pulau Bangka dan Kalimantan. Mayoritas warga yang merantau bekerja di sektor industri hingga pertambangan batu.

Mobilitas penduduk Desa yang tinggi dan berada di luar desa semakin meningkat setiap tahunnya menyebabkan kondisi masyarakat desa mengalami pergeseran khususnya dalam bidang pekerjaan dari petani menjadi karyawan industri. Akibatnya profesi petani desa semakin berkurang hal ini tentu dapat menjadi permasalahan di kemudian hari. Karena dengan berkurangnya petani berakibat hilangnya kultur dan kearifan lokal masyarakat desa pertanian.

Ada berbagai faktor yang menjadi pendorong penduduk khususnya para anak muda Desa Medono memilih pekerjaan selain petani. Pertama, faktor pendidikan, saat ini penduduk Desa Medono sudah melek pendidikan atau sudah mulai memperhatikan dan sadar akan pentingnya pendidikan. Terlihat dari jumlah warga yang kebanyakan sudah

(16)

8

mengenyam bangku pendidikan menengah bahkan ada pula beberapa yang sudah mengenyam bangku perguruan tinggi. Sehingga lebih memilih keluar desa untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan jenjang pendidikannya. Kedua, faktor prestise yaitu berkaitan dengan kehormatan, wibawa dan juga kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga membuat dirinya menjadi “berbeda” atau istimewa bila dibandingkan dengan yang lain disekitarnya. Prestise juga berhubungan erat dengan rasa gengsi dan malu. Anak muda di Desa Medono memiliki sudut pandang bahwa menjadi petani saat ini adalah sesuatu pekerjaan yang kurang prestisius. Prestisius adalah sesuatu yang mengesankan, bergengsi, bermartabat, dan terhormat. Ketiga, faktor penghasilan, menjadi buruh atau karyawan yang mendapatkan gaji setiap bulan akan lebih baik daripada menjadi petani yang panennya jarang terjadi bahkan seperti petani kopi di Desa Medono panen hanya satu tahun sekali. Penghasilan tersebut tidak pasti karena jumlah panen setiap tahun cenderung berbeda jumlahnya. Pemikiran-pemikiran tersebut menjadi latar belakang mereka untuk pergi merantau atau bekerja keluar dari desa.

Mobilitas tidak dapat terjadi tanpa adanya aksesibilitas yang mendukung. Infrastruktur yang ada di Desa Medono sudah baik dan mendukung mobilitas. Ini menjadi faktor penting bermunculannya tambang batu di Desa Medono. Hasil tambang berupa batu tersebut dibawa kepada pemesan dari dalam desa dan luar desa. Selain menguntungkan sopir truk pengangkut batu hasil penambangan di Desa Medono, akses jalan yang cukup baik juga mendukung masuknya pasokan barang-barang kebutuhan warga desa. Sektor perdagangan menjadi lancar. Para sales produk-produk sandang maupun pangan berdatangan masuk ke dalam Desa Medono untuk menjual produk mereka. Selain keperluan penggunaan secara pribadi, beberapa warga ada yang mengambil keuntungan dari penjualan kembali barang-barang tersebut. Dapat dikatakan bahwa warga juga menjadi distributor barang-barang tersebut melalui toko kelontong. Sales yang datang ada kalanya membawa barang yang terbatas jenis dan jumlahnya membuat sebagian para pemilik toko keluar dari desa untuk membeli sendiri barang kebutuhan yang akan mereka jual.

Kegiatan pedagang membeli barang dalam jumlah banyak dan beragam di suatu tempat untuk dijual kembali dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai kegiatan kulakan.

(17)

9

Kulakan menjadi salah satu kegiatan yang menghubungkan Desa Medono dengan dunia

luar. Ada dua lokasi tujuan warga untuk kulakan yaitu ke Pasar Boja dan ke Pasar Gunungpati. Motif ekonomi hanyalah salah satu yang melatar belakangi mobilitas fisik yang terjadi di Desa Medono. Alasan lain penyebab mobilitas fisik yaitu bersekolah atau menuntut ilmu serta berbagai kepentingan lainnya yang berhubungan dengan berbagai unsur kehidupan masyarakat Desa Medono

(18)

10 BAB II

KEHIDUPAN SOSIAL

1. SEJARAH DESA

Mengenai sejarah Desa Medono, masyarakat desa pun juga tidak banyak yang mengetahui mengapa dinamakan Desa Medono. Mereka beranggapan bahwa nenek moyang mereka adalah seorang abdi dalem/kawula Kesultanan Mataram Islam bernama Dono dan Dini yang merupakan sepasang kakak beradik yang ditugaskan untuk membuka lahan abdi dalem di pedalaman, selain itu mereka juga ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam kepada penduduk asli wilayah tersebut. Maka tidak heran jika masyarakat Desa Medono juga dikenal sebagai masyarakat yang cukup religius.

Berdasarkan penuturan Bapak Aziz selaku kepala Dusun Krajan (Medono), menjelaskan bahwa dari para sesepuh Desa Medono tidak menjelaskan banyak hal terkait asal usul Medono, namun diperkirakan bahwa memang tidak terlepas dari usaha Kesultanan Mataram Islam di bawah pimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo untuk merebut Jayakarta (Batavia) dari tangan VOC. Sultan Agung sebagai Penguasa Mataram mengeluarkan kebijakan untuk membuka lahan di daerah pedalaman yang belum dikuasai oleh VOC dalam rangka memperkuat suplai logistik untuk pasukan mataram. Lahan daerah pedalaman yang dibuka salah satunya adalah wilayah lereng utara gunung ungaran. pembukaan lereng utara gunung Ungaran dilakukan oleh sepasang kakak beradik abdi dalem/kawula mataram yang bernama Dono dan Dini. Selain ditugasi untuk membuka lahan di daerah pedalaman abdi dalem dari mataram tersebut juga ditugasi untuk menyebarkan agama Islam kepada penduduk asli wilayah tersebut.

Setelah berhasil membuka lahan dan menyebarkan agama Islam di wilayah lereng utara Gunung Ungaran, abdi dalem yang bernama Dini dipersunting oleh pria dari daerah limbangan dan menetap di daerah tersebut sampai meninggal. Sebagai bentuk penghormatan kepada Dini daerah tersebut diganti menjadi Medini. Sedangkan Dono abdi dalem sekaligus kakak dari Medini masih menetap di lereng utara dan mendirikan padepokan untuk terus menyebarkan agama Islam. Sebagai seseorang yang menyebarkan agama Islam Dono mendapat julukan baru dari masyarakat sebagai Kyai Dono.

(19)

11

Selepas menetap lama dan berhasil mengembangkan padepokan, Kyai Dono menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah. Selepas pulang dari ibadah haji di Mekkah Kyai Dono merubah namanya menjadi Kyai Haji Mustajab dengan maksud agar keinginan dan doa Kyai Dono selalu di ijabah atau dikabulkan oleh Allah SWT. Padepokan Agama Islam Kyai Dono semakin berkembang pesat dan semakin banyak Santri yang belajar agama sehingga padepokan tersebut berubah menjadi sebuah perkampungan yang bernama kampung Kyai Dono Sari. Perkampungan Dono Sari mengalami perubahan nama akibat kebiasaan santri daerah Perkampungan padepokan yang mengatakan “Yo podho ngaji menyang Kyai Dono” yang lama kelamaan berubah menjadi “ Yo Ngaji Medono” dan akhirnya kampung tersebut berubah menjadi kampung Medono.

Kyai Dono atau K.H Mustajab mempunyai salah satu santri yang bernama Kyai Cokro atau dikenal dengan Kyai Ja’far. Kyai Cokro membuka lahan baru untuk mendirikan perkampungan di sebelah timur Kampung Dono Sari atau Kampung Medono. Perkampungan baru Kyai Cokro atau Kyai Jafar tersebut banyak ditanami pohon jambu biji sehingga Kyai Cokro memberi nama kampung tersebut dengan Kampung Jambon. Kedua tokoh pendiri kampung yakni Kyai Dono atau Kyai Haji Mustajab sampai akhir hayat tetap tinggal di Kampung Dono Sari dan dimakamkan di sebelah utara kampung. Saat ini makam Kyai Dono atau K.H Mustajab dikenal dengan nama Makam Dowo. Sedangkan Kyai Cokro atau Kyai Ja’far juga sama bertempat tinggal di Kampung Jambon sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di bagian barat atas Kampung Jambon saat ini makam tersebut berada di dekat bekas area penambangan batu.

Kampung Medono saat ini dikenal dengan Dusun Krajan sedangkan Kampung Jambon saat ini dikenal dengan Dusun Jambon. Desa Medono secara administratif dibagi menjadi dua dusun yaitu Dusun Krajan dan Dusun Jambon. Dusun Krajan terbagi menjadi 4 RT dan Dusun Jambon terbagi menjadi 2 RT. Krajan merupakan sebutan bagi tempat tinggal lurah desa, karena luruh Desa Medono lama tinggal di Dusun Medono warga sering menyebut Medono sebagai Krajan, namun sekarang ini lurah tinggal di Jambon sehingga sebutan Krajan saat ini lebih mengarah pada Jambon, Krajan Jambon.

(20)

12 2. AKTIVITAS MASYARAKAT DESA MEDONO

Sesuai dengan keadaan geografisnya, Desa Medono merupakan daerah agraris, mata pencaharian penduduk yang utama pada umumnya adalah bertani. Sebagai masyarakat agraris, di dalam melangsungkan hidupnya menggantungkan diri pada hasil pertanian. Pertanian yang dimaksud adalah pertanian sawah yaitu padi. Persebaran sawah di Desa Medono terdapat di sebelah utara desa yang telah berpetak-petak. Meskipun sawah tersebut terletak di lembah gunung tetapi tidak pernah kekurangan air, yang artinya bahwa sepanjang tahun tanah sawah di Desa Medono tidak pernah mengalami kekeringan. Lahan yang digunakan untuk pertanian dibedakan menjadi beberapa kategori, yaitu lahan sawah dengan irigasi sederhana dengan luas 39 ha, dan lahan tadah hujan 4 ha. Lahan sawah dengan irigasi sederhana dapat menghasilkan panen sebanyak tiga kali dalam setahun yaitu dua kali panen padi, dan satu kali panen sayuran. Sedangkan pada sawah tadah hujan hanya dapat menghasilkan dua kali panen.

Selain sawah, Desa Medono yang letaknya berada di bawah kaki Gunung Ungaran juga trdapat lahan berupa kebun dengan luas 66,42 ha. Lokasi sawah dan kebun berada jauh dari pemukiman, sehingga dalam perawatan tanaman terkendala oleh kondisi topografi. Akses jalan yang sulit berupa jalan setapak sehingga menyulitkan mobilitas masyarakat ketika melakukan pengangkutan sarana yang dibutuhkan untuk perawatan maupun ketika mengangkut hasil panen. Guna mengatasi kondisi tersebut masyarakat pada umumnya menggunakan sepeda motor khusus yang digunakan untuk ke kebun.

Jenis tanaman yang ditanam di kebun disesuaikan dengan kondisi letak dan kemiringan lahan. Pada jenis lahan dengan kemiringan lebih dari 45 derajat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk ditanami pohon kayu, seperti sengon dan aren. Kedua tanaman ini sering dijumpai karena tidak membutuhkan banyak perawatan. Bahkan pohon aren tumbuh secara liar dan alami tanpa ditanam oleh masyarakat. Sedangkan pada lahan kemiringan lebih landai ditanami kopi dan cengkeh. Salah satu yang menjadi alasannya adalah mempermudah dalam proses pemanenan.

Bercocok tanam adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Desa Medono, wajar saja jika aktivitas masyarakat banyak dihabiskan untuk mengurus sawah atau kebun. Bahkan ketika musim panen padi datang, pagi-pagi

(21)

13

masyarakat Medono sudah pergi ke sawah untuk menjaga padi yang hampir panen dari hama atau burung pemakan padi. Untuk menghalau burung-burung tersebut masyarakat memiliki cara khusus yaitu dengan memasang jaring di atas tanaman padi. Petani setiap hari pergi ke sawah untuk mengolah dan merawat tanamannya, pada pukul 07.00. Sebelum pergi ke sawah sebagian masyarakat juga pergi ke kebun untuk menderes nira yaitu berangkat pukul 05.30 baru kemudian melanjutkan aktivitas di sawah, pulang siang hari pukul 11.00 dan berangkat lagi pada pukul 13.00 hingga sore hari pukul 16.00. Selain pagi hari, menderes juga dilakukan sore hari selepas pulang dari sawah. Menderes merupakan salah satu aktivitas masyarakat Medono, yaitu mengambil air nira pada pohon aren. air nira ini, sebagian untuk diolah menjadi gula aren. Gula yang dihasilkan sebagian digunakan untuk konsumsi pribadi dan sebagia besar dijual melalui tengkulang untuk selanjutnya di distribusikan ke pasar-pasar. Bagi masyarakat pohon aren merupakan sumber penghasilan harian. Kepemilikan pohon aren setiap warga berbeda-beda tergantung dari persebaran pohon aren tumbuh ada warga yang memiliki lahan luas namun memiliki pohon aren yang sedikit sedangkan ada warga yang memiliki luas lahan tidak terlalu besar namun memiliki pohon aren yang lebih banyak. Pohon aren siap sadap atau di deres pada usia 5-10 tahun. Selain menghasilkan nira, sebagian masyarakat juga memanfaatkan buah pohon aren yaitu kolang-kaling. Biasanya kolang-kaling di konsumsi sendiri.

Petani padi melakukan aktivitas di sawah semenjak pagi sekitar pukul 07.00 selama masa tandur dan masa panen. Masa tandur dilakukan pada setiap empat bulan sekali untuk sawah irigasi dan enam bulan sekali untuk sawah tadah hujan. Masa panen padi rata-rata tiga kali setahun untuk sawah irigasi dan satu sampai dua kali untuk sawah tadah hujan. Masa setelah tandur hingga sebelum masa panen tiba petani biasanya kan

menyambi pekerjaan yang lain seperti mengurus kebun kopi. Karena mayoritas petani

(22)

14

Mengenai teknik pengolahan sawah, petani sudah menggunakan alat-alat pertanian yang cukup modern seperti traktor untuk membajak sawah akan tetapi juga masih membutuhkan cangkul untuk merapikan pematang sawah, dan masih menggunakan sabit sebagai alat memanen padi hanya saja. Sedangkan untuk menyuburkan tanah sawah diberi pupuk. Masyarakat Desa Medono juga telah mengenal pupuk kimia, sehingga selain menggunakan pupuk organik juga menggunakan pupuk kimia.

Selain mengembangkan hasil pertanian, masyarakat Desa Medono juga memelihara ternak seperti kambing, dan memelihara ikan yang dipelihara di kolam di sekitar desa. Hasil dari peliharaan ikan ini pada umumnya dikonsumsi sendiri, tetapi ada pula yang dijual seperti kambing untuk memenuhi kebutuhan lain. Tidak hanya itu, selain beraktivitas di sawah dan kebun ada pula masyarakat yang mengembangkan usaha, seperti membuka toko kecil-kecilan yang menjual keperluan sehari-hari, ada pula yang membuka usaha pembuatan triplek. Usaha ini dikerjakan oleh beberapa tenaga kerja yang juga merupakan masyarakat asli Desa Medono.

Jika para orang tua banyak yang bekerja disektor pertanian, para generasi muda Desa Medono saat ini justru banyak bekerja disektor non pertanian seperti industri pabrik yang ada di sekitar Semarang maupun merantau ke Jakarta hingga luar pulau. Alasan mereka bekerja di sektor non pertanian ada berbagai macam mulai bisa mendapatkan pemasukan secara rutin setiap bulan, lebih terlihat bergengsi dan lebih produktif.

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Medono juga cukup beragam, rata-rata masyarakat Desa Medono telah melek pendidikan sehingga kebanyakan adalah lulusan menengah ke atas. Meskipun di Desa Medono hanya ada PAUD dan Sekolah Dasar, masyarakat tetap memperhatikan pendidikan anak-anaknya meskipun harus menyekolahkan anaknya hingga keluar desa. Tidak hanya pendidikan formal, pendidikan informal juga berkembang di Desa Medono yaitu pendidikan yang berbasis keagamaan yaitu Madrasah Diniyah Al Mubarok yang dikelola oleh masyarakat Desa Medono Sendiri.

Masyarakat Medono memiliki tradisi gotong royong dalam melakukan berbagai kegiatan seperti kerja bakti membersihkan dan membangun jalan makam, memperbaiki masjid, serta saling membantu ketika ada salah seorang warga terkena musibah.

(23)

15

Gambar 3. Gotong Royong Pembangunan Makam Leluhur Desa Kyai Mustajab (Sumber: Dokumentasi Tim KKN 2019)

3. RELIGI BERDASAR IKATAN SOSIAL

Agama merupakan salah satu dari ketujuh unsur universal kebudayaan. Dari sudut pandang sosiologi antropologi, atau ilmu-ilmu sosial pada umumnya, agama berkaitan dengan kepercayaan (belief) dan upacara (ritual) yang dimiliki bersama oleh suatu kelompok masyarakat (Marzali, 2016:59). Umat Islam terbangun atas struktur sosial masyakarat yang memeluk agama Islam, meskipun didalamnya terdapat identitas yang berbeda-beda dalam memaknai ajaran Islam, tetapi masih membangun hubungan yang utuh sebagai umat Islam. Terdapat keragaman dalam memaknai ajaran Islam yang terlihat dari tradisi, pemahaman, dan praktik keagamaan yang merupakan ekspresi dari ke Islaman yang diyakininya (Haryanto, 2015:41-42). Dalam agama Islam juga terdapat tempat yang digunakan pemeluknya sebagai tempat ibadah dan melaksanakan tradisi serta praktik keagamaan, baik tempat formal maupun non formal.

(24)

16

Hubungan umat Islam dengan masyarakat yang masih memegang tradisi terdapat pada kelompok masyarakat Desa Medono. Masyarakat Desa Medono 100% merupakan pemeluk agama Islam, hal itu tidak terlepas dari pengaruh Kesultanan Mataram Islam dibawah pimpinan Sultan Agung dan Kyai Dono yang telah menyebarkan agama Islam di lereng utara Gunung Ungaran tersebut. Salah satu organisasi yang juga turut mempengaruhi aktivitas keagamaan di Desa Medono adalah Nahdlatul Ulama (NU). Tidak diketahui kapan organisasi ini mulai masuk ke desa tersebut, tetapi masyarakat sudah aktif menjalankan kegiatan keagamaan sesuai dengan pedoman NU. Beragam kegiatan keagamaan telah lama dilaksanakan oleh masyarakat Desa Medono, kegiatan tersebut meliputi tahlil, diba’an atau berjanjen, nariyahan, mujahadahan, muslimatan,

ziarah, dan nyadran serta lembaga pendidikan nonformal berbasis agama yaitu madrasah

diniyah. Berbagai aktivitas keagamaan dilaksanakan setiap hari sesuai jadwal yang telah ditentukan diantaranya yaitu :

a. Tahlil dilaksanakan pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Sabtu disesuaikan dengan kelompok dan dusun masing-masinng untuk perempuan. Sedangkan laki-laki setiap malam Jum’at selepas Isya.

b. Diba’an atau berjanjen dilaksanakan pada hari minggu malam setelah sholat maghrib bertempat di masjid bagi jama’ah laki-laki dan di rumah warga bagi jama’ah perempuan

c. Nariyahan dilaksanakan satu bulan sekali di akhir bulan bertempat di rumah warga

d. Mujahadahan dilaksanakan di masjid setiap hari kamis malam jum’at pukul 21.00 WIB diikuti oleh jama’ah laki-laki dan perempuan

e. Muslimatan dilaksanakan satu bulan sekali di awal bulan pada hari Minggu pukul 10.00 WIB dan bertempat di madrasah diniyah diikuti oleh jama’ah perempuan f. Ziarah makam biasanya dilaksanakan oleh masyarakat sesuai keinginan

masyarakat sendiri, artinya untuk kegiatan ziarah makam tidak dijadwalkan secara khusus oleh kelompok melainkan kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Ziarah makam dapat dilakukan pada makam keluarga, makam K.H. Mustajab yang terletak pada sebelah utara Dusun Krajan Desa Medono, dan makam Kyai Cokro atau Kyai Ja’far yang berada di bagian barat atas Dusun Jambon Desa Medono.

(25)

17

g. Nyadran merupakan kegiatan bersih-bersih makam yang dilakukan oleh masyarakat dan dilanjutkan dengan tahlil serta do’a untuk para mayit di makam. Nyadran dilaksanakan pada hari Jum’at Kliwon setiap bulannya di pemakaman umum Desa Medono pada pukul 07.00 WIB s.d selesai.

Kegiatan Keagamaan yang dilakukan juga tidak hanya terbatas untuk satu golongan umur maupun jenis kelamin melainkan mencakup seluruh warga Medono baik laki-laki, perempuan, dewasa, remaja, hingga anak-anak. Kegiatan keagamaan rutin bagi laki-laki yakni tahlil yang diadakan bergilir setiap malam jum’at selepas shalat Isya sedangkan untuk kaum perempuan memiliki jadwal dari senin hingga minggu dan dilakukan sore hari. Proses pembacaan tahlil akan dipimpin oleh orang yang dianggap memiliki pengetahuan agama. Pembacaan tahilil di awali dengan pembacaan dua kalimat syahdat, shalawat nabi, kemudian membaca Qur’an mulai Surat Fatihah, Ikhlas, Al-Falaq, hingga An-Nas dan terakhir membaca bacaan tahlil, tahmid, takbir. Setelah selesai akan di bacakan doa oleh pemimpin tahlil. Selain tahlil juga terdapat mujahadah sebuah kegiatan yang berisi melantutkan shalawat dan puji-pujian terhadap Nabi Muhammad. Kegiatan mujahadah dilakukan di setiap Masjid atau Musholla untuk laki-laki dan di rumah warga untuk perempuan. Kegiatan keagamaan yang dilakukan mulai tahlil, mujahadah, dibaan, dan berjanji ada sesuatu hal yang menarik yakni adanya bacaan doa pada penutup kegiatan yang dibaca menggunakan bahasa jawa berbunyi “Ya Allah Gusti

mugi-mugio anyembadani panyuwun kulo” yang memiliki arti “Ya Allah Tuhanku

semoga Engkau mengabulkan permintaan saya”.

Selain kegiatan keagamaan masyarakat di atas, di Desa Medono juga terdapat sekolah non formal berbasis keagamaan yaitu Madrasah Diniyyah Al-Mubarok yang ditujukkan untuk belajar mengaji Al-Qur’an dan ke Islaman bagi anak-anak usia 6-13 tahun dengan jenjang TK hingga SMP. Anak-anak belajar di madrasah diniyah setiap hari Sabtu hingga Kamis, dan hari Jum’at libur. Dalam praktiknya, tidak semua kegiatan keagamaan di atas berjalan sesuai jadwal yang ditentukan. Jadwal tersebut dapat berubah ketika ada kegiatan lain yang berhubungan dengan masyarakat.

Dari berbagai kegiatan di atas, Maulid Nabi Muhammad merupakan salah satu perayaan terpenting bagi warga Medono selain Ramadhan, Idul fitri, dan Idul Adha

(26)

18

karena selama dua belas hari sebelum Maulid Nabil Muhammad yang jatuh pada 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah mereka akan membaca Diba’an atau berjanjen selama 12 hari penuh selepas Shalat Maghrib. Rangkaian peringatan maulid Nabi Muhammad SAW diakhiri dengan khataman Al-Qur’an pada malam ke 12 Rabi’ul Awal di masjid dan diikuti oleh seluruh masyarakat Desa Medono.

“Ibadah” keagamaan yang dilakukan warga Medono tidak hanya mencakup ritus keagamaan saja tapi juga bertujuan sebagai tempat mengeratkan ikatan sosial warga dan sebagai tempat pembahasan agenda-agenda warga seperti kerja bakti, atau sebagainya. Selain mengeratkan ikatan sosial kegiatan keagamaan juga digunakan untuk kontrol sosial terhadap warga. Bentuk kontrol sosial yang dilakukan seperti warga merasa tidak enak bahkan bersalah jika tidak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan. Hal ini dikarenakan warga sudah menaggap mengikuti kegiatan keagamaan merupakan ciri yang melekat dari orang Medono. Berbagai macam ekspresi keberagaman seperti di atas menandakan bahwa sedemikian kuatnya tradisi lokal (low tradition) mempengaruhi karakter asli agama formalnya (high tradition), demikian juga sebaliknya (Roibin, 2010:2).

4. KEBIASAAN MERANTAU

Salah satu cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah dengan meninggalkan tempat asalnya menuju tempat yang lebih baik dan dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Hal ini biasa disebut dengan merantau yang merupakan tipe khusus dari migrasi. Menurut Gamawan Fauzi, merantau adalah penjelajahan atau proses hijrah untuk membangun kehidupan yang lebih baik. (Muarif: 2009 : 52). Merantau merupakan suatu istilah yang digunakan masyarakat untuk menyebut seseorang yang pergi dari kampung halamannya untuk menetap serta bekerja dan pulang ketika ada hari besar atau kepentingan saja. Hal ini awalnya merupakan suatu kebiasaan orang Minangkabau, namun seiring perkembangan zaman istilah ini tidak hanya digunakan orang Minangkabau saja, tetapi juga digunakan masyarakat luas lainnya. Istilah lain dari merantau adalah migrasi. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik benang merah bahwa merantau adalah perginya seseorang meninggalkan tempat asal menuju daerah lain untuk menjalani hidup atau mencari pengalaman di tempat tersebut.

(27)

19

Kondisi demikian juga terjadi pada Desa Medono yang tidak pula luput dari fenomena merantau. Salah satu alasan masyarakat Desa Medono meninggalkan kampung halamannya adalah karena ingin meningkatkan taraf hidup dan perekonomian. Mereka beranggapan bahwa, keberhasilan tidak bisa dicapai jika hanya berdiam diri tanpa meninggalkan tanah kelahiran. Selain itu, keberhasilan orang-orang terdahulu di tanah rantau, menjadi motivasi tersendiri bagi perantau yang masih pemula. Merantau juga telah menjadi salah satu wujud budaya activities bagi masyarakat Desa Medono. Seperti yang diungkapkan oleh Sumaryadi dalam Sholik dkk (2016) yang mengungkapkan bahwa wujud budaya activities akan menghasilkan sistem sosial. Struktur sosial pada suatu komunitas, individu ditempatkan dalam suatu posisi yang mempunyai fungsi yang sudah pasti melekat padanya. Fungsi tersebut melekat secara alamiah pada individu dalam suatu komunitas atau kelompok. Hal ini juga dapat dilihat pada budaya merantau sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat Desa Medono, Merantau sebagai suatu proses keputusan subjektif yang dilakukan secara sukarela. Proses pengambilan keputusan ini dipengaruhi oleh kondisi-kondisi normatif dan situasional yang melekat dalam benak individu, sehingga tidak terjadi faktor pemaksaan.

Budaya merantau masyarakat Desa Medono sudah ada sejak lama dan bertahan hingga kini. Kurangnya lapangan pekerjaan di Desa Medono menjadi salah satu penyebab masyarakat Desa Medono meninggalkan kampung halamannya. Kondisi perekonomian penduduk desa yang cenderung stagnan tersebut jelas diperlukan adanya perbaikan. Oleh karena itu, mobilitas dengan tujuan ekonomis sebagai salah satu upaya untuk merubah kondisi tekanan ekonomi tersebut. Atas dasar alasan tersebut banyak masyarakat Desa Medono yang memilih pergi meninggalkan tempat lahir mereka untuk pergi merantau. Para perantau biasanya merantau keluar kota, keluar pulau bahkan keluar negeri. Masyarakat yang merantau keluar pulau biasanya didominasi oleh laki-laki yang bekerja sebagai penambang batu di Bangka Belitung dan Pulau Kalimantan. Sedangkan Para TKI yang bekerja di luar negeri biasanya bekerja di Arab Saudi, Taiwan, Korea, dan Jepang. Warga Medono yang bekerja sebagai TKI di luar negeri sudah ada semenjak tahun 1990 an. Proses menjadi TKI yang ada di Medono ada dua cara yang biasa dilakukan. Pertama agen-agen penyalur TKI akan mencari dan mengajak warga Desa yang ingin

(28)

20

bekerja di luar negeri menjadi TKI. Para agen penyalur notabennya adalah mantan TKI yang sukses dan sudah kembali ke Indonesia. Umunya para agen TKI merupakan warga Desa sekitar Medono. Warga yang tertarik bekerja ke luar negeri akan didaftar dan dibawa oleh agen menuju kantor penyalur TKI yang berada di Semarang atau Jakarta untuk ditraning. Jika memenuhi syarat akan langsung diberangkatkan menuju negara tujuan. Cara kedua diajak oleh tetangga atau saudara yang bekerja sebagai TKI. Calon cara ini pada dasarnya sama dengan cara yang pertama yang membedakan calon TKI akan langsung mendaftar ke kantor penyalur TKI tanpa melalui agen di Desa.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya migrasi yaitu faktor ekonomi, seorang yang mempunyai harapan untuk mendapatkan pendapatan lebih tinggi daripada pendapatan di daerah asalnya. Menurut Ananta (1993), Pendapatan seseorang di daerah asalnya merupakan faktor pendorong utama penduduk untuk meninggalkan daerahnya, menuju daerah lain yang memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik.

Kegiatan merantau yang terjadi di Desa Medono tak hanya dilatarbelakangi oleh kebutuhan ekonomi, tetapi juga dikarenakan oleh faktor pendidikan. Banyak remaja atau pemuda di Desa Medono meninggalkan desanya untuk sekedar menempuh pendidikan yang lebih tinggi seperti kuliah. Aktivitas merantau yang dilatarbelakangi oleh faktor pendidikan menunjukkan bahwa masyarakat telah sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak mereka. Narwoko dan Suyanto (2007) mengemukakan faktor pendorong timbulnya migrasi atau yang lazim disebut dengan merantau, antara lain:

1. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.

2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah pedesaan yang makin menyempit).

3. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.

(29)

21

5. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

Merantau memberikan kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat Medono namun tak jarang merantau juga memberikan dampak yang negatif. Diantara dampak yang ditimbulkan adalah akan berkurangnya tenaga kerja di wilayah asal, sehingga terjadi kelambatan dalam pola pembangunan. Seperti halnya dengan masyarakat Desa Medono, masyarakat yang cenderung lari ke perkotaan dengan meninggalkan desa. Pemuda di Desa Medono lebih tertarik untuk bekerja di kota. Di era sekarang ini sulit menemukan pemuda di Desa Medono yang mau bekerja di sawah ataupun di kebun.

Perantau di Desa Medono melakukan tujuan merantaunya baik ke dalam negeri maupun luar negeri, ada yang sudah berkeluarga dan ada yang belum berkeluarga, mayoritas perantau di Desa Medono banyak yang meninggalkan anak-anaknya kepada kakek, nenek ataupun saudara terdekatnya yang kebanyakan bekerja di rumah sebagai petani. Perantau mengirim uang kepada orang tuanya, dalam hal ini orang yang mengasuh anaknya. Fenomena merantau juga memberikan dampak terhadap perubahan pola asuh anak di Desa Medono di mana anak-anak yang ditinggal merantau oleh orangtuanya akan dititipkan kepada kakek, nenek, atau sanak saudaranya. Perantau biasanya juga menyempatkan waktu pada kesempatan tertentu seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha atau tahun baru untuk pulang mengunjungi keluarga, karena pada dasarnya masyarakat yang merantau bukan benar-benar meninggalkan tempat asal dan tinggal menetap di daerah rantau melainkan hanya untuk bekerja. Kholik dkk (2016) menjelaskan bahwa konsep merantau tersebut mengacu pada konsep migrasi sirkuler yang didefinisikan sebagai perginya penduduk yang keluar melewati batas administrasi desa asal pada waktu tertentu untuk mencari pekerjaan tanpa diikuti dengan perpindahan tempat tinggal.

5. ORGANISASI SOSIAL

Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya, agar kehidupan manusia menjadi lebih teratur dalam sebuah masyarakat diperlukan adanya organisasi sosial. Organisasi sosial menjadi suatu bentuk pengaturan tindakan atau perilaku seseorang dalam bertindak untuk bekerja sama dalam mencapai visi atau tujuan yang telah disepakati bersama. Adanya pengaturan tindakan mengandung

(30)

22

pesan implisit bahwa perilaku setiap individu diatur sedemikian rupa untuk suatu tertentu yang telah disepakati. Keberadaan organisasi membuat masyarakat yang beragam dapat berpartisipasi dalam aktivitas sosial yang kompleks. Hal serupa juga diungkapkan oleh Kurniasari (2006) yang mengatakan bahwa organisasi sosial merupakan perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Semangat berkelompok dan nilai sosial budaya yang mengikat kelompok, memunculkan kepedulian dan jiwa yang saling tolong menolong terhadap sesama masyarakat. Demikian pula dalam sebuah desa, organisasi sosial juga berkembang di dalamnya. Seperti halnya di Desa Medono, organisasi sosial berperan dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Bahkan di Desa Medono tidak hanya ada satu organisasi, melainkan beberapa organisasi, diantaranya berkaitan dengan keagamaan hingga ekonomi.

Kelompok Tahlil sebagai Sarana Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Masyarakat

Organisasi sosial keagamaan yang berkembang di Desa Medono adalah kelompok tahlil, yang dibedakan menjadi tahlil bapak-bapak dan ibu-ibu. Kelompok tahlil ini dibentuk berdasarkan kesamaan agama yaitu Islam. Pembagian anggota kelompok tahlil ini ditentukan berdasarkan kedekatan lokasi tempat tinggal. Terdapat enam kelompok tahlilan yang tersebar di dua dusun yaitu Dusun Jambon dan Dusun Krajan.

Tahlilan dilaksanakan secara bergantian selama satu minggu sekali di rumah anggota. Bagi kelompok tahlilan ibu-ibu, dalam pelaksanaannya setiap anggota datang ke rumah yang mendapat bagian tempat pada minggu tersebut. Tahlilan ini dipimpin oleh satu anggota yang dilaksanakan sekitar pukul 16.00 WIB dan akan baru akan dimulai ketika semua anggota sudah datang. Sedangkan untuk kelompok bapak-bapak biasanya dimulai selepas Isya’ yang dilaksanakan di masjid. Kelompok tahlilan secara sosial memiliki tujuan untuk mempererat tali silaturahmi antar masyarakat. Dengan adanya kelompok tahlil warga akan melakukan interaksi minimal setiap seminggunya. Dalam kegiatan tahlilan, biasanya masyarakat memiliki buku tahlil yang sengaja memang telah disiapkan sehingga tidak perlu membawa sendiri dari rumah. Tahlilan diawali dengan membaca Al-Fatihah, Asmaul Husna, dan membaca Surat Yasin, diakhiri dengan doa dan makan besar secara bersama-sama.

(31)

23

Gambar 4. Dibaan rutin warga Medono (Sumber: Dokumentasi Tim KKN 2019)

Berbeda dengan kelompok tahlil ibu-ibu, kelompok tahlil bapak-bapak hanya disediakan makanan ringan saja. Selain itu, dalam kelompok tahlil ibu-ibu juga diadakan arisan. Dalam setiap kelompok jumlah besaran uang setoran arisan berbeda-beda.

Misalnya kelompok tahlil empat uang arisan sebesar Rp. 10.000 sedangkan kelompok tahlil lainnya sebesar Rp. 5.000 tergantung kesepakatan yang telah disetujui bersama. Ketika salah seorang anggota mendapatkan arisan maka tempat tahlilan berada dirumah orang tersebut. Kemudian uang arisan yang telah didapatkan menjadi uang tambahan yang digunakan untuk membeli makanan saat tahlilan. Kelompok keagamaan lainnya juga dibentuk dikalangan anak-anak dan remaja. Pada kelompok ini, selain tahlilan juga diadakan berjanji yaitu dengan melantunkan sholawat nabi. Berjanji dilaksanakan setiap satu minggu sekali yaitu pada malam senin yang dimulai sekitar pukul 18.30 WIB dengan dipimpin tiga sampai empat orang dewasa. Dalam berjanji ini juga diakhiri dengan doa dan pembagian kudapan ringan bagi anak-anak yang telah disediakan.

Selain memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual, di dalam kelompok tahlil juga dapat menjadi sarana bagi masyarakat dalam membicarakan hal-hal yang berkaitan

(32)

24

dengan desa atau lebih khusus hal yang mencakup rukun tetangga. Bahkan, dalam kelompok tahlil juga dapat menjadi sarana musyawarah bagi masyarakat, misalnya saja dalam hal kerja bakti membersihkan makam, membangun masjid dan hal lain-lain yang berkaitan dengan kebutuhan bersama.

Pemberdayaan Perempuan melalui PKK

Pemberdayaan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kualitas manusia melalui pemberian pengetahuan dan keterampilan agar manusia memiliki kemampuan memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Pemberdayaan menjadi sebuah strategi dalam memberikan kekuatan dan bagi masyarakat agar mampu hidup secara mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Marta dan Sujarwo dalam Aini, 2018). Pemberdayaan masyarakat diberikan sesuai dan dipertimbangkan dengan kebutuhan, potensi serta permasalahan yang terdapat di masyarakat tersebut. Salah satu media yang dapat menjadi tempat untuk mengaktulisasikan potensi masyarakat dan juga mampu memberdayakan masyarakat adalah organisasi pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga (PKK).

Kehadiran PKK diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat, terutama dalam mengembangkan peran perempuan. Karena dalam hal ini, perempuan selain menjadi pengelola urusan rumah tangga, perempuan juga dituntut untuk membantu mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal serupa juga diungkapkan oleh Trisnawati dan Jatiningsih (2017) yang mengatakan bahwa Pemberdayaan perempuan menjadi salah satu program yang penting sebagai upaya meningkatkan peranan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi, sosial, dan pendidikan. PKK yang didominasi oleh perempuan terutama ibu-ibu dapat menjadi patokan bahwa perempuan telah mampu memberdayakan dirinya sendiri. Kegiatan PKK ini diwujudkan dalam bentuk prorgam kerja, yang harus senantiasa dititikberatkan pada kegiatan dan program kerja yang praktis.

Begitu pula dengan Desa Medono, dalam rangka mengembangkan dan membangun peran perempuan, juga terdapat PKK sebagai wadah bagi perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya. Program-program yang diadakan oleh PKK Desa Medono sejauh ini sudah berjalan dan program yang dilaksanakan berdasarkan 10 program pokok

(33)

25

PKK. Program-program tersebut diantaranya adalah kegiatan senam rutin mingguan bagi ibu-ibu, arisan rutin PKK setiap satu bulan sekali. Kemudian program berikutnya adalah posyandu balita dan posyandu lansia setiap satu bulan sekali, penyuluhan sosialisasi keluarga berencana (KB), serta beberapa program dadakan atau insidental. Selain itu, guna meningkatkan perekonomian masyarakat dan memanfaatkan potensi lokal di Desa Medono, PKK melalui kolaborasi dengan mahasiswa KKN Keilmuan Jurusan Sosiologi Dan Antropologi Unnes 2019 telah dilakukan upaya diversifikasi pangan olahan aren, yaitu pelatihan pembuatan selai kolang-kaling dan manisan kolang-kaling dari gula aren. Diharapkan dengan adanya pelatihan diversifikasi produk olahan lokal, dapat meningkatkan perekonomian masyarakat secara umum dan mampu memberdayakan perempuan secara khusus.

Program atau kegiatan PKK di Desa Medono sejauh ini telah berjalan, begitu pula dengan kegiatan pemberdayaan perempuan juga telah berjalan, akan tetapi dalam pelaksanaannya belum berjalan secara maksimal. Hal ini disebabkan masih kurangnya antusias dari anggota PKK terhadap program yang telah dilaksanakan. Tidak hanya itu, pemahaman ibu-ibu atau masyarakat terhadap pentingnya yang sebenarnya tidak hanya menjadi wadah dalam mensejahterkan masyarakatnya namun juga menjadi wadah bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya masih sangat perlu untuk ditingkatkan.Kemudian pemahaman masyarakat terhadap pentingnya hidup bermasyarakat dan berorganisasi yang belum maksimal juga menjadi salah satu penghambat masyarakat untuk aktif dalam lembaga PKK.

Karang Taruna

Cepat lambatnya perubahan yang terjadi di masyarakat tidak dapat dipisahkan dari sinergitas yang saling memberi kontribusi antar berbagai elemen masyarakat. Apalagi juga didukung oleh kesadaran dari generasi tua untuk memberikan kesempatan kepada generasi muda agar berpartisipasi lebih aktif dalam kegiatan masyarakat. Pemuda sebagai agen perubahan seharusnya mampu menghidupkan dan menggerakan berbagai kegiatan di tempatnya tinggal. Hal tersebut akan tercapai apabila terdapat wadah yang mampu menampung berbagai aspirasinya. Wadah tersebut dapat berupa organisasi kepemudaan atau yang biasa kita sebut sebagai karang taruna. Kurnisari dkk (2013) mengungkapkan organisasi memiliki peran dalam mengembangkan kreativitas generasi muda, diantaranya

(34)

26

mampu memberikan pembinaan sikap kepemimpinan dengan cara menumbuhkan rasa tanggung jawab kepada anggota karang taruna. Keberadaan karang taruna selain dimaksudkan untuk menampung aspirasi generasi muda, juga untuk memupuk dan mewujudkan rasa kesadaran dan kepedulian sosial.

Begitu pula dengan Desa Medono juga memiliki organisasi kepemudaan atau karang taruna. Karena Desa Medono memiliki dua dusun, yaitu Dusun Jambon dan Krajan maka juga terdapat dua karang taruna. Kedua karang taruna tersebut sama-sama berfokus pada kegiatan keagamaan seperti tahlilan, berjanji maupun pengajian-pengajian dalam rangka memperingati hari-hari keagamaan. Selain itu, karang taruna Desa Medono juga sering mengadakan kumpul bersama setiap satu bulan sekali untuk membahas program kerja yang akan dijalankan. Kemudian juga aktif dalam dalam kegiatan kerja bakti misalnya mengadakan Jum’at bersih bersama masyarakat lainnya dan kegiatan lain yang berkaitan dengan kepemudaan.

Kelompok Tani

Selain beberapa organisasi yang telah disebutkan di atas, Desa Medono yang mayoritasnya bermatapencaharian sebagai petani juga memiliki sebuah kelompok tani atau yang biasa dikenal poktan. Kelompok tani merupakan satu kesatuan sosial dengan berbagai aturan untuk pembagian kerja demi mewujudkan kelembagaan petani. Kelompok tani biasanya disebut dengan poktan ini mempunyai peranan strategis dalam pemberdayaan masyarakat petani. Kelompok tani merupakan lembaga pertanian yang memiliki peranan sentral dalam kegiatan produksi dan keberlanjutan pertanian yang biasanya identik dengan wilayah pedesaan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Nuryanti dan Swastika (2011) yang mengatakan bahwa kelompok tani dibentuk guna memecahkan permasalahan yang dihadapi petani namun tidak bisa di atasi secara individu. Selain itu, dalam hal diseminasi teknologi pertanian kepada petani akan lebih efisien jika dilakukan pada kelompok tani, karena dapat menjangkau petani yang lebih banyak dalam satuan waktu tertentu. Dalam hal ini, kelompok tani juga dianggap sebagai organisasi yang efektif untuk memberdayakan petani, meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani dengan bantuan fasilitasi pemerintah melalui program dari berbagai kebijakan pembangunan pertanian.

(35)

27

Gambar 5. Pak Mahalih sedang bertanya pada acara workshop kopi (Sumber: Dokumentasi Tim KKN 2019)

Desa Medono yang secara administratif dibagi menjadi dua dusun, yaitu Dusun Krajan dan Dusun Jambon juga memiliki kelompok tani masing-masing. Penduduk Dusun Jambon lebih banyak sebagai petani kopi, meski ada pula yang bekerja di sektor non pertanian dan pergi merantau ke daerah lain, bahkan ke luar negeri. Petani di Dusun Jambon memiliki kelembagaan berupa kelompok tani Jambon. Kelompok tani ini tidak hanya mewadahi petani sawah, melainkan juga para pekebun yang menanam kopi. Anggota kelompok tani di Dusun Jambon kurang lebih beranggotakan 20 orang. Kelompok Tani di Dusun Jambon mempunyai peran penting, karena dengan adanya kelompok tani diharapkan dapat mempraktekan sistem pertanian yang baik dan memberi contoh petani lain yang belum menjadi anggota kelompok tani. Kelompok tani memiliki program penyuluhan yang diberikan oleh dinas pertanian. Akan tetapi penyuluhan yang diberikan oleh dinas pertanian tidak dilakukan secara rutin tiap tahun. Meskipun demikian, dinas pertanian juga masih memantau dan memberikan bantuan kepada kelompok tani. Bantuan yang diberikan biasanya berupa bibit, alat-alat pertanian, ataupun berupa uang. Sedangkan penyuluhan yang diberikan adalah meliputi pemilihan bibit yang baik, proses penanaman, panen, hingga produksi. Meskipun anggota kelompok tani Dusun Jambon didominasi oleh petani kopi, namun tidak semua petani kopi mengikuti penyuluhan yang telah diberikan, kurangnya partisipasi dan antusias mengakibatkan

(36)

28

penyuluhan yang diberikan tidak maksimal. Tidak hanya penyuluhan, kelompok tani Dusun Jambon juga sering melakukan studi banding dengan kelompok tani di desa lain sehingga menambah pengetahuan bagi petani kopi Jambon. Namun demikian, selain studi banding banyak pula petani kopi yang secara mandiri mencari tahu sendiri cara bertani kopi yang baik atau dengan kata lain mereka lebih mandiri dalam mempelajari pertanian kopi.

Kelompok tani ini mempunyai kegiatan yang disebut dengan rombongan, yang merupakan sistem gabungan kerjasama antara beberapa petani yang mengerjakan lahan secara bergantian. Kegiatan ini beranggotakan empat sampai lima orang. Dikatakan rombongan karena dari masing-masing anggota tersebut mempunyai lahan yang dapat digarap secara bergantian. Sistem rombongan ini bertujuan untuk menghemat pengeluaran dalam perawatan lahan. Dalam pengelolaan kelompok tani memang sudah dibentuk program dan pengarahan baik dari dinas pertanian maupun dari pengurus kelompok tani, namun kelompok tani di Dusun Jambon belum mampu mengelola dalam hal distribusi hasil pertanian. Hasil pertanian yang diperoleh masih dijual sendiri-sendir, tidak ada yang menyalurkan baik dari kelompok tani maupun dinas pertanian. Padahal para petani kopi sangat membutuhkan pendistribusian hasil perkebunan yang mereka dapatkan.

Berbeda dengan kelompok tani di Dusun Jambon yang masih cukup aktif, kelompok tani di Dusun Krajan tidak berjalan dengan baik. Bahkan kelompok tani di Dusun Krajan sempat mati suri dan tidak ada program sama sekali, hal ini disebabkan oleh sikap ketua kelompok tani yang dinilai pasif dan kurang peduli terhadap program yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dahulu, ketika kelompok tani ini masih aktif, terdapat beberapa pelatihan-pelatihan yang telah diberikan oleh pemerintah. Namun, seiring berjalannya waktu tidak ada keberlanjutan dan hanya berakhir pada sosialisasi saja. Masyarakat secara mandiri mengelola kebun masing-masing, menjual hasil panen secara individu, dan belajar mengelola dan menggarap lahan sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang mereka ketahui selama ini. Tidak majunya kelompok tani yang ada di Dukuh Krajan juga bukan semata-mata karena ketua kelompok tani yang kurang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Namun juga kurang berpartisipasinya masyarakat dalam mendukung keberadaan kelompok tani tersebut. Masyarakat Dusun

(37)

29

Krajan yang kurang serius, tidak ingin berkembang atau menjadi faktor tidak aktifnya kelompok tani yang ada disana. Bahkan pelatihan yang telah dilakukan sebelumnya, dengan mengundang masyarakat Dusun Krajan tidak dipungut biaya, sudah disediakan konsumsi pun hanya sebatas angin lewat yang tidak ada tindak lanjutnya. Artinya bahwa masyarakat hanya datang, duduk, dan mendengarkan tanpa mempraktekkan apa yang telah didapatkan selama pelatihan.

Dalam sebuah kelompok tani seharusnya dapat menjadi jembatan bagi antar anggotanya bahkan antar masyarakat untuk mengembangkan potensi pertanian yang dimiliki. Seperti yang disampaikan oleh Ramdhani dkk (2015) yang mengatakan bahwa sebagai suatu organisasi sosial, kelompok tani seharusnya dapat menjadi wadah untuk belajar maupun mengajar bagi anggotanya guna mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta bertumbuh dan berkembangnya suatu kemandirian di dalam berusaha tani dengan suatu produktivitas yang meningkat, pendapatan yang bertambah, dan kehidupan yang sejahtera. Tidak hanya itu, kelompok tani juga berfungsi sebagai suatu wahana kerjasama di antara petani dengan kelompok tani dan antar anggota kelompok tani dan pihak lain. Kelompok tani juga dapat berfungsi sebagai suatu unit produksi yang dilaksanakan oleh setiap masing-masing anggota kelompok tani guna mencapai skala ekonomi yang lebih baik.

(38)

30 BAB III

EKSTRAKSI SUMBER DAYA ALAM DI MEDONO

1. AREN SEBAGAI SUMBER EKONOMI RUTIN

Persebaran Aren di Medono

Potensi sumber daya alam yang paling menonjol di Desa Medono yaitu adanya pohon aren dan kopi. Kedua komoditas tersebut menjadi komoditas utama masyarakat Medono dalam mempertahankan kehidupannya sehari-hari. Hampir setiap rumah atau kartu keluarga (KK) di Desa Medono mempunyai kebun kopi dengan luasan yang bervariasi. Sedangkan pohon aren di Desa Medono tumbuh secara liar tanpa adanya penanaman dan perawatan secara intensif. Diceritakan bahwa sejarah tumbuh dan berkembangnya aren di Desa Medono yaitu dikarenakan adanya hewan pemakan biji aren yaitu hewan luwak dan setelah memakannya hewan tersebut akan membuang secara acak entah dimana saja. Sehingga aren yang berkembang dan tumbuh di desa ini tidak memandang tempat tumbuhnya apalagi lahan punya siapa dia akan tumbuh. Pemilik lahan juga tidak akan melakukan budidaya secara intensif tapi akan merawat dengan baik pohon aren agar tetap mengeluarkan air nira atau legen untuk dimanfaatkan. Menurut kepercayaan masyarakat di Desa Medono, jika luwak yang menyebarkan biji kolang kalingnya maka pohon aren yang tumbuh akan mengeluarkan nira yang berkualitas baik dan banyak. Namun sebaliknya jika yang menanam manusia maka aren yang akan tumbuh hanya mengeluarkan air nira sedikit.

Pohon Aren dan Manfaatnya

Aren merupakan jenis tanaman tahunan dengan ukuran yang besar dan tinggi hingga 12 meter serta diameter setinggi dada (DBH) hingga 60 cm ( Ramadani, 2008 dalam Lempang 2012). Pohon aren juga salah satu jenis tumbuhan palma yang memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam batangnya sehingga bernilai ekonomi tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dimulai dari akar hingga ujung daunnya pohon ini dapat dimanfaatkan.

(39)

31

Desa Medono salah satu desa yang masih mempertahankan pohon aren sebagai sumber ekonomi. Hal itu karena pohon aren dapat dimanfaatkan hampir di setiap jengkal pohonnya. Dimulai dari daun pohon aren. Daun aren yang sudah tua bisa digunakan sebagai atap rumah atau seringkali digunakan untuk membuat atap di persawahan sebagai tempat istirahat petani Medono. Ijuk pohon juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat sapu ijuk. Buah aren juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yaitu kolang-kaling dan dapat bernilai rupiah jika dikembangkan. Kemudian batang pohon aren dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan bahan bangunan serta membuat pegangan cangkul. Bahkan akarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan herbal. Namun umumnya, masyarakat di Desa Medono memanfaatkan aren sebagai bahan dasar membuat gula merah yaitu dengan memanfaatkan air nira.

Masyarakat Medono dalam memanfaatkan sumber daya alam aren hanya berfokus pada pemanfaatan air nira saja. Air nira yang digunakan sebagai sumber dasar pembuatan gula merah ini diambil oleh pekerja yang disebut sebagai penderes. Penderes di Desa Medono akan menderes aren setiap pagi dan sore. Hal itu karena kualitas air nira yang dikeluarkan lebih baik. Menderes sendiri berasal dari kata “Penderes” yang merupakan istilah lokal yang sering digunakan oleh masyarakat desa untuk mengambil nira dari pohon aren. Sering pula disebut sebagai, tukang nderes. Sedangkan lebih umum dikenal dengan istilah “penyadap”. Tukang nderes atau penyadap ini mempunyai tugas untuk mengambil nira yang akan digunakan untuk mengolah gula yang diperoleh dari pohon aren. Hampir semua masyarakat di Desa Medono bekerja sebagai penderes. Mereka juga menjalankan ekonomi rumah tangga dalam pengolahan gula aren tersebut. Disebut ekonomi rumah tangga karena dalam pengolahan air nira menjadi gula aren melibatkan anggota keluarga yang ada. Suami bertugas untuk mengambil aren di kebun di pagi dan siang hari kemudian istri yang dibantu anak akan mengolah air nira menjadi gula aren. Setelah itu, gula aren akan dijual ke tengkulak desa. Kerjasama di dalam keluarga inilah disebut sebagai ekonomi rumah tangga yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Mayoritas masyarakat Medono hanya berfokus pada pengambilan air nira saja. Padahal sebenarnya biji aren atau yang sering kita sebut sebagai kolang kaling juga mempunyai manfaat. Masyarakat Medono hanya menjual kolang-kaling kepada desa

(40)

32

tetangga yaitu Desa Pasigitan untuk mengolah kolang kaling yang ada. Mereka beralasan jika mengolah kolang-kaling sedikit susah dan jika terkena getah kolang kaling yang maka akan menimbulkan rasa gatal pada kulit. Sehingga mereka enggan untuk mengolah kolang kaling dan lebih mementingkan pengolahan air nira untuk dijadikan gula aren.

Sistem Sewa dan Bagi Hasil

Hampir semua masyarakat desa ini bekerja sebagai penderes namun bukan berarti mereka mempunyai pohon aren sendiri atau kebun sendiri. Dalam proses ini kerjasama sangat dibutuhkan. Banyak juga dari masyarakat yang mempunyai pohon aren tapi tidak bisa merawatnya karena beberapa alasan. Oleh karena itu mereka akan menyewakan pohon aren ini kepada orang lain. di Desa Medono umumnya menyewa satu pohon aren akan dihargai Rp200.000 hingga Rp250.000. Namun biaya ini hanya untuk sewa saja, sedangkan waktu akan disepakati kedua pihak. Selain harus membayar uang sewa, penyewa juga harus memberikan hasil yang di dapatkan. Biasanya penyewa akan memberikan hasilnya dua hari sekali. Dimana waktu dua hari hasil yang di dapatkan bisa diberikan pada pemilik pohon dan dua hari setelahnya dapat dinikmati hasilnya sendiri. Bagi hasil dilakukan sampai dahan bunga habis. Pada masyarakat Medono membayar uang kepada pemilik disebut mesi. Mesi berarti mengikat. Artinya pohon tersebut sudah diikat dengan uang dengan waktu yang telah disepakati. Setengah hasil dari empat hari akan diserahka kepada pemilik pohon sedangkan setengahnya lagi akan diberikan kepada penyewa pohon.

Selain itu adapula sistem yang berlaku tiga orang. Sistem ini mempunyai aturan sendiri yaitu dimana pemilik pohon menyewakan pohonnya pada pihak kedua melakukan

mesi dengan bayaran yang telah disepakati namun pihak kedua memberikan pekerjaan

menderes ini kepada pihak ketiga. Sederhananya pemilik pohon menyediakan pohon aren, pihak kedua menyewakan pohon aren dan menyerahkan tugas pengambilan aren kepada pohak ketiga. Hasil yang diberikanpun berbeda. Dalam 4 hari pemgambilan, pemilik pohon hanya akan mendapatkan hasil 1 hari, penyewa juga mendapatkan hasil 1 hari sedangkan pihak ketiga atau pengambil aren akan mendapatkan hasil 2 hari.

Perbedaan antara sistem dua dengan sistem tiga orang ini yaitu dimana sistem yang pertama dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pemilik pohon dan penyewa pohon. Peran pemilik pohon hanya sebagai pemilik dan penerima air nira saja setiap 2 hari sekali

(41)

33

sedangkan penyewa berperan sebagai penyewa sekaligus penderes dan akan mendapat bagian 2 hari sekali. Jadi perbandingan yang di dapatkan yaitu 2 : 2 Sedangkan sistem kedua dilakukan oleh tiga orang yaitu penyewa sebagai pemilik pohon yang akan mendapatkan hasil 1 hari, kedua yaitu penyewa tetapi penyewa tidak mengambil air nira sendiri namun akan memanggil orang ketiga sebagai penderes. Dikarenakan penyewa tidak melakukan menderes sendiri maka hasil yang di dapatkan hanya 1 hari sedangkan pihak ketiga atau orang yang menderes akan mendapatkan bagiannya 2 hari dari total 4 hari. Jadi perbandingan yang di dapatkan nantinya adalah 1 : 1 : 2.

Adanya sistem sewa dan bagi hasil yang diterapkan di Desa Medono membuat masyarakat yang tidak mempunyai lahan ataupun pohon aren tetap bisa bekerja sebagai penderes. Menjadi penderes di desa ini sudah ada dari dulu secara turun temurun sehingga sampai saat ini penderes masih menjadi ikon pekerjaan di Desa Medono. Adanya pohon aren sebagai sumber daya alam disambut dengan baik oleh masyarakat dengan cara merawatnya dari awal hingga bisa menghasilkan buah dan air nira yang kemudian diolah menjadi gula aren. Hal ini membuat hubungan antara manusia dan alam menjadi hubungan yang saling bergantung satu sama lain.

(42)

34 Pengambilan Air Legen

Gambar 6. Mbah Takiyat membawa hasil nderes berupa legen (Sumber: Dokumentasi Tim KKN 2019)

Pohon aren tumbuh menjulang hingga 12 meter dan diameter mencapai 60 cm. Di dalam masyarakat Medono, pohon aren dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan mereka khususnya yaitu air nira. Air nira atau legen diambil dari bunga aren. Proses pertumbuhan aren tidak seperti tanaman lainnya karena di pohon aren itu buah tumbuh terlebih dahulu dari bunga. Buah aren yang sering kita kenal dengan kolang kaling akan tumbuh kurang lebih 10 tangkai baru setelah itu akan muncul bunga aren. Bunga aren inilah yang nantinya akan mengeluarkan air legen. Bunga aren pada masyarakat lokal sering disebut sebagai dangu. Dangu akan keluar setelah 1 tahun keluarnya buah aren. Kemudian setelah dungu keluar yang harus dilakukan yaitu membuat tanga atau dalam bahasa lokalnya yaitu srigi. Srigi telah dipasang langkah selanjutnya yaitu pohon di

Gambar

Gambar 2. Peta Potensi Lahan Desa Medono (Sumber: Tim KKN Keilmuan  Unnes 2B 2019).
Gambar 3.  Gotong Royong Pembangunan Makam Leluhur Desa Kyai Mustajab  (Sumber: Dokumentasi Tim KKN 2019)
Gambar 4.  Dibaan rutin warga Medono (Sumber: Dokumentasi Tim KKN 2019)
Gambar 5.  Pak Mahalih sedang bertanya pada acara workshop kopi (Sumber:
+7

Referensi

Dokumen terkait