BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENJADWALAN DAN PERENCANAAN PROYEK
Penjadwalan dalam pengertian proyek konstruksi merupakan perangkat untuk menentukan aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek dalam urutan serta kerangka waktu tertentu, di mana setiap aktivitas harus dilaksanakan agar proyek selesai tepat waktu dengan biaya yang ekonomis (Callahan, 1992). Penjadwalan meliputi tenaga kerja, material, peralatan, keuangan, dan waktu. Dengan penjadwalan yang tepat maka beberapa macam kerugian dapat dihindarkan seperti keterlambatan, pembengkakan biaya, dan perselisihan.
Setiap kegiatan pada network diagram sebuah proyek selalu diapit oleh dua peristiwa yaitu peristiwa awal saat kegiatan yang bersangkutan dimulai dan peristiwa akhir saat kegiatan yang bersangkutan diselesaikan. Masing-masing peristiwa tersebut memiliki saat paling awal dan saat paling lambat yang pada umumnya satu sama lain berbeda. Rencana pelaksanaan yang pasti atau jadwal kegiatan yang pasti masih harus ditentukan dari alternatif / kemungkinan yang dihadapi. Alternatif tersebut timbul karena adanya perubahan saat paling awal dan saat paling lambat pada masing-masing peristiwa tersebut.
Oleh karena itu sebelum menentukan jadwal suatu kegiatan, harus lebih dahulu diketahui alternatif jadwal kegiatan yang bersangkutan dari network
diagram proyek yang bersangkutan. Jumlah alternatif jadwal kegiatan, disamping ditentukan oleh saat paling lambat dan saat paling awal peristiwa awal ataupun peristiwa akhir, juga ditentukan oleh lama kegiatan dan sifat lama kegiatan. Sifat lama kegiatan dapat konstan ataupun bervariasi mulai dari harga minimum sampai dengan harga maksimum tertentu.
Alternatif jadwal kegiatan tersebut dibatasi oleh dua batas (limit) yaitu: pertama, jadwal terawal yaitu jadwal kegiatan yang dimulai dan diselesaikan seawal mungkin (Tipe I), dan kedua, jadwal paling lambat yaitu jadwal kegiatan yang pelaksanaanya dimulai dan diselesaikan selambat mungkin (Tipe II). Antara kedua batas tersebut terdapat sejumlah alternatif jadwal kegiatan yang banyaknya bergantung pada data yang ada. Salah satu yang terpenting dari alternatif tersebut adalah jadwal kegiatan yang pelaksanaanya menghabiskan free float-nya. Kegiatan yang memiliki free float mempunyai fleksibilitas yang tinggi karena penundaan pekerjaan selama masih kurang dari free Float bisa bebas dilaksanakan.
Dari beberapa kasus yang ada, penjadwalan merupakan alat mutlak yang diperlukan guna menyelesaikan suatu proyek. Unsur utama penjadwalan adalah peramalan (forecasting). Menjadwalkan adalah berfikir secara mendalam melalui berbagai persoalan-persoalan, menguji jalur-jalur yang logis, serta menyusun berbagai macam tugas, menghasilkan suatu kegiatan yang lengkap, dan menulis bermacam-macam kegiatan dalam kerangka yang logis dan rangkaian waktu yang tepat. (Putri Lynna,2005)
Jadwal sebuah proyek bagai sebuah peta dalam perjalanan tanpa membaca peta dengan baik, perjalanan dapat tersesat sehingga menghabiskan banyak waktu, biaya bahan bakar, atau tidak sampai ketujuan karena kehabisan bahan bakar (proyek gagal). Untuk itu, sebelum proyek dimulai sebaiknya seorang manajer yang baik terlebih dahulu merencanakan jadwal proyek agar proyek dapat diselesaikan secara konsisten tepat waktu dan efisien.
Seperti yang dibahas diatas bahwa jadwal bagi proyek bagaikan sebuah peta dalam perjalanan. Karena ini sangat penting dalam penentuan arah dan mengetahui item pekerjaan lebih dahulu dikerjakan atau pekerjaan yang mendahului.
Tujuan dari perencanaan jadwal (Putri Lynna,2005) adalah :
1. Mempermudah perumusan masalah proyek, 2. Menentukan metode atau cara yang sesuai, 3. Agar kelancaran kegiatan lebih terorganisir, 4. Mendapatkan hasil akhir yang optimum.
Manfaat perencanaan tersebut bagi proyek adalah:
1. Mengetahui keterkaitan antar kegiatan,
2. Mengetahui kegiatan yang diperlukan menjadi perhatian (kegiatan kritis), 3. Mengetahui dengan jelas kapan memulai kegiatan dan kapan harus
Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya. Perencanaan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan (Imam Soeharto, 1997). Secara garis besar, perencanaan berfungsi untuk meletakkan dasar sasaran proyek, yaitu penjadwalan, anggaran dan mutu.
Perencanaan merupakan bagian terpenting untuk mencapai keberhasilan proyek konstruksi. Pengaruh perencanaan terhadap proyek konstruksi akan berdampak pada pendapatan dalam proyek itu sendiri. Hal ini dikuatkan dengan berbagai kejadian dalam proyek konstuksi yang menyatakan bahwa perencanaan yang baik dapat menghemat ±40% dari biaya proyek, sedangkan perencanaan yang kurang baik dapat menimbulkan kebocoran anggaran yang sangat besar.
Tidak pernah dijumpai suatu proyek yang semua kegiatannya berjalan sesuai rencana dasar, terutama bagi proyek yang besar dan kompleks. Hal ini disebabkan antara lain pada waktu menyusun perencanaan dasar belum cukup tersedia data dan informasi yang diperlukan sehingga bahan perencanaan sebagian besar didasarkan atas perkiraan dan asumsi keadaan yang akan datang. Sebagai contoh, akan sulit menentukan selama proyek berlangsung mengenai berapa besar berubahnya nilai tukar mata uang, atau kemungkinan adanya pemogokan buruh, perubahan iklim yang tidak menolong, dan lain sebagainya. Oleh karena itu perubahan atau penyimpangan dari rencana selalu terjadi tetapi dengan adanya siklus perencanaan – pengendalian – koreksi terus menerus maka akibat
penyimpangan itu dapat ditekan sekecil mungkin sehingga kesulitan besar untuk mencapai sasaran proyek dapat dihindari.
Sebuah kegiatan jasa konstruksi memiliki pekerjaan yang sangat banyak dan kompleks maka kebutuhan perencanaan dan pengelolaan amat vital. Padahal didalam perencanaan, penjadwalan merupakan salah satu maasalah yang dapat mempengaruhi kinerja pelaksanaan proyek. Karena itu perlu ditentukan penggunaan metode mana yang mempunyai waktu penyelesaian proyek paling pendek. Maka dari itu pemakaian metode penjadwalan sangat berpengaruhi waktu selesainya suatu proyek.
Sering terjadi ketidakpastian persepsi oleh pihak industri konstruksi antara “perencanaan” dan “penjadwalan”. Kedua kata tersebut sering disatukan dan digunakan untuk menyebut jabatan seseorang dalam unit usaha “perencanaan dan penjadwalan”. Arti sesungguhnya dari keduanya sangat berlainan meskipun tetap saling berkaitan. “penjadwalan” digunakan untuk menggambarkan proses dalam proyek konstruksi dan merupakan bagian dari perencanaan. Keterkaitan antara perencanaan dan penjadwalan dapat diilustrasikan sebagai berikut. Perencanaan pondasi dari sebuah bangunan mencakup beberapa fungsi yang terkait, yaitu fungsi estimasi, penjadwalan pengendalian. Perencanaan adalah proses pengambilan keputusan dari berbagai alternatif yang mungkin, misalnya metode konstruksi yang tepat dan urutan kerjanya. Proses ini nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan kegiatan estimasi dan penjadwalan dan selanjutnya sebagai tolak ukur untuk pengendalian proyek. Penjadwalan adalah kegiatan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dan urutan kegiatan
merefleksikan perencanaan dan oleh karenanya perencanaan harus dilakukan lebih dahulu. Hal-hal yang mendasar dari kegiatan perencanaan adalah pencarian informasi dan data, pengembangan dari berbagai alternatif yang mungkin, melakukan analisis dan evaluasi dari berbagai alternatif pelaksanaan dan memberi masukan. (Wulvram,2002)
Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan suatu proyek merupakan kegiatan yang relatif kompleks dan sulit dilakukan karena kita dituntut untuk memperhatikan berbagai aspek seperti waktu, biaya, sumber daya, perkembangan pencapaian tujuan dan masih banyak lagi yang lain. Proyek memang merupakan suatu rangkaian tugas atau kegiatan yang melibatkan berbagai komponen dan sumber daya yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan secara efektif dan efisien. (Putri Lynna,2005)
Dalam proses untuk mencapai tujuan proyek terdapat batasan yang harus dipenuhi biaya atau anggaran, waktu atau jadwal, serta kualitas atau mutu. Tiga hal tersebut merupakan parameter penting dalam penyelengaraan suatu proyek dan sering disebut juga triple constrain.
Triple constrain tersebut yaitu:
1. Biaya atau anggaran
Suatu proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak boleh melebihi anggaran. Proyek berskala besar dan proses pelaksanaannya bertahun-tahun, biayanya tidak hanya ditentukan dalam total proyek, akan tetapi terbagi atas bagian-bagian atau periode tertentu yang jumlahnya
disesuaikan dengan keperluan. Dengan demikian penyelesaian bagian-bagian proyek harus memenuhi sasaran anggaran per-periode.
2. Waktu atau jadwal
Proyek harus dikerjakan sesuai dengan kurun waktu yang telah ditentukan dan penyerahannya tidak boleh melewati batas waktu yang telah ditentukan.
3. Kualitas atau mutu
Hasil kegiatan atau produk harus memenuhi spesifikasi dan kriteria mutu yang telah dipersyaratkan.
Gambar 2.1 Hubungan triple constrain
(Iman Soeharto, 1997:3)
Tiga batasan tersebut diatas bersifat saling bersangkutan dan saling tarik-menarik. Jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah ditentukan, maka secara umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu. Hal ini selanjutnya berakibat pada naiknya biaya sehingga melebihi anggaran. Sebaliknya jika ingin menekan atau memperkecil biaya, maka biasanya harus memperhatikan jadwal atau waktu dan mutu juga.
Biaya
2.2 CPM (CRITICAL PATH METHOD)
2.2.1 Pengertian CPM
CPM adalah metode yang berorientasi pada waktu yang mengarah pada penentuan jadwal dan estimasi waktunya bersifat pasti. Menurut Srivastava (1995:663).
Critical Path Method (CPM) merupakan model kegiatan proyek yang digambarkan dalam bentuk jaringan. Kegiatan yang digambarkan sebagai titik pada jaringan dan peristiwa yang menandakan awal atau akhir dari kegiatan digambarkan sebagai busur atau garis antara titik.
Dalam metode CPM dikenal dengan adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama. Jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan pertama sampai pada kegiatan terakhir proyek (Soeharto, 1999). Lintasan kritis (Critical Path) melalui aktivitas-aktivitas yang jumlah waktu pelaksanaannya paling lama. Jadi, lintasan kritis adalah lintasan yang paling menentukan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan, digambar dengan anak panah tebal (Badri,1997).
Pada saat ini, penjadwalan dengan hanya memperhitungkan durasi dan ketergantungan pekerjaan saja tidak cukup. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam menjadwalkan suatu proyek. Salah satu faktor yang paling menentukan adalah waktu penjadwalan suatu proyek. Oleh karena itu, banyak sekali metode yang
dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, salah satunya adalah metode lintasan kritis.
Lintasan kritis suatu proyek adalah lintasan dalam suatu jaringan kerja sedemikian sehingga kegiatan pada lintasan ini memiliki kelambanan nol. Sedangkan lintasan kritis adalah jalur atau jalan yang dilalui atau dilintasi yang paling menentukan berhasil atau gagalnya suatu pekerjaan. Dengan kata lain lintasan kritis adalah lintasan yang paling menentukan penyelesaian proyek secara keseluruhan.
Lintasan kritis memiliki arti penting dalam pengelolaan proyek karena lintasan kritis merupakan waktu atau durasi penentu penyelesaian proyek. Penundaan atau keterlambatan tugas dalam kategori lintasan kritis menyebabkan penundaan penyelesaian proyek secara keseluruhan. Keterlambatan tugas dalam kategori lintasan non-kritis tidak akan menunda penyelesaian proyek.
CPM Menurut Levin & Kirkpatrick (1972), merupakan metode untuk merencanakan dan mengawasi proyek. CPM merupakan sistem yang paling banyak dipergunakan diantara semua sistem lain yang memakai prinsip pembentukan jaringan. Dengan CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tahap suatu proyek dianggap dan diketahui dengan pasti, demikian pula hubungan antara sumber yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek.
CPM mengasumsikan bahwa umur proyek bisa dipersingkat dengan penambahan sumber daya tenaga kerja, peralatan, modal untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Bila tidak ada ketentuan lain, maka waktu pelaksanaan kegiatan dianggap berada pada kondisi "Normal", waktu pelaksanaan pada kondisi normal dinamakan waktu normal (Tn).Ongkos pelaksanaan suatu kegiatan pada kondisi normal dinamakan biaya normal (Cn). Penambahan tenaga kerja atau kerja lembur bisa mengurangi waktu normal. Penambahan tenaga kerja tersebut berarti penambahan biaya. Waktu normal (Tn) biasanya merupakan waktu terpanjang bagi suatu kegiatan sedangkan biaya normal (Cn) adalah biaya paling murah.
Gambar 2.2 Hubungan Biaya - Waktu Pada Keadaan Normal dan Crash
Bila semua sumber daya yang dipunyai perusahaan dikerahkan sehingga suatu kegiatan bisa diselesaikan secepat mungkin, kegiatan tersebut dikatakan Crashed. Kondisi crashed tidak hanya berhubungan
Crash Cn Cc Cost Slope normal Biaya Tc=5 Tn=10 18 8
dengan waktu tercepat, tetapi juga dengan biaya terbesar. Dalam kondisi crashed waktu pelaksanaan kegiatannya adalah (Tc), dan biayanya (Cc).
Garis yang berhubungan dua titik dalam gambar tersebut dinamakan Cost Slope. Untuk suatu aktivitas mempunyai cost-slope tersendiri.
Cc dan Cn adalah biaya crash dan biaya normal (biaya crashed > biaya normal), Tn dan Tc adalah waktu normal dan waktu crash (waktu normal > waktu crashed) untuk kegiatan yang sama. Cost Minimalis Biaya dan Alokasi Sumber daya Slope menyatakan berapa besar berubahnya biaya bila suatu aktivitas dipercepat atau diperlambat. Kemiringan cost slope akan bertambah bila aktivitas dipercepat penyelesaiannya, dengan ongkos perwaktunya lebih mahal.
2.2.2 Komponen-komponen CPM
1. Diagram Network
Variabel kegiatan dalam membuat diagram network adalah kurun waktu, tanggal mulai dan tanggal berakhir. Bila kegiatan tersebut dijumlahkan kembali akan menjadi lingkup proyek keseluruhan.
a) Peristiwa atau kejadian dan milestone, adalah suatu titik waktu dimana semua kegiatan sebelumnya sudah selesai dan kegiatan sesudah itu dapat dimulai. Peristiwa dalam proyek adalah titik awal dimulainya proyek dan peristiwa akhir adalah titik dimana proyek selesai. Salah satu peristiwa atau event yang penting dinamakan tonggak kemajuan atau milestone.
b) Node i dan node j, yang berada diekor anak panah adalah node i, sedangkan yang dikepala adalah node j. Tetapi node j akan menjadi node i untuk kegiatan berikutnya.
c) Kecuali kegiatan awal maka sebelum suatu kegiatan dapat dimulai, kegiatan terdahulu harus sudah selesai.
d) Dummy merupakan anak panah yang hanya menjelaskan hubungan ketergantungan antara dua kegiatan, tidak memerlukan sumber daya dan tidak membutuhkan waktu.
e) Penyajian grafis jaringan kerja tidak membutuhkan skala, kecuali untuk keperluan tertentu.
Gambar 2.3 Hubungan Kegiatan dalam CPM
Keterangan:
i :Nomor dari lingkaran kegiatan yang merupakan permulaan dari kegiatan yang ditinjau.
j :Nomor dari lingkaran kejadian yang merupakan ujung akhir dari kegiatan yang ditinjau.
L :Durasi kegiatan.
Untuk menyusun network planning digunakan tanda atau simbol sebagai berikut: LETi EETi i LETj EETj j Kegiatan i-j L
a) Anak panah (arrow)
Adalah lambang aktifitas atau kegiatan. Anak panah menggambarkan keterkaitan antar kegiatan proyek atau urutan kegiatan yang harus diselesaikan. Kegiatan ini memerlukan jangka waktu tertentu dengan menggunakan sumber daya.
b) Lingkaran kecil (node)
Menyatakan suatu kegiatan, peristiwa atau event. Kejadian didefinisikan sebagai ujung atau pertemuan dari satu atau lebih kegiatan.
c) Anak panah sejajar (double arrow)
Merupakan yang menunjukkan kegiatan dilintasan kritis.
d) Anak panah terputus-putus (dummy)
Menunjukan kaitan antara dua kegiatan yang satu harus menunggu selesainya satu kegiatan lain/kegiatan semu. Dummy berfungsi untuk membatasi mulainya kegiatan. Dummy tidak mempunyai durasi karena tidak memakai atau menghabiskan sumber daya.
2. Hubungan antar simbol dan urutan kegiatan
Dalam proses perhitungan dengan metode CPM dikenal adanya beberapa parameter sebagai berikut:
a. EET (Earliest Event Time / Saat Paling Awal) : Saat paling cepat atau paling awal peristiwa / node / event mungkin terjadi, yang berarti
waktu paling cepat suatu kegiatan yang berasal dari node tersebut dapat dimulai karena menurut aturan dasar suatu kegiatan baru dapat dimulai bila kegiatan-kegiatan terdahulu selesai.
b. EETi : Saat paling cepat peristiwa yang mungkin terjadi, maksudnya waktu mulai paling awal suatu kegiatan. Bila waktu kegiatan dinyatakan dalam hari, maka waktu ini merupakan hari pertama kegiatan dimulai.
c. EETj : Saat paling cepat peristiwa terakhir mungkin terjadi, berarti waktu selesai paling awal suatu kegiatan. Bila hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EETj kegiatan terdahulunya merupakan EETi kegiatan berikutnya.
Untuk sebuah kegiatan menuju ke sebuah peristiwa:
Gambar 2.4 Hubungan EET Satu Kegiatan Menuju Ke Satu Peristiwa
Rumus : EETj = EETi + L Keterangan : X = Kegiatan EETi i EETj j X L
J = Peristiwa akhir kegiatan X
I = Peristiwa awal kegiatan X
L = Lama kegiatan X yang diperkirakan
EETi = Saat paling awal peristiwa awal
EETj = Saat paling awal peristiwa akhir
Untuk sebuah kegiatan menuju ke sebuah peristiwa
Gambar 2.5 Hubungan EET Beberapa Kegiatan Menuju Ke Satu Peristiwa
Rumus :
EETj = (EETin + Ln) maksimum
Keterangan : n = Nomor kegiatan (n = 1,2,3…….z) Xn = Nma kegiatan ke – n X2 L2 L1 X1 EETi2 EETj j EETi1 i1 i2
j = Peristiwa akhir bersama dari semua kegiatan Xn
in = Peristiwa awal kegiatan Xn
EETin = Saat paling awal peristiwa awal dari kegiatan Xn
Ln = Lama kegiatan Xn yang diperkirakan
EETj =Saat paling awal peristiwa akhir seluruh kegiatan.
LET (Latest Event Time/Saat Paling Lambat) : Saat paling lambat suatu peristiwa boleh terjadi, berarti waktu paling lambat yang masih diperbolehkan bagi suatu peristiwa terjadi.
a. LETi : Saat paling lambat peristiwa awal boleh terjadi atau waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai, yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek secara keseluruhan.
b. LETj : Saat paling lambat peristiwa akhir boleh terjadi, berarti waktu paling akhir kegiatan boleh selesai tanpa memperlambat penyelesaian proyek.
Untuk sebuah kegiatan keluar dari sebuah peristiwa
Gambar 2.6 Hubungan LET Sebuah Kegiatan Keluar dari Satu Peristiwa LETi i LETj j X L
Rumus :
LETi = LETj – L
Keterangan:
X = Kegiatan
j = Peristiwa akhir kegiatan X
i = Peristiwa awal kegiatan X
L = Lama kegiatan X yang diperkirakan
LETi = Saat paling lambat peristiwa awal
LETj = Saat paling lambat peristiwa akhir.
Untuk beberapa kegiatan keluar dari sebuah peristiwa
Gambar 2.7 Hubungan LET Beberapa Kegiatan Keluar dari Satu Peristiwa LETj2 LETj1 j1 X1 L1 X2 L2 LETi i j2
Rumus :
LETi = (LETjn - Ln) minimum
Keterangan:
n = Nomor kegiatan (n = 1,2,3…….z)
Xn = Nama kegiatan ke – n
i = Peristiwa awal bersama dari semua kegiatan n
jn = Peristiwa akhir masing-masing kegiatan n
LETjn = Saat paling lambat peristiwa akhir kegiatan Xn
Ln = Lama kegiatan Xn yang diperkirakan
LETi = Saat paling lambat peristiwa awal kegiatan
3. Jalur Kritis
Peristiwa kritis adalah peristiwa yang tidak mempunyai tenggang waktu EET-nya sama dengan LET-nya. Sedangkan kegiatan kritis adalah kegiatan yang sangat sensitif terhadap keterlambatan, sehingga bila sebuah kegiatan kritis terlambat satu hari saja, sedang kegiatan lainnya tidak, maka proyek akan mengalami keterlambatan selama satu hari. Sifat kritis ini disebabkan karena kegiatan tersebut harus dimulai dan harus selesai pada satu saat.
Kesimpulannya berarti :
EETi = LETi EETj = LETj
Karena harus dimulai pada suatu saat awal saja dan selesai suatu saat akhir saja dan tidak ada alternatif saat lainnya, maka :
EETi + L = EETj LETi + L = LETj
Keterangan:
L = Lama kegiatan kritis
EETi = EET peristiwa awal
EETj = EET peristiwa akhir
LETi = LET peristiwa awal
LETj = LET peristiwa akhir
Lintasan kritis adalah lintasan yang terdiri dari kegiatan-kegiatan kritis, peristiwa-peristiwa kritis, dan dummy. Tujuan mengetahui lintasan kritis adalah untuk mengetahui dengan cepat kegiatan dan peristiwa yang tingkat kepekaannya paling tinggi terhadap keterlambatan pelaksanaan, sehingga setiap saat dapat ditentukan tingkat prioritas kebijaksanaan proyek, yaitu terhadap kegiatan kritis dan hampir kritis. Dalam mengidentifikasikan jalur kritis perhitungan waktu pada suatu jaringan kerja dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :
a) Perhitungan maju
Hitungan maju adalah cara perhitungan waktu mulai dari selesai suatu kegiatan dalam rangkaian jaringan kerja hanya mempergunakan EETi, EETj, dan L. Aturan dalam hitungan maju.
Kecuali kegiatan awal, maka suatu kegiatan baru dapat dimulai bila kegiatan yang mendahuluinya telah selesai.
Rumus :
EETj = EETi + L
Bila suatu kegiatan memiliki dua atau lebih kegiatan menggabung, maka EETj kegiatan tersebut adalah EETi yang terbesar dari kegiatan terdahulu.
b) Perhitungan mundur
Perhitungan mundur dimaksudkan untuk mengetahui waktu paling akhir kegiatan masih dapat dimulai dan mengakhiri masing-masing kegiatan. Hitungan mundur dimulai dari ujung kanan suatu jaringan kerja atau waktu akhir penyelesaian proyek. Aturan dalam hitungan mundur
Bila hanya ada satu kegiatan yang keluar dari peristiwa, maka waktu paling akhir dari kegiatan tersebut sama dengan waktu selesai paling akhir dikurangi dengan kurun waktu kegiatanya.
Rumus :
LETi = LETj – L
Bila suatu kegiatan memiliki dua atau lebih yang mengikuti, maka LETi kegiatan tersebut adalah sama dengan LETj kegiatan berikutnya yang terkecil.
4. Tenggang Waktu Kegiatan
Tenggang waktu kegiatan adalah jangka waktu yang merupakan ukuran batas toleransi keterlambatan kegiatan. Dengan ukuran ini dapat diketahui karakteristik pengaruh keterlambatan terhadap penyelenggaraan proyek dan terhadap pola kebutuhan sumber daya dan biaya.
a) Syarat menghitung tenggang waktu kegiatan adalah:
Telah ada network diagram yang tepat yaitu terdiri dari kegiatan, peristiwa, dan dummy (bila diperlukan) yang jumlahnya tepat, hubungan logika antar kegiatan memenuhi persyaratan, dan nomor-nomor peristiwanya memenuhi persyaratan.
Lama kegiatan perkiraan masing-masing telah ditentukan.
Telah dihitung EET dan LET semua peristiwa. b) Float
Float merupakan sejumlah waku yang tersedia dalam suatu kegiatan, sehingga memungkinkan penundaan atau perlambatan kegiatan secara
sengaja / tidak sengaja, tetapi penundaan tersebut tidak menyebabkan proyek menjadi terlambat dalam penyelesainnya. Ada tiga macam bentuk tenggang waktu kegiatan yaitu :
Total Float (TF) : Pada penyusunan dan perencanaan jadwal proyek,
arti penting dari total Float adalah menunjukan jumlah waktu yang diperkenankan suatu kegiatan boleh ditunda tanpa mempengaruhi jadwal proyek secara keseluruhan.
Rumus :
TF = LETj - L – EETi
Free Float (FF) : adalah jangka waktu antara saat paling awal
peristiwa akhir (EETj) kegiatan yang bersangkutan dengan saat selesainya kegiatan yang bersangkutan, bila kegiatan tersebut dimulai pada saat paling awal (EETi).
Rumus :
FF = EETj - L – EETi
5. Limit jadwal kegiatan
a) Keadaan jadwal paling awal
Merupakan keadaan pada saat pelaksanaan kegiatan dimulai dan diselesaikan seawal mungkin. Ini berarti bahwa kegiatan tersebut tidak mungkin dilaksanakan sebelum saat paling awal kegiatan yang
bersangkutan. Keadaan ini selanjutnya disebut jadwal tipe I dan disebut juga hari mulai satu (HM1), dan hari penyelesaian kegiatan tersebut adalah hari selesai satu (HS1).
Rumus :
HM1 = EET1+1 HS1= EET1+L
b) Keadaan jadwal paling lambat
Merupakan keadaan pada saat pelaksanaan kegiatan dimulai dan diselesaikan selambat mungkin. Oleh karena itu kegiatan tersebut tidak boleh berlangsung melebihi saat paling lambatnya, agar proyek tidak mengalami keterlambatan. Hari mulai jadwal tipe II disebut hari mulai dua (HM2) dan hari penyelesaian disebut hari penyelesaian dua (HS2).
Rumus :
HM2 = LETj+L+1
HS2 = EETj
(Tubagus haedar ali, 1997, 111)
Setelah diperoleh durasi waktu tiap-tiap kegiatan, dari hitungan maju maupun mundur, dapat dianalisis tenggang waktu aktifitas kegiatan tersebut. Dengan menganalisis Float dapat diketahui batas toleransi keterlambatan itu apakah dapat mempengaruhi proyek atau tidak.
2.2.3 Metodologi CPM
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. (Arikunto, 2000:309). Untuk mempermudah analisis dalam penelitian ini maka diperlukan data-data yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan proyek pembangunan. Data-data tersebut antara lain : Rencana kerja dalam bentuk kurva S, Rencana Angaran Biaya (RAB), item pekerjaan dan volume pekerjaan beserta harga satuan pekerjaan, dan data lain yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Langkah-langkah analisis dengan metode CPM adalah sebagai berikut :
1) Pengumpulan data baik di lingkungan proyek maupun dari instansi terkait.
2) Menguraikan jenis kegiatan menjadi kegiatan atau kelompok kegiatan yang merupakan komponen proyek.
3) Menyusun hubungan ketergantungan antara kegiatan-kegiatan yang terlibat dalam pelaksanaan dan menjadikannya mata rantai dengan urutan yang sesuai dengan logika ketergantungan tersebut. Urutan ini dapat berbentuk seri atau paralel.
4) Membuat diagram network untuk tiap kegiatan-kegiatan pada pelaksanaan proyek.
5) Menentukan kurun waktu bagi masing-masing kegiatan yang dihasilkan dari penguraian lingkup proyek. Umumnya satuan waktu yang digunakan adalah hari. Penentuan kurun waktu kegiatan tergantung dari volume pekerjaan, sumber daya, ruangan, dan produktifitas jam kerja perhari kerja.
6) Menentukan atau mengidentifikasi jalur kritis dan Float pada jaringan kerja.
7) Analisa waktu yang dilakukan yaitu dengan membuat tolak ukur waktu pada saat paling awal / EET dan pada saat paling lambat / LET.
8) Setelah diperoleh diagram network dengan tolak ukur yang menunjukan EET dan LET, maka kita dapat membandingkan antara perencanaan atau jadwal dari pihak kontraktor dengan hasil analisis ini.
9) Pengambilan kesimpulan dari hasil analisis yang dilakukan dan merupakan jawaban atas rumusan masalah.
2.2.4 Manfaat CPM
Menurut Badri (1997:24) manfaat yang diperoleh jika mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut:
a) Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh proyek tertunda penyelesaiannya.
b) Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya bila pekerjaan-pekerjaan yang ada dilintasan kritis dapat dipercepat.
c) Pengawasan atau kontrol hanya diperketat pada lintasan kritis saja, sehingga pekerjaan-pekerjaan dilintasan kritis perlu pengawasan ketat agar tidak tertunda dan kemungkinan di trade off (pertukaran waktu dengan biaya yang effisien) dan crash program (diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya atau lembur.
Time slack (kelonggaran waktu) terdapat pada pekerjaan-pekerjaan yang tidak dilalui oleh lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer untuk memindahkan tenaga kerja, alat-alat, dan biaya-biaya kepekerjan-pekerjaan dilintasan kritis demi efisiensi.
2.2.5 Kelebihan dan Kelemahan CPM
1. Kelebihan CPM
a. Menghemat waktu dan biaya proyek, b. Alat komunikasi yang efektif,
c. Sangat berguna untuk mengetahui pekerjaan mana yang bersifat kritis,
d. Dapat digunakan untuk menghitung toleransi keterlambatan suatu pekerjaan yang tidak bersifat kritis.
2. Kelemahan CPM
a. Pekerjaan yang terlalu banyak, b. Penilaian durasi pekerjaan,
c. Penilaian interdependensi pekerjaan,
d. Pembuatan dan pembacaan jadwal yang jauh lebih sulit.
2.3 PERT
2.3.1 Pengertian PERT
PERT merupakan singkatan dari Program Evaluation and Review Technique (teknik menilai dan meninjau kembali program). Teknik PERT adalah suatu metode yang bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi adanya penundaan, maupun gangguan produksi, serta mengkoordinasikan berbagai bagian suatu pekerjaan secara menyeluruh dan mempercepat selesainya proyek (Levin, 1972).
Metode PERT tidak hanya memungkinkan pengguna untuk menghitung durasi proyek yang paling mungkin terjadi, namun juga memungkinkan pengguna untuk menghitung kemungkinan (probabilitas) proyek, atau sebagian proyek yang akan diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.
Metode CPM, PDM dan PERT adalah metode deterministik, yang artinya semua nilai yang dihitung baik itu waktu kegiatan, durasi pekerjaan, dan lain-lain, semuanya ditentukan dari data yang digunakan.
Metode probabilistik yang digunakan dalam metode PERT memberikan kesempatan pada prosedur perhitungan untuk meningkatkan keakuratan nilai dari hasil yang perhitungan durasi proyek. Hasil yang lebih akurat ini didapat karena metode deterministik biasanya membutuhkan
asumsi yang akan mempermudah proses perhitungan. Dengan adanya nilai-nilai asumsi tersebut maka didapatkanlah nilai-nilai yang lebih akurat.
Metode PERT dikembangkan sebagai metode yang berorientasi pada kejadian. Secara teknis, waktu yang di taksir / perkirakan adalah waktu yang diperlukan suatu kejadian.
Metodologi PERT divisualisasikan dengan suatu grafik atau bagan yang melambangkan ilustrasi dari sebuah proyek. Diagram jaringan ini terdiri dari beberapa titik (nodes) yang merepresentasikan kejadian (event) atau suatu titik tempuh (milestone). Titik-titik tersebut dihubungkan oleh suatu vektor (garis yang memiliki arah) yang merepresentasikan suatu pekerjaan (task) dalam sebuah proyek. Arah dari vektor atau garis menunjukan suatu urutan pekerjaan.
Adapun langkah awal dalam melakukan perencanaan dengan menggunakan metode PERT ialah mengidentifikasi aktivitas (activity) dan titik tempuhnya (milestone), kemudian menetapkan urutan pengerjaan dari aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan. Setelah urutan pekerjaan didapat langkah selanjutnya adalah memperkirakan waktu pengerjaannya, bisa dalam satuan hari, minggu atau bulan.
Pada tahap ini ada 3 variabel yang digunakan yaitu ta, tb, dan tm. ta merupakan waktu optimis, yaitu kondisi dimana proyek berjalan tanpa adanya kendala sama sekali sehingga proyek berjalan lebih cepat dari jadwal yang ditentukan. tb merupakan waktu pesimis, yaitu waktu dimna proyek berjalan penuh hambatan dan kendala sehingga proyek berjalan sangat
lambat. tm merupakan waktu yang paling memungkinkan untuk terjadi, artinya proyek berjalan pada kondisi yang wajar dimana beberapa kali dijumpai adanya kendala. Setelah perkiraan waktu pengerjaan didapat, ditetapkanlah suatu jalur kritis (critical path),
Suatu jalur kritis bisa didapatkan dengan menambah waktu suatu aktivitas pada tiap urutan pekerjaan dan menetapkan jalur terpanjang pada tiap proyek. Biasanya sebuah jalur kritis terdiri dari pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa ditunda waktu pengerjaannya.
Berdasarkan jalur kritis yang didapat dari Network Diagram, dapat ditentukan waktu tercepat yang diharapkan dan waktu terlama penyelesaian pekerjaan yang diperbolehkan.
2.3.2 Penentuan Urutan Pekerjaan
Perencanaan suatu proyek pelaksanaan terdiri dari tiga tahap,yaitu:
1. Membuat uraian-uraian kegiatan, menyusun logika urutan kejadian-kejadian, menentukan syarat-syarat pendahuluan, menguraikan interaksi dan interdependensi antara kegiatan-kegiatan.
2. Penaksiran waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tiap kegiatan, menegaskan kapan suatu kegiatan berlangsung dan kapan berakhir. 3. Menetapkan alokasi biaya dan peralatan guna pelaksanaan tiap
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan urutan pekerjaan suatu proyek konstruksi, yaitu : Predecessor adalah pekerjaan (aktivitas) sebelumnya atau yang pekerjaan yang mendahului pekerjaan yang bersangkutan. Successor / followers, adalah semua pekerjaan yang dilakukan setelah pekerjaan yang bersangkutan selesai. Dan Concurrent, adalah pekerjaan ataupun kegiatan-kegiatan yang dapat berlangsung dan dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan yang bersangkutan.
2.3.3 Komponen-komponen PERT
Komponen-komponen dalam pembuatan PERT adalah :
a. Kegiatan (activity)
Suatu pekerjaan / tugas dimana penyelesaiannya memerlukan periode waktu, biaya, serta fasilitas tertentu. Kegiatan ini diberi simbol tanda panah. b. Peristiwa (event)
Menandai permulaan dan akhir suatu kegiatan. Peristiwa diberi simbol lingkaran (nodes) dan nomor, dimana nomor dimulai dari nomor kecil bagi peristiwa yang mendahuluinya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan network PERT:
1) Sebelum suatu kegiatan dimulai, semua kegiatan yang mendahului harus sudah selesai dikerjakan.
2) Anak panah menunjukkan urutan dalam mengerjakan pekerjaan. 3) Nodes diberi nomor supaya tidak terjadi penomoran nodes yang
4) Dua buah peristiwa hanya bisa dihubungkan oleh satu kegiatan (anak panah).
5) Network hanya dimulai dari suatu kejadian awal yang sebelumnya tidak ada pekerjaan yang mendahului dan network diakhiri oleh satu kejadian saja.
Berikut adalah penjelasan network PERT melalui contoh gambar.
1) Sebuah kegiatan (activity) merupakan proses penyelesaian suatu pekerjaan selama waktu tertentu dan selalu diawali oleh node awal dan di akhiri oleh node akhir yaitu saat tertentu atau event yang menandai awal dan akhir suatu kegiatan.
Gambar 2.8 Notasi network PERT
2) Kegiatan B baru bias dimulai setelah kegiatan A selesai
Gambar 2.9 Hubungan kegiatan pada network PERT
1 2 3
B A
Node awal kegiatan Node akhir kegiatan
Kegiatan
3) Kegiatan C baru bisa mulai dikerjakan setelah kegiatan A dan B selesai.
Gambar 2.10 Hubungan kegiatan pada network PERT
c. Waktu Kegiatan (activity time)
Activity time adalah kegiatan yang akan dilaksanakan dan berapa lama waktu penyelesaiannya. Ada 3 estimasi waktu yang digunakan dalam penyelesaian suatu kegiatan:
1) Waktu optimistik (ta), 2) Waktu realistik (tm), 3) Waktu pesimistik (tb).
d. Taksiran Waktu Penyelesaian Kegiatan
Ketiga estimasi waktu kemudian digunakan untuk mendapatkan waktu kegiatan yang diharapkan (expected time) dengan rumus:
6 4tm tb ta
te
Untuk menghitung varians waktu penyelesaian kegiatan, maka dihitung dengan rumus:
1 C B A 4 2 3
2 6 tb ta v
PERT menggunakan varians kegiatan jalur kritis untuk membantu menentukan varians proyek keseluruhan. Varians proyek dihitung dengan menjumlahkan varians kegiatan kritis :
kritis) jalur pada kegiatan (varians proyek varians 2 p e. Penjadwalan Proyek 2.3.4 Metodologi PERT
PERT merupakan metode yang digunakan dalam analisis network. Analisis network bertujuan untuk membantu dalam penjadwalan dan pengawasan kompleks yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Hal ini dilakukan agar perencanaan dan pengawasan semua kegiatan itu dapat dilakukan secara sistematis, sehingga dapat diperoleh efisiensi kerja. Metodologi PERT divisualisasikan dengan suatu grafik atau bagan yang melambangkan ilustrasi dari sebuah proyek. Diagram jaringan ini terdiri dari beberapa titik (nodes) yang merepresentasikan kejadian (event). Titik-titik tersebut dihubungkan oleh suatu vektor (garis yang memiliki arah) yang merepresentasikan suatu pekerjaan (task) dalam sebuah proyek. Arah dari garis menunjukan suatu urutan pekerjaan. Ada dua pendekatan untuk menggambarkan jaringan proyek, yaitu:
a. Kegiatan pada titik (activity on node – AON)
Pada AON, titik menunjukkan kegiatan.
Gambar 2.11 Hubungan peristiwa dan kegiatan pada AON
b. Kegiatan pada panah (activity on arrow – AOA)
Pada AOA, panah menunjukkan aktivitas.
Gambar 2.12 Hubungan peristiwa dan kegiatan pada AOA
AOA kadang-kadang memerlukan tambahan kegiatan dummy untuk memperjelas hubungan. Kegiatan dummy adalah kegiatan yang sebenarnya tidak nyata, sehingga tidak membutuhkan waktu dan sumberdaya. Dummy digambarkan dengan garis putus-putus dan diperlukan bila terdapat lebih dari satu kegiatan yang mulai dan selesai pada event yang sama. Kegunaan dari kegiatan dummy (semu) yaitu:
a. Untuk menunjukkan urutan pekerjaan yang lebih tepat bila suatu kegiatan tidak secara langsung tergantung pada suatu kegiatan lain.
Keg.A Keg.B
b. Untuk menghindari network dimulai dan diakhiri oleh lebih dari satu peristiwa dan menghindari dua kejadian dihubungkan oleh lebih dari satu kegiatan.
2.3.5 Kelebihan dan kelemahan PERT
1) Kelebihan pada metode PERT
a. Berguna pada tingkat manajemen proyek. b. Secara matematis tidak terlalu rumit.
c. Menampilkan secara grafis menggunakan jaringan untuk menunjukkan hubungan antar kegiatan.
d. Dapat ditunjukkan jalur kritis, jalur yang tidak ada slack nya atau halangan.
e. Dapat memantau kemajuan proyek.
f. Dapat diketahui waktu seluruh proyek akan diselesaikan.
g. Mengetahui apa saja kegiatan kritis yaitu kegiatan yang akan menunda proyek jika terlambat dikerjakan.
h. Apa kegiatan non-kritis : kegiatan yang boleh dikerjakan terlambat.
i. Mengetahui probalilitas proyek selesai pada waktu tertentu. j. Mengetahui jumlah uang yang dibelanjakan sesuai rencana
sesuai dengan proyek tersebut.
k. Efisiensi jumlah sumberdaya yang ada dapat menyelesaikan proyek tepat waktu.
2) Kelemahan PERT
a. Kegiatan proyek harus didefinisikan dengan jelas.
b. Hubungan antar kegiatan harus ditunjukkan dan dikaitkan. c. Perkiraan waktu cenderung subyektif oleh perancang PERT. d. Terlalu fokus pada jalur kritis, jalur yang terlama dan tanpa
hambatan.
2.3.6 Manfaat PERT
1) Mengetahui ketergantungan dan keterhubungan tiap pekerjaan dalam suatu proyek.
2) Dapat mengetahui implikasi dan waktu jika terjadi keterlambatan suatu pekerjaan.
3) Dapat mengetahui kemungkinan untuk mencari jalur alternatif lain yang lebih baik untuk kelancaran proyek.
4) Dapat mengetahui kemungkinan percepatan dari salah satu atau beberapa jalur kegiatan.
5) Dapat mengetahui batas waktu penyelesaian proyek.
2.4 PERBEDAAN CPM DAN PERT
Ada beberapa perbedaan yang dimiliki antara dua metode itu, yaitu metode CPM dan PERT. Baik dalam penggunaan durasi maupun manfaat nya. Adapun perbedaan kedua metode tersebut seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Perbedaan CPM dan PERT
No. PERT CPM
1.
Menggunakan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan. Yaitu, waktu tercepat,terlama dan terlayak/paling memungkinkan.
Hanya menggunakan satu perkiraan waktu yaitu waktu yang paling tepat dan layak untuk menyelesaikan suatu proyek,
2. Penekanan pada tepat waktu Penekanan pada tepat biaya
3.
Anak panah menunjukkan tata urutan (hubungan presidential)
Anak panah menunjukkan kegiatan
4.
Memusatkan perhatian pada penemuan waktu penyelesaian kegiatan yang bersifat probabilistic sehingga waktu penyelesaian proyek bisa dianalisis dengan menggunakan hukum-hukum statistik.
Memusatkan perhatian pada penemuan waktu percepatan suatu kegiatan dengan biaya minimum agar proyek bisa selesai dalam waktu tertentu.
5.
Digunakan pada proyek yang taksiran waktu kegiatannya tidak bisa dipastikan.
Digunakan apabila taksiran waktu pengerjaan setiap kegiatan dapat diketahui dengan baik,dimana penyimpangannya relatif kecil atau dapat diabaikan.
2.5 PERSAMAAN CPM DAN PERT
1) Menggunakan diagram anak panah untuk menggambarkan kegiatan, perencanaan, dan pengendalian proyek.
2) Mengenal istilah jalur kritis dan Float (slack).
3) Memerlukan prasyarat dalam melaksanakan kegiatan.
4) Mendeskripsikan aktifitas proyek dalam jaringan kerja dan mampu dilakukan berbagai analisis untuk pengambilan keputusan tentang waktu, biaya, serta penggunaan sumber daya.
2.6 REVIEW PENELITIAN TERDAHULU
1. Menurut Joakem Ndeo (2013) dalam “Analisi Durasi Proyek Jalan dengan Penggabungan Metode CPM dan PERT (Studi Kasus Pada Ruas Jalan Dalam Kota Lewoleba Kabupaten Lembata – Provinsi Nusa Tenggara Timur)”, pada perhitungan durasi proyek dengan menggunakan penggabungan metode Critical Path Method (CPM) dan Program Evaluation and Review Technique (PERT), di dapat:
a. Paket I :Durasi tidak optimal, dari 175 HK naik menjadi 180 HK
b. Paket II : Durasi tidak optimal, dari 128 HK naik menjadi 135 HK
c. Paket III : Durasi optimal, dari 100 HK turun menjadi 99 HK
d. Paket IV : Durasi tidak optimal, dari 70 HK naik menjadi 99 HK
e. Paket V : Durasi tidak optimal, dari 68 HK naik menjadi 76 HK
f. Paket VI : Durasi tidak optimal, dari 64 HK naik menjadi 75 HK
g. Paket VII : Durasi tidak optimal, dari 60 HK naik menjadi 62 HK
h. Paket VIII : Durasi tidak optimal, dari 73 HK naik menjadi 106 HK
Dari 8 (delapan) paket proyek jalan dalam Kota Lewoleba yang diteliti didapat hanya 1 (satu) yaitu paket III yang durasinya paling optimal dan ada efisiensi cost.
2. Menurut Petrus Maranresy,Bonny F.Sompie, dan Pingkan Pratasis (2015) dalam “Sistem Pengendalian Waktu pada Pekerjaan Konstruksi Jalan Raya dengan Menggunakan Metode CPM”, Berdasarkan hasil penelitian terhadap 20 item pekerjaan konstruksi jalan raya di Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dari Desa Arui Das sampai Desa Arma, tentang sistem pengendalian waktu pada pekerjaan konstruksi jalan raya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Proyek mengalami keterlambatan 3 hari (10%), pada pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas B tahap dua, sehingga total umur
perkiraan proyek sebesar 178 hari dari umur rencana proyek yaitu 175 hari kerja.
b. Percepatan durasi pada pekerjaan Lapis Resap Pengikat Aspalt Cair dapat dipakai karena durasi percepatan (d’s) 7 hari yang dibutuhkan lebih kecil atau sama dengan durasi rencana pekerjaan Lapis Resap Pengikat Aspalt Cair yaitu 7 hari, hal ini disebabkan karena Pekerjaan tersebut memiliki Total Float atau tenggang waktu 0.
c. Percepatan durasi pada pekerjaan Laston Lapis Pondasi (ARS-Base) dapat dipakai karena durasi percepatan (d’s) 34 hari yang dibutuhkan lebih kecil dari durasi rencana pekerjaan Laston Lapis Pondasi (ARS-Base) yaitu 35 hari, hal ini disebabkan karena Pekerjaan tersebut memiliki Total Float atau tenggang waktu 0. d. Percepatan durasi pada pekerjaan Timbunan Pilihan dapat dipakai
karena durasi percepatan (d’s) 14 hari yang dibutuhkan lebih kecil dari durasi rencana pekerjaan Timbunan Pilihan yaitu 14 hari, hal ini disebabkan karena Pekerjaan tersebut memiliki Float atau tenggang waktu 0.
3. Menurut Sugiyarto, Siti Qomariyah, dan Faizal hamzah (2013) dalam “Analisi Network Planning dengan CPM (Critical Path Method) dalam rangka Efisiensi Waktu dan Biaya Proyek”, Dengan penggunaan metode CPM ini menghasilkan satu jalur kritis dengan 18 kegiatan dan dua kurva S yaitu untuk jadwal kegiatan paling awal dan paling lambat. Hasil perhitungan dengan metode CPM membutuhkan waktu 135 hari dengan
biaya Rp. 979.239.000,- sedangkan perhitungan yang dilakukan oleh CV. Catur Tunggal membutuhkan waktu 150 hari dengan biaya Rp. 1.001.454.000,-. Berdasarkan metode CPM menghemat waktu penyelesaian proyek 15 hari (10%) dan biaya sebesar Rp. 22.215.000,-.
4. Menurut Dewi Taurusyanti, dan muh.Fikri Lesmana (2015) dalam “Optimalisasi Penjadwalan Proyek Jembatan Girder Guna Mencapai Efektifitas Penyelesaian dengan Metode PERT dan CPM pada PT Buana Masa Metalindo”,
a) Peluang/probabilitas pencapaian target waktu penyelesaian proyek yang diharapkan yaitu, 35 hari adalah 99,98% dengan nilai Z atau peluang 3.653970257.
b) Percepatan durasi proyek dilakukan dengan menggunakan tiga alternatif, yaitu penambahan tenaga kerja, jam lembur dan sub-kontrak. Total biaya dengan penambahan tenaga kerja adalah Rp48,650,000.00 pada durasi 35 hari kerja, biaya proyek dengan kerja lembur adalah Rp56,105,000.00 pada durasi 35 hari kerja dan biaya proyek dengan sub-kontrak sebesar Rp62,575,000.00 dengan durasi 35 hari kerja. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa percepatan durasi dari ketiga alternatif tersebut adalah 7 hari kerja atau 16,67% dari durasi normal, namun menghasilkan biaya yang berbeda. Pada alternatif penambahan tenaga kerja terjadi penurunan sebesar Rp1,540,000.00 atau 3,07% dari total biaya proyek normal. Sedangkan, penambahan jam lembur menghasilkan
kenaikan biaya sebesar Rp5,915,000 atau 10,54% dari total biaya proyek normal. Total biaya proyek pada alternatif sub-kontrak terjadi kenaikan yang paling besar dibandingkan penambahan tenaga kerja ataupun jam lembur sebesar Rp12,385,000 atau 19,79 dari total biaya proyek normal.
c) Durasi dan biaya proyek optimal untuk menyelesaikan Proyek Jembatan Girder adalah dengan efektivitas waktu yang tercapai selama 35 hari dan biaya sebesar Rp48,650,000.00 dengan menggunakan alternatif penambahan tenaga kerja.
Tabel 2.2 Daftar referensi terdahulu
No. Judul
Penulis, Tahun
No. ISSN Hasil Penelitian
1. Analisa Penjadwalan Proyek dengan Metode PERT di PT.HASANA DAMAI PUTRA Yogyakarta Pada Proyek Perumahan Tirta Sana Irwan Raharja, 2014
Dari segi waktu penyelesaian untuk awal adalah 201 hari dan untuk usulan (dipercepat) adalah selama 168 hari, sehingga terjadi efisiensi waktu selama 33 hari.
No. Judul
Penulis, Tahun
No. ISSN Hasil Penelitian
2. Studi Kasus Penerapan Metode PERT pada Proyek Gudang X Christian, Cefiro, dan Sentosa, 2013
Dari Time Schedule kontraktor didapatkan durasi pembangunan gudang selama 28 minggu. Dari perhitungan metode PERT didapatkan durasi selama 32 minggu. Dari pengamatan lapangan hingga 1 Juni 2013 diketahui bahwa durasi lapangan lebih mendekati pada durasi perhitungan metode PERT daripada durasi Time Schedule.
3. Analisis Penjadwalan perakitan Panel Listrik dengan metode Critical Path Method Supriyadi dan Idris Ali 2407-7819
Perbedaan waktu pengerjaan pada saat kondisi awal dan kondisi percepatan adalah 6 hari. Besarnya nilai proyek yang dijalankan sebesar Rp 85.000.000,- dan apabila mengalami keterlambatan dalam pengerjaan akan dikenakan biaya penalty
No. Judul
Penulis, Tahun
No. ISSN Hasil Penelitian
10% yang besar uangnya sekitar Rp 8.500.000,- Perbandingan antara kondisi percepatan lebih besar keuntungannya
dibandingkan dengan kondisi awal. Dari perbandingan tersebut memiliki selisih antara kondisi awal dan percepatan ialah Rp 7.400.000 4. Optimalisasi Penjadwalan Proyek Jembatan Girder Guna Mencapai Efektifitas Penyelesaian dengan Metode PERT dan CPM pada PT Buana Masa Metalindo Dewi Taurusyan ti dan Muh. Fikri Lesmana, 2015 2502-5678
Durasi dan biaya proyek
optimal untuk
menyelesaikan Proyek Jembatan Girder adalah dengan efektivitas waktu yang tercapai selama 35 hari dan biaya sebesar Rp48,650,000.00 dengan menggunakan alternatif penambahan tenaga kerja.
No. Judul
Penulis, Tahun
No. ISSN Hasil Penelitian
5. Menganalisis Sensitivitas Keterlambatan Durasi Proyek dengan Metode CPM (Studi Kasus : Perumahan Puri Kelapa Gading) Pratasik Failen,dkk , 2013 2337-6732
Dari hasil analisis didapat biaya optimum pada penambahan jam kerja untuk masing-masing kegiatan dengan biaya penambahan biaya sebesar Rp. 7.540.000,00 dan waktu pemendekan durasi pada lintasan kritis yaitu 16 hari, artinya saat durasi dipercepat akan ada biaya akibat pemendekan durasi tersebut. 6. Analisis Network Planning dengan CPM (Critical Path Method) dalam Rangka Efisiensi Waktu dan Biaya Proyek
Sugiyarto, dkk, 2013
2354-8630
Hasil perhitungan dengan metode CPM membutuhkan waktu 135 hari dengan biaya Rp. 979.239.000,- sedangkan perhitungan yang dilakukan oleh CV. Catur Tunggal membutuhkan wak-tu 150 hari dengan biaya Rp. 1.001.454.000,-.
No. Judul
Penulis, Tahun
No. ISSN Hasil Penelitian
Berdasarkan metode CPM
menghemat waktu
penyelesaian proyek 15 hari (10%) dan biaya sebesar Rp. 22.215.000,-. 7. Sistem Pengendalian Waktu Pada Pekerjaan Konstruksi Jalan Raya dengan Menggunakan Metode CPM Maranresy , Sompie Bonny F, Pratasis Pingkan, 2015 2337-6732 Proyek mengalami keterlambatan 3 hari (10%), pada pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Kelas B tahap dua, sehingga total umur perkiraan proyek sebesar 178 hari dari umur rencana proyek yaitu 175 hari kerja. 8. Penerapan Metode Jalur Kritis dalam Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Proyek Pembangunan Wiratmani Elfitria, Prawitasar i Galih, 2013 1979-276x
Perencanaan waktu dan biaya dengan menggunakan Critical Path Methode (CPM) pada manajemen proyek pembangunan fasilitas rumah karyawan di Serawak Damai Estate, Kalimantan Tengah yang
No. Judul
Penulis, Tahun
No. ISSN Hasil Penelitian
Fasilitas Rumah Karyawan.
dilakukan oleh penulis selama 55 hari dengan total biaya Rp 277.619.172,71. 9. Analisis Pelaksanaan Proyek dengan metode CPM dan PERT (studi Kasus Proyek Pelaksanaan Main Stadium University Of Riau (Multiyears)). Riau. Universitas Riau Susilo Yayuk Sundari
From planning delayed 104 weeks to 113 weeks, so the probability of completion of the project the week to 110
probability already
demonstrated its value in the normal curve at 99%, then at week 111 s / d to 113 weeks was not able to show the value of the probability of the completion of this project suggests that the timing of the planning over the target and the target does not match the optimal execution time so that the time spent in completing the construction of Main
No. Judul
Penulis, Tahun
No. ISSN Hasil Penelitian
10. Optimalisasi Pelaksanaan Proyek Dengan Metode PERT dan CPM Dannyanti Eka, 2010 Hasil penelitian menunjukkan durasi optimal proyek adalah 150 hari dengan biaya total proyek sebesar
Rp21.086.217.636,83 pada alternatif subkontrak.