• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7

A

. Tinjauan Teori

1. Anak

a. Pengertian anak

Menurut UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, disebutkan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Seorang anak mengalami tugas-tugas perkembangan yaitu tugas – tugas yang timbul pada atau kira-kira pada masa perkembangan tertentu yang bilamana berhasil akan menimbulkan kebahagiaan dan akan diharapkan berhasil pada tugas perkembangan berikutnya (Gunarsa, 2008).

Tahapan dalam awal masa kanak – kanak yaitu usia 2 tahun sampai 6 tahun. Dan akhir masa kanak-kanak yaitu usia 6 tahun sampai 12 tahun. Memasuki masa usia sekolah, disebut juga masa intelektual, karena keterbukaan dan keinginan anak untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman. Pada masa ini anak diharapkan memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting bagi persiapan dan penyesuaian diri terhadap kehidupan di masa yang akan datang (Munandar, 2002).

b. Tugas Perkembangan Anak

Menurut Havighurst (dalam Agustiani, 2009) tugas perkembangan anak usia sekolah usia 6 tahun sampai 12 tahun, adalah sebagai berikut :

1) Membentuk sikap-sikap tertentu yang positif terhadap dirinya sebagai pribadi yang sedang mengalami proses tumbuh dan berkembang.

(2)

2) Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.

Tugas perkembangan ini adalah mempelajari keterampilan – keterampilan yang bersifat fisik/jasmani untuk dapat melakukan permainan.

3) Mengembangkan kata hati, perilaku moralitas dan nilai – nilai sebagai pedoman perilaku.

Tugas perkembangan ini adalah mengembangkan moral yang bersifat batiniah yaitu hati nurani, serta mengembangkan pemahaman dan sikap moral terhadap peraturan dan tata nilai yang berlaku dalam kehidupan anak.

4) Mengembangkan kemampuan dasar pada anak seperti membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat

Tugas perkembangan ini adalah anak belajar mengembangkan tiga keterampilan dasar yaitu membaca, menulis dan berhitung yang diperlukan untuk hidup di masyarakat.

5) Belajar bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.

Tugas perkembangan ini adalah anak belajar memberi dan menerima dalam kehidupan sosial antar teman sebaya, dan belajar membina persahabatan dengan teman sebaya, termasuk juga bergaul dengan musuhnya.

6) Membangun hidup sehat mengenai diri sendiri dan lingkungan. Tugas perkembangan ini adalah belajar mengembangkan sikap kebiasaan untuk hidup sehat.

7) Mengembangkan konsep‐konsep hidup yang perlu dalam kehidupan

Tugas perkembangan ini adalah anak harus mempelajari berbagai konsep agar dapat berpikir efektif mengenai permasalahan sosial di sekitar kehidupan sehari – hari.

(3)

8) mencapai kemandirian pribadi.

Tugas perkembangan ini adalah anak menjadi individu yang otonom atau bebas, dalam arti dapat membuat rencana untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, bebas dari pengaruh orang tua atau orang lain.

c. Karakteristik anak

1) Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik merupakan hal yang mendasari kemajuan perkembangan anak. Ketika fisik berkembang memungkinkan anak untuk lebih mengembangkan ketrampilan fisiknya. Perkembangan fisik anak ditandai dengan berkembanganya perkembangan motorik halus dan motorik kasar (Susanto, 2011).

Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan tulang. Pada usia 10 tahun baik laki‐laki maupun perempuan tinggi dan berat badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12‐13 tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki‐laki (Sumantri, 2005).

Pada anak usia kelas lima sekitar 11 tahun, anak pubertas awal dan remaja pubertas akhir berbeda karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta perkembangan ciri‐ciri seks primer dan sekunder. Dengan adanya perbedaan ‐ perbedaan ini ada anak yang telah matang sebelum anak yang sama usianya mulai mengalami pubertas (Sugiyanto, 2009).

2) Perkembangan Inteligensi

Inteligensi yaitu menjelaskan suatu perilaku individu yang kaitannnya dengan kemampuan intelektual. Kognitif yaitu suatu proses berpikir dan kemampuan individu dalam menilai, mempetimbangkan dan menghubungkan suatu kejadian atau peristiwa. Dalam kehidupan sehari – hari inteligensi tidak befungsi dalam bentuk murni, tetapi setiap individu memiliki campuran

(4)

yang unik dari sejumlah inteligensi yaitu inteligensi linguistik, spasial, logis, musik, intrapribadi kinestetik, antarpribadi dan naturalitis (Susanto, 2011).

3) Perkembangan Sosial dan Kepribadian

Pada masa ini interaksi anak di masyarakat semakin meluas. Interaksi tersebut terjadi dengan hubungan antar teman sebaya, kegiatan sekolah, olahraga maupun acara keluarga. Pada saat anak berada pada masa usia sekolah, anak ingin membuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri. Keberhasilan akan membawa dampak positif bagi harga diri anak, anak merasa dirinya berharga dan memiliki kemampuan, dan sebaliknya bila anak mengalami kegagalan, anak akan merasa tidak berharga. Dalam pencarian harga diri yang positif ini anak membutuhkan dukungan dan bimbingan dari orang dewasa dan orang tua (Damayanti, 2000).

Anak mulai bergaul dan berhubungan sosial dengan orang tua, anggota keluarga, teman sebaya dan orang dewasa lainnya. Anak mulai mengembangkan tingkah laku sosial sebagai berikut (Susanto, 2011) :

a) Pembangkangan

Suatu sikap melawan dan sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan keinginan anak. Dalam hal ini, sebaiknya sebagai orangtua memahami proses perkembangan anak bahwa secara naluri anak mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi ketergantungan ke posisi mandiri. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun. Sikap orrang tua terhadap anak seharusnya tidak memandang pertanda mereka

(5)

anak yang nakal, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan (Ratri, 2012).

b) Agresi

Perilaku menyerang balik secara fisik maupun kata – kata. Agresi merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap rasa kecewa karena keinginan dan kebutuhannya tidak terpenuhi. Sebaiknya orang tua berusaha mengurangi agresifitas anak dengan mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif, maka agresivitas anak meningkat (Ratri, 2012).

c) Berselisih

Terjadi apabila seorang merasa dirinya terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.

d) Persaingan

Keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice, pada usia enam tahun semangat bersaing ini membaik.

e) Mementingkan diri sendiri

Selffishness yaitu suatu sikap individualis dalam memenuhi

keinginannya sendiri. f) Tingkah laku berkuasa

Tingkah laku untuk menguasai suatu situasi sosial, mendominasi di sekitarnya, atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah : memaksa, meminta, menyuruh, mengancam

g) Menggoda

Merupakan bentuk lain dari agresif, merupakan serangan mental terhadap orang lain, berbentuk verbal (ejekan atau cemooh) yang menimbulkan amarah pada orang yang digodanya (Ratri, 2012).

(6)

h) Kerjasama

Sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai tampak pada awal empat tahun. Pada usia enam tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik (Ratri, 2012).

i) Simpati

Sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian pada orang lain, mau mendekati dan bekerjasama dengan mereka.

4) Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif yang berarti faktor kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Perkembangan bahasa dipegaruhi oleh lingkungan, karena bahasa merupakan hasil belajar dari lingkungan (Osofsky, 2007).

Dalam komunikasi kemampuan anak usia sekolah sudah semakin meningkat. Anak mampu memahami atau mengerti arti yang dikatakan orang lain kepadanya. Pembicaraan anak menjadi terkendali dan terseleksi. Anak tidak lagi bicara sekedar bicara tanpa ada yang memperhatikan (Hurlock, 2008).

Ada periode penting dalam mempelajari bahasa dapat dibuktikan dengan cara dari salah satu bentuk orang dalam berbicara. Apabila orang bermigrasi setelah berusia 12 tahun kemungkinan akan berbicara dengan bahasa negaranya yang baru, tetapi apabila orang berimigrasi sebagai anak kecil, kebiasaan akan hilang ketika bahasa baru akan dipelajari (Susanto, 2011). 5) Perkembangan Psikososial

Anak – anak yang lebih mudah menggunakan perbandingan sosial terutama untuk norma‐norma sosial dan kesesuaian jenis‐jenis tingkah laku tertentu. Pada saat anak‐anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan – kemampuan

(7)

mereka sendiri. Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki‐laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional yang serius. Teman‐teman mereka menjadi lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi (Zulkifli, 2009).

2. Kekerasan pada anak a. Pengertian

Menurut standard definition for childhood injury research perilaku kekerasan adalah perilaku terhadap orang lain, yang menyimpang dari norma tingkah laku yang mempunyai risiko substansial sehingga dapat menyebabkan kejahatan fisik dan emosional dengan subkategori yaitu penyerangan fisik dan seksual, emosional dan penelantaran, akibat dari perlakuan ini dapat menyebabkan kerugian yang berat, ringan bahkan tidak timbul dengan segera. Kekerasan pada anak (Child Abuse) yang umumnya dilakukan oleh orang tua atau orang yang mempunyai wewenang hubungan tanggung jawab, kepercayaan dan kekuasaan (Rusmil, 2007)

Kekerasan pada anak adalah penderitaan fisik atau kekerasan yang secara psikologis pada seorang anak dilakukan oleh orangtuanya atau orang dewasa lainnya (Carson, 1996). Kekerasan pada anak adalah penganiayaan pada anak yang dapat mengakibatkan luka baik secara fisik maupun psikis (Papalia, Olds & Feldsman, 2009)

Berdasarkan uraian di atas, maka kesimpulan kekerasan pada anak adalah kekerasan atau penganiayaan baik secara fisik maupun secara psikologis yang bertujuan untuk menyakiti anak dan dilakukan secara sengaja oleh orang tuanya.

(8)

b. Bentuk – bentuk kekerasan pada anak

Kekerasan dan penelantaran pada anak dapat terjadi di dalam keluarga maupun di luar keluarga misal dapat berupa kekerasan fisik, penelantaran, kekerasan emosional, dan kekerasan seksual (Rusmil, 2007) yaitu :

1) Kekerasan fisik

Perlakuan kasar terhadap anggota tubuh anak yang dapat mengakibatkan bahkan menyebabkan cedera yang bukan merupakan kecelakaan dan tindakan yang di sengaja. Misalnya memukul anak, mengguncang, mencekik, menggigit, menendang, meracuni, membakar, atau merendam dalam air yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain. Kekerasan fisik ini juga berkaitan dengan hukuman fisik yang melebihi kewajaran sebagai tindakan mendidik kedisiplinan anak pada suatu budaya tertentu (Suprabandi, 2012).

Kekerasan fisik dicirikan oleh terjadinya cedera fisik yang karena penonjokan, pemukulan, penendangan, pengigitan, pembakaran, atau pembahayaan anak, orang tua atau orang lain mungkin tidak bermaksud untuk menyakiti anak, cedera tersebut terjadi akibat hukuman yang melewati batas (Santrock, 2007) 2) Kekerasan emosional

Meliputi tindaksn pengabaian oleh orang tua yang menyebabkan masalah behavioral, kognitif, atau emosional yang serius. Kekerasan emosional ditandai dengan ucapan kata – kata yang merendahkan seorang anak, dan seringkali berlanjut dengan melalaikan anak tersebut,mengisolasikan anak dari lingkungan, hubungan sosialisasinya, atau bahkan dengan menyalahkan anak secara terus – menerus (Santrock, 2007).

Biasanya diikuti dengan bentuk kekerasan lain. Kekerasan emosional sulit dideteksi karena merupakan kasus yang tidak dilaporkan. Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku

(9)

melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, atau kata-kata yang melecehkan anak (Kusnandi, 2007).

3) Kekerasan seksual

Kekerasan seksual adalah apabila seorang anak mendapatkan perlakuan seksual oleh orang dewasa. Kekerasan seksual dapat terjadi di dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua, orang tua tiri, saudara dan kerabat, sedangkan di luar rumah kekerasan seksual dapat dilakukan oleh tetangga, teman, orang yang merawat anak, porang asing bahkan guru. Anak – anak yang mengalami penganiayaan secara seksual di kemudian hari dapat dalam kegiatan prostitusi bahkan masalah serius apabila anak tersebut beranjak dewasa (Santrock, 2007).

4) Penelantaran atau neglect

Penelantaran anak dicirikan dengan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan dasar anak (Santrock, 2007)

Orang tua yang tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya baik dalam hal kebutuhan fisik, psikis ataupun emosi, tidak dapat memberikan perhatian dan sarana untuk kemajuan anak dalam berkembang sesuai dengan tugas perkembangannya, merupakan tindakan penelantaran, yang termasuk dalam tindakan penelantaran anak adalah (Soetjiningsih, 2007) :

a) Penelantaran untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, misalnya tidak berkata yang sebenarnya apabila anak tersebut sedang sakit.

b) Penelantaran untuk mendapatkan keamanan, misalnya cedera yang disebabkan pengawasan yang kurang dan situasi rumah yang membahayakan.

c) Penelantaran emosi, misalnya tidak memberikan perhatian kepada anak – anaknya, dan menolak kehadiran anak, ketidakmampuan memberikan kepedulian psikologis, penyiksaan pasangan di depan anak, dan pembiaran

(10)

penggunaan alkohol dan obat – obatan oleh anak (Santrock, 2007)

d) Penelantaran fisik, misalnya apabila kebutuhan makan, pakaian, atau tempat tinggal yang layak tidak terpenuhi untuk mendapatkan sarana tumbuh kembang yang optimal, penolakan dalam mencari perawatan kesehatan, dan pengawasan yang kurang memadai.

e) Penelantaran pendidikan, misalnya tidak mendaftarkan anak usia sekolah ke sekolah, anak tidak mendapatkan sarana pendidkan sesuai dengan usianya, atau justru menyuruh anak mencari nafkah sehingga anak putus sekolah.

c. Perilaku manusia

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing – masing (Notoatmodjo, 2007).

Menurut skinner (Notoatmodjo, 2007) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

1) Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek.

Perilaku manusia juga dilihat dari tingkat kesehatan menurut Green (Notoatmodjo, 2003) kesehatan seseorang di pengaruhi oleh 2

(11)

faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Perilaku di tentukan oleh 3 faktor :

1) faktor predisposisi (predisposing factors)

Berupa pengetahuan, sikap terhadap kesehatan, keyakinan dan sebagainya.

2) faktor pendukung (enabling factors)

Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya. .

3) faktor penguat (reinforsing factors)

Berupa sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat yang merupakan kelompok teladan dari perilaku masyarakat (Anggraini, 2007)

Perilaku memiliki makna yang konkrit daripada jiwa dan melalui perilaku dapat dikenali pribadi seseorang. Karakteristik perilaku dibagi menjadi dua, yaitu terbuka dan tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu. Perilaku tertutup adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan mengggunakan alat atau metode tertentu misal: sedih, berpikir, berkhayal, takut, bermimpi (Anggraini, 2007).

Perilaku timbul karena adanya dorongan dalam pemenuhan kebutuhan. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya suatu kebutuhan. Perilaku manusia berlangsung secara kontinuitas antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya. Tiap – tiap perilaku selalu mengarah pada suatu tugas tertentu. Hal ini tampak jelas pada perbuatan – perbuatan bekerja atau belajar, tetapi hal ini juga terdapat pada perilaku lain yang tampaknya tidak ada tujuannya (Purwanto, 1999).

(12)

d. Faktor – faktor penyebab perilaku kekerasan pada anak

Menurut (Newberger, 1992) ada dua faktor yang menjadi sebab kekerasan terhadap anak adalah :

1. Faktor masyarakat: a) Kemiskinan

Faktor masyarakat sangat berpengaruh pada terjadinya perilaku kekerasan pada anak di mana masyarakat yang berekonomi menengah kebawah lebih memiliki tingkat emosional yang tidak dapat dikendalikan sehingga mudah marah, cepat tersinggung dan rentan melakukan penganiayaan. Orang tua dengan status ekonomi yang lebih tinggi, lebih peduli pada pembentukan inisiatif anak dan penundaan kepuasan, menciptakan suasana rumah di mana anak diposisikan dengan aturan didiskusikan, bukan ditetapkan (Osofsky, 2007).

b) Perubahan Hidup

Perubahan dalam kehidupan memiliki hubungan yang erat dengan kekerasan pada anak, yaitu perceraian, kematian pasangan, kehilangan pekerjaan, dan masalah keuangan yang hadir tanpa ada persiapan dalam menghadapinya (Carson, 1996).

Menurut penelitian (Fauziah, 2010) Hasil dari penelitian menunjukan faktor terjadinya kekerasan adalah faktor ekonomi berupa kemiskinan, faktor pendidikan yaitu kurang pengetahuan, faktor sosial, faktor budaya, faktor dari anak itu sendiri.

2. Faktor keluarga: a) Karakteristik Anak

Faktor – faktor tertentu pada anak yang membuatnya lebih mungkin mengalami perilaku kekerasan. Anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan penelantaran pada umumnya yang mengalami anak laki-laki dan berusia 4-15 tahun dan tidak mengalami cacat bawaan (Kaplan, 2007).

(13)

Retardasi mental yang dialami oleh anak erat berkaitan dengan kekerasan pada anak, dan anak – anak yang sulit diasuh berpotensi untuk mengalami kekerasan pada anak (Berns,1997). Anak bertemperamen cenderung bereaksi negatif, dan banyak mengeluh atau rewel dalam kegiatan rutin kesehariannya (Santrock, 2007). b) Karakteristik Orang Tua

Menurut sejumlah penelitian membuktikan bahwa seseorang yang pernah mengalami kekerasan pada masa kecilnya cenderung melakukan kekerasan pada anak mereka daripada orang tua yang tidak memiliki pengalaman kekerasan di masa kecilnya menurut (Sarwono, 2004).

1) Pola asuh yang tidak sehat

Orang tua yang sangat otoriter, tidak memberikan peluang anaknya untuk berekspresi bahkan seringkali memaksakan kehendak pada anak tanpa melihat kemampuan anak dengan situasi, kebutuhan dan karakter anak. Sikap memaksakan menjadi pola kebiasaan dan peraturan tanpa memberikan ruang untuk pembaharuan dan fleksibelitas yang dapat memicu ketegangan diantara orang tua dengan anak (Sarwono, 2004).

2) Karakter orang tua yang belum matang / immature

Banyak dari pelaku yang melakukan tindakan kekerasan ini adalah orang tua yang masih bersifat kekanak-kanakan. Meskipun umurnya tua tetapi pola pikir, sikap, tindakan masih seperti anak-anak, misalnya impulsive, reaktif, emosional, tantrum, dsb. Bahkan orang yang sudah cukup umur berpotensi megalami masalah seperti ini saat membesarkan anaknya apabila dia sendiri masih ingin menjadi pusat perhatian (Sarwono, 2004).

(14)

3) Problem Emosional

Masalah yang berkepanjangan yang tidak selesai dapat menyebabkan stress hingga melampaui ambang batas daya tahan mental orang tua yang dapat memicu perilaku kekerasan maupun pengabaian. Apalagi jika ambang batas ketahanan mental orang tua rendah, maka dapat dengan mudah emosi orang tua berubah hingga mereka kehilangan kendali diri (Sarwono, 2004).

4) Masalah Kejiwaan Orang Tua

Masalah kejiawaan yang dialami salah satu dari orang tua sudah tentu membawa dampak bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak-anaknya. Tidak hanya itu, masalah kejiwaan orang tua pasti mempengaruhi hubungan interaksi dan komunikasi yang terjalin di dalam keluarga. Gangguan jiwa yang dialami orang tua apalagi bersifat agresif seringkali mendatangkan suasana yang mengancama dalam kehidupan sang anak, terutama apabila kekejaman ataupun kekerasan tersebut terjadi secara random dan tidak dapat diprediksikan kemunculannya. Akibatnya sulit bagi anak untuk dapat mengembangkan rasa peraya diri dan kepercayaan pada orang lain karena mereka sulit menemukan lingkungan yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman (Sarwono, 2004).

5) Lingkungan sosial atau komunitas

Lingkungan sosial juga dapat menjadi penyebab terjadinya perilaku kekerasan pada anak. Faktor yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan dan penelantaran pada anak (Rusmil, 2007) yaitu :

a) Kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat dan tekanan nilai matrealistis

b) Adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orang tua sendiri

(15)

c) Kondisi sosial ekonomi yang rendah d) Status wanita yang dipandang rendah e) Nilai masyarakat yang terlalu individualitis f) Sistem keluarga patriakhat

Faktor – faktor di atas juga merupakan faktor risiko timbulnya perilaku menyimpang, sehingga masalah ini menjadi tumpang tindih dan semakin rumit. Berbagai perilaku menyimpang dan faktor faktor resiko tersebut harus secepatnya dikenali sehingga dapat dilakukan tindakan preventif yang dapat menyelesaikan masalah, supaya tidak terjadi masalah lebih lanjutyang dapat merusak proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

e. Akibat dari perilaku kekerasan pada anak

Kekerasan pada anak dapat mengakibatkan trauma fisik dan psikologis dengan beragam intensitas ringan sampai berat. Trauma psikologis pada anak yang mengalami kekerasan fisik dan seksual mempunyai resiko tinggi mengalami masalah emosi yang cukup berat. Masalah perilaku yang dapat terjadi berupa kecemasan, depresi, keluhan somatik, dan menarik diri, masalah dalam memperhatikan, perilaku agresif dan melawan hukum. Sedangkan trauma fisik yang ringan terjadi dapat menyebabkan luka, cacat, bahkan kematian (Rusmil, 2007).

Dalam mengahadapi stressor, reaksi yang akan muncul pada anak adalah :

1) Anak suka melawan apabila tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan baik di sekolah maupun di rumah

2) Konsentrasi belajar anak menurun

3) Depresi dan tidak mau menjalin hubungan sosial dengan orang lain

4) Anak bertingkah laku kasar dan keras dalam berhubungan dengan orang lain

(16)

6) Aktifitas dan keterlibatan yang berlebihan dengan orang lain, bahkan mengasingkan diri dari lingkungan sosial

7) Gangguan tidur dan makan, termasuk mengalami mimpi buruk 8) Bertindak ceroboh, sering terjatuh, atau mengalami kecelakaan 9) Aktifitas seksual yang tidak biasa pada seumurannya

Orang tua atau orang lain yang berkompeten dalam mendidik anak mungkin tidak menyadari telah melakuan perlakuan salah yang ringan, misalnya guru mungkin dapat menyebabkan stres mental apabila situasi tersebut tidak ditanggapi dengan bijak didasari dengan pemahaman situasi pertumbuhan dan perkembangan anak yang dapat berakibat pada keadaan yang lebih parah (Rusmil, 2007).

Menurut penelitian (Risvianto & Zulkaida, 2012) hukuman fisik dan verbal yang sering diterima subjek membuat subjek menjadi anak yang cenderung agresif, suka berkelahi, memukul, menendang, suka mencari masalah, dan membalas dendam terhadap perlakuan teman-temannya.

(17)

B. Kerangka Penelitian

Skema : 1.1 Kerangka Penelitian Keterangan :

Kausatif/penyebab

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian perilaku kekerasan, anak sekolah dasar kelas 5

Sub variabel gambaran perilaku kekerasan, tipe dan bentuk, faktor – faktor perilaku kekerasan, akibat perilaku kekerasan.

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pengetahuan tentang perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada anak usia sekolah SD Pelemkerep 02 Mayong – Jepara.

2. Bagaimana jenis dan bentuk perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada anak usia sekolah SD Pelemkerep 02 Mayong – Jepara.

3. Faktor – faktor penyebab perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada anak usia sekolah SD Pelemkerep 02 Mayong - Jepara.

4. Bagaimana akibat perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada anak usia sekolah SD Pelemkerep 02 Mayong – Jepara.

Faktor masyarakat

1) Kemiskinan 2) Perubahan hidup

Faktor keluarga

1) Karakteristik anak 2) Karakteritik orang tua

a) pola asuh yang tidak sehat b) immature c) problem emosional d) masalah kejiwaan orang tua e) lingkungan sosial atau komunitas Perilaku kekerasan pada anak

Referensi

Dokumen terkait

Panitia/Pokja Pengadaan Bahan Makanan Narapidana Dan Tahanan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Lubuklinggau ULP Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Tahun

Perbandingan ini tidak bermaksud menyatakan bahwa yang ilmiah lebih tinggi daripada yang naluriah, atau bahwa yang naluriah lebih benar daripada yang ilmiah, karena

PEMERINTAH (MENTER! KEHAKIMAN/ISMAIL SALEH, S.H.): Mengemukakan bahwa memang benar apa yang dikemukakan oleh FKP bahwa di dalam membahas Pasal 2 butir b Pemerintah

(3) Dalam hal tiket transportasi tidak diperoleh, Pejabat Negara/Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Tidak Tetap dan selain Pejabat Negara/Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Tidak Tetap

Pelanggan wajib mengklaim Restitusi pelayanan secara tertulis dalam waktu sepuluh (10) hari kerja dari resolusi kejadian dengan mengirimkan permintaan restitusi ke

Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah; dalam penelitian ini membahas tentang sejarah kesenian kentrung di Tulungagung, alur

Plastik şekil değiştirme tekrar kristalleşme sıcaklığının üstünde bir sıcaklıkta yapılırsa, işleme "sıcak plastik şekil değiştirme" adı verilir.

konsumen dan menyediakan kecepatan dan ketepatan pelayanan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah yang kecenderungannya naik dari