• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 20 TAHUN 1982

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 20 TAHUN 1982"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 1982

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI, PALAWIJA DAN SAYURAN DI JAWA TIMUR TAHUN 1982/1983

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

MENIMBANG : Bahwa guna melancarkan pelaksanaan program peningkatan

produksi padi, palawija dan hortikultura musim kemarau tahun 1982 dan musim penghujan tahun 1982/1983 dan sebagai pelaksanaan Keputusan Menteri Pertanian tanggal 11 Desember 1981 Nomor 010/SK/Mentan/Bimas/XII/1981 tentang rencana intensifikasi padi, palawija dan sayuran, perlu menetapkan pedoman pelaksanaan program peningkatan produksi (intensifikasi) padi, palawija dan hortikultura di Jawa Timur dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

MENGINGAT : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 ;

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1976; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1979 ; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1980 ; 5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1976 ; 6. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1978; 7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1981 ; 8. Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali Bimas

tanggal 11 Desember 1981 Nomor 010/SK/Mentan/ Bimas/XII/1981 ;

9. Keputusan Menteri Perdagangan tanggal 15 Pebruari 1979 Nomor 56/KP/II/1979 ;

10. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 104/KP/III/1980 ;

11. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 9 Mei 1980 Nomor 111 Tahun 1980.

MEMPERHATIKAN : Hasil Rapat Satuan Pembina Bimas Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 29 Januari 1982.

(2)

M E M U T U S K A N

MENETAPKAN : KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA

TIMUR TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI, PALAWIJA DAN SAYURAN DI JAWA TIMUR TAHUN 1982/1983.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan istilah :

a. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, ialah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur;

b. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, ialah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di Jawa Timur selaku Ketua Satuan Pelaksana Bimbingan Massal Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II setempat;

c. Daerah Tingkat II, ialah Daerah Tingkat II di Jawa Timur tempat dilaksanakan program intensifikasi padi, palawija dan sayurah tahun anggaran 1982/1983 ;

d. Bimas, ialah Bimbingan Massal ; e. M T , ialah Musim Tanam ;

f. Inmas, ialah Intensifikasi Massal ; g. Insus, ialah Intensifikasi Khusus ; h. KUD, ialah Koperasi Unit Desa ;

i. BUUD, ialah Badan Usaha Unit Desa ; j. VUB, ialah Varietas Unggul Baru ;

k. VUTW, ialah Varietas Unggul Tahan Wereng ;

l. Pestisida, ialah obat-obatan untuk pemberantas hama/penyakit tanaman ;

m. LJKK, ialah Lembaga Jaminan Kredit Koperasi ; n. LAKU, ialah Latihan dan Kunjungan ;

o. INPRES, ialah Instruksi Presiden Republik Indonesia ; p. SPPB, ialah Surat Permintaan Pemindah Bukuan ; q. HIPPA, ialah Himpunan Petani Pemakai Air ;

r. WKPP, ialah Wilayah Kerja Penyuluhan Pertanian ;

s. SATPEM Bimas Tingkat I, ialah Satuan Pembina Bimbingan Massal Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur;

t. SATPEL Bimas Tingkat II, ialah Satuan Pelaksana Bimbingan Massal Kabupaten/ Kotamadya' Daerah Tingkat II di Jawa Timur.

BAB II INTENSIFIKASI

Bagian Pertama Kebijaksanaan Umum Pasal 2

(1) Usaha peningkatan produksi/intensifikasi padi, palawija dan sayuran dilaksanakan di semua lahan usaha tani;

(3)

(2) Lahan Usaha tani dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi lahan lama maupun lahan hasil perluasan areal atau pencetakan sawah, yang dapat diberi rekomendasi panca usaha sepenuhnya atau bagian-bagian panca usaha.

Pasal 3

Intensifikasi padi dan palawija dalam tahun 1982/1983 dilaksanakan guna mencapai sasaran produksi tahun 1982, yaitu Produksi :

a. padi, sebesar 7.600.000 ton gabah kering giling ; b. jagung, sebesar 1.498.000 ton pipilan kering ; c. ubi kayu, sebesar 3.581.000 ton ubi basah ; d. ubi jalar, sebesar 391.000 ton ubi basah ;

e. kacang tanah, sebesar 148.000 ton kacang basah ; f. kedele, sebesar 389.000 ton wose kering ;

g. kacang hijau, sebesar 37.500 ton wose kering; h. sorghum, sebesar 22.000 ton wose kering ;

Bagian Kedua Intensifikasi Khusus/INSUS

Pasal 4

(1) Insus diselenggarakan untuk memperoleh hasil padi yang sesuai dengan potensi produksifitas setiap lahan ;

(2) Insus diselenggarakan pads lahan usaha tani yang : a. mempunyai pengairan teratur ;

b. terletak di daerah yang memiliki cukup jaminan prasarana fisik;

c. kelembagaan yang mendukung pelaksanaan peningkatan mutu intensifikasi secara massal ;

(3) Petani dilarang melaksanakan usaha tani pada lahan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut pada ayat (2) pasal ini;

(4) Apabila terdapat kelompok tani hamparan yang sudah mampu mengelola kegiatan bersama diwajibkan untuk membina petani yang tidak memiliki lahan yang memenuhi persyaratan tersebut pada ayat (1) pasal ini dengan pola Insus pada lahan yang dimiliki ;

(5) Pemerintah memberikan premi kepada kelompok tani peserta Insus. dengan pengaturan sesuai ketentuan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1980.

(4)

Pasal 5

(1) Untuk pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam pasal 1 Keputusan ini dalam Tahun 1982/1983, diselenggarakan proyek percontohan/percobaan (pilot proyek) Insus jagung dan Insus kedele pada beberapa Daerah Tingkat II di Jawa Timur;

(2) Sasaran usaha peningkatan produksi palawija yaitu :

a. memenuhi kebutuhan pangan dengan penganekaragaman dalam rangka swasembada ;

b. meningkatkan pendapatan petani, penyediaan bahan makanan temak dan ekspor;

(3) Intensifikasi sayuran, diarahkan kepada : a. peningkatan produktifitas usaha tani; b. peningkatan efisiensi usaha tani;

c. menunjang usaha perbaikan gizi, pengendalian fluktuasi musiman dari harga yang terlalu tajam, serta mengurangi impor sayuran.

Bagian Ketiga Areal Intensifikasi

Pasal 6

Areal intensiflkasi di Jawa Timur dalam Tahun Anggaran 1982/1983 meliputi :

a. areal intensifikasi padi ; b. areal intensifikasi palawija ; c. areal intensifikasi sayuran.

Pasal 7

(1) Areal intensifikasi padi dimaksud dalam pasal 6 Keputusan ini seluas 1.421.000 hektar, meliputi 371.000 hektar, dan 1.050.000 hektar, yang diperinci sebagai berikut :

a. padi sawah, seluas 1.373.375 hektar, terdiri dari MT 1982 seluas 371.000 hektar dan MT 1982/1983 seluas 1.002.375 hektar ;

b. padi gogo, seluas 47.625 hektar untuk MT 1982/1983 ;

(2) Areal intensifikasi tanaman padi dimaksud pada ayat (1) pasal ini berupa Insus dan Intensifikasi Umum, yaitu :

a. areal Insus seluas 1.154.300 hektar, meliputi MT 1982 seluas 316.300 hektar dan MT 2982/1983 seluas 838.000 hektar; b. areal intensifikasi umum seluas 266.700 hektar, meliputi MT

1982 seluas 54.700 hektar dan MT 1982/1983 seluas 212.000 hektar.

(5)

Pasal 8

(1) Areal intensifikasi palawija dimaksud dalam pasal 6 Keputusan ini seluas 1.336.600 hektar meliputi 505.500 hektar (untuk MT 1982) dan 831.100 hektar (untuk MT 1982/1983), yang diperinci sebagai berikut :

a. jagung, seluas 820.000 hektar, terdiri MT 1982 220.000 hektar dan MT 1982/1983 600.000 hektar;

b. sorghum, seluas 6.400 hektar, terdiri MT 1982 4.000 hektar dan MT 1982/ 1983 2.400 hektar;

c. ubi kayu, seluas 117.200 hektar, terdiri MT 1982 21.500 hektar dan MT 1982/1983 95.700 hektar ;

d. ubi jalar, seluas 9.000 hektar, terdiri MT 1982 5.t)00 hektar dan MT 1982/ 1983 4.000 hektar ;

e. kacang kedele, seluas 310.000 hektar, terdiri MT 1982 210.000 hektar dan MT 1982/1983 100.000 hektar ;

f. kacang tanah, seluas 62.500 hektar, terdiri MT 1982 30.500 hektar dan MT 1982/1983 24.000 hektar;

g. kacang hijau, seluas 11.500 hektar, terdiri MT 1982 6.500 hektar dan MT 1982/1983 5.000 hektar ;

(2) Areal intensifikasi palawija dimaksud pada ayat (1) pasal ini berupa Insus dan Intensifikasi Umum, yaitu :

a. areal Insus seluas 556.700 hektar, yang terdiri dari MT 1982 seluas 223.950 hektar, (meliputi Insus jagung 105.500 hektar, kedele 118.450 hektar) dan MT 1982/1983 seluas 332.750 hektar, (meliputi Insus jagung 285.400 hektar, kedele 47.350 hektar) ;

b. areal intensifikasi umum seluas 779.900 hektar, meliputi MT 1982 seluas 281.550 hektar dan MT 1982/1983 seluas 498.350 hektar.

Pasal 9

(1) Areal intensifikasi sayuran seluas 50.000 hektar meliputi MT 1982 23.000 hektar dan MT 1982/1983 27.000 hektar ;

(2) Areal intensifikasi sayuran dimaksud pada ayat (1) pasal ini berupa Bimas dan Inmas, yaitu :

a. areal Bimas seluas 5.298 hektar, yang terdiri dari MT 1982 seluas 3.720 hektar (meliputi Bimas bawang merah 370 hektar, dan lombok 3.350 hektar), dan MT 1982/1983 seluas 1.578 hektar (meliputi Bimas Bawang merah 400 hektar dan lombok 1.178 hektar) ;

b. areal Inmas seluas 44.702 hektar, meliputi MT 1982 seluas 19.820 hektar dan MT 1982/1983 seluas 25.422 hektar ;

(6)

(3) Dalam MT 1982/1983 dari rencana Bimas dan Inmas dimaksud pada ayat (2) pasal ini, direncanakan Insus bawang merah seluas 100 hektar (terdiri dari Bimas 50 hektar dan Inmas 50 hektar) dan Insus lombok seluas 150 hektar (terdiri dari Bimas 100 hektar dan Inmas 50 hektar).

Pasal 10

Perincian lebih lanjut areal intensifikasi dimaksud dalam pasal-pasal 7, 8, dan 9 Keputusan ini untuk masing-masing Daerah Tingkat II akan ditetapkan oleh SATPEM Bimas Tingkat I, dengan memperhatikan :

a. Kebijaksanaan umum intensifikasi ;

b. Kondisi Daerah Tingkat II masing-masing ;

c. Keperluan pembinaan intensifikasi tanaman padi, palawija dan sayuran pada lahan perkebunan yang memerlukan tanaman tumpang sari (tanaman sela) ;

d. Resiko terjadi kegagalan ; e. Tunggakan kredit Bimas ;

f. Pemasaran hasil bagi palawija dan sayuran. Bagian Keempat

Pengairan Pasal 11

(1) Seluruh areal sawah dengan pengairan yang baik, terutama areal sawah irigasi harus diinanfaatkan secara maksimal untuk usaha intensifikasi tanaman pangan ;

(2) Panitia irigasi harus menetapkan tata tanam dan pola tanam serta jadwal giliran pembagian air untuk setiap areal golongan apabila keadaan air bawah dan batas minimum.

Pasal 12

Penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan terhadap perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) atau HIPPA meliputi :

a. urgensi peningkatan tata tanam dan pola tanam ;

b. Cara-cara meningkatkan produksi tanaman pangan serta kegiatan pelaksanaan.

Bagian Kelima Benih Pasal 13

Peningkatan mutu intensifikasi padi dilakukan antara lain dengan menerapkan ketentuan :

a. wajib menanam VUTW bagi daerah-daerah serangan hama wereng batang coklat serta daerah-daerah bahaya/terancam di dataran rencah maupun dataran tinggi ;

(7)

b. penanaman VUB dengan menggunakan benih bermutu (bersertifikat) ditingkatkan dan diperluas meliputi semua areal yang cocok bagi pertumbuhan dan peningkatan produktifitasnya; c. penggunaan VUB diperluas untuk lahan di dataran tinggi sampai

dengan 800 meter di atas permukaan laut yang sesuai dan tahan terhadap hama penyakit demikian pula untuk daerah padi gogo dengan varietas unggul yang cocok untuk pertanaman padi gogo; d. waktu tanam pada lahan wilayah kelompok hamparan

pelaksanaan Insus diseragamkan, dan semua petani pelaksana Insus wajib menanam VUB sesuai petunjuk SATPEL Bimas setempat;

e. pelaksanaan padi paling banyak 2 (dua) kali setahun dengan diselingi tanaman palawija.

Pasal 14

(1) Intensifikasi palawija dan sayuran dilakukan dengan meningkatkan penggunaan benih bermutu varietas yang dianjurkan sesuai dengan keadaan daerah tempat penanaman dan permintaan pasar atau pembeli ;

(2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur bertanggung jawab mengenai produksi, pengaturan dan penyaluran benih yang dibantu para penangkar benih dan perusahaan bidang pengolahan dan penyaluran benih yaitu PT Pertani dan Perum Sang Hyang Sri;

(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap sumber-sumber pengadaan dan penyaluran benih bermutu sampai di WKPP dilakukan untuk menunjahg penggunaan benih/bibit padi, palawija dan sayuran yang bermutu.

Bagian Keenam Pupuk dan Pesusida

Pasal 15

(1) Jenis-jenis pupuk Urea, TSP, ZA dan KCL untuk intensifikasi (Bimas dan Inmas) padi, palawija dan sayuran diadakan dengan ketentuan harga sebagai berikut :

a. pupuk Urea, TSP, KCL, masing-masing sebesar Rp. 70,00 (tujuh puluh rupiah) setiap kilogram ;

b. pupuk untuk DAP sebesar Rp. 90,00 (sembilan puluh rupiah) setiap kilogram (Kg.) ;

c. pupuk ZA sebesar Rp. 65,00 (enam puluh lima rupiah) setiap kilogram ;

(2) Perincian ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini ditentukan lebih lanjut oleh SATPEM Bimas Tingkat I;

(8)

(3) Semua petani pelaksana Insus wajib menerapkan setiap petunjuk pemupukan.

Pasal 16

(1) Jenis-jenis insektisida, fungisida dan rocfentisida, disediakan untuk intensifikasi padi, palawija dan sayuran ;

(2) kebutuhan pupuk dan pestisida pada tahun tanam 1982/1983 untuk intensifikasi padi, palawija dan sayuran dari masing-masing Daerah Tingkat II berikut jumlah dan jadwal penggunaannya harus disusun perincian secara pasti ;

(3) Perincian ketentuan tersebut pada ayat (1) dan (2) pasal ini ditentukan lebih lanjut oleh SATPEM Bimas Tingkat I.

Pasal 17

(1) Penyediaan pupuk untuk keperluan Bimas/Inmas dan Non Bimas dilakukan oleh PT PUSRI ;

(2) Penyediaan pestisida bersubsidi untuk keperluan Bimas/Inmas padi, palawija dan sayuran dilaksanakan oleh PT Pertani ;

(3) Apabila penyediaan pupuk dan pestisida melebihi ketentuan dalam Keputusan ini hams ditetapkan lebih lanjut oleh SATPEM Bimas Tingkat I atas dasar permintaan SATPEL Bimas Tingkat II.

Pasal 18

Pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk/pestisida dilakukan sesuai kebijaksanaan dan ketentuan dalam Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 56/KP/II-1979 dan Nomor 104/KP/HI/1980 serta ketentuan lain yang ditetapkan kemudian oleh Menteri Perdagangan dan Koperasi.

Pasal 19

(1) PT PUSRI bertanggung jawab untuk menyampaikan pupuk Urea, TSP, dan ZA sarnpai lini IV melalui kerja sama dengan para penyalur atau melaksanakan sendiri di lini IV dalam hal diperlukan ;

(2) PT Pertani bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk KCL serta menyalurkan pestisida sampai di lini IV melalui kerja sama dengan para penyalur atau melaksanakan sendiri sampai di lini IV dalam hal diperlukan ;

(3) Penyediaan dan penyaluran pupuk oleh PT PUSRI dan pestisida oleh PT Pertani sampai di lini III dilaksanakan berpedoman pada Keputusan ini.

(9)

Pasal 20

(1) SATPEM Bimas Tingkat I dan SATPEL Bimas Tingkat II harus dapat mengendalikan persediaan pupuk dan pestisida di lini IV untuk menjamin penyediaan kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 104/KP/III/1980 ;

(2) Untuk keperluan tersebut pada ayat (1) pasal ini, produsen, importir/distributor wajib memperbanyak jumlah dan memperluas aparat penyalur sesuai dengan kebutuhan masing-masing Daerah Tingkat II di seluruh Daerah intensifikasi.

Bagian Ketujuh Perlindungan Tanaman

Pasal 21

(1) Untuk menanggulangi dan mencegah eksplosi hama dan penyakit terutama hama wereng dan tikus serta penyakit tungro, dilakukan penerapan prinsip pengendalian terpadu ;

(2) Prinsip pengendalian terpadu dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan antara lain :

a. mengatur tata tanam dan pegiliran tanaman ;

b. penggunaan varietas yang resisten terhadap hama penyakit ; c. penggunaan pestisida serta waktu aplikasi yang dianjurkan.

Pasal 22

(1) Keputusan untuk melaksanakan pengendalian hama yang menjadi kewajiban petani harus diambil oleh petani yang bersangkutan ;

(2) Guna mengambil Keputusan dimaksud pada ayat (1) pasal ini petani dibantu oleh pengamat hama dengan memberikan informasi peringatan awal kepada petani yang bersangkutan.

Pasal 23

Pengamat hama bertanggung jawab untuk memberikan informasi peringatan awal kepada petani serta saran tindakan pengendalian yang menyangkut ketepatan waktu dilakukan aplikasi pestisida oleh petani.

Pasal 24

Apabila timbul eksplosi hama yang tidak mampu diatas oleh petani dengan kemampuan sendiri, Pemerintah memberikan bantuan yang diperlukan kepada petani yang bersangkutan.

(10)

Pasal 25

Ketentuan dalam pedoman tatalaksana intensifikasi yang sudah ada mengenai perlindungan tanaman merupakan kelengkapan ketentuan pada kegiatan operasional perlindungan tanaman pangan menurut dasar pengendalian terpadu.

Bagian Kedelapan Pasca Panen

Pasal 26

(1) Panen harus dilakukan pada waktu yang tepat dengan cara dan peralatan yang baik ;

(2) Pengangkutan harus dilakukan dengan mempergunakan perlengkapan yang dapat menghindarkan kececerannya hasil selama pengangkutan tersebut.

Pasal 27

(1) Hasil panen harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih dengan melakukan pengeringan dan pengolahan hasil panen yang mempergunakan perlengkapan dan peralatan yang memenuhi syarat seperti alat perontok, alat pembersih, lantai jemur atau alat-alat lain untuk pengeringan ;

(2) Pengadaan, penggunaan dan pengelolaan alat pembersih berdasarkan paket kredit dilaksanakan secara berkelompok bagi petani yang memerlukan alat tersebut ;

(3) Kelengkapan sarana lepas panen diadakan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 1981, guna menjamin pengadaan dan kemantapan harga dasar padi dan palawija.

Pasal 28

Apabila cuaca kurang baik pada waktu panen dan hasil panen tidak bisa segera dikeringkan secara alami, harus diambil langkah-langkah berupa hasil panen dikeringkan dengan alat-alat pengering mekanis dan cara-cara lain yang dapat menghindarkan kerusakan hasil dengan memperhatikan petunjuk Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan dan SATPEM Bimas.

Pasal 29

(1) Harga dasar disesuaikan secara wajar untuk meningkatkan kesejahteraan petani, produsen, mendorong usaha meningkatkan produksi dan untuk menjaga keseimbangan antara pendapatan petani dengan kebutuhan pengeluaran ;

(11)

(2) Ketentuan dalam pedoman tatalaksana intensifikasi mengenai pemasaran hasil merupakan bagian dari pedoman kerja dalam melaksanakan kegiatan pemasaran hasil.

Bagian Kesembilan Perkreditan

Pasal 30

(1) Pedoman Paket Kredit Bimas untuk MT 1982 (April 1982 - September 1982) dan MT 1982/1983 (Oktober 1982 - Maret 1983) untuk Bimas Padi, Palawija ditetapkan sebagaimana tercantum pada Lampiran Keputusan ini;

(2) Bank Rakyat Indonesia melayani paket kredit tambahan sesuai dengan danatj yang tersedia apabila petani ingin menambah jumlah pupuk dan insektisida sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan oleh SATPEM Bimas ;

(3) Ketentuan-ketentuan mengenai kredit Bimas padi dan palawija MT 1982 dan ; MT 1982/1983 diatur oleh Bank Rakyat Indonesia.

Pasal 31

(1) Paket kredit Bimas padi, terdiri dan Paket A, Paket B dan Paket C dengan ketentuan :

a. Paket A diberikan kepada peserta Bimas Baru ;

b. Paket B diberikan untuk Bimas biasa yang disediakan hanya untuk daerah yang tidak mungkin ditanami dengan varietas unggul baru ;

c. Paket C diberikan bagi daerah yang menurut rekomendasi SATPEM/SATPElf Bimas, memerlukan pemupukan dengan dosis tinggi ;

(2) Paket Kredit Bimas Palawija disediakan untuk petani peserta Bimas Palawija] pada lahan sawah, tegalan sesuai dengan jenis tanaman yang diusahakan ;

(3) Paket Kredit Bimas Sayuran disediakan bagi petani sayuran tertentu dari lokasij areal yang tercantum pada lampiran Keputusan ini.

Pasal 32

(1) Penggantian antar komoditi palawija dapat dilaksanakan oleh SATPEL Bimas Tingkat II, sepanjang masih dalam batas penyediaan kredit dan sarana produksi;

(2) Apabila dalam penggantian komoditi tersebut mengakibatkan penambahan target areal dan penyediaan kredit serta sarana produksi, untuk tambahan target areal tersebut diperlukan persetujuan lebih dahulu dari SATPEM Bimas Tingkat I.

(12)

Pasal 33

(1) Paket Kredit Bimas padi dan palawija disediakan pula bagi petani peserta Bima yang melaksanakan tanaman selam tariaman pangan pada lahan perkebunan atau pada lahan kawasan hutan; (2) Komponen dan jumlah paket kredit terse but pada ayat (1) pasal

ini akan ditetapkan secara terperinci oleh SATPEM Bimas Tingkat I.

Pasal 34

Pedoman paket kredit Insus jagung Tahun 1982/1983 yang ditanam secara monokultur dan tumpangsari pada lahan kering dan sawah tadah hujan akan diperinci lebih lanjut.

Pasal 35

SATPEL Bimas Tingkat II secara terkoordinasikan dan terpadu wajib mengadakan :

a. Kegiatan penagihan kepada penunggak kredit Bimas ; b. Pencegahan terhadap penyalahgunaan pemakaian kredit ;

c. Pengamatan atas perkembangan penyaluran dan pengembalian kredit Bimas di daerahnya serta melaporkan kepada SATPEM Bimas Tingkat I.

Pasal 36

Penyaluran kredit Bimas dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) disalurkan melalui pola :

a. lewat KUD, yang selanjutnya disampaikan kepada Kelompok Tani sepanjang KUD sudah mampu dan telah mendapatkan rekomendasi dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Koperasi Propinsi Jawa Timur;

b. langsung kepada Kelompok Tani, yang selanjutnya oleh Kelompok diserahkan kepada petani anggotanya yang memerlukan kredit.

Pasal 37

Kelompok Tani harus aktip berperan dalam membantu penyaluran, penggunaan maupun pengembalian kredit Bimas.

(13)

Bagian Kesepuluh Peserta Bimas

Pasal 38

Petani peserta Bimas yang menggunakan fasilitas kredit harus memiliki dan menggunakan Buku Keterangan Peserta Bimas sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali Bimas Nomor 044/SK.I/MENTAN/PBP/ 1978 dengan ketentuan :

a. Buku Keterangan Peserta Bimas (Buku Bimas) hanya diberikan kepada pemilik tanah atau orang yang diberi kuasa oleh pemilik tanah; penggarap hanya dicantumkan namanya dalam Buku Bimas pada masing-masing pemilik tanah yang bersangkutan ; b. Dalam masa peralihan bagi pemohon kredit Bimas yang oleh

karena sesuatu hal di luar kekuasaannya, belum dapat memiliki Buku Bimas berlaku ketentuan prosedur pelayanan kredit Bimas sebelumnya ;

c. Buku Keterangan Peserta Bimas dapat berlaku meskipun belum ada pasfoto pemilik/pemegang hak, dengan pengertian secara berangsur-angsur persyaratan pasfoto pada Buku Bimas dapat dipenuhi atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari yang bersangkutan dapat dijadikan sebagai bukti diri.

Pasal 39

Petani yang dapat memperoleh kredit Bimas pada MT 1982 (April 1982 -September 1982) adalah :

a. Petani yang telah melunasi kredit Bimas 1981 dan sebelumnya sedang sisa kredit Bimas MT 1981/1982 dapat diteruskan 2 (dua) musim dinilai dari pengeluaran kredit ;

b. Petani yang mengalami puso pada tanaman padinya (rusak 85% - 100% dari produksi normal) berdasarkan INPRES Nomor 2 Tahun 1976 dan setelah tunggakan kredit Bimas yang bersangkutan diambil alih oleh Pemerintah atau diperpanjang jangka waktu pelunasannya ;

c. Petani yang mengalami kerusakan pada tanaman padinya (50% - 85% dari hasil produksi normal) setelah tunggakan kredit Bimas yang bersangkutan diperpanjang jangka waktu pelunasannya ; d. Petani yang memiliki tunggakan sejak MT 1975/1976 sampai

dengan MT 1981 seluruhnya berjumlah tidak lebih 20% (dua puluh persen) dari jumlah kredit Bimas yang pernah diterimanya, setelah seluruh tunggakan kredit Bimas yang bersangkutan diperpanjang jangka waktu pelunasannya ;

(14)

e. Petani yang berdasarkan penelitian SATPEL Bimas Kecamatan telah melunasi kredit Bimasnya, tetapi masih tercatat belum melunasi dan atau mutasinya belum dimasukkan dalam pembukuan Bank Rakyat Indonesia Unit Desa sebagai akibat tindakan pihak lain ;

f. Petani penggarap dengan ketentuan tanah garapan yang sama belum dimintakan kredit oleh pemiliknya atau petani penggarap lainnya.

Pasal 40

Petani yang dapat memperoleh kredit Bimas pada musim tanam Oktober 1982 - Maret 1983 adalah :

a. Petani yang sudah melunasi kredit Bimas MT 1981/1982 dan sebelumnya, sedang sisa kredit Bimas MT 1982 dapat diteruskan hingga 2 musim, dimulai dari tanggal pengeluaran kredit;

b. Petani yang mengalami puso pada tanaman padinya berdasarkan INPRES Nomor 2 Tahun 1976 dan setelah tunggakan kredit Bimas yang bersangkutan diambil alih oleh Pemerintah atau diperpanjang jangka waktu pelunasannya ;

c. Petani yang mengalami kerusakan pada tanaman padinya (50% - 85% dari hasil produksi normal) setelah tunggakan kredit Bimas yang bersangkutan diperpanjang jangka waktu pelunasannya; d. Petani yang memiliki tunggakan sejak MT 1975/1976 sampai

dengan MT 1981/1982 seluruhnya berjumlah tidak lebih dari 20% (dua puluh persen) dari jumlah kredit Bimas yang pernah diterimanya setelah seluruhnya tunggakan kredit Bimas yang bersangkutan diperpanjang jangka waktu pelunasannya ;

e. Petani-petani yang berdasarkan penelitian SATPEL Bimas Kecamatan telah melunasi kredit Bimasnya, tetapi masih tercatat belum melunasi dan atau mutasinya belum dimasukkan dalam pembukuan Bank Rakyat Indonesia Unit Desa sebagai akibat tindakan pihak-pihak lain ;

f. Petani penggarap dengan ketentuan bahwa tanah garapan yang sama belum dimintakan kredit oleh pemiliknya atau petani penggarap lainnya.

Pasal 41

Petani yang dapat memperoleh kredit Bimas palawija adalah :

a. Petani yang tidak mempunyai tunggakan kredit Bimas palawija maupun kredit pertanian lainnya;

(15)

b. Petani yang tidak terkena larangan mengambil kredit Bimas padi akibat tunggakan kreditnya;

c. Petani penggarap tanah garapan yang belum dimintakan kredit oleh pemiliknya atau petani penggarap lainnya ;

d. Petani yang mengalami puso pada tanaman palawija (rusak 85% - 100%) dari produksi normal berdasarkan INPRES Nomor 2 Tahun 1976 dan Surat Menteri Pertanian Nomor 490/MENTAN/VI/1981, setelah tunggakan kredit Bimas palawija yang bersangkutan diambil alih oleh Pemerintah atau diperpanjang jangka waktu pelunasannya.

Pasal 42

SETPAM dan SATPEL Bimas sampai dengan Tingkat Desa harus berusaha untuk meningkatkan jumlah petani dalam memanfaatkan fasilitas kredit Bimas serta mendorong dan meningkatkan kesadaran petani untuk membayar kembali kreditnya sampai lunas.

Pasal 43

(1) Usul pennyelesaian pengembalian kredit Bimas yang areal pertanggungannya puso berdasarkan INPRES Nomor 2 Tahun 1976 disampaikan oleh Bupati/WaKkotamadya Kepala Daerah Tingkat II diterima Gubernur Kepala Daerah Tingkat I paling lambat 2 (dua) MT berikutnya untuk diteruskan kepada Menteri Pertanian ;

(2) Usul tersebut pada ayat (1) pasal ini diperlakukan bag! areal pertanaman Bimas padi yang puso disebabkan oleh eksplosi hama wereng, bencana alam banjir, kekeringan dan atau bencana alam lainnya.

BAB III

PENYULUHAN PERTANIAN DAN PENERANGAN BIMAS Pasal 44

(1) Kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan melalui pendekatan kelompok hamparan dengan memantapkan sistim kerja LAKU, diarahkan kepada terwujudnya kegiatan massal untuk mencapai sasaran usaha intensifikasi ;

(2) Pelaksanaan anjuran Panca Usaha oleh kelompok tani diwujudkan dalam bentuk kerja sama kelompok seperti dem farm, dem area dan Insus.

Pasal 45

(1) Perlombaan Insus diselenggarakan antar kelompok tani pada tingkat Kabupaten dan perlombaan tingkat karya aparatur pelaksana antar Kabupaten untuk meningkatkan kegairahan petani dalam menerapkan panca usaha ;

(16)

(2) Pembinaan kegiatan kerja sama petani dalam kesatuan kelompok tani dilakukan dengan adanya pengakuan, pengasahan dan pengukuhan kelompok tani, dan kontak tani oleh Pemerintah.

Pasal 46

Kelompok tani digiatkan untuk melaksanakan Insus para pemimpin formal maupun informal di desa dengan memberikan dukungan dan dorongan secara maksimal.

Pasal 47

(1) Kegiatan penerangan diarahkan untuk merangsangk motivasi serta menumbuhkan sikap mental masyarakat tani untuk meningkatkan partisipasinya dalam melaksanakan usaha meningkatkan Produksi padi, palawija dan sayuran ;

(2) Untuk merangsang motivasi tersebut pada ayat (1) pasal ini penyebarluasan informal oleh Juru Peherang dilakukan secara tatap muka melalui media massa umum, media tradisional (kesenian-kesenian daerah) dan media lainnya secara terpadu.

Pasal 48

(1) Semangat gotong royong dan kerja sama kelompk tani harus dibina dan diarahkan pada pembentukan Koperasi Unit Desa yang dirasakan sebagai milik petani yang membantu memberikan pelayanan dalam mencukupi kebutuhan petani ;

(2) Disiplin masyarakat tani khususnya dan masyarakat pedesaan pada umumnya harus dikembangkan dalam pengembalian kredit Bimas maupun dalam memanfaatkan bantuan Pemerintah seperti premi Insus bagi kehidupan petani, pembangunan pertanian dan pedesaan ;

(3) Kampanye mengenai penganekaragaman pangan dan gizi sehat harus ditingkat-kan sebagai usaha pengendalian konsumsi beras.

Pasal 49

(1) Pembinaan pendapat umum yang akan menghasilkan sikap dan gairah yang positip terhadap usaha peningkatan produksi pangan harus dilaksanakan dengan kampanye yang intensif meliputi materi yang berhubungan dengan usaha peningkatan produksi, penganekaragaman pangan serta pengendalian konsumsi beras; (2) Jadwal kegiatan dan materi penerangan Bimas dilaksanakan

sesuai dengan kegiatan lapangan seperti tercantum dalam pedoman pelaksanaan penerangan Bimas terdahulu.

(17)

BAB IV PEMBIAYAAN

Pasal 50

(1) Kegiatan operasional pembinaan intensifikasi padi, palawija dan sayuran ini, dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ;

(2) Bantuan dan peranan dari sumber-sumber anggaran lainnya seperti yang berasal dari dana INPRES, sumbangan pembangunan desa, kredit investasi dan lain-lain diarahkan untuk membantu usaha pencapaian sasaran peningkatan produksi.

BAB V

KETENTUAN LAIN-LAIN DAN PENUTUP Pasal 51

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di Jawa Timur, selaku Ketua SATPEL Bimas Daerah Tingkat II masing-masing mempunyai tugas untuk melaksanakan intensiflkasi Produksi padi, palawija dan sayuran sesuai dengan pedoman dimaksud pada pasal 1 Keputusan ini dalam rangka peningkatan realisasi dan mutu intensiflkasi dengan memperhatikan keadaan masing-masing daerahnya.

Pasal 52

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur selaku Ketua Harian Pelaksana SATPEM Bimas Tingkat I Jawa Timur mempunyai tugas untuk menyusun petunjuk pelaksanaan dan rencana operasional sebagai yang menyangkut pelaksanaan Keputusan ini.

Pasal 53

Ketentuan-ketentuan yang sudah ada sebelumnya tentang Program Intensifikasi Produksi padi, Palawija dan Sayuran sepanjang belum diatur kembah dalam Keputusan ini, tetap berlaku dan dijadikan pedoman kerja dalam melaksanakan program intensiflkasi Tahun Anggaran 1982/1983.

Pasal 54

(1) Kebijaksanaan sebagaimana tersebut dalam Keputusan ini menjadi pedoman bagi Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II/Ketua SATPEL Bimas Tingkat II untuk dilaksanakan sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing ;

(18)

(2) Ketentuan yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali Bimas Nomor 002/SK/MENTAN/BIMAS/II/1979 tentang Pedoman Tatalaksana Intensiflkasi Padi, Palawija dan Sayuran dalam REPELITA III adalah prosedur baku tatalaksana penyelenggaraan usaha intensiflkasi yang hams diterapkan, baik dalam mengerahkan, membina maupun melayani petani peserta intensiflkasi.

Pasal 55

Hal-hal lain yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut sepanjang mengenai pelaksanaannya.

Pasal 56

(1) Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan selama Tahun Anggaran 1982/1983 ;

(2) Keputusan ini diumumkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tirnur.

Ditetapkan di : Surabaya

Tanggal : 20 Pebruari 1982

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

ttd.

SOENANDAR PRHOSOEDARMO

DIUMUMKAN DALAM LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR

Referensi

Dokumen terkait

Lebih lanjut Kepres ini menentukan bahwa untuk kegiatan kepentingan umum yang memerlukan tanah kurang dari 1 (satu) ha, pengadaan tanahnya dilakukan secara langsung

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Sistem Informasi Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 8 Yogyakarta dikembangkan menggunakan framework CodeIgniter dengan fitur:

Hasil yang diperoleh tersebut di atas menunjukkan bahwa kemampuan bioreaktor hibrid bermedia pelepah sawit dalam mendegradasi senyawa organik yang terdapat pada limbah cair

yang keluar dari permukaan telur, Telur ikan terbang (Cyypsilurus) misalnya mempunyai banyak rambut-rambut likat yang panjang dan keriting (Gambar 3) yang digunakannya

c. analisis Bank mengenai kecukupan Disaster Recovery Plan milik pihak penyedia jasa penyelenggara Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi. Bila sudah ada

Pada penelitian ini air yang masuk ke dalam membran sebelumnya dilakukan proses pengolahan awal terlebih dahulu menggunakan filter pasir dan karbon aktif, kedua filter ini

Harakat adalah tanda baca yang menyertai huruf Arab yang berfungsi untuk membentuk penyebutan seperti penambahan huruf vocal ‘a’ (fat-hah), seperti penambahan

Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional, dan sosial.Sepanjang maturasi seksual, perasaan, peran, dan nilai baru harus diintegrasikan ke dalam diri. Pertumbuhan yang cepat