• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan harga kelapa di pasar domestik dan pasar dunia, Harga Domestik (Rp/kg)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perkembangan harga kelapa di pasar domestik dan pasar dunia, Harga Domestik (Rp/kg)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Tabel 6. Perkembangan harga kelapa di pasar domestik dan pasar dunia, 1993-2004.

Sumber: Ditjen BP Perkebunan, 2006.

Tabel 7. Perkembangan harga ekspor produk kelapa Indonesia, 1999-2003 (US $/MT).

Keterangan: CoM= copra meal; CC/M= coconut cream/milk

Menurut APCC perolehan ekspor produk kelapa Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan perolehan negara pesaing utama (Filipina). Padahal bila dibandingkan tingkat harga ekspor antar produk kelapa di kedua negara, harga beberapa produk kelapa asal Indonesia lebih murah. Hal ini mengindikasikan dalam perolehan manfaat perdagangan kelapa Indonesia pengaruh faktor non harga masih cukup signifikan. Faktor-faktor yang terkait dengan: kualitas produk, tingginya biaya transportasi, dan kompleksitas prosedur ekspor diduga turut berpengaruh terhadap perolehan manfaat perdagangan (ekspor) produk kelapa Indonesia yang belum maksimal. Tahun 1993 1996 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Harga Domestik (Rp/kg) 525 916 2685 1575 1575 1663 1810 1959 Harga Dunia(US $/MT) 295 489 462 314 201 274 300 450 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 Laju (%/th) CCO 0.60 0.44 0.28 0.35 0.46 -8.30 CoM 0.07 0.06 0.06 0.07 0.08 5.77 DC 0.86 0.70 0.92 0.65 0.66 -6.21 CC/M 1.02 0.93 0.75 0.67 0.67 -11.88 CCL 0.19 0.17 0.18 0.15 0.17 -2.77 AC 0.71 0.74 0.75 0.77 0.76 1.90 AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(2)

E. Infrastruktur dan Kelembagaan

Untuk daerah-daerah tertentu terutama di luar Jawa kondisi infrastruktur pendukung kurang memadai. Dampak dari hal ini biaya usahatani menjadi tinggi dan harga jual menjadi kurang bersaing. Sebagai contoh, di daerah sentra produksi kelapa di Indragiri Hilir hanya memiliki satu alternatif transportasi, yaitu transportasi air. Kondisi tersebut mengakibatkan kelembagaan penunjang cenderung menekan petani. Sebagai ilustrasi, kelembagaan pemasaran cenderung monopsoni, kelembagaan keuangan didominasi sistim barter yang merugikan petani, dan akses petani terhadap informasi teknologi dan pasar tidak berjalan karena kurang terjangkau oleh lembaga-lembaga yang tersedia.

Untuk wilayah yang infrastrukturnya sudah berkembang seperti di Jawa, kelapa masih cenderung dikonsumsi dalam bentuk kelapa segar, dimana konsumen utamanya adalah masyarakat perkotaan. Kondisi demikian mengakibatkan transportasi yang mahal dan rantai tataniaga yang panjang, pada gilirannya harga tingkat petani juga tertekan. Hal ini dapat diatasi jika dikembangkan beberapa produk kelapa terutama santan untuk dapat mensubtitusi santan yang langsung dibuat oleh rumah tangga dari kelapa segar, yang merupakan penggunaan yang dominan.

F. Kebijakan Harga, Perdagangan, dan Investasi.

Intervensi kebijakan pemerintah dalam mendukung agribisnis kelapa selama ini masih sangat terbatas. Pada komoditas ini belum pernah diberlakukan kebijakan harga output (price policy). Penentuan harga jual output selama ini diserahkan pada mekanisme pasar. Status komoditas yang bukan merupakan kebutuhan dasar dan tingkat penggunaan per kapita yang relatif rendah dapat menjadi faktor penjelas belum adanya urgensi intervensi kebijakan harga pada produk kelapa.

Berbeda dengan perdagangan internasional kelapa sawit, untuk kegiatan ekspor kelapa pemerintah juga belum melakukan intervensi kebijakan. Secara formal belum ada pemberlakuan peraturan yang terkait dengan pembatasan ekspor, baik menyangkut volume, bentuk produk maupun tujuan eskpor. Begitu pula kebijakan pendukung kegiatan ekspor, juga belum ada. Intervensi kebijakan pemerintah baru dilakukan pada kegiatan impor. Intervensi tersebut berupa penetapan bea masuk barang impor dan pajak penjualan yang selain memberikan pemasukan bagi negara juga dimaksudkan untuk melindungi para produsen di dalam negeri. Besaran bea masuk dan pajak penjualan bervariasi antar jenis produk (Tabel 8).

(3)

Tabel 8. Kebijakan perdagangan kelapa di Indonesia, 2003

Sumber: Dep. Keuangan, 2004.

Dalam bidang investasi, insentif pemerintah untuk mendukung pengembangan agribisnis kelapa belum ada yang bersifat khusus. Penyediaan dan peningkatan kualitas infra-struktur yang selama ini juga dilakukan di daerah-daerah sentra produksi itupun tidak secara khusus dimaksudkan untuk mendukung pengembangan investasi dalam agribisnis kelapa. Demikian pula pada aspek modal. Meskipun terdapat penyediaan fasilitas kredit untuk usaha skala kecil dari beberapa bank pemerintah, tetapi pemberian fasilitas tersebut tidak secara khusus disediakan untuk usaha yang mengelola atau mengolah produk kelapa.

Jenis produk

Copra

Crude Coconut Oil Refined Coconut Oil Copra Meal Desiccated Coconut Coconut Cream/Milk Coir fibre and Coir Products Shell Charcoal Activated Carbon Pajak Ekspor Nil Nil Nil Nil Nil Nil Nil Nil Nil Pajak lain Nil Nil Nil Nil Nil Nil Nil Nil Nil Bea Masuk Nil 5% Nil 5% 5% 15% 5% 10% 20% Pajak Penjualan Nil 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10% Ekspor Impor AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(4)

III. PROSPEK, POTENSI, DAN ARAH PENGEMBANGAN

Selama ini produk olahan kelapa yang dihasilkan masih terbatas baik dalam jumlah maupun jenisnya. Padahal, sebagai the tree of life banyak sekali yang dapat dimanfaatkan dari setiap bagian pohon kelapa (Gambaro3). Produk-produk yang dapat dihasilkan dari buah kelapa dan banyak diminati karena nilai ekonominya yang tinggi diantaranya adalah VCO, AC, CF, CP, CC, serta oleokimia yang dapat menghasilkan asam lemak, metil ester, fatty alkohol, fatty amine, fatty nitrogen, glyserol, dan lain-lainnya. Demikian pula batang kelapa juga merupakan bahan baku industri untuk menghasilkan perlengkapan rumah tangga (furniture) yang masih prospektif untuk dikembangkan.

Gambar 3. Pohon industri kelapa

BUAH BATANG LIDI KERAJINAN KAYU SABUT TEMPURUNG DAGING AIR NATA VINEGAR KECAP MINUMAN PARUT KULIT KOPRA TEPUNG ARANG SERAT COCOPEAT FURNITURE BANGUNAN GEOTEXTILE BERKARET AKTIF TEPUNG BUNGKIL CCO COCO CAKE SEMI VCO COCOMIX DC CONCENTR SKIM MILK M. GORENG OLEOKIMIA PAKAN COCO SHAKE SKIM MILK VCO

(5)

A. Prospek Pasar

Produk kelapa nasional sebagian besar merupakan komoditi ekspor, dengan pangsa pasar sekitar 75%, sedangkan sisanya dikonsumsi oleh pasar domestik. Pada tahun 2003, total ekspor aneka produk kelapa Indonesia mencapai US$ 396 juta dengan volume ekspor 708 ribu ton yang dikirim ke negara-negara USA, Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Spanyol, Italia, Belgia, Irlandia, Singapura dan ke negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia, Cina, Bangladesh, Sri Lanka, Taiwan, Korea Selatan dan Thailand. Belakangan ini mulai dibuka penetrasi pasar aneka produk kelapa ke pasar-pasar baru seperti negara-negara yang termasuk kelompok Asia Pasifik, Eropa Timur dan negara-negara Timur Tengah.

Permintaan pasar ekspor produk olahan kelapa umumnya menunjukkan trend yang meningkat. Sebagai contoh, pangsa pasar DC Indonesia terhadap ekspor DC dunia cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kecenderungan yang sama terjadi pada arang aktif. Sebaliknya pangsa ekspor CCO mengalami penurunan (Gambar 4). Situasi ini mengisyaratkan perlunya mengarahkan pengembangan produk olahan pada produk-produk baru yang permintaan pasarnya cenderung meningkat (demand driven).

Gambar 4. Pangsa ekspor Indonesia terhadap ekspor dunia

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 1998 1999 2000 2001 2002 Tahun Pangsa Ind Thd p Ekp Dunia (%)

AC DC CCO Linear (AC) Linear (DC) Linear (CCO)

AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(6)

Pengolahan lanjut CCO menjadi oleokimia yang selama ini banyak dihasilkan di negara maju memiliki peluang untuk dikembangkan di dalam negeri agar nilai tambah yang berlipat dapat diambil alih di dalam negeri. Bila hal ini bisa dilakukan maka impor oleokimia dapat dikurangi.

B. Potensi Kelapa

Dengan produksi buah kelapa rata-rata 15,5 miliar butir per tahun, total bahan ikutan yang dapat diperoleh 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton arang tempurung, 1,8 juta ton serat sabut, dan 3,3 juta ton debu sabut. Industri pengolahan komponen buah kelapa tersebut umumnya hanya berupa industri tradisional dengan kapasitas industri yang masih sangat kecil dibandingkan potensi yang tersedia. Besaran angka-angka di atas menunjukkan bahwa potensi ketersediaan bahan baku untuk membangun industri masih sangat besar. Luas areal dan produksi kelapa per propinsi tahun 2003-2005 disajikan pada Tabel 9. Daerah sentra produksi kelapa di Indonesia adalah Propinsi Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.

C. Arah Pengembangan Produk

Data Asia Pasific Coconut Community (APCC) menunjukkan bahwa konsumsi kelapa segar penduduk Indonesia sekitar 36 butir/kapita/tahun atau 7,92 miliar butir (51,1%). Bila produksi buah kelapa nasional sebanyak 15,5 miliar butir/tahun, maka buah kelapa yang dapat diolah di sektor industri adalah 7,57 miliar butir (48,9%). Jumlah ini dapat memenuhi kebutuhan 29 unit industri dengan kapasitas 1 juta butir/hari.

Dari buah kelapa dapat dikembangkan berbagai industri yang menghasilkan produk pangan dan non pangan mulai dari produk primer yang masih menampakkan ciri-ciri kelapa hingga yang tidak lagi menampakkan ciri-ciri kelapa. Dengan demikian, nilai ekonomi kelapa tidak lagi berbasis kopra. Keadaan tersebut sudah berkembang di negara-negara lain, seperti di Filipina. Dari total ekspor produk kelapa Filipina (US$ 920 juta), sekitar 49% diantaranya adalah berupa produk bukan CCO. Terkait hal itu, secara nasional promosi program diversifikasi di pedesaan untuk menghasilkan produk kelapa setengah jadi yang terkait dengan industri berteknologi tinggi perlu dikembangkan.

(7)

Tabel 9. Luas areal dan produksi kelapa tahun 2003-2005

Propinsi

Nangroe Aceh Darusalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua INDONESIA Luas 111.188 145.355 91.970 570.020 128.029 44.529 15.449 27.838 132.456 0 171.672 100.077 286.589 44.095 286.180 71.900 68.402 164.043 92.616 68.661 42.427 53.659 271.277 58.058 178.381 161.340 48.050 92.495 162.071 42.738 3.731.565 Produksi 79.386 125.578 81.483 467.038 128.443 29.437 6.858 3.831 120.145 0 97.799 67.374 227.265 49.636 270.976 77.698 51.888 58.268 46.238 50.356 29.860 42.681 292.580 58.662 194.504 145.171 31.842 73.320 175.212 15.010 3.098.539 Luas 113.803 137.805 90.615 639.340 128.340 53.881 14.049 13.611 148.136 0 179.696 103.165 270.109 43.910 20.671 72.673 67.750 154.231 110.722 77.169 51.546 46.308 258.293 55.672 177.777 122.923 116.925 90.267 199.922 42.689 3.871.998 Produksi 78.209 114.778 75.046 507.462 133.684 67.828 7.190 6.753 120.374 0 161.430 51.013 208.012 46.315 263.663 75.319 59.920 53.046 73.739 85.990 32.540 44.700 246.304 60.935 201.038 117.312 104.057 691.299 207.281 14.677 3.304.002 Luas 114.436 138.575 90.068 642.221 128.951 56.858 14.119 13.679 148.786 0 180.367 103.665 271.444 44.130 292.099 73.030 68.088 155.002 112.185 83.846 51.784 46.540 259.535 55.949 173.840 123.425 117.427 93.443 200.922 42.902 3.898.226 Produksi 79.222 115.489 75.934 526.651 134.918 42.752 7.253 6.829 122.522 0 162.647 52.305 209.305 46.583 256.292 75.808 66.170 53.804 50.846 94.007 32.986 45.049 247.156 61.412 196.658 118.384 105.207 71.805 208.595 14.878 3.290.484

Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005

AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis

(8)

Produk kelapa yang sudah berkembang di dalam negeri adalah CCO dan turunannya, DC, VCO, CM, CF, AC, dan CCL. Sekitar 90% dari bahan baku daging kelapa digunakan untuk menghasilkan CCO dan sisanya terbagi untuk produk lainnya, tetapi kecenderungan untuk menghasilkan CCO tersebut semakin menurun, sedangkan produk lainnya semakin meningkat. Sesuai dinamika pasar produk, kecenderungan untuk menghasilkan produk oleokimia (OC) turunan dari CCO tampak semakin tinggi.

Produk-produk turunan daging buah selain (OC) yang sangat prospektif untuk berkembang adalah VCO, DC, CM dan CC. Keempat produk ini memiliki konteks pengembangan yang sangat baik. VCO memiliki konteks produk yang dapat meningkatkan kesehatan (daya imunitas tubuh terhadap berbagai penyakit degeneratif) dan bahan baku kosmetik alami yang bernilai tinggi. DC adalah produk campuran makanan yang higienis dan praktis. CM adalah minuman kesehatan yang dapat mensubstitusi susu dan CC adalah bahan yang praktis dan hiegenis untuk keperluan memasak pengganti santan parut manual.

Produk-produk turunan tempurung yang prospektif adalah AC, CCL, tepung tempurung (CP) dan kerajinan. Activated carbon antara lain dapat digunakan untuk industri minyak dan gas, pemurnian air, pengolahan pulp, pupuk dan tambang emas.

Produk-produk turunan sabut yang prospektif untuk bahan jok mobil mewah, springbed, dan geotextile (GT). Ada empat komponen dasar dari buah kelapa, yaitu sabut, tempurung, daging buah dan air yang dapat diolah menjadi berbagai macam produk, seperti berikut:

1. Daging buah

Daging dari buah adalah komponen kelapa yang paling luas penggunaannya, baik untuk produk pangan maupun non pangan. Pengolahan pemanfaatan daging buah kelapa dapat berupa segar atau lewat kopra (kering). Hasil penting dari pengolahan daging kelapa segar adalah desiccated coconut (DC), coconut cream (CC), coconut milk (CM) dan coconut crude oil (CCO). Selanjutnya dari produk ini dapat diturunkan beberapa produk hilir.

Perkembangan teknologi dan preferensi konsumen yang telah mengakomodasi isu lingkungan dan kesehatan, telah mendorong industri kelapa berkembang makin beragam dan mendalam. Industri yang paling

(9)

jauh berkembang saat ini adalah pengolahan minyak kelapa menjadi senyawa oleokimia (OC) dan turunannya yang populer dengan sebutan industri oleokimia. Industri hilir minyak kelapa ini dikuasai oleh hanya beberapa perusahaan raksasa trans-nasional yaitu: Unilever, Henkel, Procter and Gamble, dan Colgate Palmolive. Hanya Filipina dari negara produsen kelapa yang tercatat sebagai eksportir produk oleokimia dari kelapa (APCC). Senyawa oleokimia dasar yang dihasilkan dari pengolahan minyak kelapa terdiri atas asam lemak, asam lemak ester, asam lemak beralkohol dan asam lemak amina. Selanjutnya dari senyawa dasar tersebut dapat diturunkan sebagai derivat senyawa oleokimia untuk berbagai penggunaan dan/atau bahan baku produk-produk akhir, secara skematik produk oleokimia dari minyak kelapa dikemukakan pada Gambar 5.

2. Sabut

India dan Sri Lanka adalah produsen terbesar produk-produk dari sabut dengan volume ekspor tahun 2000 masing-masing 55.352 ton dan 127.296 ton dan masing-masing terdiri atas enam dan tujuh macam produk. Pada saat yang sama, Indonesia hanya mengekspor satu jenis produk (berupa serat mentah) dengan volume 102 ton. Angka ini menurun tajam dibandingkan ekspor tertinggi pada tahun 1996 yang mencapai 866 ton. Gambar 6 memperlihatkan cabang-cabang industri dari pohon industri sabut kelapa.

Produk primer dari pengolahan sabut kelapa terdiri atas serat (serat panjang), bristle (serat halus dan pendek), dan debu abut. Serat dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan produk-produk kerajinan/ industri rumah tangga. Matras dan serat berkaret banyak digunakan dalam industri jok, kasur, dan pelapis panas. Debu sabut dapat diproses jadi kompos dan cocopeat, dan particle board/hardboard. Cocopeat digunakan sebagai substitusi gambut alam untuk industri bunga dan pelapis lapangan golf. Di samping itu, bersama bristle dapat diolah menjadi hardboard.

AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(10)

Gambar 5. Pr

oduk

-pr

oduk oleokimia dari min

yak k

elapa

Asam lemak metil ester Gliserin

Senyawa oleokimia

Asam Lemak

Asam lemak

amina

A

sam lemak beralkohol

CCO

Derivat oleochemical Amina ethoxylates Quatemary ammonium componds Pelargonic, azelaic, sebagic, brassylic andecylinic acid Soap, met

al soap, fatty acid alkanol

amides, ferry acid chorides, eaters Guerbert alcohols, Guerbert acids (isop

almitic acid)

Alkyl chorides, guatemary ammonium chlorides, fatty alcohols sulfater

, fatty

alcohols sulfates fatty alcohol

ester

sulfosuccinates, ester phosphates, polyglycol esters Ester Polylkymethacrylates a-Sulfo fatty acid methyl esters, fatty acid alkanal amides Alkyd resins, glycerides Sop

as

Epoxides Fatty acid alkanol amides Hydrogenation product

s

(11)

Gambar 6. Produk turunan dari pengolahan sabut kelapa

Permintaan cocopeat diperkirakan akan meningkat tajam karena di samping tekanan isu lingkungan yang berkait dengan penggunaan gambut alam juga karena mutu produk yang ternyata lebih baik dari pada gambut alam.

3. Tempurung

Tempurung kelapa yang dulu hanya digunakan sebagai bahan bakar, sekarang sudah merupakan bahan baku industri cukup penting. Produk yang dihasilkan dari pengolahan tempurung adalah arang, arang aktif, tepung tempurung, dan barang kerajinan. Arang aktif dari tempurung kelapa memiliki daya saing yang kuat karena mutunya tinggi dan tergolong sumber daya yang terbarukan. Selain digunakan dalam industri farmasi, pertambangan, dan penjernihan, arang aktif sekarang sudah dibuat untuk penyaring atau penjernih ruangan untuk menyerap polusi dan bau tidak sedap dalam ruangan. Berdasarkan data ekspor tahun 2003, Indonesia ternyata lebih banyak mengekspor dalam bentuk arang tempurung (56%), sedangkan negara lain dalam bentuk arang aktif.

Tali, dll - Karpet Cocopeat Serat Pendek Kompos Serat Berkaret Matras Kerajinan - Keset -Genteng Hardboard Geotekstil Hardboard Isolator listrik Debu Sabut Serat Panjang Sabut AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(12)

4. Kayu Kelapa

Jika rata-rata kepadatan kelapa diasumsikan 100 pohon/ha, maka jumlah tanaman kelapa dari 3,74 juta ha adalah 374 juta pohon. Jika dilakukan penebangan secara teratur berdasarkan siklus umur peremajaan (60 tahun), maka setiap tahun dapat ditebang sekitar 6,23 juta pohon/tahun. Oleh karena hanya 0,2 m3 dari rata-rata 1,18 m3 kayu kelapa yang tergolong

kualitas satu dan dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan, berarti dapat diproduksi 1,25 juta m2 kayu pertukangan dan sekitar 6,0 juta m3

limbah kayu setiap tahun.

Kayu kelapa kualitas pertukangan (klas I dan II) dapat digunakan untuk industri mebel eksotik, souvenir/benda seni, bahan bangunan rumah seperti dinding, kosen, dan tegel (Gambar 7). Sedangkan sisa-sisa kayu dapat diproses untuk packing, arang, particle board, dan pulp.

(13)

IV. TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan kelapa kedepan adalah menumbuhkan minat investor untuk menanamkan modalnya di bidang agribisnis kelapa, di hulu, on farm dan di hilir.

1. Kegiatan di hulu berupa pembangunan infrastruktur, kelembagaan, dan dukungan kebijakan.

2. Kegiatan on farm berupa intensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan. 3. Di hilir adalah pengolahan kelapa terpadu untuk menghasilkan crude coconut oil (CCO), activated carbon (AC), coconut fiber (CF), dan cuka; sedangkan yang secara parsial untuk menghasilkan virgin coconut oil (VCO), oleokhemikal, desiccated coconut (DC), CF, brown sugar (BS) dan coconut wood (CW).

Sasaran pengembangan komoditas yang ingin dicapai pada periode 2005-2009 adalah:

1. Pembangunan industri pengolahan kelapa terpadu dan parsial di Propinsi:

• Sulut (terpadu: 4 unit, dengan luas kebun 8.000 ha/unit dengan kapasitas 90 ribu butir/hari),

• Sulteng (terpadu: 2 unit, masing-masing 8.000 ha/unit dengan kapasitas 90.000 butir/hari; parsial: serat sabut 2 unit masing-masing 8.000 ha/unit dengan kapasitas 18.000 sabut/hari), • Riau (terpadu: 4 unit masing-masing 8.000 ha/unit dengan kapasitas

90.000 butir/hari; parsial: serat sabut satu unit 8.000 ha/unit dengan kapasitas 18.000 sabut/hari, tepung tempurung 4 unit masing-masing 800 ha/unit dengan kapasitas 120.000 tempurung/hari, serta industri furnitur dan rumah dari kayu kelapa),

• Jambi (terpadu dan parsial: jumlah unit dan kapasitas sama dengan Riau);

• Jabar/Banten/Jateng/Jatim/Lampung (parsial : gula kelapa masing-masing 10 unit);

• DIY (parsial: industri kerajinan tempurung dan sabut) • NTB/NTT (parsial: furniture dan rumah dari kayu kelapa)

AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(14)

2. Kegiatan on farm di Propinsi Riau berupa intensifikasi 25.000 ha, rehabilitasi 15.000 ha; Propinsi Jambi intensifikasi 10.000 ha, rehabilitasi 6.000 ha; Propinsi Sulut peremajaan 27.000 hektar; Propinsi NTB peremajaan 7.000 hektar, Propinsi NTT peremajaan 17.000 hektar dan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing intensifikasi 20.000 hektar; Propinsi Banten intensifikasi 10.000 hektar, dan Propinsi DIY 8.000 hektar.

3. Pembangunan infrastruktur: (a) jalan masing-masing 50 km di Propinsi Sulut, Sulteng, Riau, Jambi, Lampung, NTB, dan NTT, (b) peningkatan tata air pasang surut di Propinsi Riau dan Jambi masing-masing 1.000Oha.

4. Dukungan kebijakan untuk usahatani, industri pengolahan, fiskal dan perdagangan.

(15)

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

A. Kebijakan

Kebijakan merupakan pendukung untuk mempercepat proses bangkitnya perkelapaan nasional sehingga agribisnis perkelapaan memberikan sumbangan yang berarti dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja khususnya di pedesaan, berkembangnya industri yang menghasilkan nilai tambah tinggi dengan menggunakan bahan baku domestik, dan pelestarian lingkungan hidup.

Dewasa ini pemerintah belum optimal melakukan intervensi terhadap pengembangan kelapa. Kemungkinan hal ini karena kelapa bukan merupakan prioritas dalam pembangunan pertanian. Oleh karena itu, perlu diciptakan strategi dan kebijakan yang sesuai dengan kondisi dewasa ini dan perkembangan situasi pada waktu mendatang yang bertumpu pada mekanisme pasar. Pemerintah perlu menciptakan situasi dan kondisi bagi berkembangnya agribisnis perkelapaan nasional.

Untuk mewujudkan sistem agribisnis yang demikian diperlukan serangkaian kebijakan pembangunan sebagai berikut:

1. Kebijakan makro ekonomi yang bersahabat.

2. Kebijakan pengembangan industri yang memberi prioritas pada pengembangan klaster industri.

3. Kebijakan perdagangan internasional yang berpihak kepada kepentingan pengembangan agribisnis dalam negeri.

4. Pengembangan infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik, telepon, pengairan) di daerah.

5. Pengembangan kelembagaan keuangan, penelitian dan pengembangan, pendidikan SDM dan penyuluhan, dan kelembagaan petani.

6. Pendayagunaan SDA dan lingkungan.

7. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis daerah. 8. Peningkatan Kinerja Ketahanan pangan.

AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(16)

B. Strategi

Tidak seperti kelapa sawit yang masih menempatkan perluasan areal perkebunan (ekstensifikasi) sebagai strategi pokok untuk pemenuhan kebutuhan industri minyak goreng dan ekspor, kelapa dengan areal perkebunan petani yang ada sudah mencukupi untuk memasok kebutuhan pengembangan agribisnis kelapa melalui intensiifikasi, rehabilitasi dan peremajaan.

Strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Inventarisasi dan konsolidasi areal perkebunan kelapa ke dalam unit-unit manajemen yang memenuhi skala ekonomis untuk pengembangan industri kelapa terpadu di setiap sentra produksi kelapa dalam bentuk Kawasan Agribisnis Masyarakat Perkebunan (KAMBUN) sebagai media pengembangan agribisnis kelapa terpadu.

2. Penentuan dan penetapan lokasi-lokasi industri kelapa terpadu dalam KAMBUN kelapa di setiap sentra produksi kelapa dengan kriteria utamanya adalah daya saing dari produk yang dihasilkan, baik terhadap produk subtitusinya di dalam negeri maupun produk impor.

3. Mengembangkan kelembagaan petani sebagai media untuk mengembangkan organisasi pengelolaan perkebunan kelapa yang efisien, produktif dan progresif, khususnya dalam hal penerapan teknologi baru atau pola pengembangan perkebunan yang baru, serta sebagai media negosiasi yang kuat dengan mitra bisnis dalam bekerjasama. 4. Memfasilitasi dan merangsang investasi perusahaan swasta atau BUMN

dalam membangun industri kelapa terpadu dan/atau parsial.

5. Meningkatkan produktivitas kelapa melalui program intensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan; khusus program peremajaan diintegrasikan dengan pengembangan industri mebel dan rumah dari kayu kelapa. 6. Membangun kemitraan dalam bentuk usaha bersama antara pengusaha

dengan petani kelapa.

7. Mengembangkan networking antar asosiasi petani, antar asosiasi petani dengan asosiasi perusahaan pengolahan, dan pelaku-pelaku lainnya dalam sistem agribisnis kelapa.

8. Membangun kelembagaan semacam Coconut Board sebagai services provider bagi para pelaku dalam usaha dan sistem agribisnis perkelapaan ini.

(17)

C. Program 1. Kegiatan Pokok

Sesuai dengan permasalahan utama yang dihadapi oleh agribisnis perkelapaan maka diperlukan upaya untuk mengoptimalisasikan areal tanaman kelapa yang sudah ada melalui peremajaan, intensifikasi dan rehabilitasi, pengembangan industri pengolahan, serta pemberdayaan petani dan kelembagaannya.

1. Optimalisasi pemanfaatan aset pada subsistem on farm (peremajaan dan diversifikasi)

Optimalisasi dilakukan melalui peremajaan kelapa tua dan diversifikasi usaha. Sedangkan intensifikasi secara otomatis akan terimplementasi bersamaan dengan kegiatan peremajaan. Peremajaan pada prinsipnya dilakukan untuk mengkondisikan agar tanaman selalu pada posisi berproduksi optimal. Sebagai gambaran, sampai dengan saat ini areal tanaman tua dan rusak di seluruh Indonesia sekitar 600 ribu ha atau 15% dari total areal kelapa. Diversifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa melalui penganekaragamam usahatani (tanaman dan ternak). Pelaksanaan diversifikasi dapat dilakukan pada areal existing maupun pada areal yang diremajakan. Diversifikasi pada areal existing maupun pada areal peremajaan dapat dilakukan dengan memasukkan tanaman tumpangsari, tanaman perkebunan lainnya dan ternak.

2. Pengembangan industri pengolahan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk menambah peluang petani dalam memperoleh tambahan pendapatan dari produk-produk olahan lainnya, baik dari daging kelapa, tempurung, sabut, air kelapa maupun kayu. Untuk itu diperlukan pengembangan unit pengolahan kelapa terpadu dan parsial dalam unit kecil maupun besar, dan sekaligus penanganan pemasarannya.

3. Pemberdayaan petani dan kelembagaannya

Pemberdayaan dilakukan terhadap individu dan kelompok melalui kelembagaan sosial ekonomi dengan sasaran: (i) Meningkatkan kemampuan dan kemandirian dalam pengembangan dan pengelolaan usaha, (ii) Meningkatkan kemampuan mengakses sumber-sumber teknologi, informasi, pembiayaan dan pasar, (iii) Meningkatkan posisi

AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(18)

tawar petani terhadap mitra usaha. Kontribusi pemerintah dalam pemberdayaan petani sebagai fasilitator, regulator, dan inisiator pemberdayaan petani dan mitra usahanya.

2. Kegiatan Pendukung

Di samping kegiatan pokok sebagaimana diuraikan di atas, keberhasilan pengembangan agribisnis kelapa ditentukan oleh kegiatan pendukung sebagai berikut :

1. Sertifikasi lahan petani untuk memperkuat hak kepemilikan atas lahan yang dapat digunakan sebagai jaminan memperoleh modal usaha; 2. Fasilitasi ke sumber-sumber pembiayaan seperti perbankan atau

lembaga keuangan lainnya;

3. Dukungan sarana dan prasarana agribisnis perkelapaan berupa infrastruktur jalan, pelabuhan, transportasi, komunikasi, dan energi; 4. Kebijakan fiskal berupa keringanan pajak dan restribusi yang

memberatkan usaha agribisnis perkelapaan;

5. Fasilitasi terwujudnya networking antara sesama stakeholder dalam kelembagaan yang sesuai;

6. Dukungan peraturan pada tingkat Pusat dan Daerah untuk mengatur wilayah pengelolaan, pengembangan, lalu lintas bahan baku dan produk olahan.

(19)

VI. KEBUTUHAN INVESTASI

Berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan pada Bab V, kebutuhan investasi pengembangan produk kelapa selama lima tahun ke depan diperkirakan mencapai Rp 1,79 triliun (Tabel 10). Investasi tersebut meliputi biaya-biaya: (1) pengembangan industri pengolahan terpadu dan parsial, (2) intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan tanaman kelapa sebagai pemasok bahan baku industri, dan (3) peningkatan infrastruktur pendukung usahatani dan industri (jalan dan tata air). Biaya-biaya tersebut belum memperhitungkan modal kerja dan fasilitas pendukung lain. Kegiatan investasi dalam skenario ini tidak hanya melibatkan peran swasta, tetapi juga pemerintah dan petani kelapa. Di samping sebagai penanggung jawab investasi untuk penyediaan infrastruktur penunjang, peran pemerintah dalam pengembangan kelapa mencakup upaya peningkatan penyediaan bahan baku melalui kegiatan intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan tanaman.

Peran petani dalam hal ini adalah menyediakan biaya tenaga kerja pada ketiga jenis kegiatan tersebut. Khusus dalam hal kegiatan peremajaan, oleh karena tanaman kelapa adalah milik para petani maka hasil penerimaan dari penjualan batang kelapa dikembalikan kepada mereka sehingga beban biaya investasinya dapat berkurang. Pada masing-masing kegiatan biaya pemupukan dan pengadaan bibit menjadi tanggungan pemerintah. Perhitungan biaya intensifikasi yang dimaksudkan dalam skenario ini adalah intensifikasi pada tanaman yang baru diremajakan. Areal peremajaan, selain mencakup luasan yang ditetapkan dalam sasaran pengembangan pada bab sebelumnya juga meliputi luasan tertentu dari areal basis pengembangan industri pengolahan yang direncanakan.

AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(20)

Tabel 10. Perkiraan kebutuhan investasi pengembangan produk kelapa sampai tahun 2010. (Rp juta)

Rincian kebutuhan investasi unit pengolahan dan pengembangan bahan baku dapat disimak pada Tabel 11 dan 12. Penetapan jumlah unit untuk masing-masing jenis produk ditetapkan dengan memperhatikan potensi pasokan bahan baku di setiap propinsi lokasi pengembangan. Skema pembiayaan investasi unit pengolahan produk kelapa diharapkan dapat dipenuhi seluruhnya oleh pihak swasta. Namun demikian tidak menutup kemungkinan peran serta pemerintah melalui fasilitasi pembiayaan berupa kredit, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Bank-bank milik pemerintah selama ini.

Untuk kegiatan investasi yang mendukung upaya peningkatan bahan baku melalui intensifikasi, rehabilitasi maupun peremajaan tanaman, komponen biaya yang dibutuhkan meliputi biaya untuk pembelian bibit, pupuk dan ongkos tenaga kerja. Skala partisipasi petani dan kelompok masyarakat dalam kegiatan tersebut ditetapkan sesuai kebutuhan pasokan unit pengolahan yang berada di lingkungan mereka. Melalui kegiatan partisipasi tersebut, pengembangan investasi diharapkan dapat memberikan tambahan manfaat bagi komunitas petani kelapa dalam jangka panjang.

Bidang Investasi

1. Unit pengolahan a. Terpadu b. Parsial

2. Peningkatan bahan baku a. Intensifikasi

b. Rehabilitasi c. Peremajaan

3. Peningkatan infrastruktur a. Jalan

b. Tata air mikro Total RT/ Komunitas 54.869 29.820 136.391 221.079 Perusahaan 700.000 216.800 916.800 Pemerintah 37.230 21.945 36.083 52.500 500.000 647.758 Total 700.000 216.800 92.099 51.765 172.473 52.500 500.000 1.785.637

(21)

Tabel 11. Perkiraan kebutuhan investasi pengolahan produk kelapa 1. Sulut 2. Sulteng 3. Riau 4. Jambi 5. Lampung 6. NTB 7. NTT 8. Jabar 9. Banten 10. Jateng 11. DIY 12. Jatim Terpadu 1. Terpadu 2. Parsial 1. Terpadu 2. Parsial 1.Terpadu 2. Parsial Parsial Parsial Parsial Parsial Parsial Parsial Parsial Parsial DCN-AA-SS-AC DCN-AA-SS-AC 1. Serat Sabut (SS) CCO-Oleochemical 1. Serat Sabut (SS) 2. Arang aktif (AA) 3. Tpg Tempurung 4. Furniture 5. Gula merah CCO-Oleochemical 1. Serat Sabut (SS) 2. Arang aktif (AA) 3. Tpg Tempurung 4. Furniture 5. Gula merah Gula Merah 1. Serat Sabut (SS) 2. Arang aktif (AA) 3. Tpg. Tempurung 4. Furniture 5. Gula merah 1. Serat Sabut (SS) 2. Arang aktif (AA) 3. Tpg. Tempurung 4. Furniture 5. Gula merah Gula Merah Gula Merah Gula Merah Kerajinan tpg Gula Merah 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 4 2 2 4 1 4 4 1 10 4 1 2 2 1 10 10 1 2 2 1 10 1 2 2 1 10 10 10 10 10 10 50.000 50.000 4.000 50.000 4.400 1.200 1.600 500 100 50.000 4.400 12.000 16.000 500 100 100 4.400 12.000 16.000 500 100 4.400 12.000 16.000 500 100 100 100 100 100 100 200.000 100.000 8.000 200.000 4.400 4.800 6.400 500 1.000 200.000 4.400 24.000 32.000 500 1.000 1.000 4.400 24.000 32.000 500 1.000 4.400 24.000 32.000 500 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 Biaya Investasi (Rp. juta/unit) Jumlah (unit) Skala (ha) Total Biaya (Rp. Juta) Jenis Produk Pola Propinsi AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(22)

Tabel 12. Perkiraan kebutuhan investasi pemerintah di tingkat usahatani Jenis Kegiatan 1. Intensifikasi 2. Rehabilitasi 3. Peremajaan Total Lokasi 1. Sulut 2. NTB 3. NTT Sub total 1. Riau 2. Jambi Sub total 1. Sulut 2. NTB 3. NTT Sub total Skala (000 ha) 27 7 17 51 15 6 21 27 7 17 51 123 Biaya/ha (Rp 000) 1.650 1.650 1.650 1.045 1.045 1.500 1.500 1.500 Total (Rp juta) 44.550 11.550 28.050 84.150 15.675 6.270 21.945 40.500 10.500 25.500 76.500 182.595

(23)

VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN

Investasi dalam pengembangan agribisnis kelapa di masa mendatang merupakan syarat mutlak, karena perolehan nilai tambah dari pengolahan kelapa ditentukan oleh kemampuan menghasilkan kreasi pengembangan produk turunannya yang membutuhkan investasi tambahan. Guna mendorong minat investor dalam pengembangan produk kelapa, sangat diperlukan dukungan kebijakan pemerintah terutama dalam fungsi sebagai regulator dan fasilitator untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Secara garis besar dukungan tersebut dapat diwujudkan berikut ini. A. Dukungan Kebijakan Usahatani

Mengingat bahwa usahatani sebagai basis dari agribisnis kelapa terutama untuk menjamin ketersedian bahan baku bagi industri lanjutan, maka kebijakan di tingkat usahatani yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

1. Penyediaan kredit modal usaha bagi petani dengan tingkat bunga yang ringan, terutama untuk melakukan intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan.

2. Pembinaan teknis dan kelembagaan produksi yang mengarah pada pembentukan kelompok tani yang dapat menangani pengadaan sarana produksi dan penjualan hasil.

3. Membangun kelembagaan semacam Coconut Board sebagai Services Provider bagi para pelaku dalam usaha dan sistem agribisnis perkelapaan ini.

4. Penyediaan informasi teknologi dan pasar bagi petani guna meningkatkan posisi tawar petani dalam perdagangan.

5. Penjaminan keberlanjutan usahatani dengan memberikan kemudahan peningkatan status hukum atas kepemilikan lahan usaha dan kemungkinan kesalahan administrasi keagrariaan serta gangguan sosial.

6. Pengembangan infrastruktur di daerah sentra produksi yang dibutuhkan untuk mengurangi beban biaya pengumpulan (collecting cost).

AGRO INOVASI Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa

(24)

B. Dukungan Kebijakan Industri Pengolahan.

Mengingat bahwa pengembangan industri pengolahan merupakan prasyarat dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing perkelapaan nasional, maka perlu dukungan kebijakan sebagai berikut :

1. Penyederhanaan birokrasi perijinan usaha dan investasi di bidang industri pengolahan produk pada berbagai tingkatan dan skala usaha. 2. Pembukaan akses pembiayaan dengan pemberian skim kredit khusus untuk pengembangan industri dengan berbagai tingkatan dan skala usaha.

3. Promosi pengembangan industri pengolahan hasil kelapa terpadu guna meningkatkan signifikansi perolehan nilai tambah.

4. Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan komoditas kelapa dalam pengolahan dan pemasaran.

C. Dukungan Kebijakan Fiskal dan Perdagangan.

Untuk menjamin keberlangsungan agribisnis diperlukan iklim usaha yang kondusif dengan memberikan insentif kepada pelaku usaha melalui kebijakan sebagai berikut:

1. Pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk mendorong tumbuhnya industri pengolahan dalam negeri.

2. Perlu kebijakan perlindungan terhadap industri pengolahan kelapa melalui penetapan tarif impor untuk mesin, produk-produk sejenis dari luar negeri (kompetitor).

3. Peninjauan kembali peraturan-peraturan pemerintah tentang retribusi yang mengakibatkan distorsi pasar input dan output hasil pengembangan produk kelapa untuk mendukung keberlanjutan usaha investor dan peningkatan bagian pendapatan (margin share) petani.

4. Stabilisasi nilai tukar pada tingkat yang wajar guna meredam gejolak pasar produk domestik dari pengaruh fluktuasi pasar input dan output industri produk turunan kelapa di tingkat regional dan global.

Gambar

Tabel 6.  Perkembangan harga kelapa di pasar domestik dan pasar dunia, 1993-2004.
Tabel 8. Kebijakan perdagangan kelapa di Indonesia, 2003
Gambar 3. Pohon industri kelapa
Gambar 4. Pangsa ekspor Indonesia terhadap ekspor dunia
+7

Referensi

Dokumen terkait

karyawan tidak terlalu setuju dengan jenis penghargaan interpersonal. Dimana penghargaan ini tidak terlalu mempengaruhi karyawan untuk tetap tetap loyal kepada

yang mana rataan total biaya produksi tertinggi pada perlakuan P0 (Penggunaan ransum kontrol dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0% dan tepung ikan komersil

Suatu relasi rekursif dapat diaplikasikan dalam beberapa bentuk formula dikarena menggunakan tahapan-tahapan dalam menyelesaikannya. Tahapan yang dimaksud adalah dengan

Dengan metode deskriptif analitis ini akan dikaji mengenai konsistensi Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Penerapan

Morinda citrifolia L dapat menurunkan kadar gula darah karena aktivitas antioksidan yang dimilikinya yang terdapat dalam.. Morinda citrifolia L

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti maka disimpulkan secara umum bahwa: Guru menanamkan perilaku disiplin dengan cara menetapkan

Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus menggunakan prosedur dan teknik yang memadai dalam melakukan pengumpulan, pemeriksaan, evaluasi dan analisis

Dampak lingkungan suatu kegiatan itu mempunyai intensitas yang bervariasi mulai dari yang sangat ringan sampai yang sangat berat. Karena itu penentuan pentingnya dampak lingkungan