Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 1
Perencanaan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi
Oleh :Gesa Endah Prastiti* Dr.Ir. Pudjo Sukarno**
Sari
Seiring dengan diproduksikannya suatu sumur, maka performa sumur tersebut untuk dapat memproduksikan fluida akan semakin menurun. Oleh karena itu dibutuhkan injeksi gas lift untuk memaksimalkan produksi dari sumur tersebut. Dalam rotative gas lift , gas yang digunakan untuk injeksi merupakan gas dari formasi yang terproduksi. Dengan rotative gas lift maka penggunaan gas yang terproduksi menjadi lebih efisien.
Metode perencanaan rotative gas lift mencakup pemilihan laju produksi awal, laju gas injeksi yang dibutuhkan dan scheduling injeksi serta penyimpanan gas untuk injeksi. Optimasi dilakukan dari pembuatan model reservoir, pemilihan letak sumur hingga pemodelan fasilitas permukaan dan produksi dilakukan selama 10 tahun. Selain itu tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini ialah perencanaan injeksi gas sehingga bisa didapatkan kumulatif produksi sebesar-besarnya.
Karena produksi gas harian tidak mencukupi kebutuhan gas injeksi , maka skenario yang dikembangkan ialah menyimpan sejumlah gas dari gas yang terproduksi terlebih dahulu. Injeksi gas dilakukan secara bertahap pada 4 sumur mempertimbangkan laju produksi minyak dari suatu sumur. Setelah itu optimasi yang dilakukan setiap jangka waktu setahun untuk mendapatkan laju gas injeksi yang optimum terhadap laju produksi minyak.
.
Kata kunci : Rotative gas lift , optimasi gas lift, scheduling injeksi
Abstract
By the time well produce, the performance of well to produce the fluid will be decrease. Therefore, gas lift injection is needed to maximize the production from the wells. In rotative gas lift, produced gas from reserveoir will be reinjection to the well . By using rotative gas lift, used of produced gas from reservoir will be more efficient.
Rotative gas lift planning methods includes the selection of initial production rate, gas injection rate required , the scheduling of injection and gas storage for injection. The optimization done by reservoir modeling, select the best location of wells, surface facilities modeling and production optimization for 10 years. In addition, the goals in this final project is plan the gas injection, so the maximum cummulative oil production can be reached.
Because the daily gas production rate is not sufficient for gas injection, the scenario that developed by the writer is storing the gas production first. Gas injection applied for 4 well gardually, considering the oil production rate of each wells. Optimization also evaluated every year to determine the appropriate gas injection rate to get optimum oil production rate.
Keywords: Rotative gas lift , gas lift optimization, gas injection scheduling
*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 2
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan diproduksikannya suatu sumur, performa sumur untuk mengangkat fluida ke permukaan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan antara lain karena penurunan tekanan reservoir dan densitas fluida yang harus diangkat terlalu besar. Ketika tekanan reservoir terlalu kecil bagi sumur, atau laju produksi yang diinginkan terlalu besar dibandingkan tekanan reservoir yang
ada, sumur tidak dapat mengalir secara natural1.
Untuk meningkatkan kinerja sumur tersebut, dibutuhkan artificial lift untuk meningkatkan performa sumur mengalirkan fluida ke permukaan. Salah satunya ialah dengan metode Gas Lift.
Salah satu pertimbangan utama dalam injeksi gas lift ialah jumlah gas yang tersedia. Dalam tugas akhir ini gas yang diinjeksikan seluruhnya berasal dari total produksi gas lapangan tersebut, yang disebut dengan closed rotative gas lift system. Dalam rotative gas lift system, gas bertekanan rendah yang terproduksi akan dialirkan ke kompresor. Keluaran dari kompresor yang berupa gas bertekanan tinggi akan kembali diinjeksikan ke dalam sumur untuk membantu pengangkatan fluida. Injeksi gas secara kontinyu digunakan dalam closed rotative gas
lift system ini karena jumlah gas injeksi yang
dibutuhkan dan jumlah gas terproduksi yang akan dialirkan ke kompresor konstan.
Dalam tugas akhir ini, injeksi akan dilakukan secara bertahap pada 4 sumur dengan mempertimbangkan jumlah kumulatif gas yang terproduksi pada saat tertentu. Optimasi yang dilakukan meliputi laju produksi fluida, scheduling, dan laju injeksi gas. Dalam pembuatan model juga
dilakukan pemilihan posisi sumur dengan
mempertimbangkan parameter reservoir seperti porositas dan saturasi. Pemilihan posisi sumur dilakukan berdasarkan total produksi dan jangka waktu sumur tersebut dapat mengalir secara natural. Dengan model yang telah optimal tersebut, dilakukan optimasi scheduling injeksi gas lift, dengan mempertimbangkan batasan laju alir fluida yang diinginkan dan economic limit rate minyak yang terproduksi. Selain itu penentuan jumlah gas yang akan diinjeksikan perlu dilakukan dengan teliti sehingga dapat menghasilkan laju produksi minyak yang optimum.
II. TUJUAN
1. Melakukan pemodelan perencanaan injeksi
gas lift secara terintegrasi sehingga diharapkan
dapat menggambarkan keadaan nyata di lapangan.
2. Merancang rotative gas lift untuk
mengefisienkan gas yang dihasilkan
3. Meningkatkan faktor perolehan minyak
dengan optimasi injeksi gas lift. III. SISTEM ROTATIVE GAS LIFT
Gas lift merupakan salah satu teknologi untuk
meningkatkan laju produksi minyak dari suatu sumur dengan menginjeksikan gas bertekanan tinggi ke dalam tubing melalui annulus antara tubing dan
casing. Gas injeksi akan masuk ke dalam tubing
melalui valve/ mandrels. Setelah memasuki tubing, gas injeksi akan membantu proses produksi fluida dengan 2 cara: (a) membentuk slug yang akan membantu mengangkat fluida ke permukaan, atau (b) gas injeksi akan terlarut dalam fluida dan menurunkan densitas fluida, sehingga dapat lebih
mudah mengalir ke permukaan1.
Gas dapat diinjeksikan dengan dua cara, yaitu dengan continous atau dengan intermittent gas
lift. Pada continous gas lift , gas diinjeksikan secara
terus menerus ke dalam sumur. Sedangkan pada
intermittent gas lift , sejumlah gas diinjeksikan dalam
selang waktu tertentu. Pemilihan cara injeksi gas dilakukan berdasarkan kondisi sumur tersebut dan jumlah gas injeksi yang tersedia. Kandidat sumur untuk continous gas lift ialah sumur dengan
Productivity Index tinggi (> 0.5 stb/day/psi), laju
produksi lebih besar dari 100 stb/d, dan dengan
tekanan reservoir yang besar terhadap kedalaman4.
Gas yang digunakan untuk injeksi dapat berasal dari reservoir itu sendiri atau mengalirkan sejumlah pasokan gas dari luar. Disebut sebagai
closed rotative gas lift system jika seluruh gas injeksi
berasal dari produksi lapangan itu sendiri. Jika jumlah gas produksi tidak memenuhi kebutuhan injeksi,maka gas injeksi dapat ditambah dengan pasokan gas dari luar, yang disebut dengan
semi-closed rotative gas lift system.
Pada tugas akhir ini, operasi gas lift di suatu lapangan akan dilakukan dengan menggunakan
closed rotative gas lift system. Parameter terpenting
dalam injeksi dengan system ini ialah ketersediaan gas bertekanan rendah yang dibutuhkan untuk dapat
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 3
membantu produksi fluida dari sumur yang terdapat dalam lapangan tersebut. Gas bertekanan rendah yang terproduksi di separator akan dialirkan ke suction kompresor. Gas bertekanan tinggi keluaran dari kompresor akan diinjeksikan kembali ke dalam
tubing.
Gambar 3.1Skema closed rotative gas lift system 3) Dalam beberapa kasus, pada saat awal produksi, dibutuhkan suplai gas tambahan dari luar untuk mengoperasikan system. Gas dari luar tersebut akan tersirkulasi dalam system sebagai penggerak kompresor dan untuk menutupi kehilangan gas karena kebocoran, dimana jumlahnya sangat kecil sekali dibandingkan dengan jumlah gas injeksi yang tersirkulasikan. Jika diperoleh kelebihan gas yang terproduksi dapat dijual atau dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lain.
Banyaknya gas yang akan diinjeksikan sangat bergantung pada jumlah gas kumulatif lapangan pada saat itu. Selain itu laju gas injeksi juga disesuaikan dengan laju produksi yang diinginkan dan keadaan reservoir sumur tersebut pada saat itu, seperti bottomhole pressure dan watercut. Untuk menentukan laju gas injeksi yang dapat menghasilkan laju produksi optimum, maka dilakukan nodal
analysis.
Nodal analysis adalah analisa system untuk
menentukan laju produksi dan tekanan pada suatu
nodal atau titik tertentu dalam system suatu sumur.
Dengan nodal analysis kita dapat menganalisa kinerja sumur. Pada sumur dengan titik injeksi didasar sumur, yang merupakan puncak lapisan produktif, maka dapat dipilih titik nodal di titik injeksi tersebut. Sehingga dapat dilihat performa aliran dari reservoir ke titik injeksi dan aliran dari titik injeksi ke permukaan.
Aliran dari reservoir digambarkan dalam kurva IPR , yang menunjukkan pressure drop yang dialami fluida dari reservoir ke dasar sumur.
Sedangkan tubing intake menunjukkan laju produksi untuk setiap pressure drop aliran di dalam tubing. Untuk reservoir dengan tekanan di atas bubble point, kurva IPR direpresentasikan dengan persamaan
straight line IPR sebagai berikut :
……….(3.1) Untuk aliran 2 fasa gas dan minyak maka persamaan kurva IPR direpresentasikan dengan persamaan
Vogel7.
…………..(3.2) Sedangkan untuk aliran vertikal multi fasa digunakan persamaan Hagedorn-Brown, yang ditunjukkan pada persamaan 3.3:
………...(3.3) Injeksi gas pada suatu sumur akan meningkatkan GLR fluida yang mengalir dalam tubing sehingga pressure drop aliran berkurang dan fluida dapat lebih mudah mengalir ke permukaan. Akan tetapi, jika aliran gas injeksi terlalu besar maka dapat menghambat aliran fluida di dalam tubing. Oleh karena itu, dalam Nodal analysis kita dapat melihat bagaimana performa tubing intake dengan berbagai nilai GLR seperti pada gambar 2.2.
Gambar 3.2 Contoh Nodal system analysis Dari gambar 2.2 ditunjukkan bahwa GLR semakin meningkat maka laju produksi akan semakin meningkat, sesuai dengan perpotongan antara kurva IPR dan tubing intake. Jika diplot antara laju produksi dengan GLR atau Laju gas yang diinjeksikan maka diperoleh kurva Gas Lift
Performance Curve (GLPC). Kurva GLPC
menggambarkan hubungan antara laju injeksi gas dengan laju produksi yang dapat digunakan untuk
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 4
menentukan laju injeksi gas yang optimum yaitu titik puncak pada grafik GLPC gambar 3.3.
Gambar 3.3 Contoh kurva GLPC
Akan tetapi, tidak selalu titik paling atas yang paling efektif dan ekonomis untuk diterapkan dalam suatu sumur. Kita perlu memperhatikan apakah kenaikan laju gas injeksi yang kita berikan berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan laju
produksi5. Hal ini juga mengacu pada jumlah gas
injkesi yang tersedia. Dimana dalam closed rotative
gas lift system harus sesuai dengan jumlah kumulatif
gas yang terproduksi pada saat itu.
IV. PENGEMBANGAN MODEL SISTEM
ROTATIVE GAS LIFT yang TERINTEGRASI
Untuk melakukan simulasi system rotative gas lift, pada tugas akhir ini dibuat model yang mengintegrasikan model reservoir, model komplesi sumur gas lift, dan fasilitas permukaan. Berikut ini akan dibahas pengembangan dari masing-masing model.
4.1 Model Reservoir
Model yang dikembangkan ialah model reservoir heterogen berbentuk segi empat dengan menggunakan software PETREL. Model berukuran 2000x2000 ft yang dibagi dalam 40x40 grid. Reservoir tersebut berada pada kedalaman 4600 ft dari permukaan dengan ketebalan 50 ft dan terbagi atas 20 layer.
Model reservoir yang digunakan merupakan reservoir heterogen, yang memiliki persebaran porositas dan permeabilitas yang berbeda pada setiap grid. Data porositas diambil dari data Lapangan X,
dimana penyebaran dilakukan dengan metode geostatistik yang tersedia di software PETREL. Harga porositas reservoir ini berkisar antara 0.024 –
0.3. Harga permeabilitas didapat dengan
menggunakan korelasi porositas-permeabilitas yang berlaku di reservoir berikut. Dalam hal ini korelasi
yang digunakan berasal dari grafik Fuchtbaurer6
untuk formasi batupasir yang ditunjukkan pada
gambar 4. Perhitungan ini menghasilkan
permebilitas di setiap grid block yang berkisar antara 0.01 mD- 610 mD.
Gambar 4.1 Korelasi Fuchtbauer untuk tertiary
sandstone
Model reservoir merupakan consolidated
sandstone dan memiliki aquifer dibawahnya dengan
volume 10 kali volume reservoir yang mengikuti persamaan Fetkovich. Fluida reservoir adalah Black
Oil dengan API 30. Berdasarkan dimensi model
reservoir diperoleh Initial Oil in Place keseluruhan reservoir ini ialah 5,088 MMSTB.
Tabel 4.1 Properti fisik reservoir unit model
No. Properti Harga Satuan
1 Kedalaman 4600-4650 ft
2 Tekanan reservoir 2009.6 @ 4650ft psi
3 Temp. reservoir 170 °F 4 Tebal formasi 50 ft 5 Permeabilitas 0.01-600 mD 6 Porositas 0.024-0.3 0 500 1000 1500 2000 2500 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 Laju p rodu ksi liq u id ( STB /h ari)
laju gas injeksi (MMSCF/hari) GLPC
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 5
Tabel 4.2 Harga Parameter Fluida
No Parameter Harga Satuan
1 Gravity 30 API
2 Pb 1060 Psi
3 ρw 63,7 lb/ft3
4 SGgas 0.6636
Model reservoir ini diproduksi dari 4 buah sumur yang masing-masing diperforasi pada
kedalaman antara 4600ft – 4650ft dengan
mempertimbangkan harga porositas terhadap
kedalaman. Hasil pemodelan dengan menggunakan software PETREL dipindahkan ke dalam software ECLIPSE.
Dengan menggunakan software ECLIPSE dipilih lokasi 4 sumur dengan mempertimbangkan kumulatif produksi minyak yang terbesar. Gambar 4.3 menunjukkan model reservoir beserta dengan lokasi sumur.
Gambar 4.2 Model reservoir dengan 4 buah sumur yang menunjukkan saturasi minyak
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara
permeabilitas relative minyak (kro) dengan
permeabilitas relative air (krw). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa sifat batuan reservoir ini adalah
water wet dengan nilai Swirr sebesar 0.18 dan Sor 0.2.
Gambar 4.3 Hubungan Krw dan Kro 4.2 Model Sumur dan Fasilitas Permukaan
Pemodelan sumur gas lift dan fasilitas permukaan dilakukan dengan menggunakan software PIPESIM dan menggunakan data kedalaman sumur yang telah ditentukan dalam model reservoir. Pada keempat sumur gas lift tersebut dipasang casing dengan ukuran ID 5.5 inch dan kemudian di perforasi dengan mempertimbangkan harga porositas. Tubing yang digunakan berukuran 3.5 inch dan dipasang hingga kedalaman 4610 ft. Flowline yang digunakan memiliki ID 4 inch dengan roughness 0.001 inch dengan ketebalan 0.5 inch. Panjang Flowline
merepresentasikan letak sumur sesuai model
reservoir yang dibuat di PETREL. Fluida dari sumur langsung dialirkan menuju separator yang bekerja pada tekanan 200 psi. Separator diletakkan di tengah keempat sumur tersebut untuk meminimalkan
pressure loss .
Gambar 4.3 Fasilitas permukaan
Untuk desain instalasi sumur gas lift dilakukan
pada software PIPESIM dengan masukan harga tekanan reservoir, productivity indeks, watercut,
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 6
GOR dan laju gas injeksi. PIPESIM secara akan menentukan kedalaman valve injeksi sesuai dengan variable yang telah dimasukkan.
4.3 Field Planning Tool
Integrasi antara model reservoir, sumur gas lift dan fasilitas permukaan akan disimualsikan dengan menggunakan software Field Planning Tool (FPT). Software FPT menggabungkan hasil perhitungan model reservoir dengan model fasilitas permukaan sehingga dapat diperoleh kinerja seluruh sistem tersebut.
V. SKENARIO PERENCANAAN INJEKSI
GAS PADA SISTEM ROTATIVE GAS
LIFT
5.1 Skenario Penjadwalan Injeksi Gas Lift
Sebagai base case, keempat sumur
diproduksikan secara alamiah dengan batasan laju produksi sebesar 300 stb/hari dalam kurun waktu sepuluh tahun. Suatu sumur akan diubah menjadi sumur gas lift jika laju produksinya sama dengan atau di bawah 100 stb/hari. Pada kondisi base case, untuk kurun waktu 10 tahun dihasilkan produksi kumulatif sebesar 1.175 MMSTB. Dengan jumlah cadangan minyak sebesar 5.09 MMSTB maka Recovery Factor dari reservoir tersebut ialah 23 %.
Berdasarkan pada base case tersebut maka dapat ditentukan sumur yang memerlukan gas lift, sebagai contoh sumur P2 membutuhkan injeksi gas pada bulan ke-21 seperti ditunjukkan pada gambar 5.1. Secara sama penentuan waktu injeksi gas di sumur yang lain ditunjukkan pada tabel 5.1.
Gambar 5.1 Laju produksi minyak
Tabel 5.1 Waktu injeksi gas lift dan kebutuhan gas
Sumur Waktu Injeksi
(bulan ke-)
Laju gas injeksi (mmscf/hari)
P2 21 0.43
P1 25 0.42
P4 25 0.30
P3 36 0.22
Seperti ditunjukkan pada tabel 5.1 diatas, total kebutuhan keempat sumur untuk mendapatkan laju produksi minyak optimum ialah sebanyak 1.37 MMSCF/hari. Namun laju produksi gas awal dari seluruh lapangan sebanyak 0.2 MMSCF/hari, seperti ditunjukkan pada gambar 4.2. Dengan demikian produksi gas lapangan tidak memenuhi kebutuhan gas injeksi untuk keempat sumur tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut maka gas yang terproduksi perlu disimpan sehingga mencapai jumlah gas injeksi yang dibutuhkan.
Gambar 5.2 Laju kebutuhan gas dan laju produksi gas
Gambar 5.3 Laju produksi gas dan gas produksi total
0 50 100 150 200 250 300 350 1 9 17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 Laju p rodu ksi minyak (STB /h ari) Waktu (bulan) P1 P2 P3 P4 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92 99 106 la ju gas (mmscf/h ari) waktu (bulan)
kebutuhan gas produksi gas
0 50 100 150 200 250 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 1 9 17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 la ju p rodu ksi gas (mmscf/h ari) waktu (bulan)
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 7
Jika produksi gas dikumpulkan sejak awal produksi hingga sepuluh tahun maka jumlah gas akan mencapai nilai 194,1 MMSCF. Jumlah gas yang terproduksi sangat besar dibandingkan dengan jumlah gas yang dibutuhkan untuk injeksi. Selain itu jika gas dikumpulkan sejak awal maka akan membutuhkan jumlah tangki penyimpanan gas yang sangat banyak. Dalam perencanaan ini diasumsikan tangki yang
digunakan berukuran 10.000 m3 atau 0.353146
MMSCF dengan spesifikasi seperti ditunjukkan pada tabel 4.2 dibawah.
Tabel 5.2 Spesifikasi Storage Tank Spesifikasi
Volume storage tank 10000 m3
Temperatur minimum -50 Celcius
Ketebalan 62 mm
Tekanan Maksimum 3.3 MPa
Dengan kapasitas tangki seperti tabel 5.2 diatas, maka untuk memenuhi kebutuhan gas injeksi keempat sumur dibutuhkan 4 tangki gas. Berdasarkan hasil simulasi, produksi gas disimpan selama 7 hari untuk memenuhi kebutuhan injeksi gas keempat sumur. Gas yang dikumpulkan selama 7 hari sebesar 1.395 MMSCF seperti ditunjukkan pada gambar 5.4 di bawah.
Gambar 5.4 Jumlah kebutuhan gas dan jumlah gas tersimpan
Sementara itu, gas yang terproduksi sebelum waktu penyimpanan gas untuk injeksi, diasumsikan dijual dan dialirkan ke flowline terpisah dari fasilitas penyimpanan gas untuk injeksi. Demikian juga dengan gas yang terproduksi setelah gas diinjeksikan dialirkan ke flowline untuk penjualan sementara
jumlah gas yang diinjeksikan akan tetap berputar dalam sistem.
5.2 Skenario Optimasi Produksi
Sesusai dengan yang telah dijelaskan di subbab sebelumnya bahwa injeksi gas akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kinerja masing-masing
sumur. Sebelum dilakukan optimasi injeksi,
pemilihan batasan laju produksi juga diperhatikan dalam perencanaan produksi untuk mendapatkan produksi minyak yang paling optimum. Dalam tugas akhir ini penulis melakukan pemilihan berdasarkan jumlah kumulatif minyak yang dapat terproduksi dalam kurun waktu 10 tahun. Batasan laju produksi yang disimulasikan adalah 300 stb/hari, 500 stb/hari dan 700 stb/hari. Berdasarkan pemilihan tersebut didapatkan bahwa sumur dengan laju produksi 300 stb/hari menghasilkan kumulatif produksi minyak
paling besar yaitu sebesar 1.18 MMSTB.
Perbandingan antara produksi minyak pada berbagai laju produksi dapat dilihat pada gambar 4.2.1 .
Gambar 5.5 Perbandingan kumulatif produksi minyak untuk berbagai laju produksi
Dengan laju produksi 300 stb/hari, setiap sumur memiliki performa yang berbeda. Batas laju produksi sumur yang akan diinjeksi ialah jika sumur mencapai 100 stb/hari. Dari gambar 5.1 pada subbab sebelumnya, dapat dilihat kemampuan produksi setiap sumur secara alamiah.
Berdasarkan pada gambar 5.1 sumur pertama yang membutuhkan injeksi gas lift ialah sumur P2 dimana terjadi penurunan laju produksi secara drastis dari 249.4 stb/hari menjadi 26.58
-0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 1000 2000 3000 4000 Ju mla h gas (M MSC F) waktu (hari)
Jumlah gas storage kebutuhan gas
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 0 639 1308 1978 2647 3288 Kumu la tif minyak (MM STB ) waktu (hari) 300 STB/hari 500 stb/hari 700 stb/hari
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 8
stb/hari pada bulan ke-21. Penentuan laju injeksi gas
dilakukan berdasarkan GLPC yang dibuat
berdasarkan kondisi sumur pada laju produksi kurang dari 100 stb/hari. Dengan data masukan yang meliputi tekanan reservoir, Productivity index, watercut, GOR dan tekanan wellhead, dengan menggunakan simulator PIPESIM dapat ditentukan laju injeksi gas optimum berdasarkan GLPC. Tabel 4.2.1 adalah data masukan ke dalam simulator PIPESIM dan laju gas injeksi optimum untuk setiap sumur.
Tabel 5.3 Data masukan dan laju injeksi gas
P1 P2 P3 P4 P reservoir (psi) 1847 1816 1852 1851 Watercut(%) 32.2 15.76 26.17 27.45 PI 5.6 3.12 4.3 3.74 GOR (scf/stb) 165.2 165.2 165.2 165.2 P wellhead (psi) 500 500 500 500 Injeksi gas (mmscf/hari) 0.42 0.43 0.22 0.3
Berdasarkan laju injeksi optimum tersebut, maka dapat ditentukan kedalaman valve injeksi dan tekanan injeksi yang harus disediakan. Demikian juga ukuran valve yang dibutuhkan dapat ditentukan. Sebagai contoh digunakan adalah valve tipe IPO seri R20 dengan ukuran 1,5 inch dan ukuran port ½ inch untuk semua sumur. Tekanan injeksi yang diberikan dianggap 100 psi diatas tekanan bottomhole dengan harapan gas dapat masuk ke dalam tubing pada kedalaman titik injeksi. Pada tabel 5.4 berikut ditunjukkan kedalaman titik injeksi beserta tekanan injeksi yang dibutuhkan untuk setiap sumur berdasarkan hasil simulasi.
Tabel 5.4 Kedalaman Injeksi gas dan tekanan injeksi
Variabel P1 P2 P3 P4 Kedalaman Injeksi (ft) 3257.5 3059.2 3335.2 3258.4 Ptro (psi) 1959 1825 1800 1949 P wellhead (psi) 500 500 500 500
Semua variable yang dibutuhkan dipilih sedemikian rupa yang dapat menghasilkan laju produksi yang maksimum. Setelah injeksi gas lift
dilakukan produksi kumulatif akan meningkat sehingga recovery factor meningkat menjadi 35.7 %. Gambar 5.6 sampai 5.9 menunjukkan profil kenaikan laju produksi minyak sebelum dan sesudah dilakukan injeksi gas.
5.6 Perbandingan laju produksi sumur P1
5.7 Perbandingan laju produksi sumur P2
5.8 Perbandingan laju produksi sumur P3
0 50 100 150 200 250 300 350 0 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 88 96 104 Oil Ra te ( STB /d ) Time (month) P1
natural gas lift
0 50 100 150 200 250 300 350 0 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 88 96 104 Oil Ra te ( STB /d ) Time (month) P2
natural gas lift
0 50 100 150 200 250 300 350 0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 105 Oil Ra te ( STB /d ) Time (month) P3
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 9
Pada grafik 5.6 sampai 5.9 dapat dilihat bahwa dengan injeksi gas lift, sumur akan dapat bertahan lebih lama hingga sepuluh tahun dengan laju produksi terkecil berkisar pada 50 STB/hari.
5.9 Perbandingan laju produksi sumur 4
Seiring dengan diproduksikannya lapangan tersebut, maka semakin lama tekanan reservoir semakin menurun dan harga watercut semakin besar. Tentu saja hal ini mengakibatkan jumlah gas injeksi yang dibutuhkan berbeda. Untuk mengetahui hal tersebut maka dicoba untuk melakukan optimasi dengan mendesain ulang laju injeksi gas optimum dan letak valve. Optimasi skenario pertama dilakukan setahun setelah dilakukan injeksi gas pada sumur P3, yaitu pada bulan ke- 49. Tabel 5.5 adalah hasil dari desain ulang injeksi gas lift.
Tabel 5.5 Kebutuhan injeksi gas pada skenario 2
Sumur Laju gas injeksi (MMSCF/hari)
P1 0.42
P2 0.42
P3 0.22
P4 0.30
Total 1.36
Dari tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa kebutuhan gas injeksi sumur P2 turun menjadi 0.42 mmscf/hari. Sementara itu kebutuhan laju injeksi gas untuk sumur P1, P3, dan P4 tidak berubah. Sedangkan letak valve sumur P3, meskipun jumlah gas injeksi yang dibutuhkan tidak berubah, letak valve sumur P3 berubah menjadi pada kedalaman 3260.8 ft. Hal ini disebabkan oleh penurunan tekanan reservoir. Sedangkan untuk sumur P4 , letak titik
injeksi tetap namun dibutuhkan tekanan injeksi yang lebih tinggi yaitu 1938 psi.
Tabel 5.6 Kedalaman dan tekanan injeksi skenario2
Variabel P1 P2 P3 P4 Kedalaman Injeksi (ft) 3257.5 2995.7 3260.8 3258.4 Ptro (psi) 1959 1800 1800 1938 P wellhead (psi) 500 500 500 500
Hal tersebut dapat terjadi karena tekanan reservoir dan productivity index yang berubah. Sehingga letak valve dan tekanan injeksi yang dibutuhkan menyesuaikan agar didapat hasil yang paling optimum. Dengan Optimasi ini, kumulatif produksi total berhasil meningkat sebanyak 1,1 % yaitu mencapai angka 36,8 %.
Skenario optimasi ketiga dilakukan setahun kemudian, yaitu pada bulan ke- 61. Pada optimasi kedua ini, laju injeksi total yang dibutuhkan sama dengan tahun sebelumnya, namun alokasi injeksi berbeda. Untuk sumur P3 yang sebelumnya hanya mebutuhkan gas injeksi sebesar 0.22 MMSCF/hari kini meningkat menjadi 0.3MMSCF/hari. Demikian juga dengan sumur P4 yang menurun kebutuhannya menjadi 0.22 MMSCF/hari.
Tabel 5.7 Kebutuhan injeksi gas pada skenario 3
Sumur Laju gas injeksi (MMSCF/hari)
P1 0.42
P2 0.42
P3 0.30
P4 0.22
Total 1.36
Tabel 5.8 Kedalaman dan tekanan injeksi skenario3
Variabel P1 P2 P3 P4 Kedalaman Injeksi (ft) 3146.5 2736.3 2995.9 3258.6 Ptro (psi) 1959 1722 1800 1938 P wellhead (psi) 500 500 500 500
Setelah dilakukan optimasi pada skenario 3, maka recovery factor meningkat sebanyak 0.4%
0 50 100 150 200 250 300 350 0 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 105 Oil Ra te ( STB /d ) Time (month) P4
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 10
menjadi 36.8 %. Perbandingan kenaikan nilai jumlah produksi kumulatif dapat dilihat pada gambar 5.10 Dari gambar dapat dilihat bahwa kenaikan kumulatif produksi minyak kurang signifikan.
Gambar 5.10 Perbandingan jumlah produksi total dari berbagai skenario.
VI. ANALISA
Dalam pemilihan laju produksi awal, pemilihan dilakukan dengan memproduksi sumur P1,P2,P3 dan P4 pada laju produksi fluida 300 stb/hari, 500 stb/hari dan 700 stb/hari. Dari grafik 6.1 dibawah dapat dilihat bahwa apabila sumur diproduksi dengan laju produksi awal 300 stb/hari menghasilkan kumulatif produksi yang paling besar. Hal ini dapat terjadi karena pada produksi 300 stb/hari penurunan tekanan dari reservoir tidak terlalu signifikan sehingga cukup dapat mengimbangi laju produksi yang diinginkan.
Gambar 6.1 Perbandingan kumulatif produksi minyak untuk berbagai laju produksi
Gambar 6.2 Penurunan nilai tekanan terhadap waktu Pada laju produksi 700 stb/hari, tekanan reservoir menurun dengan cepat sehingga sumur-sumur yang diproduksi pada laju produksi awal ini lebih cepat mati. Tetapi jika dibandingkan dengan sumur yang diproduksi pada laju produksi awal 500 stb/hari , laju produksi 700 stb/hari menghasilkan kumulatif produksi yang lebih besar karena pada awal produksi sumur diproduksi secara maksimal.
Setelah kurun waktu produksi tertentu, sumur akan mencapai batas dimana tidak dapat berproduksi secara alamiah lagi. Saat itulah dibutuhkan injeksi gas untuk operasi gas lift. Kebutuhan injeksi gas lift berbeda-beda tergantung dengan kondisi sumur pada waktu tertentu. Semakin lama produksi, tekanan reservoir semakin menurun dan watercut semakin besar. Hal ini menyebabkan injeksi gas lift yang dibutuhkan semakin besar. Dari tabel 6.1 dapat dilihat bahwa kebutuhan gas injeksi untuk sumur P2 meningkat dari 0.22 menjadi 0.3 MMSCF/hari pada skenario 3 . Akan tetapi pada sumur P2, pada saat skenario ke 2 laju injeksi gas
yang dibutuhkan menurun menjadi 0.42
MMSCF/hari. Demikian juga dengan sumur P4 yang kebutuhan gas nya menurun dari 0.3 menjadi 0.22 MMSCF/hari pada skenario ke-3 .
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 0 50 100 150 Cu mmu la tive Oil ( mmSTB) Waktu (bulan) Optimasi 1 optimasi 2 Optimasi 3 natural 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18
300 stb/hari 500stb/hari 700 stb/hari
1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 1950 0 639 1308 1978 2647 3288 teka n an reser vo ir (p si) waktu (hari) 300 stb/hari 500 stb/hari 700 stb/hari
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 11
Tabel 6.1 Perbandingan kebutuhan gas injeksi pada setiap skenario
sumur skenario 1 skenario 2 skenario 3
P1 0.42 0.42 0.42
P2 0.43 0.42 0.42
P3 0.22 0.22 0.3
P4 0.3 0.3 0.22
Perubahan kebutuhan gas injeksi yang diperlukan memang tidak terlalu signifikan. Hal ini mungkin terjadi karena reservoir memiliki tenaga pendorong dari aquifer yang menyebabkan PI liquid
meningkat setelah beberapa lama sumur
diproduksikan. Penurunan tekanan dan perubahan
productivity index dari setiap sumur dapat dilihat
pada gambar 6.2 sampai 6.5 di bawah.
Gambar 6.2 Tekanan dan PI sumur P1
Gambar 6.3 Tekanan dan PI sumur P2
Gambar 6.4 Tekanan dan PI sumur P3
Gambar 6.5 Tekanan dan PI sumur P4
Penurunan tekanan reservoir yang kecil
menyebabkan peningkatan produksi kumulatif antara skenario 1, skenario 2 dan skenario 3 kurang signifikan yaitu berkisar antara 0.4 sampai dengan 1 % dari skenario sebelumnya. Untuk jangka waktu optimasi yang cukup kecil yaitu 1 tahun, keadaan reservoir tidak ada perubahan yang signifikan. Pada grafik gambar 6.6 di bawah dapat dilihat kecilnya peningkatan nilai recovery factor untuk masing-masing skenario. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1720 1740 1760 1780 1800 1820 1840 1860 1880 1900 1920 1940 0 1000 2000 3000 4000 p ressu re (p si) time (days) P1
pressure Productivity index
0 1 2 3 4 5 6 1700 1720 1740 1760 1780 1800 1820 1840 1860 1880 1900 1920 0 1000 2000 3000 4000 p ressu re (p si) time (days) P2
pressure Productivity index
0 1 2 3 4 5 6 7 1740 1760 1780 1800 1820 1840 1860 1880 1900 1920 0 1000 2000 3000 4000 p ressu re (p si) time (days) P3
pressure Productivity index
0 1 2 3 4 5 6 1720 1740 1760 1780 1800 1820 1840 1860 1880 1900 0 1000 2000 3000 4000 p ressu re (p si) time (days) P4
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 12
Gambar 6.6 Perbandingan kumulatif produksi minyak (MMSTB) pada berbagai skenario.
VII. KESIMPULAN & SARAN
7.1 KESIMPULAN
1. Model dengan sistem terintegrasi telah berhasil dibuat untuk melakukan perencanaan injeksi gas lift.
2. Model dapat digunakan untuk menentukan jumlah gas yang dibutuhkan dalam sistem
rotative gas lift.
3. Peningkatan recovery factor dapat dilakukan dengan desain ulang gas lift.
4. Apabila laju produksi gas harian tidak
memenuhi jumlah gas yang perlu
diinjeksikan maka dapat direncanakan untuk menyimpan gas sesuai dengan kebutuhan.
7.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian untuk kondisi reservoir tanpa aquifer dimana akan terjadi perubahan tekanan reservoir dan perubahan produksi yang signifikan.
2. Kebutuhan gas injeksi untuk rotative perlu dilakukan secara bertahap untuk menentukan kebutuhan penyimpanan gas. Dalam hal ini optimasi kapasitas tangki pengumpul gas injeksi perlu dilakukan.
VIII. DAFTAR SIMBOL
Pwh = tekanan kepala sumur, psi
Pr = tekanan reservoir,psi
Qgas = laju gas, mmscfd
Ф = porositas, fraksi
K = permeabilitas, md
T = temperature, oR
cf = kompresibilitas formasi, 1/psi
ρg = densitas gas, lbf/ft3
ρw = densitas air, lbf/ft3
μg = viskositas gas, cp
SG = specific gravity
J = productivity index of well
Q = laju produksi (stb/hari)
= tekanan rata-rata reservoir (psi)
= tekanan alir dasar sumur (psi)
= gradient tekanan fluida dalam tubing
= densitas rata-rata fluida
= mixture velocity (ft/s)
D = ID tubing (in)
Swirr = Saturation water irreducable
Sor = Saturation oil residual
Krw = Permeabilitas relative water
Kro = Permeabilitas relative oil
DAFTAR PUSTAKA
1. Schlumberger. Gas Lift Technology.
2. Schlumberger. PIPESIM FPT User Guide. Schlumberger Information Solution.
3. Takacs, Gabor. Gas Lift Manual. PennWell Corporation, 2005.
4. Guo, Buyon. Petroleum Production Engineering : A Computer –Assisted Approach. Elsevier Science & Technology Books. 2007.
5. Nurdin, Syaiful . Closed Rotative Gas Lift
Optimization FOXTROT Area BP West Java.2008. Tesis.
6. Brown, K.E., et al, The Technology of Artifial
Lift method, Volume 2a, The Petroleum
Publishing Company, Tulsa, 1980.
7. Brown, K.E., et al, The Technology of Artificial
Lift Method : Production Optimization of Oil and Gas Wells by Nodal System Analysis,
Volume 4, PennWell Book, 1984.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
Perencanan Rotative Gas Lift untuk Sistem Sumur yang Terintegrasi 13