• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. hambatan-hambatan dalam interaksi antar negara. 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. hambatan-hambatan dalam interaksi antar negara. 2"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Globalisasi menjadi penguat proses liberalisasi yang mana lebih menitikberatkan soft-power sebagai alat untuk menyejahterakan negaranya.1 Liberalisasi ekonomi merupakan konsep yang diusung negara-negara dalam melakukan kerjasama, baik antar negara berkembang maupun antara negara maju dengan negara berkembang. Hampir negara di seluruh dunia mengadopsi sistem ekonomi liberal yang menuntut semua negara harus melakukan kerjasama dengan negara lain dalam sektor apapun dengan mereduksi atau bahkan menghilangkan hambatan-hambatan dalam interaksi antar negara.2

Di sisi pemenuhan kebutuhan barang dan jasa tidak semuanya tersedia dalam negeri, kondisi tersebut mengharuskan pemerintah menempuh kegiatan perdagangan internasional. Untuk menciptakan tertib dalam persaingan dagang, maka dibentuklah sistem hukum untuk menjadi pedoman dalam melakukan kegiatan perdagangan.3 Pada tanggal 1 Januari 1995 terbentuklah WTO (World Trade

1

AS Kusuma, 2014. “Rivalitas Strategi Maritim China dan India di Selat Malaka ” diakses melalui

http://jos.unsoed.ac.id/index.php/insignia/article/download/430/353 pada 7/11/2019, 18:57WIB 2

Syamsul Ma’arif, 2006. Dinamika Peran Negara Dalam Proses Liberalisasi dan Privatisasi. Diakses melalui http://journal.unhas.ac.id/index.php/politics/article/download/246/pdf (pada 18/02/2019, 10:28 WIB)

3

Sulistyo Widayanto,2016. “Wto Melindungi Kepentingan Domestik Negara AnggotanyaSecara

(2)

Organization) sebagai forum negosiasi perdagangan yang menjembatani kepentingan negara-negara maju dan berkembang.4

WTO memiliki 4 pilar utama yang menjadi prinsip dalam perdagangan multilateral yaitu the rule reduction tarrif and others barrier, most favored nation, quantities restrictions, dan national treatment. Dua diantara empat pilar tersebut yakni (NT) National treatment dan (MFN) Most favored nation dikenal sebagai Non Discrimination Pimples yang berisikan larangan adanya perlakuan khusus atau diskriminasi terhadap suatu negara sesama anggota WTO. Dalam peraturan yang telah ditetapkan oleh WTO tersebut, terdapat pengecualian untuk negara terbelakang dan berkembang yang diperbolehkan mengatur segala sesuatunya sesuai dengan kebutuhan masing-masing negaranya.

Pada 2019 Amerika Serikat masih menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor satu di dunia dengan PDB $19,4T dan berkontribusi terhadap perekonomian dunia sebanyak 24,4%, hal tersebut tak lantas membuat Amerika Serikat bisa memandang remeh negara lain.5 Pasalnya pasca China mereformasi sistem perekonomiannya dengan meliberalisasi rezim perdagangan pada tahun 1978 menjadikan China negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-dua dunia dan

4

Widayanto Sulistyo, 2007. “Negosiasi Untuk Mengamankan Kepentingan Nasional di Bidang

Perdagangan (Bagian ke 1)”. Diakses melalui

http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/images/Bulletin/Bulletin43.pdf (pada 18/02/2020, 19:52WIB).

5

Vita Ayu Anggraeni, 2019. “ Top 20 Ekonomi Terbesar Dunia Berdasarkan IMF”. Diakses melalui

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/02/22/top-20-ekonomi-terbesar-dunia-berdasarkan-imf

(3)

mampu mengimbangi Amerika Serikat.6 Kemajuan ekonomi China membawa dampak pada bidang lainnya dan semakin memperkuat eksistensi negaranya dalam dunia internasional.

Liberalisasi ekonomi yang diprakarsai oleh Amerika Serikat kini dapat menjadi bumerang bagi Amerika Serikat sendiri, karena dengan adanya tuntutan bebas hambatan membuat semua negara di belahan dunia berlomba-lomba untuk menguasai pasar global. Amerika Serikat yang menduduki peringkat ketiga dengan penduduk terbanyak dunia yang jumlah populasinya sebesar 330.150.000 juta jiwa tentunya akan menjadi salah satu sasaran pasar dunia.7 Semakin banyak barang impor yang masuk ke Amerika menyebabkan semakin meningkatnya pula angka defisit pada AS. Puncaknya pada bulan Oktober 2017 total defisit perdagangan Amerika Serikat mencapai 419,2 miliar Dollar AS yang dipicu oleh impor dari China. Selain China terdapat negara lain yang dianggap sebagai penyumbang defisit Amerika Serikat terus mengalami kenaikan yakni Meksiko 81,5miliar, Jepang 68,3miliar, Jerman 67,6miliar, dan Malaysia sebesar 26,5miliar.8

Pada tahun 2017 komoditas dagang utama Amerika Serikat ke China adalah alat penerbangan terutama Boeing sebesar US$ 16,3m, kacang-kacangan sebanyak US$ 12,4m, dan mobil baik baru maupun bekas sebanyak US$ 10,5m. sebaliknya,

6 Ibid

7“Daftar Negara Menurut Jumlah Penduduk” diakses melalui

https://id.m.wikipedia,org>wiki pada 2/12/2019, 22:46WIB

8

“15 Negara/Kelompok yang Berkontribusi Terhadap Defisit Perdagangan Amerika Serikat (2018)” .diakses melalui https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/04/29/indonesia-merupakan-salah-satu-negara-penyumbang-defisit-bagi-amerika-serikat pada 612/2019, 23:03WIB

(4)

komoditas unggulan China ke AS merupakan hasil industri TPT berupa pakaian, sepatu, garmen, kaos kaki, apparel, dll yang berkisar US$ 10,1m, peralatan telekomunikasi dan besi yang masing-masing sebesar US$ 45,9m dan US$ 48,6.9

TPT merupakan salah satu industri yang vital di dunia karena hasil produksinya merupakan salah satu keperluan utama masyarakat. Sasaran pasar industri ini sangatlah besar, bahkan disebutkan sebagai salah satu peluang besar bagi suatu negara yang ingin menjadi negara industri dengan memajukan industri manufaktur TPT nya. Salah satu negara produsen sekaligus eksportir TPT terbesar adalah China. Pada tahun 2017 hasil produksi dari industri pakaian jadi saja China mampu mencapai 40% dari permintaan nasional, belum termasuk garmen, footwear,dan bahan tekstil lainnya.10 Sebagai produsen TPT terbesar di dunia, negara sasaran ekspor China adalah yang pangsa pasarnya besar, diantaranya ada Indonesia, Amerika Serikat, dan negara-negara di Uni Eropa.

Dari tahun ke tahun jumlah ekspor industri TPT China ke AS semakin meningkat. Diawali dari tahun 2009 yang berkisar di angka 25miliar, terus mengalami kenaikan hingga 2013 berkisar 31miliar, 2014 tidak berbeda jauh masih di

9

Siti Munawaroh, 2018. “dampak Perang dagang AS-Tiongkok Terhadap Indonesia Tahun 2018”. Diakses melalui https://digilib.uinsby.ac.id/30567/1/Siti%20Munawaroh_1722114007.pdf pada 10/12/2019, 10:24WIB

102018, China China’s Once Booming Textile and Clothing Industry faces Tough Times. Diakses melalui http://cnbc/com/amp/2-18/04/30/chinas-once-booming-textile-and-clothing-industry-faces-tough-times.html diakses pada 8/2/2020, 15:54WIB.

(5)

angka 31,6miliar, dan naik di tahun 2015 menjadi 34miliar.11 Pada tahun 2017 jumlah tekstil dan produk tekstil impor asal Cina yang masuk ke AS sebanyak US $41,8miliar atau sebanyak 26% .

Berbeda dengan industri TPT China yang semakin meningkat, industri tekstil dan produk tekstil Amerika Serikat dan negara anggota NAFTA lainnya mengalami stagnasi. Meskipun Dewan Nasional Tekstil AS (NCTO) telah memfokuskan kegiatannya pada peningkatan jumlah produksi, adaptifitas, dan lebih inovatif yang bertujuan menambah nilai jual AS produksi TPT AS di dunia internasional. Di awali tahun 2005 hingga 2016 aktivitas bisnis TPT Amerika Serikat terjadi penurunan produksi yang cukup signifikan.12 Hal tersebut disebabkan oleh tingginya kompetisi antara AS dengan negara-negara penghasil tekstil lainnya seperti Tiongkok, Vietnam, dan India yang alat produksi dan upah pekerjanya lebih rendah daripada AS.

Defisit yang kian meningkat membuat Presiden Donald Trump mengambil langkah dengan menetapkan kebijakan penetapan bea masuk impor terhadap produk-produk dari China. Kebijakan proteksionisme tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi dari kampanye Donald Trump yang dikenal dengan US First, Make America Great Again.memorandum yang ditandatangani oleh Presiden Trump pada 22 Maret 2018 lalu, yang berisikan peningkatan bea-impor terhadap produk Cina

11

Maria Lestari, 2017. “Persaingan Dalam Ekspor Komoditi Tekstil dan Produk Tekstildi Negara

Anggota NAFTA ”. diakses melalui http://repository.unpar.ac.id/handle/23456789/3381 (pada 16/02/2020, 13:21WIB).

12 Ibid

(6)

sebesar US$50 miliar.13 Kebijakan tersebut dibalas oleh Cina dengan menaikkan tarif impor sebesar 25% terhadap produk AS, begitu pun seterusnya AS dan China terjadi perang tarrif. Dari sekian banyaknya produk China yang masuk ke AS, industri TPT menjadi salah satu penyebab industri tekstil lokal di AS mengalami penurunan, sehingga AS mengeluarkan kebijakan untuk mengenakan bea tarif terhadap tekstil impor asal Cina sebesar 17% terhadap industri tekstil dan produk tekstil dari bea tarif awal hanya 5%.14

Saat ini China tengah menjalankan program Made in china 2025, jika program tersbut berhasil akan lebih memajukan China dan mengalahkan negara kompetitornya dalam bidang industri generasi baru, AS akan bisa kalah dalam persaingan dagang melawan China, sebab negara-negara di dunia akan semakin bergantung pada produk-produk inovasi yang diciptakan China yang mungkin akan dapat merubah gaya hidup dan cara menjalankan sebuah bisnis. Menanggapi kebijakan China, AS bersama dengan NCTO berusaha untuk meningkatkan produktifitas TPTnya dengan menciptakan alat produksi masal yang kemudian dibagikan kepada para pelaku industri tekstil lokal AS.

Praktik penerapan proteksi tekstil impor Amerika Serikat terhadap China tak hanya berdampak untuk kedua negara saja, namun juga perekonomian dunia

13

Adenessa, 2019. “Perang Dagang Diprediksi Berdampak Buruk Bagi AS ”.Diakses melalui

https://kabar.news/perang-dagang-diprediksi-berdampak-buruk-bagi-AS/ (pada 18/02/2020, 22:10WIB).

14

Perang Dagang Trump-China, 2017. Diakses melalui http://cnbcindonesia.com/perang-dagang-trump-china/ (pada 01/01/2020, 01:05WIB).

(7)

mengingat kedua negara tersebut merupakan kekuatan ekonomi dan politik terbesar dunia yang mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi hubungan internasional yang kini tengah mengalami perang dagang dalam bentuk perang tarif. Tema penelitian ini menjadi menarik untuk dikaji sebab Amerika Serikat sebagai negara anggota WTO seharusnya menjalankan prinsip MFN terhadap semua negara mitra dagangnya, namun sebaliknya justru melakukan proteksionisme terhadap komoditi tekstil impor asal China yang bertentangan dengan prinsip perdagangan multilateral WTO.

1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimana Kepentingan Pemerintah Amerika Serikat Terhadap Komoditas Tekstil Dari China?"

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mengidentifikasi kapasitas industri Amerika Serikat dalam merespon impor TPT China.

2. Untuk menjelaskan kepentingan nasional AS terhadap komoditi TPT impor dari China melalui tindakan penaikan tarrif barrier.

(8)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Manfaat secara teoritis dari penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan Hubungan Internasional, baik secara teori maupun konsep dari kajian penelitian yang dilakukan oleh peneliti maupun dijadikan sebagai bahan referensi bagi pihak lain yang ingin melakukan kajian yang sama atau berhubungan dengan kajian penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu sebagai salah satu syarat untuk pembuatan tugas akhir dalam menempuh ujian sidang strata satu (S-1) pada program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

1.5 Penelitian Terdahulu

Dalam menyelesaikan penelitian ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga digunakan untuk menegakan originalitas penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang digunakan penulis sebagai bahan review :

Penelitian relevan yang pertama merupakan jurnal hasil tulisan dari Laode Muhammad Fathun yang berjudul “Proteksionisme Sengketa Dagang Dalam

(9)

Perdagangan Internasional : Pendekatan Negosiasi Studi Kasus: Proteksionisme AS Terhadap Impor Daging Kanada”.15

Tulisan ini menjelaskan tentang perkembangan perdagangan ekonomi politik global yang kecenderungannya setiap negara terlibat dalam kompetisi pasar bebas. Kebijakan open market bukan hanya untuk negara-negara maju seperti AS, Eropa, dan Rusia namun juga negara-negara berkembang yang dinilai menerapkan politik proteksionisme untuk melindungi pasar domestiknya. Dengan demikian negara maju yang kekurangan sumber daya alam alam akan melakukan lobi-lobi agar dapat memasuki pasar bebas.

Penulis menyebutkan bahwa instrumen proteksionisme yang terjadi di negara berkembang cenderung untuk melindungi hard market sedangkan negara maju menggunakan instrumen soft market. Proteksionisme menjadi pemicu sejumlah low conflict dalam skala global. Dalam tulisan ini menjelaskan bagaimana AS menerapkan ekonomi politik proteksionisme dalam Country of Origin Labeling (COOL) yang merupakan bentuk proteksi AS terhadap daging impor dari Kanada. Kebiasaan pola perdagangan AS adalah dengan menggunakan standarisasi konstitutif sebagai landasan hukum terhadap produk impor negara lain.

Hasil dari penelitian pertama ini adalah proteksionisme yang dilakukan AS terhadap Kanada merupakan upaya diskriminasi perdagangan untuk menghindari kompetisi industri pasar bebas. AS dengan kekuatan hegemoninya berupaya untuk

15

Laode Muhammad Fathun, 2017. “Proteksionisme Sengketa dagang Dalam Perdagangan

Internasional: Pendekatan Negosiasi Kasus : Proteksionisme AS Terhadap Impor Daging Kanada”.

Diakses melalui http://ejournal.uki.ac.id/index.php/japs/article/view/438/380 pada 9/12/2019, 01:12WIB

(10)

menerobos aturan WTO sebagai rezim perdagangan internasional, dan AS tercatat sebagai negara yang paling banyak melakukan proteksi terhadap negara lain.

Dari penelitian ini, penulis bisa menjadikan sebagai salah satu acuan bahwa proteksi yang dilakukan AS mengarah pada sektor soft market dan cenderung menjalankan kebijakan secara sepihak tanpa memperdulikan regulasi yang telah disepakati oleh anggota WTO.

Penelitian kedua merupakan jurnal dari Nita Anggraeni yang berjudul “Perang Dagang Dalam Hukum Perdagangan Internasional”.16

Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana sektor perdagangan internasional menjadi salah satu sumber devisa negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan. Dalam GATT dijelaskan bahwa tindakan penggunaan bea tarif diperbolehkan dibanding dengan tindakan proteksi non-tarif. Penerapan bea tarif tidak serta merta, harus tunduk terhadap ketentuan GATT seperti tidak boleh diskriminatif dan harus tetap tunduk pada komitmen GATT.

Proteksi dengan pengenaan bea tarif bertujuan untuk mengurangi distorsi perdagangan karena proteksi juga tidak melanggar ketentuan GATT. Perang dagang antara AS dengan Cina memberikan dampak pada global terkhusus untuk negara berkembang. Dari jurnal ini penulis bisa mengetahui bagaimana ketentuan proteksi dari GATT WTO yang diperbolehkan dengan ketentuan-ketentuan lain. Namun dari

16

Nita Anggraeni, 2019. “Perang Dagang Dalam Hukum Perdagangan Internasional”. Diakses melalui http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/ahkm/article/view/1967 pada 9/12/2019, 13:28WIB

(11)

penelitian ini kurang memberikan pemaparan yang jelas mengenai perang dagang AS dengan Cina, hanya menjabarkan tentang peraturan yang telah disepakati oleh WTO.

Penelitian relevan yang ke tiga merupakan jurnal dari Fanita Delvi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Perdagangan Meksiko Terhadap Produk Kaki Ayam (Chicken Leg Quarter) Asal AS”.17 Tulisan ini menjelaskan mengenai isu ekonomi politik internasional. Kebijakan yang dijalankan Meksiko memproteksi kaki ayam asal AS karena mendapati bahwa AS melakukan tindakan dumping yang merugikan industri Meksiko. Menindaklanjuti hal tersebut, Meksiko menerapkan kenaikan bea tarif yang awalnya 62,9% menjadi 129,7%.

Kebijakan yang diambil Meksiko merupakan strategi meyeimbangkan kembali pasar unggasnya. Proteksi dilakukan karena faktor munculnya optimisme Meksiko terhadap kemampuan negaranya untuk dapat mengembangkan industri unggas terkhusus ayamnya dan melihat potensi ayam dalam perdagangan internasional. Tak tinggal diam dengan kebijakan Meksiko, AS tetap mempertahankan industri kaki ayamnya dan menganggap Meksiko melanggar perjanjian secara sepihak karena sudah menandatangani kesepakatan non-tarif dengan AS terhadap produk pertanian di bawah NAFTA.

17

Fanita Delvi, 2011. “Implementasi Kebijakan Perdagangan Meksiko Terhadap Produk Kaki Ayam

(Chicken Leg Quarter) asal Amerika Serikat”. Diakses melalui

https://media.neliti.com/media/publications/31728-ID-implementasi-kebijakan-perdagangan-meksiko-terhadap-produk-kaki-ayam-chicken-leg.pdf pada 7/12/2019, 19:14WIB

(12)

Dari jurnal ini peneliti dapat mengetahui bahwasanya dalam perjanjian perdagangan keduanya telah sepakat menerapkan non-tarif, namun negara berhak melakukan invetigasi anti-dumping dan memberlakukan kebijakan bea tarif.

Penelitian relevan yang ke empat merupakan skripsi dari Sayid Haikal Quraisy yang berjudul “Dampak Kebangkitan Ekonomi China Terhadap Kebijakan Perdagangan Internasional Amerika Serikat”.18

Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana awal mula reformasi ekonomi Cina terjadi yang diawali dari masa kepemimipinan Mao Zedong pada akhir 1970-an hingga terlibatnya China dalam forum WTO pada 2001. Keikutsertaan Cina dalam WTO menjadi langkah yang tepat pasalnya GDP China per tahunnya mengalami kenaikan hingga 10% yang merupakan pencapaian tertinggi di Asia.

Munculnya China sebagai kekuatan ekonomi baru di Asia memberikan sinyal ancaman pada kepentingan dan keamanan Amerika Serikat. Pada kepemimpinan Presiden Bush, AS melihat China sebagai partner diskusi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi. Diplomasi baru AS terhadap China dikenal sebagai Strategic Economic Dialogue yang merupakan bentuk preservasi atas normalisasi hubungan AS-Cina. Dialog yang terjalin ternyata dimanfaatkan oleh AS untuk meraih kepentingannya, kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh Amerika Serikat adalah konsepan yang dibuat dalam menjaga hegemoni AS.

18

Sayid Haikal Quraisy, 2010. “Dampak Kebangkitan Ekonomi China Cina Terhadap Kebijakan

Perdagangan Internasional Amerika Serikat”. Diakses melalui

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/ pada 9/12/2019. 01:43WIB

(13)

Dari skripsi ini, peneliti mampu memahami faktor apa yang melatarbelakangi kebijakan proteksi AS terhadap Cina dan bagaimana pola konsepan AS dalam mempertahankan kekuatan hegemoninya dalam dunia internasional.

Penelitian relevan yang ke lima adalah jurnal karya Adirini Pujayanti dengan judul “Perang Dagang Amerika Serikat-China dan Implikasinya Bagi Indonesia”.19 Dalam penelitian ini menjelaskan bahwasanya arah kebijakan Presiden AS Donald Trump diidikasikan mengarah ke proteksionisme. Hal tersebut ditandai dengan semakin memburuknya hubungan diplomatik AS-China yang kini justru terjadi perang dagang. Selain memberlakukan proteksionisme terhadap produk impor dari Cina, AS juga berencana untuk membatasi investasi dan mengambil tindakan untuk Cina di WTO karena menganggap Cina tidak adil dalam perdagangan. Tentunya Cina juga membalas kebijakan AS dengan membalas penerapan bea masuk sebesar 25% terhadap produk AS. Perang dagang antar dua negara tersebut mempengaruhi pelemahan ekonomi dunia dan tak terkecuali Indonesia.

Dalam perdagangan, Cina dianggap AS telah melakukan pencurian kekayaan intelektual dengan meretas jaringan komputer sehingga membuat AS rugi miliaran dolar. AS mengaku telah menemukan bukti bahwa China mengarahkan investasi mereka di AS ke industri strategis dan melakukan serangan siber.

Menindaklanjuti hal tersebut membuat WTO melakukan negosiasi dengan kedua negara tersebut. Dampak perang dagang tidak hanya akan dirasakan oleh AS

19

Adirini Pujayanti,2018. “Perang Dagang Amerika Serikat-China dan Implikasinya Bagi Indonesia”. Diakses melalui https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/info%20Singkat-X-7-I-P3DI-April-2018-179.pdf pada 7/12/2019, 19:17WIB

(14)

dan China namun juga negara global. Dengan adanya pemberlakuan tarif AS terhadap produk Cina memicu negara-negara lain bereaksi serupa, mereka juga menerapkan bea masuk terhadap produk impor AS. Indonesia yang menjadi salah satu mitra dagang kedua negara tersebut juga mengalami dampaknya. Wakil presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa jika AS juga memberlakukan proteksionisme terhadap produk Indonesia, maka Indonesia akan mengurangi impor produk pertanian dari AS. Namun adanya perang dagang tersebut juga dapat menjadi peluang bagi Indonesia karena bisa meningkatkan penetrasi pasar bagi prouk-produk dari Indonesia. Sayangnya Indonesia belum mampu melihat komoditas apa yang bisa diekspor ke Cina untuk menggantikan produk-produk dari AS yang terkena bea-impor.

Penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam penelitian karena dapat mengetahui perang balasan tarif impor yang diberlakukan kedua negara dan dapat mengetahui perilaku AS serta Cina dalam menjalankan kebijakan luar negerinya.

Penelitian relevan ke enam yakni jurnal dari Elsa Selrafina Ardhani yang berjudul “Perang Dagang Amerika Serikat dengan China : Trump Vs Xi Jinping?”20 dalam jurnal ini menjelaskan bahwa keikutsertaan Cina dalam forum WTO yang juga didukung oleh Amerika Serikat merupakan awal yang baik karena Cina mampu mengintegrasikan ekonominya. Berbeda dengan Cina, AS justru mengalami

20

Elsa Selrafina Ardhani,2019. “Perang Dagang Amerika Serikat dengan China : Trump Vs Xi

Jinping?”. Diakses melalui

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/26044/K.Jurnal.pdf?sequence=12&isAllowed =y pada 7/12/2019, 19:21WIB

(15)

ketimpangan ekonomi karena neraca perdagangan AS selalu mengalami defisit akibat banyaknya produk impor asal Cina yang membanjiri pasar AS. Krisis pada 2008 menyebabkan Cina terkena dampak karena investasi dari perusahaan asing baik dari AS dan sekutunya baik perusahaan besar maupun kecil banyak yang menutup pabriknya di Cina.

Meningkatnya perekonomian Cina membawa tantangan tersendiri AS, kerjasama dalam sektor ekspor dan impor mengalami peningkatan. Dari 2003 jumlah ekspor Cina ke AS selalu lebih besar dibanding ekspor AS ke Cina. Hal tersebut karena tingkat konsumtif masyarakat AS lebih tinggi, selain itu masyarakat Cina yang diupah murah tak mampu membeli produk dengan harga yang tinggi. Selain itu juga penetapan kurs mata uang Cina (Yuan) yang rendah dibandingkan dolar membuat harga produk Cina jauh lebih murah.

Semenjak masa kepemimpinan Trump yang mengedepankan proteksionisme membuat kegiatan ekspor impor Cina sedikit terhambat. Untuk melindungi kepentingan ekonominya Cina melakukan Counter Attack agar dapat menjaga stabilitas perdagangannya. Proteksionisme AS dianggap sebagai bentuk ancaman terhadap China.

Dari penelitian ini, penulis dapat mengetahui bahwa perang dagang antara AS-China tidak hanya didasari pada kepentingan ekonomi, namun dilatarbelakangi oleh kepentingan politik Trump yang ingin mengimplementasikan janji-janjinya yang dikenal dengan US First.

(16)

Penelitian relevan yang ke tujuh adalah skripsi dari Siti Munawaroh dengan judul “Dampak Perang Dagang Amerika Serikat-Tiongkok Terhadap Indonesia Tahun 2018”.21

Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana globalisasi menjadi arus kuat dalam proses liberalisasi ekonomi yang dibawa oleh Amerika Serikat. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana awal mula perang dagang AS-Cina terjadi. Hal ini dikarenakan banyaknya produk impor Cina yang membanjiri pasar Amerika membuat neraca perdagangan AS semakin defisit setiap tahunnya. Sedangkan Cina terus mengalami surplus.

Hal tersebut tak dapat diterima oleh AS, dan sesuai janji Trump pada masa kampanyenya maka AS memberlakukan tarif impor terhadap produk Cina dan meningkatkan sebesar 25%. Aksi balas tarif pun terjadi dan menjadi pemicu ketidakstabilan ekonomi dunia. Hal tersebut karena aktor dari perang dagang adalah negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia.

Perang dagang yang terjadi antara AS-Cina dijadikan peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke negara lain. Dengan demikian Indonesia dapat memanfaatkan kedua negara yang sedang bersitegang tersebut untuk memasuki pasarnya. Indonesia harus cermat dalam menentukan sektor apa saja yang harus diekspor ke AS dalam rangka mengisi kekosongan produk impor dari Cina, dan juga sebaliknya ke Cina. Hal tersebut dapat dicapai mengingat kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif dapat membatu Indonesia meningkatkan neraca

21

Siti Munawaroh, 2019. “Dampak Perang Dagang Amerika Serikat-Tiongkok Terhadap Indonesia

Tahun 2018”. Diakses melaluihttp://digilib.uinsby.ac.id/30567/1/Siti%20Munawaroh_172214007.pdf

(17)

perdagangannya mengingat selama ini neraca perdagangan Indonesia dengan Cina selalu defisit.

Dari penelitian ini kita dapat mengetahui hubungan perdagangan kedua negara besar tersebut dan juga pemicu terjadinya perang dagang.

1.5.1 Tabel Penelitian Terdahulu

NO Nama Peneliti / Judul Penelitian Perspektif Hasil 1 Laode Muhammad Fathun. “Proteksionisme Sengketa Dagang Dalam Perdagangan Internasional: Pendekatan Negosiasi Studi Kasus : Proteksionisme AS Terhadap Impor Daging Kanada”. Jurnal 1 Proteksionisme liberal Kebijakan proteksionisme melanggar konstitusi WTO.

Proteksionisme untuk

melindungi industri muda yang ada di pasar domestik agar mampu bersaing dengan asing. Segi pragmatisnya, kebijakan ini justu dimanfaatkan oleh sejumlah aktor atau perusahaan untuk menjadikan kapitalisme semu negara. tak ada konsistensi negara terhadap komitmen untuk menjadikan pasar sebagai tujuan utama ekonomi politik.

2 Nita Anggraeni “Perang Dagang Dalam Hukum Perdagangan Internasional” 2019 1. Liberal institusionalis

Perang dagang dianggap tidak melanggar ketentuan WTO karena jika dilihat dari prinsip WTO yakni adanya prinsip resiprositas (timbal balik) antar

sesama anggota WTO

diperkenankan kecuali perlakuan khusus bagi negara berkembang

bukan kewajiban namun

disarankan. Perang dagang AS-Tiongkok menjadi hambatan dan peluang bagi Indonesia agar

(18)

dapat melakukan ekspor ke dua negara tersebut. 3 Fenita Delvi “Implementasi Kebija an Perdagangan Meksiko Terhadap produk Kaki

Ayam Asal AS”

1. Proteksionis me

Faktor Meksiko melalukan proteksi adalah industri unggas Meksiko jadi sektor yang paling cepat berkembang, industri unggas jadi sumber lapangan pekerjaan. Adanya faktor modernisasi, faktor potensial, unggas di dalam maupun luar negeri. ambisi meksiko

mengembangkan produksi

unggas dalam pasar internasional dan desakan dari industri lokal.

4. Sayid Haikal Quraisy “Dampak Kebangkitan Ekonomi Cina Terhadap Kebijakan Perdagangan Internasional AS”/ skripsi 1. Konsep Economic Growth 2. Konsep Kebijakan Perdagangan Internasional Hubungan AS-China dideskripsikan dengan

persaingan dan kesalahpahaman. Meningkatnya perekonomian China membuat posisi AS terancam. Meski hubungan kedua negara terlihat tegang di permukaan, namun Presiden Obama mencoba menangani dengan cara diplomatis dengan melakukan kunjungan ke Cina. Persepsi negatif, AS menolak kebijakan China. Dialog antara kedua negara mengindikasikan tantangan yang akan dihadapi dunia. 5. Adirini Pujayanti “Perang Dagang Amerika Serikat-China dan Implikasinya Bagi Indonesia”/ jurnal. 1. Diplomasi Ekonomi

Trump cenderung melakukan kebijakan proteksionisme dan mengarahkan kelonggaran tarif untuk negara yang beraliansi dengan AS. Indonesia sebagai negara bebas-aktif perlu waspada karena tidak termasuk dalam skenario negara yang

mendapat pengecualian.

Diplomasi ekonomi harus diperkuat dengan memili roadmap yang jelas.

(19)

6. Elsa Selrafina “Perang Dagang AS Dengan China : Trump Vs Xi Jinping?”/ jurnal 1. Proteksionis me 2. Counter Attack

Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa kebijkan proteksionisme yang dilakukan AS terhadap produk impor asal Cina merupakan bentuk implementasi dari kampanyenya US First yang menyatakan akan mengurangi pengangguran AS dengan memproteksi produk impor. Menanggapi hal tersebut Xi Jinping melakukan counter attack dengan cara membalas

kebijakan Trump untuk

melindungi kepentingan ekonominya. 7. Siti Munawaroh “Dampak Perang Dagang AS-Tiongkok Terhadap Indonesia Tahun 2018”/ skripsi. 1. Perang Dagang 2. Aktor 3. Kebijakan Luar Negeri 4. Proteksionis me 5. Tarrif 6. GSP

Perang dagang memberikan peluang ekspor untuk negara berkembang. Dampak perang dagang tidak berimbas langsung ke Indonesia karena Indonesia bukan negara mitra dagang utama AS, pasar Indonesia di AS kecil, produk yang diproteksi bukanlah fokus ekspor Indonesia untuk ke dua negara tersebut.

8. Ajeng Galih Rossanti “Kepentingan Proteksionisme Pemerintah Amerika Serikat Terhadap Komoditas Tekstil Impor dari Cina”

1. Merkantilism e 2. Proteksionis me 3. Tarrif dan Non tarrif

Berbeda dengan apa yang ditulis oleh peneliti sebelumnya, dalam penelitian ini penulis ingin mengkaji bagaimana AS tetap konsisten dalam menerapkan kebijakan proteksionisme dalam industri tekstil yang justru

merupakan negasi dari

liberalisasi ekonomi, dan bagaimana respon Cina sebagai salah satu negara mitra dagang AS.

(20)

Berkaitan dengan judul yang diangkat oleh peneliti, untuk menjelaskan mengenai bagaimana penerapan proteksi tekstil Amerika Serikat dan bagaimana pengaruhnya terhadap China, maka peneliti menggunakan teori merkantilisme dengan konsep proteksionisme dan konsep hambatan tarif. Teori Merkantilisme digunakan sebagai bentuk tindakan AS dalam merespon banyaknya produk TPT China yang membanjiri pasar lokal AS dan menggunakan teori proteksionisme sebagai bentuk kebijakan yang diambil oleh pemerintah AS dengan menggunakan instrumen tarif barrier. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah AS untuk mencapai kepentingan nasionalnya yang berorientasi kepada janji kampanye Presiden Donald Trump yakni “US First”.

1.6.1 Teori Merkantilisme

Istilah lain dari merkantilisme adalah nasionalisme ekonomi, ekonomi politik, proteksionisme, dan isolasionisme. Teori merkantilisme berkembang pada abad XVI sampai dengan XVIII di Eropa Barat. Merkantilisme memandang bahwa negara mempunyai peran utama dalam mengatur jalannya ekonomi. Menurut Landreth dan Collander merkantilisme merupakan pendekatan yang melihat tujuan dari kegiatan ekonomi adalah produksi bukan konsumsi.

Kebijakan utama yang dianjurkan oleh perspektif merkantilisme adalah kebijakan keuangan yang dianggap sebagai faktor utama dan penentu dari aktifitas

(21)

pertumbuhan ekonomi.22 Merkatilisme memandang bahwa menjaga kecukupan penawaran uang penting untuk pertumbuhan perdagangan dalam skala nasional maupun internasional. Perubahan kuantitas uang memberikan dampak perubahan di level output riil dari suatu negara, oleh karena itu merkantilisme menganjurkan negara menggunakan kebijakan keuangan dalam mendorong perdagangan dengan memberikan kecukupan penawaran uang bagi industri sehingga dapat meningkatkan produksinya.

Asumsi utama perspektif merkantilisme adalah pertama, negara-bangsa merupakan aktor dominan dalam ekonomi-politik internasional dan merupakan unit analisis utama.23 Merkantilisme memandang bahwa sistem internasional bersifat anarki, yaitu setiap negara-bangsa yang berdaulat mnjadi penentu dan hakim bagi perilakunya sendiri dan tidak tunduk pada wewenang lain.

Asumsi yang kedua adalah negara-bangsa merupakan aktor yang selalu memaksimalkan kekuasaan. Karena sifat sistem internasional yang anarki maka penggunaan kekerasan atau ancaman kemungkinan akan selalu terjadi, dan tidak ada negara lain yang berkewajiban membantu negara yang diserang itu. Setiap negara-bangsa harus berusahan memaksimalkan kekuatannya. Merkantilis beranggapan bahwa politik bersifat zero-sum dan pasti konfliktual, bila satu negara menang, negara yang lain pasti mengalami kekalahan.

22

Mochtar Mas’oed, 1990, Ekonomi Politik Internasional,Yogyakarta : Pusat Pengembangan Fasilitas Bersama Antar Universitas (Bank Dunia XVII) UGM, hlm 26.

23

(22)

Peran negara dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya dalam kancah internasional yang anarki tentu sangat sentral, sebab dalam kondisi yang demikian negara harus mengambil prakarsa. Asumsi mengenai memaksimalkan kekuatan membuat pendekatan merkantilis khas dalam ekonomi-politik internasional. Politik menentukan kegiatan ekonomi, bukan sebaliknya. Pun, kepentingan nasional yang menjadi penentu kebijakan politik luar negeri suatu negara,bukan kepentingan kelas dominan.

Jika terdapat suatu negara yang lemah dan tidak mampu mempengaruhi sistem internasional, maka perspektif merkantilisme menganjurkan agar pemerintah negara itu melakukan intervensi pasar demi melindungi ekonomi domestiknya dari dominasi asing. Membiarkan pasar bebas berlaku, sementara posisi sendiri lemah, hanya akan menghancurkan negaranya sendiri.

1.6.2 Proteksionisme (Fredrich List)

Sampai saat ini teori Merkantilisme masih diadopsi oleh beberapa negara, namun dalam bentuk Neo-Merkantilisme yaitu teori yang merupakan perkembangan dari kebijakan merkantilisme. Pengertian dari Neo-Merkantilisme yaitu kebijakan proteksi untuk melindungi dan mendorong ekonomi industri nasional dengan menggunakan kebijakan tariff atau Tarrif Barrier (TB) dan juga kebijakan Non-Tarrif Barrier (NTB). Kebanyakan penerapan Tarrif Barrier dilakukan dengan

(23)

menggunakan countervailing duty, dumping, dan surcharge.24Countervailing duties merupakan tambahan bea masuk yang dikenakan untuk mengimbangi efek dari subsidi yang diberikan oleh negara pengekspor untuk perusahaan eksportir. Dumping dalam konteks perdagangan internasional adalah bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor yang menjual produknya dengan harga lebih murah di pasar internasional dibanding harga pasar domestiknya, dan surcharge merupakan biaya beban yang dibebankan dari negara pengekspor kepada negara mitra dagangnya.

Dalam konteks ini, kebijakan proteksi yang lebih banyak digunakan adalah bentuk Non Tarrif Barrier, seperti adanya larangan sistem kuota, ketentuan teknis, harga patokan, peraturan kesehatan, dll.25 Teori kebijakan proteksionisme tidak hanya diterapkan oleh negara berkembang, namun negara maju seperti Uni Eropa dan Jepang pun juga menerapkan kebijakan yang bersifat protektif.

Proteksionisme merupakan upaya yang dilakukan negara untuk merumuskan kebijakan ekonomi dalam rangka melindungi perekonomian domestiknya dari dominasi produk-produk asing26. Teori proteksionisme awalnya dipelopori oleh ilmuan asal Reutlinngen, Wuttemberg, Jerman yang bernama Friedrich List. Kebijakan-kebijakan tersebut biasanya berupa tarrif masuk, aturan berniaga, pajak,

24

Fredrich List, 1966. The National System of Political Economy. New York: Kelley (e-book) hlm. 145 .

25

Andrew K. Rose dan Tomasz Wieladek. Financial Protektionism. Diakses melalui

http://www.voxeu.org/article/financial-protectionism-new-evidence-bank-bailouts pada 18/02/2020, 09:16WIB.

26

(24)

bea-cukai, dan hambatan berupa kuota. Teori proteksionisme berkembang atas bentuk kritikan pada teori pasar bebas yang dikemukakan oleh Adam Smith yang menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi dari pemerintah, pasar akan bisa lebih berkembang. Hal tersebut dianggap kontradiksi dengan kepentingan negara sehingga proteksionisme dianggap menjadi suatu bentuk penjagaan kepentingan suatu negara.

Menurut List tugas negara sesungguhnya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya, yang tidak bisa diwujudkan hanya dengan materi saja, namun juga melalui ketrampilan manusia, modal, dan inovasi.

Gagasan utama Proteksionisme menurut List adalah sebagai berikut :

a) Infant Industry, yaitu peran strategi negara dalam mewujudkan jiwa bersaing dari industri lokal dengan industri global. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan payung hukum yang tegas dari pemerintahnya untuk bisa memenuhi keinginan dari rakyatnya. Jika tata hukum sudah disahkan, maka perlu dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku demi menciptakan kesejahteraan rakyatnya.

b) Forced Capital Investment, yaitu laba akan bisa didapatkan dari perdagangan internasional apabila suatu negara melakukan investasi sebanyak mungkin di industri manufaktur padat modal, kebijakan ini dapat berlaku dalam sektor manapun yang akan berguna bagi industri dalam negerinya karena kepentingannya dapat terlindungi.

(25)

c) National Interest, penggunaan strategi politik sangat berperan bagi suatu negara untuk mendapatkan tujuan nasionalnya dalam pasar bebas. pemerintah memiliki hak dan tanggungjawab dalam mengelola dan mengawasi interaksi ekonomi internasional. Oleh karena itu, perlu adanya Fredich-List meyakini bahwa kesejahteraan suatu negara tergantung dari intervensi dari pemerintahnya untuk meraih kepentingan bersamanya.

Proteksionisme dilakukan oleh suatu negara sebagai bentuk upaya pemerintah dalam melindungi industri domestiknya terhadap ancaman barang impor yang jumlahnya tak terkendali. Didalam perdagangan internasional, proteksionisme dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan keberlangsungan industri lokal yang berjalan. Kebijakan proteksionisme tidak dapat disalahkan karena untuk menjaga produksi dalam negerinya agar tidak kalah saing dengan produk impor.

1.6.3 Tarif Barrier

Tarrif barrier merupakan hambatan dalam pasar bebas yang berupa bea tarrif impor terhadap barang impor dari negara lain. Biasanya, tarrif barrier diberlakukan untuk produk asing yang akan masuk ke dalam negaranya, guna

(26)

memproteksi industri lokal dan tenaga kerjanya dari serbuan produk impor di dalam pasar lokalnya.27

Adapun fungsi dari pemberlakuan tarif bea masuk adalah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan industri lokal, dan menjadi sumberr anggaran negara, bentuk usaha agar bisa merasakan distribusi dari anggaran negara. Perlakuan khusus bisa terjadi jika terdapat satu tipe komoditas yang sama yang berasal dari 2 negara berbeda, namun bea tarrif impor yang dikenakaan pada dua negara tersebut tidak sama.

Efek dari kebijakan tarif bea masuk terlihat langsung pada kenaikan harga barang. Dengan pengenaan bea masuk yang besar, pendapatan negara akan meningkat sekaligus dapat membatasi permintaan konsumen terhadap produk impor dan mendorong konsumen menggunakan produk lokal.28 Secara ekonomis, alasan dilakukan pembebanan tarif adalah a) memperbaiki dasar tukar, untuk sejumlah tertentu ekspor menghendaki jumlah impor yang lebih besar, sebagian daripada itu diserahkan kepada pemerintah sebagai pembayaran tarif. b) Infant Industry, pembebanan bea masuk terhadap barang impor dapat memberi pelindungan terhadap industri domestik yang sedang berkembang, c) diversifikasi, pembebanan tarif dapat memperbanyak jumlah serta jenis barang yang dihasilkan terutama oleh negara yang hanya menghasilkan sedikit jenis produk saja, d)employment,menyebabkan turunnya

27

Jack C. Plano dan Roy Olton, 2001, Kamus Hubungan Internasional, Putra Abadin hlm 130 28

Martin Griffiths dan Terry O’Callaghan, 2002, International Relations : The Concepts. Routledge, London, hlm 215

(27)

angka impor dan menaikkan produksi dalam negeri, dan e) anti dumping, pembebanan bea tarif terhadap negara yang menjalankan politik dumping supaya tidak terkena dampak buruk akibat praktik politik tersebut.

1.6.4 Non Tarrif Barrier

Non-tarrif barrier atau hambatan non tarif diproyeksikan seperti respon pada meningginya laju perdagangan internasional yang menekan reduksi tarif pada aturan pasar bebas. Kebijakan hambatan non tarrif diberlakukan dengan tujuan agar mendapat keuntungan yang sama seperti pemberlakuan sistem tarrif barrier. Dalam mekanisme perdagangan internasional, kebijakan non tarrif barrier merupakan bentuk hambatan perdagangan yang berbentuk selain kuota impor,standarisasi produk, pemberlakuan subsidi dari birokrat, embargo, sanksi, dumpingg, serta pembatasan lain yang bisa menyebabkan tidak berfungsinya pasar secara optimal dan mengurangi manfaat perdagangan internasional.29

Kuota merupakan kebijakan pembatasan komoditas impor berupa kuantitatif pada negara tertentu untuk menjaga kepentingan nasional serta industri lokalnya.30 Adapun hambatan non tarrif lain berupa regulasi produkyang dijalankan oleh pemerintahnya. Product regulation adalah hambatan non tarrif yang

29

Hamdi Hadi, 2002. “ Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional”. Buku pertama. Ghalia Indonesia : DJakarta.

30 Ibid

(28)

diberlakukan pada komoditas tertentu . Persyaratan di dalamnya bisa dalam bentuk aturan standarisasi dari mulai masih jadi bahan mentah, proses pelabelan, hingga bagaimana cara pemasarannya.

Pemberlakuan potongan dari pemerintah pada sektor manufaktur tertentu, pun bisa dikatakan sebagai hambatan non tarrif. Keringanan yang diberikan oleh pemerintah adalah untuk melindungi industri lokal. Adapun intervensi dari pemerintah biasanya dalam bentuk regulasi pajak, pemberian pinjaman/kredit, serta potongan biaya produksi. Subsidi diberlakukan dengan tujuan agar dapat meningkatkan laju produktifitas, meningkatkan mutu konsumen negaranya, serta meningkatkan kreativitas para pelaku usaha dalam negerinya untuk memasarkan produknya agar tidak kalah saing dengan produk impor.31 Pemberian subsidi juga dapat dikatakan sebagai bentuk upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri lokalnya, khususnya untuk melawan produk korporasi asing yang kian kompetetif di pasar internasinal. Adapun hambatan non tarif lain bisa berupa sistem dumping atau penjualan suatu komoditas tertentu ke negara lain dengan patokan harga yang sangat murah jika dibandingkan dengan harga di negara asalnya.

1.7 Metodologi Penelitian

31

(29)

1.7.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian Eksplanatif. Penelitian eksplanatif merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menemukan penjelasan tentang mengapa suatu isu dapat terjadi yang membuktikan adanya hubungan sebab akibat. Tujuan dari penelitian eksplanatif adalah menghubungkan pola-pola yang berbeda namun memiliki keterkaitan dan menghasilkan pola hubungan sebab akibat.

Dalam penelitian ini, peneliti berharap mampu membuktikan bahwa Pemerintah Amerika Serikat melakukan proteksionisme terhadap komoditi tekstil dan mampu menganalisis terkait fenomena Sistem Proteksionisme Pemerintah Amerika Serikat Terhadap Komoditi Tekstil Impor dari China.

1.7.2 Ruang Lingkup Penelitian

A. Batasan Peneliian :

Ruang lingkup pada penelitian ini akan membantu peneliti dalam membatasi permasalahan yang akan diteliti dan untuk mencegah agar pembahasan tidak meluas dan melebar. Dalam penelitian terkait Penerapan sistem proteksi tekstil impor di AS terhadap China akan membahas pada latar belakang bagaimana AS yang telah memproklamirkan diri sebagai negara dengan sistem ekonomi Liberal justru mempraktekkan sistem ekonomi merkantilis dengan proteksi sebagai instrumennya.

(30)

Praktek proteksionisme yang dilakukan oleh AS bertentangan dengan sistem ekonomi liberal. AS yang seharusnya meliberalisasikan semua sektornya justru memberlakukan tarrif yang tinggi terhadap China yang kemudian menjadi pemicu renggangnya hubungan bilateral antara AS dengan China.

B. Batasan Waktu :

Dalam penelitian ini penulis menggunakan batasan waktu pada periode 2017-2019 dengan tujuan agar penelitian bisa berfokus dan dalam pembahasannya tidak melebar. Pada 2017 ketika Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS melihat banyaknya kerugian yang dialami oleh AS karena banyaknya bahan tekstil yang masuk ke negaranya menyebabkan AS terus mengalami defisi. Oleh karena itu Trump mengeluarkan menerapkan tarif terhadap komoditi tekstil impor dari China. Dan sampai pada 2019 karena sampai saat ini proteksi masih berjalan dan menjadi pemicu terjadinya perang balas tarif antar kedua negara.

1.7.3 Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan penelitian ini penulis menggunakan studi pustaka.Dalam teknik pengumpulan data, penulis akan mengeksplorasi data yang sesuai dengan pembahasan mengenai motif diberlakukannya proteksionisme oleh Pemerintah Amerika Serikat terhadap komoditas tekstil impor asal China. Peneliti akan meneliti secara detail mengenai ekonomi politik dibalik proteksionisme AS pada 2018-2020. Dalam hal ini, data yang diperoleh dari berbagai website resmi, laporan tahunan

(31)

perusahaan, buku atau literatur, dokumen, jurnal, artikel, maupun informasi dari media cetak lainnya yang relevan dengan masalah-masalah yang diamati. Setelah dikumpulkan, data diseleksi dan dikelompokkan ke dalam beberapa bab pembahasan yang disesuaikan dengan sistematika penulisan.

1.7.4 Unit Analisis

Dalam penelitian ini aktor utama dalam pembuatan kebijakan luar negeri adalah Donald Trump yang merepresentasikan AS (Negara) dan juga China yang dikenai bea tarif impor pada beberapa produk (negara), oleh karena ituu unit analisis penelitian ini adalah korelasionis.

1.7.5 Variabel Penelitian

Dalam penelitian eksplanatif, terdapat 2 variabel yang digunakan yaitu variabel bebas dan terikat.

Dalam judul penelitian ini adapun variabel bebasnya adalah Komoditas TPT impor China dan variabel terikatnya adalah kepentingan Proteksionisme AS.

1.7.6 Teknik Analisa Data

Teknik analisa yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis kualitatif, yaitu analisis yang menggunakan penggambaran persoalan

(32)

berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian menarik suatu kesimpulan. Data statistik hanya sebagai data pendukung dari semua fakta yang hendak digambarkan dan dijelaskan. Data yang telah terkumpul selama dalam proses penelitian akan diolah dan dianalisis dengan penuh ketelitian, keuletan secara cermat sehingga dapat menemukan kesimpulan terkait Penerapan Sistem Proteksi Tekstil AS terhadap China dalam dalam bentuk kalimat kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk kata dan kalimat.

1.8 Hipotesa / Argumen Pokok

Asumsi dasar dari penelitian ini adalah AS menekan laju impor produk tekstil asal Cina karena dua faktor, yang pertama yaitu faktor ekonomi dimana AS terancam dan telah mengalami kerugian yang cukup besar akibat serbuan tekstil dari Cina, sehingga produk tekstil AS kalah bersaing dengan produk Cina yang jauh lebih murah jika dibandingkan produk tekstil lokas AS. Hal tersebut mengancam keberadaan produsen tekstil lokal AS. Kedua, ada faktor politik dimana AS banyak mendapat tuntutan dari berbagai kalangan, termasuk para produsen tekstil lokal agar AS segera melakukan tindakan-tindakan preventif guna mengatasi persoalan produk tekstil Cina. Untuk itu, AS melakukan proteksi terhadap tekstil asal Cina. Tindakan AS merupakan kebijakan

(33)

ekonomi politik. Dari segi ekonomi, serbuan produk tekstil Cina membuat AS rugi besar, banyak industri TPT AS yang harus menutup usahanya karena sudah tidak mampu lagi bersaing dengan harga produk tekstil asal Cina.

1.9 Sistematika Penulisan

BAB JUDUL PEMBAHASAN

1 Pendahuluan 1.1 latar belakang

1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Penelitian Terdahulu

1.5.1 Tabel Penelitian Terdahulu 1.6 Landasan Pemikiran

1.6.1 Merkantilisme 1.6.2 Proteksionisme 1.6.3 Tarrif Barrier 1.6.4 Non Tarrif Barier 1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian

1.7.2 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.3 Teknik dan Alat Pengumpulan

(34)

1.7.4 Teknik Analisa Data 1.8 Hipotesis

1.9 Sistematika Penulisan 2 Hubungan Dagang AS-China

Dalam Industri Tekstil

2.1 Hubungan Perdagangan AS-China 2.2 Industri TPT 2.3 Potensi TPT China 2.4 Potensi TPT AS 3 Analisis Kebijakan Proteksionisme AS Terhadap Tekstil China 3.1 Bentuk Proteksi

3.1.1 Kebijakan Tarrif Barrier

3.2 Kepentingan Ekonomi AS Dalam Industri TPT

3.2.1 infant industri

3.2.2 force capital investment .3.2.3 national interest

3.2.3.1 meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi AS

3.2.3.2 hegemoni atas China

4 Penutup 4.1 Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

(ii) Any alteration to the existing building on this land or any new building to be erected thereon shall be in accordance with plans sections and

191 Sekolah Tinggi Teknik Dharma Yadi Makassar, Makassar Teknik Elektro 192 Sekolah Tinggi Sains dan Teknologi Indonesia (INTEN), Bandung Teknik Elektro. 193 Sekolah Tinggi

(1) Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d adalah unsur pelaksana akademik di bawah Rektor yang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi di bidang

Hasil penelitian yang dilakukan di kelas VII SMP Negeri 1 Kasimbar menunjukkan bahwa pembelajaran yang menerapkan pendekatan tutor sebaya dapat meningkatkan kemampuan

Berdasarkan semua parameter yang diujikan yaitu linearitas, akurasi, presisi, limit deteksi, dan limit kuantitasi, metode penentuan logam kadmium (Cd) dalam air limbah

Berdasarkan uraian diatas dan dari hasil penelitian terdahulu peneliti tertarik untuk dapat membahas dan melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Perencanaan

Hal utama yang seharusnya menjadi perhatian oleh Pemerintah adalah bahwa pada saat ini ekspektasi masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat