• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polimer 2.1.1 Pengertian

Polimer merupakan unit material yang dibentuk oleh rantai molekul yang dibuat dari satuan yang lebih kecil yang disebut monomer. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani Poly, yang berarti “banyak”, dan mer, yang berarti “bagian”.

Kebanyakan polimer adalah material organik (kaki-karbon) yang terdiri dari molekul-molekul yang disusun dari variasi kombinasi hidrogen, oksigen, nitrogen dan karbon. Rantai polimer terbelit dan membentuk gulungan tak beraturan, yang memberikan kekuatan tambahan (Setiabudy, 2007).

2.1.2 Sifat-sifat Polimer

Berdasarkan sifat termalnya polimer dibedakan atas termoplastik dan termoset. Kedua sifat inilah yang merupakan pengklasifikasian dari bahan-bahan polimer (Daryanto, 2003).

2.1.2.1 Termoplastik

Polimer termoplastik biasanya berupa plastik, bersifat kenyal/dapat diregangkan. Sifat ini dapat terbentuk dengan dipanaskan, didinginkan, dapat dilelehkan dan berubah menjadi bentuk yang berbeda tanpa mengubah sifat bahan dari polimer tersebut. Bahan polimer termoplastik yang umum adalah acrylic, nilon (poliamide), selulosa, polisteren, polietilen, flurokarbon, dan vinil.

(2)

2.1.2.2 Termoset

Polimer termoset memiliki ikatan primer yang kuat, dan biasanya terbentuk dengan kondensasi. Polimer yang termoset selain memiliki ikatan primer yang tinggi, juga struktur penyusunnya berupa molekul yang besar. Sifat ini merupakan hasil perubahan kimiawi selama pemrosesan, berupa pemanasan ataupun adanya pemakaian katalis. Setelah terfiksasi menjadi bentuk yang keras, polimer termoset tidak dapat direnggangkan dan berubah menjadi bentuk semula, karena sebagian molekul banyak yang terbuang selama proses pengembalian bentuk. Jika panasnya dinaikkan kembali, maka polimer termoset akan berubah menjadi arang, terbakar, dan terurai. Contoh polimer yang termoset seperti fenol, asam amino, polyester, epoxies, asam alkil.

2.2 Plat Gigi Tiruan 2.2.1 Basis Gigi Tiruan

Basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigi tiruan (Walls, 2008). Gigi tiruan lengkap merupakan gigi tiruan lepasan yang dimaksudkan untuk menggantikan permukaan pengunyahan dan struktur-struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah.

Gigi tiruan tersebut terdiri dari gigi-gigi tiruan yang dilekatkan pada basis gigi tiruan. Daya tahan, penampilan dan sifat-sifat dari suatu basis gigi tiruan sangat dipengaruhi oleh bahan yang digunakan untuk membuatnya. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat basis gigi tiruan, namun belum ada satupun bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan yang diperlukan suatu basis gigi tiruan (Noort R, 2007).

2.2.2 Bahan Basis Gigi Tiruan

Meskipun basis gigi tiruan individual dapat dibuat dari logam atau non-logam, kebanyakan basis gigi tiruan terbuat dari bahan non-logam terutama polimer.

(3)

Polimer tersebut dipilih berdasarkan keberadaanya, kestabilan dimensi, karakteristik penanganan, warna, dan kekompakan dengan jaringan mulut.Bahan yang paling umum digunakan adalah polimer seperti polimetil metakrilat (PMMA) atau resin akrilik. Polimetil metakrilat memiliki sifat mekanik dan estetika baik, dan mudah dikerjakan (Anusavice, 2003).

Resin akrilik bahan yang paling sering digunakan untuk basis gigi tiruan lepasan merupakan rantai polimer panjang terdiri dari unit-unit metil metakrilat yang berulang disebut juga polimetilmetakrilat. Resin-resin tersebut merupakan plastik lentur yang dibentuk dengan menggabungkan molekul-molekul metil metakrilat multiple. Bahan basis gigi tiruan poli(metal metakrilat) biasanya dikemas dalam sistem bubuk-cairan (Combe, 1986).

2.2.3 Jenis Resin Akrilik

Resin akrilik dikelompokkan dalam 3 jenis, yaitu resin akrilik swapolimerisasi, resin akrilik polimerisasi sinar dan resin akrilik polimerisasi panas (Combe,1986).

2.2.3.1 Resin Akrilik Swapolimerisasi

Resin akrilik swapolimerisasi (resin akrilik cold curing atau self curing autopolymeryzing) adalah resin akrilik yang ditambahkan aktivator kimia yaitu dimetil-para-toluidin karena memerlukan aktivasi secara kimia dalam proses polimerisasi selama 5 menit. Resin ini jarang digunakan sebagai bahan untuk membuat basis gigi tiruan karena kekuatan dan stabilitas warnanya tidak sebaik resin akrilik polimerisasi panas, selain itu jumlah monomer sisa pada resin akrilik swapolimerisasi lebih tinggi dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas.

2.2.3.2 Resin akrilik polimerisasi sinar

Resin akrilik polimerisasi sinar (light cured resin) adalah resin akrilik dalam bentuk lembaran dan benang serta dibungkus dengan kantung kedap cahaya atau

(4)

dalam bentuk pasta dan sebagai inisiator polimerisasi ditambah camphoroquinone. Penyinaran selama 5 menit membutuhkan gelombang cahaya sebesar 400-500 nm sehingga memerlukan unit kuring khusus dengan menggunakan empat buah lampu halogen tungtens/ultraviolet. Bahan ini juga jarang dipakai untuk membuat basis gigi tiruan karena disamping memerlukan unit kuring khusus, bahan ini juga memiliki kekuatan perlekatan yang rendah terhadap anasir gigi tiruan berbahan resin jika dibandingkan dengan resin akrilik polimerisasi panas (Combe, 1986).

2.2.3.3 Resin akrilik polimerisasi panas

Resin akrilik polimerisasi panas (heat cured resin acrylic) adalah resin akrilik yang polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi bahan dapat diperoleh dengan menggunakan pemanasan air atau oven gelombang mikro (Powers JM dkk, 2000).

Resin akrilik polimerisasi panas merupakan polimer yang paling banyak digunakan saat ini dalam pembuatan basis gigi tiruan karena bernilai estetis dan ekonomis, memiliki sifat fisis dan mekanis yang cukup baik, serta mudah dimanipulasi dengan peralatan yang sederhana (Noort R, 2007). Namun resin akrilik polimerisasi panas ini masih memiliki kekurangan yaitu mudah fraktur (Nirwana, 2005).

2.2.3.3.1 Komposisi

Komposisi resin akrilik polimerisasi panas dan fungsinya, yaitu : A. Bubuk

a. Polimetil metakrilat : polimer b. Benzoil peroksida : inisiator c. Titanium oksida : opacfier d. Dibutil phthalate : plasticizer

(5)

f. Nilon/akrilik : serat sintesis B. Cairan

a. Metil metakrilat : monomer

b. Hidroquinone : inhibitor untuk mencegah polimerisasi selama penyimpanan

c. Etilen glikol dimetakrilat : ikatan silang (cross-linked) berfungsi sebagai jembatan atau ikatan kimia yang menyatukan 2 rantai polimer dan akan memberikan peningkatan ketahanan terhadap deformasi serta mengurangi solubilitas dan penyerapan air (Noort R, 2007)

2.2.3.3.2 Manipulasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat manipulasi resin akrilik polimerisasi panas yaitu :

a) Perbandingan polimer dan monomer

Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5:1 satuan volume atau 2,5:1 satuan berat. Bila monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh monomer akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul. Sebaliknya, monomer juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada adonan resin akrilik.

b) Pencampuran

Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar dicampur dalam tempat yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga membentuk adonan. c) Pengisian

Sebelum pengisian, dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan permukaan yang kasar, merekat dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari gips masuk ke dalam resin akrilik (Powers JM dkk, 2008).

Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan saat dipres terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke dalam mould penuh kemudian dilakukan pres pertama sebesar 1000 psi ditunggu selama 5 menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin dibuang kemudian

(6)

dilakukan pres terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5 menit (Combe, 1986).

d) Kuring

Kuvet dibiarkan pada temperatur kamar kemudian dipanaskan pada suhu 70 0C dibiarkan selama 30 menit, dan selanjutnya 100 0C dibiarkan selama 90 menit (Nirwana, 2005).

2.2.3.3.3 Keuntungan dan Kerugian

Keuntungan pemakaian bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas adalah sebagai berikut (Walls, 2008).

a. Harga relatif murah b. Proses pembuatan mudah

c. Menggunakan peralatan sederhana d. Warna stabil

e. Mudah dibentuk

f. Daya penghantar panas rendah g. Tidak larut dalam cairan rongga mulut h. Koefesien termal ekspansi tinggi

i. Ikatan yang baik antara basis dengan anasir gigi tiruan resin akrilik j. Tidak toksik

k. Estetis

Kerugian pemakaian bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas adalah sebagai berikut:

a. Mudah fraktur b. Tidak tahan abrasi

c. Konduktivitas termal yang rendah

d. Adanya monomer sisa yang dapat mengakibatkan reaksi alergi e. Dapat menyerap cairan

(7)

2.3 Sifat Fisis

Sifat fisis adalah sifat suatu bahan yang diukur tanpa diberikan tekanan atau gaya dan tidak mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Sifat fisis terdiri atas porositas, kekasaran permukaan, densitas dan daya serap air.

2.3.1 Porositas

Adanya gelembung atau porositas di permukaan dan di bawah permukaan dapat mempengaruhi sifat fisis, estetik dan kebersihan basis gigi tiruan. Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigi tiruan yang lebih tebal. Porositas polimer yang rendah, disertai temperatur resin akrilik selama kuring mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut.

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan komponen bubuk dan cairan yang tidak homogen. Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan adonan resin akrilik yang homogen, penggunaan perbandingan polimer dan monomer yang tepat, prosedur pengadukan yang terkontrol dengan baik, serta waktu pengisian bahan ke dalam mould yang tepat. (Jagger D, 1999)

2.3.2 Densitas ( Density)

Resin akrilik memiliki massa jenis yaitu sekitar 0,09975 g/cm3. Hal ini disebabkan resin terdiri dari kumpulan atom – atom ringan, seperti karbon, oksigen, dan hydrogen (Romania, 2012). Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (V) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut:

(2.1) dengan :

= densitas (g/cm3) m = massa sampel (gr) V = volume sampel (cm3)

(8)

2.3.2.1 Pengukuran Densitas

Pengukuran densitas yang dilakukan adalah untuk mengetahui kerapatan suatu bahan. Densitas dapat dihitung dengan rumus pada persamaan (2.1)

Cara pengukuran densitas :

1. Disiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan

2. Sampel yang akan diuji, dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100oC selama 1 jam

3. Sampel yang telah dikeringkan kemudian ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital (m)

4. Diisi larutan ekstrak daun salam (V) ke dalam gelas ukur

5. Dimasukkan sampel ke dalam gelas ukur yang telah diisi larutan ekstrak daun salam

6. Ditimbang massa sampel

2.3.3 Absorbsi air

Resin akrilik polimerisasi panas relatif menyerap air lebih sedikit pada lingkungan yang basah. Tingkat penyerapan air berdasarkan ISO 20795 menunjukkan bahwa interval tingkat penyerapan air standar bagi bahan resin akrilik dalam interval 0,3% sampai 1,9% (Suci R dkk, 2011). Absorbsi air oleh resin akrilik terjadi akibat proses difusi, dimana molekul air dapat diabsorbsi pada permukaan polimer yang padat dan beberapa lagi dapat menempati posisi di antara rantai polimer. Hal inilah yang menyebabkan rantai polimer mengalami ekspansi. Setiap kenaikan berat akrilik sebesar 1% yang disebabkan oleh absorbsi air menyebabkan terjadinya ekspansi linear sebesar 0.23%. Sebaliknya pengeringan bahan ini akan disertai oleh timbulnya kontraksi. Secara matematis daya serap air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

( 2.2) dengan :

mb = Massa sampel basah (gr)

(9)

2.3.3.1 Pengukuran Daya Serap Air

Pengujian penyerapan air dilakukan dengan cara membandingkan massa air yang terserap dalam sampel setelah direndam dan dibandingkan dengan sampel tanpa perendaman. Pengujian daya serap air mengacu pada ASTM C 373.

Cara pengukuran daya serap air:

1. Disiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan

2. Sampel yang akan diuji, ditimbang massanya sebagai massa kering (mk) dengan menggunakan timbangan digital

3. Sampel direndam sesuai waktu perendaman masing-masing

4. Sampel yang telah direndam dalam ekstrak daun salam (syzygium polyanthum wight) dilap terlebih dahulu

5. Ditimbang massa sampel sebagai massa basah (mb) dengan menggunakan timbangan digital

2.4 Sifat Mekanis

Sifat mekanis bahan basis gigi tiruan terdiri atas kekuatan tarik, kekuatan fatik, kekuatan impak dan kekuatan lentur. Kekuatan tarik ditentukan dengan memanjangkan bahan dengan uji kekuatan tarik satu sumbu. Kekuatan fatik adalah patahnya bahan yang disebabkan beban berulang di bawah batas tahanan bahan. Kekuatan impak adalah energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan dengan gaya benturan. Kekuatan lentur adalah uji kekuatan bahan resin akrilik yang terdukung pada kedua ujungnya kemudian diberi beban secara beraturan dan berhenti ketika batang uji patah (Hyer, 1998).

2.4.1 Kekuatan Impak

Pengujian impak bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material samapai material tersebut patah. Pengujian impak ini merupakan respon terhadap beban yang tiba – tiba yang bertujuan mengetahui ketangguhan suatu bahan terhadap pembebanan dinamis, sehingga dapat diketahui apakah suatu bahan yang diuji rapuh atau kuat. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan

(10)

energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbukbenda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Semakin banyak energi yang terserap maka akan semakin besar kekuatan impak dari suatu beban.

Umumnya kekuatan impak bahan polimer lebih kecil daripada kekuatan impak bahan logam. Untuk menguji impak ini kedua ujung sampel dengan ukuran standar diletakkan pada penumpu, kemudian beban dinamis dilepaskan dengan tiba-tiba dan cepat menuju sampel. Dalam pengujian impak, impaktor yang digunakan dalam bentuk pendulum yang diayunkan dari ketinggian dengan massa.

Gambar 2.1 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy dan Izod Besarnya kekuatan impak dari benda uji dengan luas penampang lintang (A) adalah (Surdia, 2005) :

(2.3) dengan :

Is = Kekuatan Impak (J/m2)

Es = Energi yang diserap sampel setelah tumbukan (J)

(11)

2.4.2 Kekuatan Lentur

Bahan basis gigi tiruan dalam pemakaiannya harus dapat menahan beban yang terjadi pada waktu proses pengunyahan. Basis tersebut diharapkan mempunyai ketahanan terhadap suatu beban pada saat gigi tiruan difungsikan. Pengujian beban yang akan mengakibatkan defleksi dan patahnya basis resin akrilik ialah dengan uji terhadap kekuatan lenturnya. Kekuatan lentur atau flexural adalah beban yang diberikan pada sebuah benda berbentuk batang yang ditumpu pada kedua ujungnya dan beban tesebut diberikan di tengah-tengahnya, selama batang ditekan maka beban akan meningkat secara beraturan dan berenti ketika batang uji patah. Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam rumus untuk mengetahui nilai kekuatan lenturnya (Anderson, 1972).

Uji kekuatan lentur dapat memberikan gambaran tentang ketahanan benda dalam menerima beban pada waktu pengunyahan. Sifat fisik dan mekanik bahan mempengaruhi kenyamanan pemakai gigi tiruan dan alat piranti ortodonsia pada saat pengunyahan. Uji kekuatan lentur lebih banyak digunakan daripada uji kekuatan tarik, karena uji kekuatan lentur dapat mewakili tipe – tipe kekuatan yang diterima alat dalam mulut selama pengunyahan (Orsi, 2004). Kekuatan lentur dari resin akrilik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti berat molekul, ukuran partikel polimer, residual monomer, komposisi plasticizer, jumlah dari cross-linking agent, porositas dan ketebalan dari bahan. Lama perendaman pada plat gigi tiruan juga dapat mempengaruhi kekuatan transvesalnya namun perendaman plat gigi tiruan yang terlalu lama juga dapat mengakibatkan penurunan kekuatan lentur (Lestari, 2012).

(12)

Kekuatan lentur dihitung dengan persamaan (Sturgeon, 1971):

UFS

(2.4)

dengan :

UFS = Kekuatan lentur (MPa)

P = Beban maksimum diterapkan (N) L = Jarak antara kedua mendukung (mm) b = Lebar batang uji (mm)

d = Ketebalan spesimen (mm)

2.5 Daun Salam 2.5.1 Karakteristik

Salam merupakan tumbuh liar di hutan dan pegunungan, atau di tanam di pekarangan dan sekitar rumah. Pohon ini dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1400 m dpl. Pohon dengan ketinggian mencapai 25 m. Daun berbentuk bulat telur sampai elips dan mempunyai pangkal daun yang lancip. Bila helaian daun diremas akan memberikan bau harum. Bunga berwarna kuning lembayung yang keluar dari ranting. Buah berbentuk bulat berwarna hijau, setelah tua berwarna merah.

2.5.2 Klasifikasi Syzygium polyanthum Wight Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Pinophyta Kelas : Dycotyledonae Subkelas : Dialypetalae Keluarga : Eugenia Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga : Syzygium

Jenis : Syzygium polyanthum Wight

Sinonim : Eugenia polyantha Wight & Eugenia lucidula Miq (Sumono, 2008)

(13)

2.5.3 Kandungan

Daun salam mempunyai kandungan kimia yaitu tanin, flavonoid, dan minyak asiri 0,05 % yang terdiri dari eugenol dan sitral. Kandungan Syzygium polyanthum merupakan bahan aktif yang diduga mempunyai efek farmakologis. Tanin dan flavonoid merupakan bahan aktif yang mempunyai efek anti-inflamasi dan antimikroba, sedangkan minyak asiri mempunyai efek analgesik (Sumono, 2008).

Minyak atsiri dan ekstrak dari beberapa tanaman akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian untuk diteliti sebagai pengganti pestisida kimia. Beberapa produk yang berbahan dasar minyak atsiri kini bahkan telah tersedia secara komersial. Misalnya formula minyak rosemary telah digunakan sebagai insektisida (mitisida) pada tanaman buah-buahan, kacang, dan sayuran. Formula lain yang mengandung minyak rosemary juga telah ditawarkan sebagai fungisida.

Daun salam salah satu tanaman penghasil minyak atsiri dengan persentase yang bervariasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun salam memiliki aktivitas antijamur dan antibakteri. Atsiri daun salam menunjukkan aktivitas antijamur melawan kapang kontaminan pada produk roti yaitu Euroticum sp, Aspergillus sp. dan Penicillium sp. Infusa daun salam ternyata mampu menghambat bakteri V. choleare dengan konsentrasi hambat minimal 3,12%. Sementara pada bakteri E. coli enteropatogen, infusa daun salam mempunyai konsentrasi hambat minimal sebesar 12,5% (Noveriza, 2010).

2.5.4. Kegunaan

Bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya. Selain sebagai bumbu dalam masakan, daun salam juga digunakan sebagai obat. Daun mengandung minyak atsiri yang terdiri dari sitral dan eugenol dan salamol yang mempunyai sifat antibakteri, tanin yang bersifat astringen, dan flavonoida. Daun salam sering digunakan dalam ramuan untuk poengobatan diare dan untuk tujuan mengencangkan pori-pori kulit (Mursito, 2001).

(14)

Dalam penelitian (Enda, 2009) menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit batang salam dapat digunakan sebagai obat anti diare. Selain itu akar dan ekstrak buah salam juga memiliki kemampuan untuk menetralisir overdosis konsumsi alkohol. Ekstrak daun digunakan untuk menghentikan diare, gastritis, diabetes mellitus, gatal, zat dan kudis. Ini efek samping lebih rendah dibandingkan dengan obat sintetik. Ekstrak merebus daun digunakan sebagai obat, sementara daun yang ditumbuk digunakan sebagai salep dan diterapkan pada kulit yang terkontaminasi (Sumono, 2009).

Rongga mulut merupakan salah satu tempat dalam tubuh yang mengandung mikro-organisme dengan populasi dan keanekaragaman paling tinggi disbanding tempat lain. Mikro-organisme yang paling banyak di rongga mulut yaitu Streptococcus sp. Streptococcus sp ini berperan terhadap awal terjadinya proses karies gigi adalah Streptococcus sp. (Sumono, 2009) menyatakan air rebusan daun salam (Eugenia polyantha Wight) dapat menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus sp. Ekstrak Eugenia Polyantha Wight) pada konsentrasi 40%, 60%, dan 80% dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans pada basis gigi tiruan resin akrilik. Sehingga syzygium polyanthum wight di prostodontik digunakan sebagai pembersih gigi tiruan dan menghambat pertumbuhan jamur pada resin akrilik basis gigi tiruan (Sumono, 2008).

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy dan Izod  Besarnya  kekuatan  impak  dari  benda  uji  dengan  luas  penampang  lintang  (A)  adalah (Surdia, 2005) :
Gambar 2.2 Skematis pengujian kekuatan lentur

Referensi

Dokumen terkait

Armour layer memiliki ukuran butir yang hampir s~ragam, namun bergradasi butir yang bervariasi diantara butiran penyusunnya, Struktur amlOur layer yang terbentuk,

Karakteristik responden berdasarkan kejadian dispepsia pada ibu rumah tangga yang tinggal didalam rumah dengan salah satu anggota keluarga merokok, sebagian besar

Wahyu Ade Saputra,2012.Analisis Pengaruh Aplikasi Post Weld Heat Treatment (PWHT) Pada Pengelasan Cast Steel (Sc 42) Dengan Carbon Steel (Grade E) Terhadap

Pada Penelitian di Piket Nol Pronojiwo Lumajang ditemukan banyak variasi paku yaitu 3 kelas yang memiliki 31 jenis, hal ini karena Piket Nol Pronojiwo Lumajang

Metode LD adalah suatu metode yang dikembangkan dengan cara menghilangkan pengamatan yang diduga outlier secara bertahap, Metode LR adalah suatu metode yang didasarkan

Teori yang digunakan dalam menganalisis sistem pengaduan pelanggan adalah pengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Berbeda dengan konsep birr al-walidain dalam Islam, anak yang diasuh dan dididik dari kecil hingga dewasa oleh kedua orang tuanya juga menjadi pihak yang turut

Pengawasan yang dilakukan adalah (1) mengembangkan sistem informasi pengawasan secara transparan dan terukur (accountable); (2) meningkatkan kualitas informasi sistem