• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI LALU LINTAS BUNDARAN RENON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI LALU LINTAS BUNDARAN RENON"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI LALU LINTAS BUNDARAN RENON

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

STUDI LALU LINTAS BUNDARAN RENON

Oleh :

Ir. A.A.Ngr.Agung Jaya Wikrama, MT

NIP. 19620709 199211 1 001

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian dengan judul “Studi Lalu Lintas

Bundaran Renon”. Laporan ini disusun sebagai bentuk implementasi Tri

Dharma Perguruan Tinggi pada bidang penelitian.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan memberikan perhatian serta bantuan, utamanya para mahasiswa peserta kuliah Manajemen Lalu Lintas semester ganjil Tahun Ajaran 2017/2018, yang ikut berperan serta melakukan survey geometrik dan survey volume lalu lintas.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan makalah ini selanjutnya.

Denpasar, 27 November 2017

(4)

ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 2 1.4 Batasan Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Bundaran ... 3

2.1.1 Definisi Tipe Bundaran Standar ... 4

2.1.2 Pemilihan Tipe Bundaran ... 5

2.1.3 Perencanaan Bundaran ... 5

2.2 Prosedur Analisis Kinerja Bundaran ... 6

2.2.1 Data Masukan ... 6

2.2.2 Perhitungan Kapasitas ... 7

2.2.3 Ukuran Kinerja Persimpangan ... 9

BAB III METODE PENELITIAN ... 13

3.1 Kerangka Penelitian ... 13

3.2 Studi Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka ... 13

3.3 Identifikasi Masalah dan Tujuan Penelitian ... 14

3.4 Pengumpulan Data ... 14

3.4.1 Data Primer ... 14

3.4.2 Data Sekunder ... 17

3.5 Analisis Kinerja Bundaran ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1 Denah Bundaran ... 18

4.2 Fluktuasi Arus Lalu Lintas ... 19

4.3 Kapasitas Bundaran ... 21

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1 Simpulan ... 23

5.2 Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(5)

iii

LAMPIRAN B FORMULIR SURVEI ... 26 LAMPIRAN C FOTO DOKUMENTASI ... 31

(6)

iv DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian Jalinan Bundaran (Departemen PU,1997) ... 3

Gambar 2.2 Ilustrasi Tipe Bundaran (Departemen PU, 1997) ... 4

Gambar 2.3 Geometrik Bundaran (Departemen PU, 1997) ... 7

Gambar 2.4 Bagian Jalinan Bundaran (Departemen PU, 1997) ... 8

Gambar 2.5 Tundaan Vs Derajat Kejenuhan (Departemen PU, 1997) ... 10

Gambar 2.6 Peluang Antrian Vs Derajat Kejenuhan (Departemen PU, 1997) ... 11

Gambar 2.7 Kecepatan Arus Bebas ... 11

Gambar 2.6 Kecepatan Tempuh ... 12

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian ... 12

Gambar 3.2 Survei Geometrik pada Bundaran Renon ... 15

Gambar 3.3 Survei Volume pada Bundaran Renon ... 16

Gambar 4.1 Denah Bundaran Renon ... 18

Gambar 4.2 Fluktuasi Arus Lalu Lintas Pada Pendekat A ... 19

Gambar 4.3 Fluktuasi Arus Lalu Lintas Pada Pendekat B ... 19

Gambar 4.4 Fluktuasi Arus Lalu Lintas Pada Pendekat C ... 20

Gambar 4.5 Fluktuasi Arus Lalu Lintas Pada Pendekat D ... 20

Gambar 4.6 Total Variasi Fluktuasi Arus Lalu Lintas ... 21

Gambar A1 Peta Pulau Bali ... 25

Gambar A2 Peta Lokasi ... 25

Gambar C.1 Survey Volume Lalu Lintas ... 31

Gambar C.2 Survey Volume Lalu Lintas ... 31

(7)

v DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rentang Variasi Data Empiris Untuk Variabel Masukan ... 3

Tabel 2.2 Definisi tipe bundaran ... 4

Tabel 2.3 Tipe Bundaran Paling Ekonomis ... 5

Tabel 2.4 Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang ... 7

Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (Fcs) ... 8

Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping... 9

Tabel B.1 Formulir RWEAV-I ... 26

(8)
(9)
(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan yang pesat di kota Denpasar telah mendorong masyarakat melakukan mobilitas dari suatu tempat ke tempat lain. Mobilitas yang meningkat ini disebabkan oleh meningkatnya aktivitas masyarakat di kota Denpasar dan daerah sekitarnya. Dengan meningkatnya aktivitas masyarakat maka diperlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Hal ini yang menyebabkan meningkatnya volume lalu lintas serta mengakibatkan banyaknya permasalahan transportasi di kota tersebut. Apabila perkembangan transportasi tidak diikuti dengan penyediaan prasarana transportasi yang memadai dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara supply dan demand, akibatnya arus lalu lintas menjadi tidak lancar.

Salah satu daerah di kota Denpasar yang sering mengalami kemacetan adalah Jalan Hang Tuah hingga Jalan Raya Puputan. Jalan tersebut merupakan jalan utama yang menghubungkan Jalan Ngurah Rai dengan pusat kota. Bertambahnya tempat rekreasi serta banyaknya perkantoran di kota Denpasar membuat kawasan ini semakin padat. Seiring dengan adanya tempat rekreasi dan perkantoran, maka semakin meningkat pula arus lalu lintas yang berasal maupun yang menuju ke pusat kota. Hal tersebut yang menimbulkan kepadatan di Jalan Hang Tuah hingga Jalan Raya Puputan.

Kepadatan tidak hanya terjadi di Jalan Hang Tuah dan Jalan Raya Puputan, tetapi terjadi juga pada simpang yang menghubungkan jalan tersebut. Simpang tersebut adalah simpang yang diatur oleh bundaran, dikenal dengan Bundaran Renon. Kemacetan sering terjadi pada bundaran ini dikarenakan pada jam-jam sibuk lalu lintas di bundaran ini sangat padat. Padatnya bundaran tersebut diakibatkan karena Jalan Hang Tuah adalah jalan yang sering dipilih pengendara dari kawasan pusat kota menuju Jalan Ngurah Rai, yang nantinya menuju ke kawasan Sanur maupun keluar kota Denpasar. Selain Jalan Hang Tuah dua kaki bundaran yang lain juga memiliki peranan yang penting, seperti pada Jalan Hayam Wuruk terdapat Universitas Warmadewa serta Jalan Raya Puputan yang sering dipilih pengendara menuju pusat pemerintahan Denpasar.

Sebagai penunjang prasarana transportasi, bundaran yang tujuan utamanya untuk meningkatkan mobilitas dan mengurangi kemacetan faktanya menjadi salah satu penyebab kemacetan. Kemacetan yang terjadi dapat merugikan semua pihak, terutama pengguna jalan itu sendiri. Mengingat lokasi itu belum pernah dilakukan studi, serta permasalahan yang ada semakin meningkat dari hari kehari, maka studi ini penting dilakukan.

(11)

2 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang didapat adalah:

1. Bagaimanakah geometrik jalan pada Bundaran Renon pada saat ini. 2. Bagaimanakah fluktuasi arus lalu lintas pada setiap pendekat dan pada

bundaran pada saat ini.

3. Berapakah kapasitas bundaran pada saat ini.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin didapat dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menyajikan denah Bundaran Renon.

2. Untuk menyajikan fluktuasi arus lalu lintas pada setiap pendekat dan bundaran.

3. Untuk mengetahui kapasitas bundaran tersebut.

1.4 Batasan Penelitian

Untuk memberikan arah yang lebih baik dan terfokus dari penelitian ini sehingga dapat bermanfaat dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup berikut:

1. Penelitian hanya terlokalisir pada lokasi yang ditinjau.

2. Metode yang digunakan untuk menganalisis data menggunakan panduan MKJI ( Dep. PU 1997 ).

3. Kinerja bundaran yang ditinjau adalah kapasitas bundaran.

4. Bundaran Jalan Hayam Wuruk-Jalan Raya Puputan-Jalan Hang TuahJalan Tukad Penet dalam laporan ini disebut dengan Bundaran Renon.

5. Jalan Raya Puputan pada Bundaran Renon disebut dengan Pendekat A, Jalan Hayam Wuruk disebut dengan Pendekat B, Jalan Hang Tuah disebut dengan Pendekat C, Jalan Tukad Penet disebut dengan Pendekat D.

(12)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bundaran

Bagian jalinan dikendalikan dengan aturan lalu lintas Indonesia yaitu memberi jalan pada yang kiri. Bagian jalinan dibagi dua tipe utama yaitu bagian jalinan tunggal dan bagian jalinan bundaran. Bundaran dianggap sebagai jalinan yang berurutan. Bundaran paling efektif jika digunakan antara jalan dengan ukuran dan tingkat arus yang sama. Karena itu bundaran sangat sesuai untuk bundaran antara jalan dua-lajur atau empat-lajur. Untuk bundaran antara jalan yang lebih besar, penutupan daerah jalinan mudah terjadi dan keselamatan bundaran menurun (Departemen PU, 1997).

Untuk bagian jalinan bundaran, metode dan prosedur yang diuraikan dalam (Departemen PU, 1997) mempunyai dasar empiris. Alasan dalam hal aturan memberi jalan, disiplin lajur, dan antri tidak mungkin digunakannya model yang besar pada pengambilan celah. Nilai variasi untuk variabel data empiris yang menganggap bahwa medan datar adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Rentang Variasi Data Empiris Untuk Variabel Masukan

(Departemen PU, 1997)

Gambar 2.1 Bagian Jalinan Bundaran (Departemen PU, 1997) Variabel Bundaran Min Rata-rata Maks Lebar pendekat (W1) (m) 8 9,7 11 Lebar jalinan (Ww) (m) 8 11,6 20 Panjang jalinan (Lw) (m) 50 84 121 Rasio lebar/panjang (Ww/Lw) 0,07 0,14 0,20 Rasio jalinan (Pw) 0,69 0,80 0,95

(13)

4 Keterangan: Ww = lebar jalinan (m) Lw = panjang jalinan (m) W1 = lebar pendekat (m) W2 = lebar pendekat (m)

Dalam pembahasan mengenai bundaran, beberapa hal yang perlu dketahui adalah: 2.1.1 Definisi Tipe Bundaran Standar

Adapun jenis-jenis bundaran menurut (Departemen PU, 1997) ditunjukan pada Gambar 2.2 dan Tabel 2.2 memperlihatkan definisi tipe bundaran.

Gambar 2.2 Ilustrasi Tipe Bundaran (Departemen PU, 1997)

Tabel 2.2 Definisi Tipe Bundaran

Tipe bundaran Jari-jari bundaran (m) Jumlah lajur masuk Lebar lajur masuk W1 (m) Panjang jalinan Lw (m) Lebar jalinan Ww ( m ) R10-11 10 1 3.5 23 7 R10-22 10 2 7 27 9 R14-22 14 2 7 31 9 R20-22 20 2 7 43 9 (Departemen PU, 1997)

Berdasarkan Gambar 2.2 dan Tabel 2.2 Definisi Tipe Bundaran dapat dijelaskan bahwa :

(14)

5 a. Untuk tipe bundaran R10-11 artinya jari-jari bundaran adalah 10 m, jumlah lajur masuk satu, lebar lajur masuk 3,5 m panjang jalinan 23 m dan lebar jalinannya adalah 7 m.

b. Untuk tipe bundaran R10-22 artinya jari-jari bundaran adalah 10 m, jumlah lajur masuk dua, lebar lajur masuk 7 m, panjang jalinan 27 m dan lebar jalinannya adalah 9 m.

c. Untuk tipe bundaran R14-22 artinya jari-jari bundaran adalah 14 m, jumlah lajur masuk dua, lebar lajur masuk 7 m, panjang jalinan 31 m dan lebar jalinannya adalah 9 m.

d. Untuk tipe bundaran R20-22 artinya jari-jari bundaran adalah 20 m, jumlah lajur masuk dua, lebar lajur masuk 7 m, panjang jalinan 43 m dan lebar jalinannya adalah 9 m.

2.1.2 Pemilihan Tipe Bundaran

Pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia pemakai dipermudah untuk memilih tipe bundaran berdasarkan volume arus lalu lintas yang dihubungkan dengan kondisi ukuran kota (juta), rasio arus lalu lintas pada pendekat mayor dengan pendekatan minor (QMA/QMB) , presentase belok kiri dengan belok kanan. Tujuanya adalah untuk memilih tipe bundaran yang paling ekonomis, dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Tipe Bundaran Paling Ekonomis

Kondisi Ambang arus lalu lintas

Ukuran kota (juta) Rasio ( Q MA/QMI) LT/R T

Tipe jalinan bundaran R10-11 R10-12 R14-12 R10-22 R14-22 R20-22 1-3 1/1 1.5/1 2/1 3/1 4/1 10/10 <2200 <2200 <2150 <2150 <2150 2200 2200 2150 2150 2150 - - - - - 2700 2700 2700 2700 2700 - - - - - 3350-4300 3250-4100 3250-4150 3150-3950 3150-3950 1/1 1.5/1 2/1 3/1 4/1 25/25 <2400 <2200 <2150 <2050 <2050 2400 2200 2150 2050 2050 - - - 2750 2750 2850 2950 2950 2950 2850 - - - 3100 3000 3400-4450 3350-4300 3250-4100 3250-4000 3150-4000 0.5-1 1/1 1.5/1 2/1 3/1 4/1 10/10 <2150 <2050 <2050 <2000 <2000 2150 2050 2050 2000 2000 2550 2550 2550 2550 2600 2700 2700 2700 2700 2700 3150 3150 3100 3000 3000 3350-3950 3350-3950 3250-4100 3250-4000 3150-4000 1/1 1.5/1 2/1 3/1 4/1 25/25 <2200 <2150 <2050 <2000 <1900 2200 2150 2050 2000 1900 2700 2750 2750 2600 2600 2750 2850 2950 2750 2700 3350 3150 3100 3000 2950 3500-4300 3330-3950 3250-3950 3150-3800 3100-3650 (Departemen PU, 1997) 2.1.3 Perencanaan Bundaran

Sebagai prinsip umum, bundaran mempunyai kapasitas tertinggi jika lebar dan panjang jalinan sebesar mungkin. Beberapa saran umum lainnya tentang perencanaan bundaran antara lain (Departemen PU, 1997):

1. Bagian jalinan bundaran mempunyai kapasitas tertinggi jika lebar dan panjang jalinan sebesar mungkin.

(15)

6 2. Bundaran dengan hanya satu tempat masuk adalah lebih aman daripada

bundaran berlajur banyak.

3. Bundaran harus direncanakan untuk memberikan kecepatan terendah pada lintasan di pendekat, sehingga memaksa kendaraan menyelesaikan perlambatanya sebelum masuk bundaran.

4. Radius pulau bundaran ditentukan oleh kendaraan rencana yang dipilih untuk membelok didalam jalur lalu lintas dan jumlah lajur masuk yang diperlukan. Radius yang lebih kecil biasanya mengurangi kecepatan pada bagian luar yang menguntungkan bagi keselamatan pejalan kaki yang menyebrang. Radius yang lebih kecil juga memaksa kendaraan masuk memperlambat kendaraannya sebelum masuk daerah konflik, yang mungkin menyebabkan tabrakan dari belakang dibandingkan dengan bundaran yang lebih besar. Radius lebih besar dari 30-40 m sebaiknya dihindari.

5. Bundaran dengan satu lajur sirkulasi (direncanakan semi trailer) sebaiknya dengan radius minimum 10 m, untuk dua lajur siklus radius minimum 14m.

6. Daerah masuk masing-masing jalinan harus lebih kecil dari lebar bagian jalan.

7. Pulau lalu lintas tengah pada bundaran sebaiknya ditanami dengan pohon atau objek lain yang tidak berbahaya terhadap tabrakan yang membuat bundaran mudah dilihat oleh kendaraan yang datang pada radius kecil mungkin dapat dilewati.

8. Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya lebih lebar dari biasanya untuk memberikan ruang bagi kendaraan tak bermotor dan memudahkan kendaraan belok kiri lewat tanpa menjalani didalam bundaran.

9. Pulau lalu lintas sebaiknya dipasang dimasing-masing lengan untuk mengarahkan kendaraan yang masuk sehingga sudut menjalin antara kendaraan yang masuk sehingga sudut menjalin antara kendaraan menjadi kecil.

2.2 Prosedur Analisis Kinerja Bundaran

Prosedur perhitungan yang digunakan adalah Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Departemen PU, 1997). Urutan perhitungan analisis kinerja bundaran yang digunakan adalah :

1. Data masukan

2. Perhitungan kapasitas 3. Derajat kejenuhan

Formulir-formulir yang digunakan untuk mengetahui kinerja bundaran adalah sebagai berikut :

1. Formulir RWEAV-I, mengenai geometrik dan arus lalu lintas (Lampiran B).

2. Formulir RWEAV-II, analisis mengenai parameter geometrik bagian jalinan, kapasitas dan prilaku lalu lintas (Lampiran B).

2.2.1 Data Masukan

Masukkan data yang dimaksud adalah hasil survei dilapangan yang berupa :

(16)

7 Sketsa geometrik lokasi digambarkan ke dalam formulir RWEAV-I. sketsa sebaiknya memberikan ringkasan yang baik dari bagian jalinan dengan informasi tentang lebar pendekat, lebar jalinan, panjang jalinan dan lebar masuk rata-rata dapat dilihat pada Gambar 2.3. Untuk orientasi sketsa juga sebaiknya memuat simbul penunjuk arah. kondisi geometrik bundaran yang perlu diperhitungkan dalam analisis adalah :

a. Wx = Lebar masuk atau lebar jalur lalu lintas dari pendekat (diukur pada bagian tersempit) yang digunakan oleh lalu lintas yang bergerak. X menyatakan nama pendekat.

b. We = Lebar masuk rata-rata atau lebar rata-rata pendekat ke bagian jalinan.

c. Ww = Lebar jalinan atau lebar efektif bagian jalinan (pada bagian yang tersempit).

d. Lw = Panjang jalinan atau panjang jalinan efektif untuk bagian jalinan.

Gambar 2.3 Geometrik Bundaran (Departemen PU, 1997) 2. Kondisi lalu lintas

Kondisi lalu lintas yang dianalisa, perhitungan dilakukan atas dasar periode 15 menit dan dinyatakan ke dalam smp/jam dengan mengalikan arus dalam kend/jam dengan nilai ekivalensi mobil penumpang. Adapun nilai ekivalensi mobil penumpang dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang

Jenis Kendaraan Emp Untuk Tipe Kendaraan

Kendaraan Berat/Heavy Vehicle (HV) 1.3

Kendaraan Ringan/Light Vehicle (LV) 1.0

Sepeda Motor/Motorcycle (MC) 0.5

(17)

8 2.2.2 Perhitungan Kapasitas

Hal-hal yang diperlukan dalam perhitungan kapasitas jalan pada bundaran dengan bundaran adalah sebagai berikut :

1. Kapasitas Dasar (Co)

Rumus umum untuk menghitung kapasitas dasar adalah : Co = 135xWw1,3x (1+We/Ww)1,5x (1-Pw/3)0.5x (1+Ww/Lw)-1,8 ... (2.1) Dimana

Ww = Lebar jalinan (m) We = Lebar masuk (m) Lw = Panjang jalinan (m)

Pw = Weaving = Arus menjalin (Qw)/ Arus total (Qt) Lebar Rata-rata Pendekat :

We = (W1+W2)/2 ... (2.2) Dimana

W1 = Lebar pendekat masuk ke 1 (m) W2 = Lebar pendekat masuk ke 2 (m)

Gambar 2.4 Bagian jalinan bundaran (Departemen PU, 1997) 2. Kapasitas Nyata (C)

Rumus untuk menghitung kapasitas nyata adalah :

C= C0 x FCS x FRSU (smp/jam) ... (2.3)

Dimana :

C = Kapasitas Nyata (smp/jam ) C0 = Kapasitas Dasar ( smp/jam ) FCS = Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

FRSU = Faktor Penyesuaian Lingkungan Jalan, Hambatan samping dan rasio kendaraan tak bermotor

3. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)

(18)

9 Ukuran Kota Penduduk (Juta Jiwa) FCS

Sangat Kecil < 0,1 0 , 82 Kecil 0,1-0,5 0 , 88 Sedang >0,5-1 0 , 94 Besar >1-3 1 Sangat Besar >3 1 , 05 (Departemen PU, 1997)

4. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Rasio Kendaran Tak Bermotor

Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Kelas tipe lingkungan jalan

RE

Kelas hambatan samping

Rasio kendaraan tak bermotor

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥0,25 Komersial Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0 , 70 Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0 , 70 Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0 , 71 Permukiman Tinggi 0,96 0,91 0,86 0,82 0,77 0 , 72 Sedang 0,97 0,92 0,87 0,82 0,77 0 , 73 Rendah 0,98 0,93 0,88 0,83 0,78 0 , 74 Akses terbatas Tinggi/sedang/rendah 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0 , 75 (Departemen PU, 1997)

Menurut (Departemen PU, 1997) Tabel 2.6 disusun berdasarkan anggapan bahwa pengaruh kendaraan tak bermotor terhadap kapasitas adalah sama seperti kendaraan ringan, yaitu empum = 1,0. Persamaan berikut dapat digunakan jika pemakai mempunyai bukti bahwa empum ≠ 1,0 yang mungkin merupakan keadaan jika kendaraan tak bermotor tersebut terutama berupa sepeda.

FRSU (pum lapangan) = FRSU (pum=0) x (1-pum x empum) ... (2.4) 5. Derajat Kejenuhan (DS)

Derajat kejenuhan bundaran didefinisikan sebagai derajat kejenuhan bagian jalinan yang tertinggi atau arus total dibagi dengan kapasitas bundaran.

Dapat dirumuskan :

DS = Q/C ... (2.5) Dimana :

Q = Arus total (smp/jam) C = Kapasitas (smp/jam) 2.2.3 Ukuran Kinerja Bundaran

(19)

10 a. Tundaan Lalu Lintas (DT) sebagai akibat dari interaksi lalu lintas

dengan gerakan yang lain dalam jalinan. Untuk DS ≤ 0 , 6

DT = 2+2,68982 X DS – (1-DS) x 2 ... (2.6) Untuk DS > 0,6

DT = (1/(0,59186 – 0,52525 x DS) – (1-DS) x 2)) ... (2.7) b. Tundaan Geometrik (GD) sebagai akibat dari perlambatan dan

percepatan lalu lintas, dihitung dengan rumus :

DT = (1-DS) x 4+DS x 4 ... (2.8)

Gambar 2.5 Tundaan Vs Derajat Kejenuhan (Departemen PU, 1997)

c. Tundaan Lalu Lintas Bundaran (DTR)

Didefinisikan sebagai tundaan rata-rata per kendaraan yang masuk ke dalam bundaran. Dapat dirumuskan :

DTR = ∑ (Qi x Dti)/ Qmax ... (2.9) Dimana :

DTR = Tundaan lalu lintas bundaran (det/smp ) Qi = Total kendaraan memasuki jalinan (smp/jam ) Qmax = Total kendaraan memasuki bundaran (smp/jam ) Dti = Tundaan lalu lintas pada bagian jalinan (det/smp) d. Tundaan Bundaran (DR)

Definisikan sebagai tundaan lalu lintas rata-rata per kendaraan yang masuk ke dalam bundaran ditambah dengan tundaan geometrik. Dapat dirumuskan :

(20)

11 Dimana :

DTR = Tundaan lalu lintas bundaran (det/smp )

DG = Tundaan geometrik pada bagian jalinan (det/smp) 2. Peluang antrian bagian jalinan (OP%)

Peluang antrian dihitung dari hubungan empiris antara peluang antrian dan derajat kejenuhan seperti terlihat pada Gambar 2.6 .Variabel masukan Derajat Kejenuhan didapat dari Formulir RWEAV-II.

Gambar 2.6 Peluang Antrian Vs Derajat Kejenuhan (Departemen PU, 1997)

3. Kecepatan Tempuh

Kecepatan tempuh dihitung dalam dua langkah sebagai berikut: a. Perkiraan kecepatan arus bebas

b. Perkiraan kecepatan tempuh

Variabel masukan adalah rasio-jalinan (PW) derajat kejenuhan. a. Kecepatan arus bebas

Kecepatan arus bebas ditentukan dari persamaan berikut:

VO = 43 × (1-PW/3) ... (2.11) Dimana

(21)

12 Gambar 2.7 Kecepatan Arus Bebas

b. Perkiraan Kecepatan Tempuh

Kecepatan tempuh (V) ditentukan dari persamaan berikut:

V = VO × 0,5 (1+(1-DS)0,5) ... (2.12) dimana:

VO = Kecepatan arus bebas (km/jam) DS = Derajat kejenuhan

Tentukan faktor-DS = 0,5(1+(1-DS)0,5) dengan bantuan Gambar C-4:2, dan masukkan hasilnya dalam Kolom 34. Nilai DS yang diperlukan untuk pembacaan gambar diperoleh dari Kolom 32.

Gambar 2.8 Kecepatan Tempuh 4. Waktu Tempuh

Waktu tempuh bagian jalinan tunggal (TT) dihitung dengan rumus berikut menggunakan kecepatan tempuh dan panjang jalinan sebagai masukan:

TT = LW × 3,6/V ... (2.13) dimana:

(22)

13 LW = Panjang jalinan (m)

V = Kecepatan tempuh (m/s)

MKJI direncanakan untuk memperkirakan kapasitas dan perilaku lintas untuk kondisi tertentu berkaitan dengan rencana geometrik jalan, lalu-lintas dan lingkungan. Cara yang paling cepat untuk menilai hasil adalah dengan melihat derajat kejenuhan (DS) untuk kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan pertumbuhan lalu-lintas tahunan dan "umur" fungsional yang diinginkan dari bagian jalinan tersebut. Jika nilai DS yang diperoleh terlalu tinggi (>0,75), pengguna manual mungkin ingin merubah asumsi yang berkaitan dengan lebar masuk dan sebagainya, dan membuat perhitungan yang baru.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini :

Analisis: 1. Denah

2. Fluktuasi Arus lalu Lintas 3. Kapasitas (C)

Simpulan dan Saran Data Primer:

1. Survei Geometrik 2. Survei Volume Lalu

Lintas Data Sekunder: 1. Peta Lokasi 2. Jumlah Penduduk Studi Pendahuluan Tinjauan Pustaka Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Pengumpulan Data

(23)

14 Gambar 3.1 Kerangka Penelitian

3.2 Studi Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka

Studi pendahuluan dilakukan untuk memperoleh data-data awal pada kondisi saat ini, dimana dalam studi ini akan diketahui kondisi lapangan yang sebenarnya. Untuk menentukan parameter data yang akan disurvei dan menentukan metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan data. Adapun parameter-parameter yang menyangkut bundaran tersebut adalah data geometrik, fluktuasi arus lalu lintas dan kapasitas bundaran. Parameter tersebut sangat diperlukan dalam menganalisis kinerja dari bundaran. Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan dapat diketahui bahwa ada tiga hal yang menjadikan bundaran renon ini cukup layak untuk dijadikan objek penelitian, yaitu :

1. Volume lalu lintas cukup padat

2. Merupakan salah satu akses menuju kawasan tujuan pergerakan. 3. Terjadi antrian kendaraan pada jam-jam puncak.

Tinjauan pustaka dilakukan guna untuk mengumpulkan literatur yang akan digunakan yang berkaitan dengan bundaran, seperti penelitian-penelitian serupa yang membahas tentang bundaran, maupun referensi yang diambil dari buku- buku yang membahas tentang bundaran. Untuk penelitian ini penulis mengambil referensi dari (Departemen PU, 1997).

3.3 Identifikasi Masalah dan Tujuan Penelitian

Identifikasi masalah dilakukan untuk merumuskan masalah yang terdapat pada lokasi penelitian. Lokasi yang dipilih pada penelitian ini adalah Bundaran Renon. Sering terjadi kemacetan pada budaran tersebut, terutama pada jam- jam puncak akibat meningkatnya aktivitas masyarakat. Maka dengan diadakannya penelitian ini agar mengetahui kapasitas dari bundaran tersebut.

Tujuan penelitian dalam penelitian ini sudah dicantumkan dalam tujuan penelitian pada Bab I. Adapun landasan teori yang diperlukan mengenai penelitian ini telah dicantumkan dalam tinjauan pustaka pada Bab II.

3.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data lalu lintas bermaksud untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik lalu lintas, yang digunakan untuk kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi geometrik dan volume lalu lintas.

Data yang diperoleh dari survei dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan dan data Sekunder diperoleh dengan mencari

(24)

15 Peta Jaringan Jalan di Peta Google Maps dan data jumlah penduduk di Badan Pusat Statistik.

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang didapat langsung dari lapangan melalui kegiatan survei. Dalam pengumpulan data primer dilakukan berbagai macam survei yaitu:

1. Survei geometrik bundaran bertujuan untuk mengetahui nama jalan dari setiap pendekat, lebar jalan pada setiap pendekat, lebar bahu jalan, lebar trotoar, jumlah jalur dan jumlah lajur.

2. Survei Volume Lalu Lintas bertujuan untuk mencatat setiap kendaraan yang melewati suatu garis tertentu. Dimana volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu bundaran pada periode waktu tertentu. Dari hasil survey ini akan digunakan dalam menghitung kapasitas bundaran tersebut.

1. Survei Geometrik Bundaran

Data geometrik bundaran dikumpulkan berdasarkan pengamatan langsung dilapangan. Data geometrik yang dicatat sebagaimana terlampir pada Lampiran B.1. Adapun peralatan yang dibutuhkan adalah:

1. Alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran.

2. Rol meter untuk mengukur lebar jalan, lebar bahu jalan dan lebar trotoar.

Jumlah surveyor untuk mengukur geometrik bundaran adalah 7 orang, adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan pengumpulan data yaitu:

1. Surveyor 1 dan surveyor 2 mengukur lebar jalan, lebar bahu dan lebar trotoar pada pendekat A,B,C dan D

2. Surveyor 3, surveyor 4 dan surveyor 5 mengukur luas dari bundaran renon

3. Surveyor 6 dan surveyor 7 mengukur pulau pada pendekat A, B, C dan median yang berada di pendekat A.

(25)

16 Gambar 3.2 Survei Geometrik pada Bundaran Renon

2. Survei Volume Lalu Lintas

Survey volume lalu lintas adalah pengukuran jumlah kendaraan yang melewati suatu lokasi dalam satuan waktu pada setiap periode yang dipilih. Jumlah surveyor sebanyak 11 orang dan ditempatkan pada empat pos dimana pada pendekat A terdapat 3 surveyor, pendekat B terdapat 3 surveyor, pendekat C terdapat 3 surveyor dan pendekat D terdapat 2 surveyor. Tujuan dari survai volume lalu lintas adalah :

1. Untuk ukuran kuantitatif arus lalu lintas di dalam menentukan kinerja suatu bundaran.

2. Untuk mengetahui kecenderungan pola dan arah pergerakan lalu lintas. 3. Sebagai dasar desain perkerasan, desain geometrik dan perhitungan

kapasitas jalan berdasarkan klaifikasi kendaraan.

4. Sebagai dasar perencanaan pembagian arah berdasarkan distribusi volume lali lintas.

(26)

17 Gambar 3.3 Survei Volume pada Bundaran Renon

Dalam melakukan survai volume lalu lintas, guna mendapatkan data yang dapat mewakili kondisi yang ada, maka dalam menentukan waktu survei harus dihindari kondisi-kondisi berikut yaitu :

1. Kondisi khusus seperti liburan, adanya pertunjukan, pemogokan karyawan angkutan umum, adanya pawai kendaraan dalam rangka suatu acara tertentu dan lain-lain yang melewati lokasi survai.

2. Cuaca yang tidak normal seperti adanya hujan yang sangat lebat, banjir dan lain-lain.

3. Adanya perbaikan jalan didekat lokasi yang akan disurvai.

Data volume lalu lintas pada penelitian ini dilakukan dengan cara manual count, yaitu perhitungan lalu lintas dengan cara manual yang sederhana dengan menghitung jumlah kendaraan dari tiap pendekat berdasarkan jenis dan arah pergerakan. Perhitungan kapasitas pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 menggunakan volume lalu lintas dari tiga jenis kendaraan yaitu kendaraan ringan (Light Vehicle/LV), kendaraan berat (Heavy Vehicle/HV), dan sepeda motor (Motor Cycle/MC). Peralatan yang digunakan yaitu alat hitung manual, alat ukur waktu dengan menggunakan stop watch, alat tulis dan blanko survai.

Waktu yang digunakan dalam survai volume lalu lintas adalah hari kerja yaitu selasa, rabu atau kamis karena pada studi awal dapat diketahui secara visual bahwa pada hari ini volume kendaraan yang melewati bundaran ini lebih banyak dari hari-hari yang lain. Periode waktu survai dilaksanakan selama 2 (dua) jam, yaitu :

(27)

18 1. Waktu survei sore hari antara jam 16.00-18.00 wita. Waktu ini diambil sebagai waktu survei sore karena sebagian besar aktivitas dilakukan pada kisaran jam tersebut, misalnya saat pulang kekantor, pulang sekolah dan lain-lain.

Adapun langkah-langkah dalam melakukan survai volume lalu lintas antara lain:

1. Surveyor 1, surveyor 2 dan surveyor 3 di posisikan pada pendekat A. Surveyor 4, surveyor 5 dan surveyor 6 di posisikan pada pendekat B.

Surveyor 7 surveyor 8 dan surveyor 9 diposisikan pada pendekat C

dan surveyor 10 dan surveyor 11 di posisikan pada pendekat D. 2. Masing-masing tenaga survai mencatat satu jenis pergerakan dengan

tiga jenis kendaraan beserta kendaraan tidak bermotor. Namun untuk pendekat yang padat, satu jenis pererakan dapat di survai oleh 3 orang dimana 2 orang akan mencatat jumlah sepeda motor saja dan yang lagi satu akan mencatat kendaraan ringan, kendaraan berat dan kendaraan tidak bermotor.

3. Pencatatan volume lalu lintas untuk hasil survei dari masing-masing arah dilakukan dengan interval 15 menit selama periode survei.

4. Hasil dari survei volume lalu lintas terdapat pada (Lampiran B).

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung data primer, dimana data sekunder tersebut dari instansi terkait yang berhubungan dengan perlengkapan survei. Data sekunder untuk penelitian ini merupakan data jumlah penduduk dan peta lokasi. Jumlah penduduk suatu kota mempengaruhi kinerja ruas jalan.

Data Sekunder yang digunakan untuk penelitian ini adalah data Peta Jaringan Bundaran. Data sekunder diperoleh dengan mencari Peta Jaringan Jalan di Peta Google Maps dan Data penduduk Kota Denpasar di dapat dari Badan Pusat Statistik Kota Denpasar

3.5 Analisis Kinerja Bundaran

Analisis kinerja bundaran pada saat ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumus ada di BAB II agar mendapatkan hasil akhir yang berupa fluktuasi arus lalu lintas, dan nilai kapasitas bundaran tersebut. Parameter bundaran yang diteliti dalam tugas ini, yaitu fluktuasi arus lalu lintas dan kapasitas. Apabila pada bundaran tersebut mengalami permasalahan, sebaiknya menerapkan alternatif apa yang harus dilakukan untuk mengevaluasi kinerja dari bundaran tersebut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

(28)

19 Dari hasil survei yang dilakukan, maka data geometrik Bundaran Renon terlihat pada Tabel B.3 sebagaimana terlampir pada Lampiran B (halaman 29) dan Gambar 4.1 adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Denah Bundaran Renon

Berdasarkan hasil survei geometrik dapat disajikan denah bundaran seperti pada gambar diatas. Adapun pada bundaran tersebut terdapat 3 pulau dengan ukuran pulau pada pendekat A memiliki lebar 16,80 m dengan panjang pulau 24,6 m, pendekat B lebar pulau 16,85 m dengan panjang pulau 23,48 m dan pada pendekat C lebar pulau 20,3 dengan panjang pulau 34,4 m. Pada pendekat A terdapat median dengan lebar 4,57 m, lebar trotoar 1,5 m, lebar W masuk 11,4 m. Pada pendekat B memiliki lebar trotoar 1,3 m dan lebar W masuk 3,3 m. Pada pendekat C memiliki lebar trotoar 1,3 m dan lebar W masuk 4,7 m dan pada pendekat D memiliki lebar trotoar 1,2 m dan lebar W masuk 2,4 m serta memiliki jari-jari bundaran 15,38 m. Untuk lebih lengkapnya terlampir pada Lambiran B (halaman 29).

4.2 Fluktuasi Arus Lalu Lintas

Dari observasi pendahuluan diketahui bahwa kondisi puncak volume lalu lintas pada bundaran renon terjadi antara pukul 16.00 – 18.00 Wita. Dengan demikian survei voleme lalu lintas dilakukan antara pukul tersebut.

(29)

20 Hasil data yang dicatat dalam survei volume lalu lintas, didapatkan fluktuasi arus lalu lintas pada Bundaran Renon dilihat pada Gambar 4.2 sampai dengan Gambar 4.6 adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2 Fluktuasi Arus Lalu Lintas Pada Pendekat A

Berdasarkan gambar fluktuasi arus lalu lintas pada pendekat A, volume lalu lintas tertinggi terdapat pada interval pukul 17.00-17.15. Satuan yang digunakan adalah smp, dimana pada masing-masing jenis kendaraan tersebut dikalikan dengan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp). ekivalensi mobil penumpang untuk MC = 0,5, LV = 1 dan HV = 1,3. Adapun presentase dari klasifikasi kendaraan tersebut yang melewati Bundaran Renon pada pendekat A, yaitu sepeda motor (MC) sebanyak 77.43%, kendaraan ringan (LV) sebanyak 22.56% dan kendaraan berat (HV) 0%.

(30)

21 Berdasarkan gambar fluktuasi arus lalu lintas pada pendekat B, volume lalu lintas tertinggi terdapat pada interval pukul. 16.15-16.30. Satuan yang digunakan adalah smp, dimana pada masing-masing jenis kendaraan tersebut dikalikan dengan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp). Ekivalensi Mobil penumpang untuk MC = 0,5, LV = 1 dan HV = 1,3. Adapun presentase dari klasifikasi kendaraan tersebut yang melewati Bundaran Renon pada pendekat B, yaitu sepeda motor (MC) sebanyak 67.78%, kendaraan ringan (LV) sebanyak 31.80% dan kendaraan berat (HV) 0.42%.

Gambar 4.4 Fluktuasi Arus Lalu Lintas Pada Pendekat C

Berdasarkan gambar fluktuasi arus lalu lintas pada pendekat C, volume lalu lintas tertinggi terdapat pada interval pukul 17.45-18.00. Satuan yang digunakan adalah smp, dimana pada masing-masing jenis kendaraan tersebut dikalikan dengan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp). Ekivalensi Mobil penumpang untuk MC = 0,5, LV = 1 dan HV = 1,3. Adapun presentase dari klasifikasi kendaraan tersebut yang melewati Bundaran Renon pada pendekat C, yaitu sepeda motor (MC) sebanyak 64.76%, kendaraan ringan (LV) sebanyak 35.20% dan kendaraan berat (HV) 0.045%.

Gambar 4.5 Fluktuasi Arus Lalu Lintas Pada Pendekat D

Berdasarkan gambar fluktuasi arus lalu lintas pada pendekat D, volume lalu lintas tertinggi terdapat pada interval pukul 17.00-17.15. Satuan yang

(31)

22 digunakan adalah smp, dimana pada masing-masing jenis kendaraan tersebut dikalikan dengan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp). Ekivalensi Mobil penumpang untuk MC = 0,5, LV = 1 dan HV = 1,3. Adapun presentase dari klasifikasi kendaraan tersebut yang melewati Bundaran Renon pada pendekat D, yaitu sepeda motor (MC) sebanyak 91.28%, kendaraan ringan (LV) sebanyak 8.35% dan kendaraan berat (HV) 0.37%.

Gambar 4.6 Total Fluktuasi Arus Lalu Lintas

Berdasarkan gambar total fluktuasi arus lalu lintas pada semua pendekat, volume lalu lintas tertinggi terdapat pada interval pukul 16.15-16.30. Satuan yang digunakan adalah smp, dimana pada masing-masing jenis kendaraan tersebut dikalikan dengan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp). Ekivalensi Mobil penumpang untuk MC = 0,5, LV = 1 dan HV = 1,3. Adapun presentase dari klasifikasi kendaraan tersebut yang melewati Bundaran Renon pada semua pendekat, yaitu sepeda motor (MC) sebanyak 72.03%, kendaraan ringan (LV) sebanyak 27.82% dan kendaraan berat (HV) 0.15%.

4.3 Kapasitas Bundaran

Kapasitas total untuk seluruh bagian jalinan bundaran adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (Co) untuk kondisi tertentu (ideal), faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs) dapat dilihat pada Tabel 2.5 (halaman 8) dan hambatan samping ( ) dapat dilihat pada Tabel 2.6 (halaman 9). Nilai , , dan dapat dilihat pada Lampiran B, Tabel RWEAF-II (halaman 27) dan pada denah

Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan sekitar bundaran termasuk tipe lingkungan pemukiman menurut (Departemen PU, 1997).

(32)

23 Perhitungan diatas merupakan kapasitas pada bagian jalinan A-B, untuk bagian jalinan lainnya menggunakan rumus yang sama. Untuk lebih lengkapnya terlampir di formulir RWEAV-II pada Lampiran B (halaman 27). Dari analisis volume lalu lintas Bundaran Renon didapatkan kapasitas sebenarnya pada masing-masing bagian jalinan adalah sebagai berikut:

a. = 5401 smp/jam

b. = 9429 smp/jam

c. = 7508 smp/jam

d. = 8929 smp/jam

Bagian jalinan B-C memiliki kapasitas terbesar yang berjumlah 9429 smp/jam, selanjutnya pada bagian jalinan D-E dengan kapasitas berjumlah 8929 smp/jam, selanjutnya bagian jalinan C-D dengan jumlah kapasitas 7508 smp/jam dan pada bagian jalinan A-B memiliki kapasitas terkecil dengan jumlah 5401smp/jam.

(33)

24 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijabarkan maka dapat disimpulkan:

1. Denah Bundaran Renon adalah sebagaimana telah disajikan pada Gambar 4.1.

2. Fluktuasi arus lalu lintas pada masing-masing pendekat dan pada bundaran sebagaimana telah disajikan pada Gambar 4.2 sampai dengan Gambar 4.6.

3. Dari analisis Bundaran Renon didapatkan kapasitas bagian jalinan sebagai berikut: a. = 5401 smp/jam b. = 9429 smp/jam c. = 7508 smp/jam d. = 8929 smp/jam 5.2 Saran

Adapun ukuran kinerja yang belum disajikan dalam laporan ini dapat dilanjutkan pada penelitian selanjutnya.

(34)

25

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A.A. (2005) Rekayasa Lalu Lintas Penerbit Universitas Muhammadiyah, Malang.

Badan Pusat Statistik. (2017) Denpasar dalan Angka 2017. Kantor Badan Pusat Statistik, Denpasar.

Direktorat Jendral Bina Marga. (1997) Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Sweroad and PT. Binakarya (Persero). Jakarta.

(35)

26 Gambar A.1 Peta Pulau Bali

Gambar A.2 Peta Lokasi

(36)

27

Tabel B.1 Formulir RWEAV-I BAGIAN JALINAN BUNDARAN

Formulir RWEAV-I -Geometrik -Arus lalu lintas

Tanggal Kota Propinsi Jalan A-C: Jalan B-D: Soal : Periode :

Geometrik bagian jalan Denah arus lalu lintas

ARUS LALU LINTAS

1 Komposisi LV% 79 HV% 3 MC% 18 Faktor-smp 0.92 Faktor-k

Tipe kendaraan pce Kendaraan ringan LV Kendaraan ringan HV

Sepeda motor MC Total kend. Bermotor MV Bagian Jalinan Kend. Tak bermotor (UM) kend/jam (17)

emp=1.0 emp=1.3 emp=0.5 AB BC CD DA

pendekat/gerakan kend/j (1) smp/j (2) kend/j (3) smp/j (4) kend/j (5) smp/j (6) kend/j (7) smp/j (8) Arus menjalin (9) Arus total (10) Arus menjalin (11) Arus total (12) Arus menjalin (13) Arus total (14) Arus menjalin (15) Arus total (16) 1 A- LT 1644 889.5 0 2 -ST 2511 1490 1490 1490 1490 0 3 -RT 1212 646 646 646 646 646 0 4 TOTAL 5367 3025.5 3025.5 0 5 B- LT 1422 857.1 3 6 -ST 1094 695.6 695.6 695.6 695.6 0 7 -RT 1070 585.9 585.9 585.9 585.9 585.9 2 8 TOTAL 3586 2138.6 2138.6 5 9 C-LT 483 250.5 1 10 -ST 3136 1892.3 1892.3 1892.3 1892.3 4 11 -RT 1170 764 764 764 764 764 0 12 TOTAL 4789 2906.8 2906.8 5 13 D-LT 140 78 2 14 -ST 565 290.8 290.8 290.8 290.8 0 15 -RT 646 337.8 337.8 337.8 337.8 337.8 0 16 TOTAL 1351 706.6 706.6 2 17 TOTAL 15093 8777.5 3190.8 4418.1 3109.3 4612.4 3997.9 4834.3 3106.8 3948.8 12 18 Rasio menjalin 0.72 0.67 0.83 0.79 Rasio UM/MV 0.0013

(37)

28 Tabel B.2 Formulir RWEAV-II

BAGIAN JALINAN BUNDARAN Formulir RWEAV-II -Analisa Tanggal: Kota: Jalan A-C: Jalan B-D: 1. Parameter geometrik bagian jalinan

Bagian jalinan (1)

Lebar masuk Lebar masuk rata-rata Lebar Jalinan Ww (m) (5) We/Ww (6) Panajang Jalinan Lw (m)(7) Ww/Lw (8) Pendekat (m) 1 (2) Pendekat (m) (2) We (m) (4) 1 AB 11.4 7.1 9.25 13.16 0.70 20.3 0.65 2 BC 6 8.9 7.45 20.7 0.3 15.8 1.31 3 CD 6.7 8.9 7.8 23.2 0.22 10.7 2.16 4 AD 6 17.5 11.75 18 0.65 18.37 0.97 2. Kapasitas Bagian jalinan (20) Faktor Ww Gbr.C-2:1 (21) Faktor We/Ww Gbr.C-2:2 (22) Faktor Pw Gbr.C-2:3 (23) Faktor Ww/Lw Gbr. C-2:4 (24) Kapasitas Dasar Co smp/jam (25)

Faktor penyusaian Kapasitas sebenarnya C smp/jam (28) Ukuran kota Fcs Tab.C-3:1 (26) Lingk. Jalan Frsu Tab. C-4:1 (27) 1 AB 3849 2216 1.73 0.41 6049 0.94 0.95 5401 2 BC 6935 1482 4.67 0.22 9559 0.94 0.95 9429 3 CD 8043 1347 5.97 0.13 8408 0.94 0.95 7508 4 AD 5783 2119 2.72 0.30 9999 0.94 0.95 8929

(38)

29 Tabel B.3 Data Geometrik Bundaran

Kaki Bundaran Kode Jumlah Lajur Pada Pendekat Lebar W masuk (m) Lebar W keluar (m) Lebar Trotoar (m) Lebar Median (m) Lebar Pulau (m) Panjang Pulau (m) Jari-Jari Bundaran (m) Jarak Bundaran Ke Pulau (m) Jarak antar pulau (m) Lebar Marka Tepi (cm) Lebar Marka Zebra Cross (cm) Panjang Marka Zebra Cross (m) Jl. Raya Puputan A 6 11.4 9.8 1.5 4.57 16.80 24.6 15.38 7.1 13.16 12 30 1.5 Jl. Hayam Wuruk B 2 3.3 3.8 1.3 - 16.85 23.48 - 8.9 20.70 12 30 1.4 Jl. Hang Tuah C 2 4.7 3.8 1.3 - 20.3 34.4 - 8.9 - 12 30 1.4 Jl. Tukad Penet D 2 2.4 2.2 1.2 - - - 12 - -

(39)

31 Gambar C.1 Survei Volume Lalu Lintas

(40)

32 Gambar C.3 Survei Volume Lalu Lintas

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai alat evaluasi kegiatan perusahaan Anggaran yang disusun dengan baik menetapkan standra yang relevan akan memberikan pedoman bagi perbaikan operasi

Penelitian ini dilakukan untuk mencari temperatur terbaik dan rasio berat sampah plastik dan dolomit terbaik untuk menghasilkan produk minyak hasil pirolisis yang

selanjutnya adalah pemasaran. Disinilah letak kegiatan yang sangat penting. Berhasil tidaknya produk baru ini diterima pasar bergantung dari proses pemasaran produk

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai Tokugawa Nariaki dan ideologi Son’nou Joui - nya sebagai salah satu pemikiran yang mendasari tindakan para

Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

Dari gambar 7 sampai 9 terlihat bahwa untuk material yang mengalami perlakuan panas terjadi peningkatan kandungan pearlite yang lebih besar dibandingkan dengan

dalam  menangani  perkara  anak  yang  pada  pokoknya  mengutamakan  kepen- .. tingan  anak  dorni  hari  depan  sebagai  generasi  penerus 

Sebagai petunjuk untuk memecahkan masalah dengan runtutan langkah dari yang umum menuju khusus atau sebaliknya yang akan digambarkan dengan bagan alir.. Sebagai