• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. blok-blok kecil yang disebut dengan piksel. Piksel merupakan elemen penyusun warna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. blok-blok kecil yang disebut dengan piksel. Piksel merupakan elemen penyusun warna"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1. Citra Dijital

2.1.1. Pengertian Citra Dijital

Citra dijital merupakan citra yang berbentuk array dua dimensi yang terdiri dari blok-blok kecil yang disebut dengan piksel. Piksel merupakan elemen penyusun warna terkecil yang menyusun suatu citra. Citra dibentuk dari kotak-kotak persegi yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antara piksel adalah sama pada seluruh bagian citra. Setiap piksel diwakili oleh bilangan bulat (integer) untuk menunjukkan lokasinya dalam bidang citra. Sebuah bilangan bulat juga digunakan untuk menunjukkan cahaya atau keadaan terang gelap piksel tersebut.

Gambar 2.1 Sistem Koordinat Pada Citra Dijital Sumber : Julius (2009).

Untuk menunjukkan lokasi piksel, koordinat (0,0) berfungsi untuk menunjukkan posisi sudut kiri atas pada citra, indeks x bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Koordinat (m-1,n-1) digunakan untuk menunjukkan posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n piksel.

(2)

Untuk menunjukkan tingkat pencahayaan suatu piksel, digunakan bilangan bulat yang besarnya 8 bit (1 byte) untuk setiap piksel, dengan lebar selang antara 0 – 255, di mana 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih dan tingkat keabuan ditandai dengan nilai di antara 0 – 255.

Berdasarkan sifat dari nilai terkuantisasinya, citra dijital dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Citra biner

Citra biner adalah citra dijital yang tiap pikselnya hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu 1 dan 0.

b. Citra grayscale

Citra grayscale adalah citra dijital yang setiap pikselnya merupakan sampel tunggal, yaitu informasi intensitas. Citra jenis ini terbentuk hanya dari warna abu-abu pada tingkatan yang berbeda-beda, mulai dari warna hitam pada tingkat intensitas terendah hingga warna putih pada tingkat intensitas tertinggi. Citra ini disebut juga citra hitam putih atau citra monokromatik.

Gambar 2.2 Matriks 2D Citra Keabuan. Sumber : Julius (2009).

(3)

c. Citra warna

Citra warna adalah citra dijital yang setiap pikselnya mengandung informasi warna. Informasi warna ini biasanya dibentuk dari paling sedikit 3 sampel (saluran warna). Saluran warna yang umum dipakai dalam komputer adalah Red-Green-Blue (RGB), tetapi dalam konteks lain sering juga digunakan saluran warna lain seperti Cyan-Magenta-Yellow-Black (CMYK) atau YCbCr.

Citra berwarna dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut : • Red-Green-Blue(RGB) dan Cyan-Magenta-Yellow-Black(CMYK)

Pada model RGB, tiap elemen warna mempunyai nilai dari 0 sampai dengan 255, di mana nilai 0 menyatakan tidak ada elemen warna tersebut pada piksel dan 255 menyatakan nilai maksimum elemen tersebut pada piksel. Warna RGB disebut juga dengan additive color. Model RGB digunakan pada citra yang ditampilkan di layar monitor sedangkan CMYK digunakan pada citra yang akan dicetak oleh printer. Semakin kecil presentase maka warna yang dihasilkan akan semakin terang, semakin besar presentase maka warna akan semakin gelap. Secara teori kombinasi dari cyan-magenta-yellow yang murni akan menyerap semua warna dan menghasilkan warna hitam (black) dan karena itu CMY disebut sebagai dengan substractive color. Hubungan antara CMYK dan RGB adalah komplemen. Setiap pasang substractive color akan menghasilkan satu additive color dan sebaliknya.

• Hue-Saturation-Brightness (HSB)

(4)

o Hue adalah warna yang dipantulkan dari suatu objek atau yang dipancarkan melalui suatu objek dan sering dinyatakan dengan lingkaran warna standar dari 0 sampai 360 derajat. Pada pemakaian umum sering disebut dengan warna seperti merah, oranye atau hijau.

o Saturation atau yang biasa disebut chroma adalah kekuatan warna dan dinyatakan dengan presentase dari 0 sampai dengan 100 persen. Pada lingkaran warna standar, saturation meningkat dari pusat lingkaran menuju ke tepi lingkaran.

o Brightness adalah nilai relatif dari gelap-terang dari warna dan biasanya dinyatakan dengan persentase dari 0 (hitam) sampai dengan 100 (putih). • L*a*b

Model warna L*a*b berdasarkan dari model yang diajukan oleh Commision Internationale d’Eclairage (CIE) pada tahun 1931 untuk dijadikan ukuran standar pada warna. Pada tahun 1976, model ini diganti menjadi CIE L*a*b. L*a*b didesain untuk tidak bergantung pada alat (device) dan selalu menghasilkan warna yang konsisten pada berbagai macam alat. Pada L*a*b terdapat komponen luminance dan dua komponen kromatik yaitu a (hijau ke merah) dan b (dari biru ke kuning).

• Bitmap

Pada model ini menggunakan dua nilai (hitam atau putih) untuk mengisi piksel pada citra.

(5)

• Grayscale

Model grayscale adalah model warna hitam-putih yang tiap piksel memiliki warna dari 0 sampai dengan 255 di mana 0 adalah warna hitam dan 255 adalah warna putih.

• Duotone

Pada model ini, citra memiliki 2-warna (duotone), 3-warna (tritone) dan 4-warna (quadtone) dengan menggunakan 2, 3, atau 4 macam warna.

• Indexed Color

Model ini menggunakan 256 warna dan menyimpannya pada Color Look Up Table (CLUT). Suatu citra RGB yang diubah menjadi Indexed color maka tiap-tiap warna yang ada akan disesuaikan dengan warna yang ada pada CLUT. Jika tidak tersedia di dalam CLUT maka warna yang digunakan adalah warna yang terdekat.

2.1.2 Jenis Citra Dijital

Citra dijital dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu : a. Tipe Raster

Raster merupakan suatu struktur data yang berbentuk dalam persegi-persegi kecil (pixel), yang memiliki warna tersendiri. Raster dapat disimpan dalam suatu tipe data citra dengan berbagai macam format(*.PSD, *.JPG, *.GIF, *.TIF, *.BMP). Kelebihan dari tipe raster adalah dapat menampilkan suatu citra secara lebih realistis yang membutuhkan variasi warna yang kompleks. Dan kekurangannya adalah

(6)

apabila ukurannya diperbesar maka ketajamannya akan hilang dan akan terlihat balok balok piksel.

b. Tipe vector

Vector image adalah citra yang mengandung vektor atau titik-titik yang telah disusun dan terhubung untuk membentuk suatu objek. Kelebihannya adalah dapat dibentuk secara matematis, sehingga dapat diperbesar atau diperkecil tanpa mengurangi kualitas citra. Dan kekurangannya adalah tidak dapat menampilkan citra secara realistis (foto).

2.2. Joint Photographic Experts Group (JPEG)

JPEG merupakan kepanjangan dari Joint Photographic Experts Group. JPEG merupakan format yang biasa digunakan untuk menyimpan foto. JPEG ini adalah suatu kompresi hasil citra. JPEG merupakan teknik kompresi, sedangkan nama format filenya adalah JFIF (JPEG File Interchange Format). Tingkat kompresi citra dapat diatur menyesuaikan dengan besar file dan kualitas gambar. Biasanya kompresi JPEG bisa mencapai 10:1 dengan hasil sangat baik dan hampir tidak berbeda dengan foto aslinya. Perbandingan 30:1-50:1 untuk citra web, dan 60:1-100:1 untuk kualitas rendah seperti citra untuk ponsel.

Model-model kompresi JPEG : • Sequential

Kompresi dilakukan secara top-down, left-right menggunakan proses single-scan dan algoritma Huffman Encoding 8 bit secara sekuensial.

(7)

• Progressive

Kompresi dilakukan dengan multiple-scan secara progresif, sehingga gambar yang akan didownload dapat diperkirakan.

• Hierarchical

Super-progressive mode, di mana citra akan dipecah-pecah menjadi sub citra yang disebut frame. Frame pertama akan membentuk citra dalam resolusi rendah hingga berangsur-angsur ke resolusi tinggi.

Citra JPEG mengalami beberapa tahapan dalam proses pembentukannya, yaitu sebagai berikut :

1. Sampling

Tahapan pertama dalam pembentukan citra JPEG. Dalam tahap ini, data yang berupa piksel, diubah bentuknya dari RGB(Red-Green-Blue) menjadi YCbCr. YCbCr ini terdiri dari komponen luma(Y) yang menyatakan terang dari citra, dan dua komponen chroma(Cb dan Cr), yang menyatakan warna dari citra.

2. Discrete Cosine Transform

Citra JPEG kemudian dikompresi dalam 8x8 blok piksel. Discrete Cosine Transform kemudian mengkonversi blok-blok tersebut menjadi penjumlahan dari fungsi kosinus. 3. Quantization

Tahapan kuantisasi dari kompresi JPEG mengabaikan koefisien dari Discrete Cosine Transform yang tidak dibutuhkan. Tahapan kuantisasi ini adalah proses paling utama yang membuat kompresi JPEG menjadi kompresi yang dapat mengurangi kualitas dari citra aslinya.

(8)

4. Entropy Coding

Dalam tahapan ini, koefisien DCT yang dihasilkan pada tahapan kuantisasi dituliskan ke dalam kode sambil menghapus angka yang bernilai 0. Citra JPEG yang standard memungkinkan untuk arithmetic coding untuk menggantikan Huffman coding. Tetapi arithmetic coding jarang digunakan, karena waktu yang dibutuhkan untuk menulis dan menerjemahkan kode cenderung lebih lama daripada Huffman coding. Arithmetic coding biasanya membuat file menjadi 5% lebih kecil.

Gambar 2.3 Proses Penulisan dan Pembacaan Kode dari Pembentukan JPEG Dalam JPEG terdapat beberapa “marker“ sebagai tanda yang memisahkan antar komponennya yang berukuran 2 bytes, di mana byte pertama selalu bernilai FF16 sedangkan bit kedua bisa berupa:

• APPn : untuk meng-handle application specific data, misalnya informasi tambahan yang ada dalam JPEG.

• COM (Comment) : untuk memberikan komentar plain text string seperti copyright. • DHT (Define Huffman Table) : menyimpan tabel kode-kode Algoritma Huffman.

Forward Discrete

Cosine Transform Quantization

Entropy Encoding

Reserve Discrete

Cosine Transform Dequantization

Entropy Encoding Image split into

blocks (could also be downsampled)

Decoded image reassembled from

blocks

Encoded JPEG Image

(9)

• DRI (Define Restart Interval) : sebagai tanda restart interval.

• DQT (Define Quantization Table) : mendefinisikan tabel kuantisasi yang digunakan dalam proses kompresi.

• EOI (End of Image) : tanda akhir file JPEG. • RSTn : restart marker.

• SOI (Start of Image) : tanda awal image. • SOFn : start of frame.

• SOS : start of scan.

2.3. JPEG 2000

JPEG 2000 adalah pengembangan dari kompresi JPEG. JPEG 2000 didesain untuk internet, scanning, foto dijital, remote sensing, medical imegrey, perpustakaan dijital dan e-commerce.

Kelebihan dari JPEG 2000 adalah :

• Dapat digunakan pada bit-rate rendah sehingga dapat digunakan untuk network citra dan remote sensing.

• Menggunakan lossy dan loseless tergantung kebutuhan bandwidth. Loseless digunakan untuk medical image.

• Transmisi progresif, akurasi dan resolusi piksel tinggi. • Menggunakan Region of Interest (ROI).

• Tahan terhadap bit error yang digunakan untuk komunikasi jaringan dan wireless. • Mendukung protective image security : watermarking, labeling, stamping dan

(10)

• Mendukung citra ukuran besar 64k x 64k, ukuran lebih dari 232 -1. • Mendukung meta data dan baik untuk computer-generated imagenary.

2.4. Hak Cipta

Hak cipta termasuk di dalam Hak Kekayaan Intelektual atau yang disebut juga Intellectual Property Rights, yaitu hak yang timbul sebagai hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi manusia. Pada intinya, Hak Kekayaan Intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil suatu kreativitas intelektual.

Pemilik hak cipta mempunyai hak eksklusif untuk mendistribusikan, menggandakan, memodifikasi, meminjamkan, menjual ataupun menampilkan ciptaannya kepada umum dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

2.5. Watermarking dijital

2.5.1. Pengertian Watermarking dijital

Watermarking dijital adalah salah satu bagian dari bidang ilmu steganografi, yaitu suatu bidang ilmu yang mempelajari menyisipkan suatu informasi ke dalam informasi lainnya. Pada ide awal kemunculannya, watermarking digunakan untuk dapat menyisipkan suatu informasi yang untuk menunjukkan kepemilikan, tujuan, atau data lain, pada materi tanpa mempengaruhi kualitasnya.

Watermarking dijital merupakan hasil penggabungan dari dua teknik, yaitu kriptografi dan steganografi. Steganografi adalah tehnik untuk menyembunyikan informasi ke dalam suatu data tanpa menampakan keberadaan informasi tersebut dan

(11)

menimbulkan kecurigaan bahwa data yang disisipi dengan informasi tersebut telah berubah. Perbedaan mendasar antara steganografi dan kriptografi adalah pada hasil keluarannya. Hasil dari kriptografi adalah data yang berbeda dari aslinya sehingga data tersebut seolah-olah menjadi berantakan sedangkan hasil dari steganografi memiliki bentuk persepsi yang sama dengan bentuk data awalnya.

2.5.2. Kriteria Watermarking Dijital

Terdapat beberapa kriteria dalam penyisipan informasi menggunakan Watermarking dijital, yaitu :

• Fidelity / Invisibility

Hasil watermarking dikatakan baik apabila informasi yang disisipkan tidak mempengaruhi kualitas media yang telah disisipi. Dengan kata lain, apabila hasil watermarking tidak terdeteksi oleh indera manusia, maka dapat disebut bahwa hasil watermarking tersebut baik.

• Robustness

Data yang telah disisipkan oleh informasi harus tahan terhadap segala operasi manipulasi yang dilakukan pada media penampung.

• Security

Informasi yang disisipkan ke suatu media haruslah aman, sehingga pihak yang tidak berkepentingan harus tidak dapat mengetahui keberadaan informasi yang telah disisipkan tersebut.

(12)

• Recovery

Media yang telah disisipkan oleh informasi-informasi tersebut, seharusnya dapat diekstraksi lagi ke bentuk asalnya.

2.5.3. Pembagian Watermarking Dijital

Secara garis besar, teknik Watermarking dijital dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Private Watermarking/Incomplete Watermarking

Private watermarking merupakan teknik watermarking yang membutuhkan citra asli dan citra yang telah ber-watermark untuk mengekstrasi watermark.

2. Public Watermarking/Blind Watermarking

Teknik watermarking yang tidak membutuhkan citra asli atau watermark yang disisipkan untuk melakukan ekstraksi.

Berdasarkan media dijital yang digunakan sebagai tempat penyisipan data, watermarking dapat dibedakan menjadi :

1. Text Watermarking

Watermark disisipkan pada media dijital jenis dokumen atau teks. 2. Image Watermarking

Watermark disisipkan pada citra dijital. 3. Audio Watermarking

Watermark disisipkan pada file audio dijital seperti MP3, MPEG, dan sebagainya. 4. Video Watermarking

(13)

2.5.4. Manfaat Watermarking Dijital

Watermarking dijital dapat digunakan untuk beberapa hal. Contoh penggunaannya adalah :

• Tamper proofing

Watermark digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasikan atau alat indikator yang menunjukkan data dijital (host) telah mengalami perubahan dari aslinya.

• Feature Location

Menggunakan metode watermark sebagai alat untuk mengidentifikasikan isi dari data dijital pada lokasi-lokasi tertentu, seperti contohnya penanaman objek tertentu dari beberapa objek lain pada suatu citra dijital.

• Annotation/caption

Watermark hanya digunakan sebagai keterangan tentang data dijital itu sendiri. • Copyright-Labelling

Watermark dapat digunakan sebagai metode untuk penyembunyian label hak cipta pada data dijital sebagai bukti otentik kepemilikan karya dijital tersebut.

2.5.5. Proses Watermarking Dijital

Secara umum proses watermarking pada citra dijital menggunakan kunci sebagai sarana kepemilikan untuk dapat membuka watermark yang disisipkan melalui encoder yang berisi algoritma penyisipan watermark ke dalam citra dijital.

(14)

Gambar 2.4 Proses Penyisipan Informasi dengan Watermarking Dijital Sumber : Alfatwa (2002).

Proses watermarking dapat didukung dengan proses ekstrasi watermark dari citra ber-watermark. Proses ekstraksi ini bertujuan untuk mendapatkan kembali citra dijital asal dan watermark yang disisipkan dalam citra dijital tersebut. Umumnya proses ekstraksi melibatkan proses pembandingan citra dijital asal dengan citra ber-watermark yang mendapatkan watermark yang disisipkan.

Gambar 2.5 Proses Ekstraksi Watermarking Sumber : Alfatwa (2002). Extraction Key K Test Image It Original Image I Extract Watermark Wk Detection Original Watermark W yes no Embedding Key K Original Image I Watermark Sequence W Watermarked Image Iw

(15)

2.5.6. Metode Watermarking

Watermarking dijital memiliki banyak metode penyisipan informasi. Metode-metode ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

1. Spatial domain watermarking

Merupakan metode watermarking yang menambahkan suatu informasi langsung pada nilai piksel dari sebuah citra. Metode ini sangat sederhana, karena hanya mengubah warna, tingkat cahaya dari piksel citra.

Kelebihan dari watermarking di domain spasial adalah sederhana dan mudah diimplementasikan. Beberapa metode watermarking di domain spasial dapat didasarkan oleh beberapa jenis, yaitu Least Significant Bit (BIT) dan Patchwork. 2. Frequency domain watermarking

Pada frequency domain watermarking, penanaman watermark dilakukan pada koefisien frekuensi dari hasil transformasi citra asalnya. Ada beberapa transformasi yang sering dipakai, yaitu Discrete Cosine Transform (DCT), Discrete Fourier Transform (DFT), dan Discrete Wavelet Transform (DWT). Kelebihan dari metode-metode watermarking berdomain frekuensi adalah teknik ini memiliki sifat lebih baik yang berasal dari sifat spesial domain alternatif untuk menjalani keterbatasan dari metode yang berdasarkan piksel dan mendukung fitur-fitur citra lainnya.

2.5.6.1. Least Significant Bit (LSB)

LSB merupakan metode yang paling sederhana untuk watermarking, tetapi merupakan metode yang paling tidak tahan terhadap segala nilai-nilai intensitas pada

(16)

citra. Metoda ini dilakukan dengan cara mengubah nilai terkanan, yang merupakan nilai tingkat cahaya atau warna dari bit yang bersesuaian.

Hasil rekonstruksi watermarking sangat mirip dengan aslinya, karena hanya mengubah nilai bit terakhir dari data. Tetapi apabila bila orang lain sudah tahu, maka data bit LSB tinggal dibalikkan dan data label akan hilang semuanya. Kelemahan lain metode ini adalah tidak tahan terhadap perubahan data citra, terutama dari kompresi JPEG.

2.5.6.2. Patchwork

Metode ini pertama kali diusulkan dengan pendekatan statistik, yang dikenal sebagai Patchwork, didasarkan pada suatu pseudorandom proses statistik.

Patchwork dengan cara tidak kelihatan (invisibly) melekatkan pada host image dengan pendekatan statistik spesifik, yang mempunyai suatu distribusi Gaussian.

Cara kerja metode ini adalah dengan menanamkan label 1 bit pada citra dijital dengan menggunakan pendekatan statistik. Dengan metode ini, sebanyak n pasang titik (x,y) pada citra dipilih secara acak. Brightness dari x dinaikkan 1 (satu) dan brightness dari pasangannya y diturunkan satu. Nilai harapan dari jumlah perbedaan n pasang titik tersebut adalah 2n.

Patchwork mempunyai ketahanan yang lebih baik dari LSB. Ketahanan terhadap kompresi JPEG dengan parameter kualitas 75%, label tetap dapat dibaca dengan probabilitas kebenaran sebesar 85%.

(17)

2.5.6.3.Discrete Cosine Transform (DCT)

Discrete Cosine Transform (DCT) biasa digunakan untuk mengubah sebuah sinyal menjadi komponen frekuensi dasarnya. DCT pertama kali diperkenalkan oleh Ahmed, Natarajan dan Rao pada tahun 1974 dalam makalahnya yang berjudul “On Image Processing and A Discrete Cosine Transform” (Lestari, 2003).

Discrete Cosine Transform dimensi satu dari sederet n bilangan real s(x), x = 0, ... ,n-1, dirumuskan sebagai berikut (Lestari, 2003) :

n u x x s u C n u S n x 2 ) 1 2 ( cos ) ( ) ( 2 ) ( 1 0 π + =

− = dengan u = 0,..., n-1, di mana lainnya untuk u unuk u C , 0 , 1 2 ) ( 2 1 = ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ = −

Setiap element dari hasil transformasi S(u) merupakan hasil dot product atau inner product dari masukan s(x) dan basis vektor. Faktor konstanta dipilih sedemikian rupa sehingga basis vektornya ortogonal dan ternormalisasi. DCT juga dapat diperoleh dari produk vektor (masukan) dan n x n matriks ortogonal yang setiap barisnya merupakan basis vektor. Delapan basis vektor untuk n = 8 dapat dilihat pada gambar 2.6. Setiap basis vektor berkorespondensi dengan kurva sinusoid frekuensi tertentu.

(18)

Gambar 2.6 Delapan Basis Vektor untuk DCT dengan n=8 Sumber : Lestari (2003).

Barisan s(x) dapat diperoleh lagi dari hasil transformasinya S(u) dengan menggunakan Invers Discrete Cosine Transform (IDCT), yang dirumuskan sebagai berikut :

n u x u C u S n x S n x 2 ) 1 2 ( cos ) ( ) ( 2 ) ( 1 0 π + =

− = dengan x = 0,…,n-1 di mana lainnya untuk u unuk u C , 0 , 1 2 ) ( 2 1 = ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ = −

Persamaan di atas menyatakan s sebagai kombinasi linier dari basis vektor. Koefisien adalah elemen transformasi S, yang mencerminkan banyaknya setiap frekuensi yang ada di dalam masukan s.

DCT dimensi satu berguna untuk mengolah sinyal-sinyal dimensi satu seperti bentuk gelombang suara. Sedangkan untuk citra yang merupakan sinyal dua dimensi, diperlukan versi dua dimensi dari DCT (Watson, 1994). Untuk sebuah matriks n x m, 2-D DCT dapat dihitung dengan cara: 1-D DCT diterapkan pada setiap baris dari s dan kemudian hasilnya dihitung DCT untuk setiap kolomnya.

(19)

Rumus transformasi 2-D DCT untuk s adalah sebagai berikut : m v y n u x y x s v C u C nm v u S n x m y 2 ) 1 2 ( cos 2 ) 1 2 ( cos ) , ( ) ( ) ( 2 ) , ( 1 0 1 0 π π + + =

− = − = dengan u = 0,…,n-1 ; v = 0,…, m-1.

Rumus 2-D DCT di atas sering juga disebut sebagai Forward Discrete Cosine Transform (FDCT). 2-D DCT dapat dihitung dengan menerapkan transformasi 1-D secara terpisah pada baris dan kolomnya, sehingga kita dapat mengatakan bahwa 2-D DCT separable dalam dua dimensi. Seperti pada kasus satu-dimensi, setiap elemen S(u,v) dari transformasi merupakan inner product dari masukan dan basis fungsinya, dalam kasus ini, basis fungsinya adalah matriks n x m. Setiap dua-dimensi basis matriks merupakan outer product dari dua basis vektor satu-dimensinya.

Gambar 2.7 64 Basis Fungsi dari 2D-DCT Matriks 8x8 Sumber : Lestari (2003).

Setiap basis matriks dikarakterisasikan oleh frekuensi spasial horizontal dan vertikal. Frekuensi horizontal meningkat dari kiri ke kanan, dan dari atas ke bawah secara vertikal. Dalam konteks citra, hal ini menunjukkan tingkat signifikansi secara perseptual, artinya basis fungsi dengan frekuensi rendah memiliki sumbangan yang lebih

(20)

besar bagi perubahan penampakan citra dibandingkan basis fungsi yang memiliki frekuensi tinggi. Nilai konstanta basis fungsi yang terletak di bagian kiri atas sering disebut sebagai basis fungsi DC, dan DCT koefisien yang bersesuaian dengannya disebut sebagai koefisien DC (DC coefficient).

Invers Discrete Cosine Transform dimensi dua (2-D IDCT) dapat diperoleh dengan rumus berikut ini :

m v y n u x v C u C v u S nm y x S n x m y 2 ) 1 2 ( cos 2 ) 1 2 ( cos ) ( ) ( ) , ( 2 ) , ( 1 0 1 0 π π + + =

− = − = Dengan u = 0,…,n-1 ; v = 0,…, m-1.

2.5.6.4. Discrete Fourier Transform (DFT)

Discrete Fourier Transform berbeda dengan DCT. Inputan yang digunakan untuk DFT berupa inputan diskrit. DFT sering digunakan untuk watermarking karena memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap suatu ditorsi geometri. Transformasi Fourier dari f(x), didefinisikan sebagai berikut:

[ ]

∞ ∞ − − = f x e dx u F ( ) ( ) jux di mana

1

=

j

Sebaliknya, jika diketahui F(u), maka f(x) dapat diperoleh dengan Invers Fourier Transform berikut: [ ]

∞ ∞ − = F u e du x F ( ) ( ) jux

(21)

Kedua persamaan di atas disebut dengan pasangan Transformasi Fourier. Jika f(x) adalah bilangan real, biasanya F(u) merupakan bilangan kompleks yang bisa diuraikan menjadi:

) ( ) ( ) (u R u jI u F = +

di mana R(u) dan I(u) adalah komponen real dan imajiner dari F(u). Persamaan di atas juga sering dituliskan sebagai:

u j

e

u

F

u

F

(

)

=

(

)

φ

di mana | F(u) | adalah magnitude dari F(u), yang diperoleh dari :

[

]

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = + = − ) ( ) ( tan ) ( ) ( ) ( ) ( 1 2 1 2 2 u R u I u u I u R u F φ

Fungsi magnitude | F(u) | disebut juga spektrum Fourier dari f(x), dan φ (u)

disebut dengan sudut fase dari f(u).

Jika f(x) dijadikan diskrit maka persamaan Discrete Fourier Transform adalah:

− = ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −

=

1 0 2

)

(

1

)

(

N x N ux j

e

x

f

N

x

f

π dan

− = ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡

=

1 0 2

)

(

)

(

N u N ux j

e

u

F

x

f

π

(22)

Berikut ini adalah representasi hasil perhitungan magnitude DFT :

Gambar 2.8 Magnitude Sumber : Ivan (2006).

Seperti yang terlihat pada gambar di atas, lingkaran di tengah citra merupakan area frekuensi rendah, area ini bertanggung jawab terhadap nilai-nilai piksel yang banyak muncul dari suatu citra, kemudian di sudut-sudut merupakan area frekuensi tinggi yang bertanggung jawab terhadap detail dari suatu citra (smoothing dan blurring). Di bagian antara sudut dan pusat merupakan area frekuensi tengah, pada bagian inilah watermark ditanamkan.

2.5.6.5. Discrete Wavelet Transform (DWT)

Transformasi merupakan suatu proses untuk mengubah suatu data ke dalam bentuk lain agar lebih mudah untuk dianalisis. Sebagai contoh, Transformasi Fourier merupakan suatu proses untuk mengubah data ke dalam beberapa gelombang kosinus yang berfrekuensi berbeda. Jadi Transformasi Wavelet adalah proses perubahan sinyal ke dalam berbagai Wavelet basis dengan berbagai fungsi pergeseran dan penyekalaan.

(23)

Discrete Wavelet Transform merupakan pentransformasian sinyal diskrit menjadi koefisien-koefisien Wavelet yang diperoleh dengan cara menapis sinyal dengan menggunakan dua buah tapis yang berlawanan. Kedua tapis tersebut adalah :

a. Tapis perataan atau penyekalan atau disebut juga dengan tapis lolos rendah (low-pass filter).

b. Tapis detil atau tapis lolos tinggi (high-pass filter).

Pada tahap pertama, sinyal dilewatkan pada rangkaian filter high-pass dan low-pass, kemudian setengah dari masing-masing keluaran diambil sebagai sampel melalui operasi sub-sampling. Proses ini disebut sebagai proses dekomposisi satu tingkat. Keluaran dari filter low-pass digunakan sebagai masukan di proses dekomposisi tingkat berikutnya. Proses ini diulang sampai tingkat proses dekomposisi yang diinginkan. Gabungan dari keluaran-keluaran filter high-pass dan satu keluaran filter low-pass yang terakhir, disebut sebagai koefisien wavelet, yang berisi informasi sinyal hasil transformasi yang telah terkompresi. Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa Discrete Wavelet Transform adalah proses dekomposisi citra pada frekuensi sub-band dari citra tersebut, di mana komponen sub-band tersebut dihasilkan dengan cara menurunkan level dekomposisi.

(24)

Gambar 2.9 Dekomposisi Wavelet Diskrit pada Sinyal Satu Dimensi Sumber : Julius (2009).

Output filter yang memiliki respon impulse h(n) dan input x(n) adalah :

−∞ =

=

n k

k

n

h

k

x

n

h

n

x

(

)

(

)

(

)

(

)

Sehingga output dari LPF dan HPF setelah downsampling adalah :

=

n

n

k

g

k

x

k

yHPF

(

)

(

)

(

2

)

=

n

n

k

h

k

x

k

yLPF

(

)

(

)

(

2

)

Di mana g(n) dan h(n) adalah respon impulse dari HPF dan LPF. Dalam dekomposisi wavelet, level maksimum ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

) 2 ln( )) 1 ( / ln( −

= panjang data panjang filter

Level mkas

Pada Transformasi Wavelet Diskrit, terdapat beberapa jenis basis induk Wavelet, seperti Wavelet Haar dan Wavelet Daubechies. Wavelet Haar adalah jenis wavelet yang

(25)

pertama kali dikenal. Wavelet ini juga merupakan jenis wavelet yang paling sederhana. Adapun fungsi dari Wavelet Haar adalah sebagai berikut :

⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎪ ⎨ ⎧ − < ≤ − < ≤ = itu selain t t t 0 1 2 1 1 2 1 0 1 ) (

ψ

Selain itu, fungsi skala dari Wavelet Haar adalah sebagai berikut :

⎩ ⎨ ⎧ − < ≤ = itu selain t t 0 , 1 0 1 ) (

φ

Pada Wavelet Daubechies, terdapat 4 fungsi skala, yaitu :

2 4 3 1 2 4 3 3 2 4 3 3 2 4 3 1 3 2 1 0 − = − = + = + = h h h h

Dari empat fungsi skala tersebut, koefisien fungsi waveletnya adalah

1 2 , 2 , 3 0 h g1 h g h

g = =− = dan g3 =−h0. Setiap langkah dari proses Transformasi Wavelet, akan menggunakan fungsi tersebut. Jika data input memiliki nilai N, maka fungsi wavelet akan diguanakan untuk menghitung dan menghasilkan N/2 output. Dari fungsi-fungsi di atas, dapat dirangkum fungsi skala dari Wavelet Daubechies adalah :

[ ]

2

[

2

1

]

[

2

2

]

[

2

3

]

]

[

0 1 2 3 3 21 3 2 21 2 1 21 1 21 0 1

+

+

+

+

+

+

=

+

+

+

=

+ + +

i

s

h

i

s

h

i

s

h

i

s

h

i

a

s

h

s

h

s

h

s

h

a

(26)

Sementara fungsi umum Wavelet Daubechies adalah :

[ ]

2

[

2 1

]

[

2 2

]

[

2 3

]

] [ 0 1 2 3 3 21 3 2 21 2 1 21 1 21 0 1 + + + + + + = + + + = + + + i s g i s g i s g i s g i c s g s g s g s g c

Dekomposisi pada citra menghasilkan informasi rentang frekuensi yang berbeda yaitu LL, frekuensi rendah-rendah (low-low frequency), LH, frekuensi rendah-tinggi (low-high frequency), HL, frekuensi tinggi -rendah (high-low frquency), dan HH, frekuensi tinggi-tinggi (high-high frequency). Rentang frekuensi LL merupakan rentang taksiran penskalaan, sedangkan rentang frekuensi LH, HL, dan HH merupakan rentang frekuensi detil informasi.

Gambar 2.10 Skala 2-Dimensi Discrete Wavelet Transform Sumber : Alfatwa (2002).

Watermarking dengan menggunakan Discrete Wavelet Transform sering dipilih karena beberapa alasan, yaitu :

• Transformasi Wavelet Diskrit merupakan transformasi yang paling dekat dengan HVS (Human Visual System).

(27)

• Distorsi yang disebabkan oleh domain wavelet dalam perbandingan kompresi tinggi tidak terlalu mengganggu dibandingkan domain lain dalam bit rate yang sama. • Bit-error rate yang rendah. Bit-error rate merupakan perbandingan antara bit yang

salah diekstraksi dengan total bit yang disisipkan.

2.6. Metode Perhitungan Kualitas Citra

Metode yang digunakan pada Watermarking dijital memiliki kelebihan dan kekurangan dalam hal kualitas gambar yang dihasilkan. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menghitung kualitas citra, yaitu :

1. Menghitung Peak Signal-to-Noise Ratio (PSNR)

PNSR merupakan pembanding antara kualitas citra hasil rekonstruksi dengan citra asal. Semakin besar nilai SNR, semakin baik juga kualitas sinyal yang dihasilkan.

Untuk menghitung SNR, pertama kali kita harus menghitung nilai Mean Squared Error (MSE) dari suatu citra hasil rekonstruksi. Root Mean Squared Error (RMSE) adalah akar dari MSE.

[

]

2 2 ) , ( ) , ( N j i F j i f MSE =

− 2

N menyatakan hasil perkalian panjang dan lebar citra dalam piksel. F(i,j) merupakan citra hasil rekonstruksi, sedangkan f(i,j) adalah citra asal. Nilai PSNR dinyatakan dalam skala decibel (dB).

  ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = RMSE PSNR 20log10 255  

(28)

2. Perhitungan galat/error

Perhitungan galat ini merupakan perhitungan presentase jumlah kesalahan pada citra ber-watermark hasil ekstraksi dibandingkan dengan citra watermark asal yang disisipkan, dengan G = presentasi galat, n = jumlah bit watermark yang berbeda dengan bit watermark asal, dan N = panjang bit watermark yang disisipkan.

    x100%

N n G= error

 

Berikut merupakan perbandingan hasil dari transform dari hasil watermarking terhadap suatu citra dengan nilai threshold yang berbeda-beda, yaitu :

Gambar 2.11 Perbandingan Metode-Metode Watermarking dijital Sumber : Gupta et al (2009).

Dari hasil perbandingan di atas, Discrete Cosine Transform memberikan hasil yang lebih baik dari pada transform yang lainnya.

(29)

2.7. Rekayasa Piranti Lunak

Rekayasa piranti lunak menurut Fritz Bauer (Pressman, 2005) adalah penetapan dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dalam rangka mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, yaitu terpercaya dan bekerja efisien pada mesin (komputer). Menurut Pressman (2005) rekayasa piranti lunak mencakup tiga elemen yang mampu mengontrol proses pengembangan piranti lunak, yaitu :

a. Metode-metode (Methods), berfungsi untuk menyediakan cara-cara teknis untuk membangun piranti lunak.

b. Alat-alat bantu (Tools), mengadakan dukungan otomatis atau semi otomatis untuk metode-metode seperti Computer Aided Software Engineering (CASE) yang mengkombinasikan software, hardware, dan software engineering database.

c. Prosedur – prosedur (Procedures), merupakan pengembangan dari metode dan alat bantu.

Kadang-kadang klien hanya memberikan beberapa kebutuhan umum perangkat lunak tanpa detil input, proses atau detil output. Di lain waktu mungkin dimana tim pembangun (developer) tidak yakin terhadap efisiensi dari algoritma yang digunakan, tingkat adaptasi terhadap sistem operasi atau rancangan form tampilan antarmuka. Ketika situasi seperti ini terjadi model prototyping sangat membantu proses pembangunan perangkat lunak.

Meskipun prototyping dapat digunakan sebagai model proses berdiri sendiri (standalone), namun lebih sering digunakan sebagai teknik yang diimplementasikan bersama dengan model-model yang lain. Tanpa memperhatikan cara bagaimana model ini dipakai, paradigma prototyping membantu pengembang dan pengguna untuk

(30)

memiliki pemahaman yang lebih baik tentang apa yang akan dibangun ketika kebutuhan yang diinginkan tidak diuraikan secara jelas.

Paradigma prototyping diawali dengan komunikasi. Pengembang dan pengguna bertemu dan mendefinisikan sasaran-sasaran menyeluruh dari perangkat lunak yang akan dibangun, mengidentifikasi kebutuhan apa saja yang diinginkan. Iterasi prototyping direncanakan secara cepat, demikian juga pemodelan dalam bentuk rancangan segera dibuat. Perancangan yang cepat berfokus pada penggambaran aspek-aspek perangkat lunak yang akan dilihat oleh pengguna, seperti tampilan antarmuka pengguna dengan sistem, atau format tampilan output. Rancangan yang cepat ini akan membawa ke arah pembuatan program (konstruksi) dari prototype. Prototype diserahkan dan dievaluasi oleh pengguna. Umpan balik dari pengguna digunakan untuk memperbaiki kriteria kebutuhan perangkat lunak. Hal ini dilakukan berulang-ulang dimana prototype disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pengguna, sementara pada saat yang sama pengembang memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai apa yang diinginkan pengguna untuk dipenuhi.

Secara ideal, prototype adalah suatu mekanisme untuk mengidentifikasi kebutuhan dari perangkat lunak yang akan dihasilkan. Pada saat prototype ini dikembangkan, pengembang berusaha menggunakan program atau tool yang ada, seperti report generator, windows manager, yang memungkinkan prototype dibuat secara cepat. Prototype berlaku sebagai sistem pengenal, bukan sebagai system yang benar-benar dihasilkan untuk dioperasionalkan. Adalah benar-benar bahwa banyak pengguna dan pengembang yang menyukai model prototyping. Pengguna dapat merasakan sistem yang akan diwujudkan, dan pengembangan dapat membangun sesuatu dengan segera.

(31)

Proses pada model prototyping dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengumpulan kebutuhan : developer dan klien bertemu dan menentukan tujuan umum, kebutuhan yang diketahui dan gambaran bagian-bagian yang akan dibutuhkan berikutnya. Detil kebutuhan mungkin tidak dibicarakan disini, pada awal pengumpulan kebutuhan

2. Perancangan : perancangan dilakukan cepat dan rancangan mewakili semua aspek perangkat lunak yang diketahui, dan rancangan ini menjadi dasar pembuatan prototype.

3. Evaluasi prototype : klien mengevaluasi prototype yang dibuat dan digunakan untuk memperjelas kebutuhan perangat lunak.

Perulangan ketiga proses ini terus berlangsung hingga semua kebutuhan terpenuhi. Prototype-prototype dibuat untuk memuaskan kebutuhan klien dan untuk memahami kebutuhan klien lebih baik. Prototype yang dibuat dapat dimanfaatkan

kembali untuk membangun perangkat lunak lebih cepat, namun tidak semua prototype bisa dimanfaatkan.

Gambar

Gambar 2.2 Matriks 2D Citra Keabuan.
Gambar 2.3  Proses Penulisan dan Pembacaan Kode dari Pembentukan JPEG  Dalam JPEG terdapat beberapa “marker“ sebagai tanda yang memisahkan antar  komponennya yang berukuran 2 bytes, di mana byte pertama selalu bernilai FF16  sedangkan bit kedua bisa berupa
Gambar 2.4 Proses Penyisipan Informasi dengan Watermarking Dijital  Sumber : Alfatwa (2002)
Gambar 2.6 Delapan Basis Vektor untuk DCT dengan n=8  Sumber : Lestari (2003).
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pengaplikasian patah kata yang mampu mendukung kepelbagaian makna dalam puisi-puisi Usman Awang, menjadikan puisi beliau bukan sahaja indah pada indera dengar pembaca tetapi

Permasalahan yang ada di Desa Pokak terkait pengelolaan dana desa, bahwa pada tahap pelaksanaan masyarakat tidak dilibatkan secara aktif dalam proses

Kausilipun ja kilometrikorvauksen mukaan laskettu auto- ja joukkoliikennematkan kokonaiskustannuksen erotus (€) lähimpään kauppakeskukseen tulevassa hinnoittelumallissa...

Neraca pembayaran adalah suatu catatan sistematis mengenai transaksi antar penduduk suatu negara dengan negara lain yang dinilai dalam mata uang pada kurun

Meskipun begitu, alokasi anggaran yang diberikan pemerintah daerah setiap tahun telah melampaui pagu indikatif tahunan se- bagaimana tersebut di atas, tahun 2015 saja

Jika hanya diandalkan pada 1 orang tuo tari dan 4 orang penari yang mampu menarikan tarian tersebut dan tidak diturunkan kepada generasi berikutnya maka adalah

Hasil: Infusa daun rambutan memiliki aktivitas larvasida dengan konsentrasi efektif sebesar 50% yang menyebabkan mortalitas larva 97% serta tidak memiliki perbedaan yang

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kegiatanini adalah Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan komposter anaerobik sederhana yang dapat menunjang proses