• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gliserol. Gambar 1 Struktur gliserol.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gliserol. Gambar 1 Struktur gliserol."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Gliserol

Gliserol atau 1,2,3-propanatriol merupakan senyawa dengan tiga gugus hidroksil (Gambar 1) yang mempunyai kekentalan yang tinggi, tidak berbau, tidak berwarna, dan berasa manis (0,6 kali sukrosa). Sifatnya yang higroskopis membuat gliserol menyerap air di udara. Titik lelehnya 18,17ºC dan mempunyai titik didih 290ºC disertai dekomposisi (O’Neil et al. 2006). Sifat fisis gliserol adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Gambar 1 Struktur gliserol.

Tabel 1 Sifat fisis gliserol

Sifat Fisis Satuan Nilai

Titik leleh ºC 18,17 Titik didih ºC 0,53 kPa 14,9 1,33 kPa 166,1 13,33 kPa 222,4 101,3 kPa 290,4 Bobot jenis (25ºC) kg/l 1.262 Tekanan Uap Pa 50ºC 0,33 100ºC 526 150ºC 573 200ºC 6100 Tegangan Permukaan (20ºC) mN/m 63,4 Viskositas (20ºC) mPa.s 1499 Kalor Penguapan J/mol

55ºC 88,12

95ºC 76,02

Kalor Pelarutan kJ/mol 5,778 Kalor Pembentukan kJ/mol 667,8

Titik Nyala ºC 204

Sumber: Knothe 2005

Selain melalui proses fermentasi gula, gliserol juga dihasilkan dari proses pembuatan biodiesel. Dalam transesterifikasi minyak nabati, trigliserida

(2)

direaksikan dengan alkohol dengan bantuan asam atau basa kuat. Produk yang dihasilkan adalah ester metil atau biodiesel dan gliserol sebagai produk samping (Gambar 2).

Minyak alkohol biodiesel gliserol Gambar 2 Reaksi transesterifikasi minyak menjadi biodiesel dan gliserol (Lotero et al. 2004).

Beberapa tahun terakhir ini, industri biodiesel tengah berkembang, mengingat ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin menipis. Oleh karenanya, dunia mencari sumber energi alternatif yang salah satunya adalah biodiesel. Kondisi ini menyebabkan produksi biodiesel dunia semakin meningkat. Pada tahun 2006, produksi biodiesel Amerika Serikat mencapai 30-40 juta galon. Apabila diasumsikan terjadi peningkatan produksi 50-80% per tahun, maka pada tahun 2012 produksi biodiesel Amerika akan mencapai 400 juta galon (Dasari 2006).

Peningkatan produksi biodiesel berpengaruh pada kelimpahan gliserol di dunia. Setiap 9 kg produksi biodiesel menghasilkan 1 kg gliserol kasar (Pachauri & He 2006). Gliserol kasar yang dihasilkan tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, oleh kerana itu harus melalui proses pemurnian terlebih dahulu. Di sisi lain, kelimpahan gliserol akibat peningkatan produksi biodiesel menyebabkan harga gliserol kasar dunia menjadi turun drastis, bahkan mencapai tingkat harga terendah sebesar 0,05 USD per lb (Dasari 2006). Oleh karena itu, perlu dicari diversifikasi lain untuk mengatasi kelimpahan gliserol. Salah satu pilihan yang dapat dilakukan ialah mengonversi gliserol menjadi produk yang mempunyai nilai tambah. Konversi gliserol dapat dilakukan melalui reaksi kimia, seperti oksidasi selektif, hidrogenasi, polimerisasi, eterifikasi, maupun dengan bantuan mikrob, yakni fermentasi (Pachauri & He 2006).

Sampai saat ini, beberapa produk yang dihasilkan melalui konversi gliserol antara lain 1,3-propanadiol, 1,2-propanadiol, dihidroksiaseton, hidrogen, poligliserol, asam suksinat, poliester, dan polihidroksialkanoat (Pachauri & He

(3)

2006). Produk lain yang telah dikembangkan adalah gliseraldehida, asam gliserat (Carrettin et al. 2002), dan propilena glikol (Dasari 2006).

Limbah Biodiesel

Hasil samping produksi biodiesel minyak nabati biasanya teridiri atas gliserol, metanol, sisa katalis, pelarut, dan air. Gliserol diperoleh sebagai produk samping ketika minyak nabati disaponifikasi dalam proses pembuatan sabun dan proses pembuatan biodiesel. Dari proses produksi biodiesel, rendemen gliserol yang dihasilkan sebanyak 10% (Pachauri & He 2006). Kandungan dalam hasil samping gliserol berupa sisa bahan yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, yaitu metanol, KOH, serta kandungan lainnya, yaitu garam dan bahan organik yang tidak bereaksi (Radich 2007).

Metanol merupakan salah satu reaktan dari dua reaktan utama dalam produksi biodiesel. Seperti reaksi kimia biasa, efisiensi penggunaannya tidak 100% sehingga pada akhirnya masih ada sisa metanol yang tidak bereaksi. Sisa metanol ini dapat digunakan kembali dengan cara memanaskan limbah biodiesel sehingga metanol akan teruapkan.

Pengotor pada gliserol, terutama bahan organik non-gliserol (matter organic non-glycerol, MONG) berdampak pada mutu dan kuantitas gliserol yang dihasilkan. Jika kadar MONG tinggi (3-5%), masalah bau, warna, dan rasa akan timbul pada produk yang dihasilkan. Trimetilena glikol yang termasuk MONG dapat mempengaruhi warna gliserol dan menimbulkan masalah saat penyimpanan (Hui 1996).

Seperti diperkirakan, analisis unsur makro pada gliserol menunjukkan nilai karbon dan nitrogen yang seragam untuk tiap sampel, yaitu kadar karbon sebesar 25% serta kadar nitrogen 0,05% (Tabel 2). Sebagai tambahan, unsur dari tiap sampel terkumpul di fase gliserol karena mineral harus dihilangkan dari biodiesel dan mengendap di lapisan gliserol (Thompson & He 2006).

(4)

Tabel 2 Kandungan unsur makro dan mikro pada bahan baku minyak nabati dan hasil samping gliserol

Kandungan Minyak Nabati Hasil Samping Gliserol Kalsium (ppm) 2,7-15,7 11,0-24,0 Magnesium (ppm) 0,8-2,1 3,9-6,8 Fosforus (ppm) 8,0-10,0 25,3-65,0 Sulfur (ppm) 22,0-26,0 14,0-21,0 Natrium (% bobot) - 1,06-1,23 Karbon (%bobot) 77,0-77,3 24,0-26,3 Nitrogen (% bobot) 0,17-0,22 0,04-0,06 Lemak (%) 97,0-99,8 1,11-13,1 Karbohidrat (%) 1,05-2,91 75,2-83,8 Protein (%) 0,06-0,09 0,05-0,18 Kalori (kJ/kg) 37,0-37,4 14,5-17,5 Abu (%) - 0,65-2,80

Sumber: Thompson dan He (2006)

Addison (2007) menyatakan bahwa limbah gliserol mudah terbakar namun pada suhu tinggi dapat melepaskan asap akrolein, yaitu pada suhu 200-300ºC (392-572 F). Menurut US EPA (2007), akrolein (C3H4O) berupa cairan jernih atau

kekuningan yang mudah terbakar dan menguap. Bobot molekul akrolein 56,06 g/mol dengan tekanan uap sebesar 220 mmHg pada suhu 20ºC. Akrolein dilepaskan selama proses pembakaran termasuk pembakaran tembakau, emisi pembakaran hutan, dan produk hasil pemanasan minyak nabati serta lemak hewan.

Proses Produksi Semen

Pabrik semen ialah pabrik yang menghasilkan semen dengan bahan baku batu kapur/gamping dan tanah liat, pasir besi, pasir silika yang dibakar sampai meleleh dan ditambah gipsum. Hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk dikemas dalam kantong dengan bobot 40 dan 50 kg. Tahapan kegiatan proses produksi semen secara garis besar terdiri atas lima tahap, yaitu (1) tahap penambangan bahan baku, (2) tahap pengeringan dan penggilingan bahan baku, (3) tahap pembakaran dan pendinginan klinker, (4) tahap penggilingan akhir, dan (5) tahap pengantongan semen (PT Indocement Tunggal Prakarsa 2001).

(5)

CGA dapat dimanfaatkan dalam produksi semen selama tahap pengeringan dan penggilingan bahan baku serta tahap penggilingan akhir. Selama proses pengeringan dan penggilingan, seluruh bahan baku yang telah dihancurkan dari tahap penambangan dikeringkan terlebih dahulu ke dalam alat pengering dengan cara memanfaatkan gas panas dari pemanas awal suspensi dan pendingin. Campuran bahan baku dengan komposisi yang telah ditetapkan kemudian dimasukkan ke dalam alat penggiling bahan baku.

Proses yang terjadi selama tahap penggilingan akhir ialah pencampuran dan penggilingan klinker dengan gipsum dengan komposisi yang telah ditentukan. Proses penggilingan akhir ini dilakukan dalam alat penggilingan yang merupakan rangkaian tertutup. Proses penggilingan akhir ini dilakukan pada suhu kamar.

Bahan Penolong Penghancur Semen (Cement Grinding Aids, CGA) CGA telah dimanfaatkan dalam proses produksi semen selama lebih dari 50 tahun. Bahan ini dapat meningkatkan efisiensi penghancuran semen dan mengurangi konsumsi energi tanpa mengganggu performa semen. Beberapa bahan yang umum digunakan sebagai CGA ialah trietanol amina (TEA), mono- dan dietilena glikol (DEG), asam oleat, natrium oleat, cairan limbah sulfit dan asam dodesilbenzena sulfonat, dan natrium lignosulfonat (dari indutri kertas). Bahan organik yang ditambahkan berdosis rendah, yaitu berkisar 0,01-0,05% (Sottili et al. 2002).

CGA dapat menghilangkan salutan bola dan dapat mendispersikan bahan yang telah digiling. Salutan bola ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu energi permukaan, gaya elektrostatik, adsorpsi, dan tumbukan mekanis. Partikel yang sangat halus dari hasil penggilingan menjadi bermuatan listrik. Partikel tersebut memiliki muatan yang berbeda, yaitu positif dan negatif. Partikel bermuatan positif dan negatif mengalami gaya tarik elektrostatik sehingga terjadi proses penggumpalan (aglomerasi). CGA yang merupakan senyawa organik polar berperan sebagai pelemah gaya tarik elektrostatik sehingga aglomerasi menjadi turun (Sottili et al. 2002).

CGA ditambahkan selama proses penggilingan semen dengan tujuan mencegah proses aglomerasi. Fenomena aglomerasi ini bergantung pada jenis

(6)

bahan (komposisi kimia dan struktur kristalin), jenis penggiling, sistem penghancuran (tertutup atau terbuka), suhu, kelembapan, dan ventilasi dalam penggiling. Selain itu, CGA bertujuan memperhalus partikel semen sehingga kekuatan mekanis yang dihasilkan semakin tinggi (Sottili et al. 2002).

Gambar 3 menunjukkan perbedaan nilai BSS semen dengan dan tanpa tambahan CGA (Bernard 2004). Menurut hukum Rittinger, semakin lama waktu penggilingan maka nilai BSS yang dihasilkan semakin tinggi. Dapat dilihat bahwa nilai BSS semen dengan CGA lebih besar dibandingkan tanpa CGA. Selain itu, semen tanpa CGA dalam selang waktu penggilingan tertentu terjadi proses aglomerasi akibat adanya gaya tarik elektrostatik antarpartikel.

Gambar 3 Kurva hubungan antara waktu penggilingan versus SSB dengan dan tanpa CGA (Bernard 2004).

Mekanisme kerja CGA ialah mereduksi kekuatan atau energi permukaan yang dihasilkan pada semen selama proses penghancuran. Partikel dilemahkan ikatannya oleh senyawa organik polar yang mengatur gaya dipolnya sehingga aglomerasi menjadi turun (Gambar 4). Penurunan aglomerasi ini menyebabkan partikel menjadi lebih mudah dipecah menjadi berukuran lebih kecil.

(7)

Gambar 4 Mekanisme kerja CGA (Sottili et al. 2002).

Beberapa peneliti telah menemukan inovasi untuk membuat CGA. Bahan yang paling banyak digunakan untuk CGA ialah etilena glikol dan trietanol amina (Cheung & Gartner 1995). El-Jazairi (1999) menggunakan kopolimer anhidrida stirena-maleat (Gambar 5) yang dapat meningkatkan efisiensi proses grinding. Penggunaan kopolimer ini sebagai CGA dapat meningkatkan efisiensi proses penghancuran partikel semen.

Gambar 5 Struktur bahan baku yang digunakan sebagai CGA oleh El-Jazairi (1999).

Cheung (2001) menggunakan hidroksilamina termasuk N,N-bis(2-hidroksietil)-2-propanolamina dan N,N-bis(2-hidroksipropil)-N-(hidroksietil) amina sebagai bahan aditif CGA. Maeder et al. (2008) telah membuat CGA dari bahan baku polimer poli(metakrilat) atau poli(akrilat) tersubstitusi (Gambar 6). M = H+ atau ion logam alkali; R = hidrogen atau metil; R1 dan R2 = alkilena rantai C2 sampai C4; dan R3 = –NH2.

(8)

Gambar 6 Bahan baku yang digunakan sebagai CGA oleh Maeder et al. (2008).

Bahan baku lain yang bisa dimanfaatkan sebagai CGA ialah gliserol hasil samping produksi biodiesel. Jardine et al. (2006) serta Tran dan Bhattacharja (2007) telah berhasil membuat CGA dari gliserol hasil samping biodiesel. Menurut Jardine et al. (2006), penggunaan poliol yang diturunkan dari biomassa seperti diol, triol, atau campurannya dapat digunakan untuk mereduksi ukuran partikel semen menjadi lebih kecil. Peneliti ini mengklaim patennya bahwa komposisi CGA yang digunakan setidaknya mengandung satu senyawa poliol berbasis biomassa seperti diol, triol, atau campurannya. Komposisi CGA selanjutnya dijabarkan menjadi senyawa berbasis glikol, trietanolamina, asam asetat atau garamnya, triisopropanolamina, natrium asetat, dietanol isopropanolamina, tetrahidroksietiletilena diamina, karbohidrat, polikarboksilat, eter, klorida, nitrit, dan nitrat. Gliserol hasil samping biodiesel yang digunakan memiliki kadar tidak kurang dari 80% dan tidak lebih dari 95%. Komposisi CGA yang digunakan ialah air sebanyak 10-30%, trietanolamina sebanyak 10-80%, dan gliserol hasil samping biodiesel sebanyak 10-80%.

Paten Tran dan Bhattacharja (2007) mengklaim bahwa komposisi CGA mengandung gliserol hasil samping produksi biodiesel atau hasil transesterifikasi trigliserida. Hasil samping produksi biodiesel ini juga terdiri atas satu atau lebih komponen, yaitu MONG, metil ester, garam anorganik, dan air. Kadar garam anorganik dari hasil samping ini sebesar 0,01-7% (b/b).

Anna et al. (2001) membandingkan beberapa bahan yang berpotensi sebagai penolong penghancur semen. Nilai uji BSS dari beberapa bahan tersebut disajikan pada Gambar 7. Nilai BSS terbesar diperoleh pada bahan yang mengandung 0,5‰

(9)

PEG 400 + 0,5‰ H2O. Hal ini menunjukkan bahwa dengan waktu penggilingan

yang sama, partikel semen lebih halus jika ditambah 0,5‰ PEG 400 + 0,5‰ H2O.

Gambar 7 Nilai BSS dari beberapa bahan penghancur (Anna et al. 2001).

Analisis ukuran partikel juga dilakukan menggunakan uji residu (Anna et al. 2001). Perbandingan jumlah partikel yang lolos antara blangko dengan produk yang ditambah bahan penghancur yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil uji residu menggunakan bahan penghancur yang berbeda

Bahan Penghancur

Partikel yang lolos (%)

32µm 40µm 63µm

Blangko 77,0 83,9 94,8

1,0 ‰ H2O 80,0 86,8 97,2

0,5 ‰ H2O + 0,5 ‰ TEA 95,2 97,7 99,5

0,5 ‰ H2O + 0,5 ‰ Triisopropanol amina (TIPA) 96,4 98,1 99,5

0,5 ‰ H2O + 0,5 ‰ Dietilena glikol (DEG) 92,1 95,9 98,3

0,5 ‰ H2O + 0,5 ‰ Polietilena glikol (PEG) 400 84,8 90,6 97,6

0,5 ‰ H2O + 0,5 ‰ Ester asam polikarboksilat (PCAE) 74,8 83,6 92,0

Gambar

Gambar 1  Struktur gliserol.
Tabel 2  Kandungan unsur makro dan mikro pada bahan baku minyak nabati dan                hasil samping gliserol
Gambar 5  Struktur bahan baku yang digunakan sebagai CGA oleh El-Jazairi               (1999)
Gambar 6  Bahan baku yang digunakan sebagai CGA oleh Maeder et al. (2008).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) lembar validasi bahan ajar untuk mengukur validitas konstruks dari pakar; (2) lembar pengamatan

Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, maka eksistensi bank-bank yang berdasarkan suariah ini dipertegas dan kegiatannya diperluas dari semula

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua

Pada paragraph 39 menyatakan bahwa suatu aktiva tidak berwujud timbul dari pengembangan (atau dari tahap.. pengembangan dari suatu proyek internal) diakui jika, dan hanya

• Dengan merujuk kepada contoh yang berkaitan, bincangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pendidikan formal dalam tamadun Mesir dalam tamadun awal

Masalah etika ini selalu dihadapi oleh para manajer dalam keseharian kegiatan bisnis, namun harus selalu dijaga terus menerus, sebab reputasi sebagai perusahaan

Bagi Petugas Kesehatan: Penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi di Wilayah

Pada komponen output, pelaksanaan pengadaan alat kesehatan di RSUD Padang Pariaman belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan rumah sakit dan user.. Kata Kunci : Rumah