• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci. Kelinci (Lepus nigricollis ) merupakan kelompok hewan yang sangat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci. Kelinci (Lepus nigricollis ) merupakan kelompok hewan yang sangat"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kelinci

Kelinci (Lepus nigricollis ) merupakan kelompok hewan yang sangat populer dan digemari masyarakat. Budidaya kelinci ini sangat mudah, bahkan juga pembuatan pakan pun sangat mudah. Kelinci termasuk dalam hewan mamalia (menyusui) di karenakan mempunyai kelenjar susu(Anonim, 2007).

Selain itu, jenis kelinci sangat beragam mulai dari kelinci potong (konsumsi), kelinci hias dan kelinci penghasil bulu. Namun, setiap kelinci memiliki bobot yang hampir sama mencapai 1 – 7 kg tergantung dengan jenisnya. Kelinci memiliki struktur badan yang sangat sempurna mulai dari anatomi dan juga histologinya(Anonim, 2007). Menurut Damron (2003), kelinci dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom/Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata (mempunyai penyokong tubuh dalam) Subfilum : Vertebrata (hewan bertulang balakang)

Kelas : Mammalia (mempunyai kelenjar susu) Ordo : Lagomorpha (kaki depan pendek) Famili : Leporidae (telinga panjang) Genus : Oryctolagus

Spesies : Oryctolagus cuniculus

Kelinci sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama di daerah pegunungan, sebagai penghasil pupuk kandang, pemenuhan gizi atau daging bagi

(2)

keluarga dan di kota-kota sebagai ternak hias atau hewan kesayangan (Whendrato dan Madyana, 1986 yang disitasi Hascaryo 2010). Kelinci adalah hewan herbivora termasuk binatang malam, oleh karena itu aktivitas hidup seperti makan, minum, kawin dan lain sebagainya dilakukan pada malam hari, maka bila hari menjelang malam, pakan atau minum harus disediakan (Ciptadi et al., 1998). Berdasarkan bobotnya, ternak kelinci dewasa dibedakan atas tiga tipe, yaitu tipe kecil, sedang dan berat. Kelinci tipe kecil berbobot badan antara 0,9 – 2,0 kg, tipe sedang 2,0 – 4,0 kg dan tipe berat 5,0 – 8,0 kg. Ras kelinci memiliki ukuran, warna dan panjang bulu, pertumbuhan dan pemanfaatan berbeda-beda antara satu dan lainnya (Sarwono, 2003).

Hewan in dapat mencerna serat kasar, terutama selulosa, dengan bantuan bakteri yang hidup di dalam sekumnya (Farrel dan Raharjo, 1984 yang disitasi Brahmantiyo et al., 2014). Kelinci banyak digunakan sebagai hewan peliharaan, penghasil kulit bulu (fur) dan penghasil daging (fryer). Kelinci mampu mengubah hijauan berprotein rendah, yang berasal dari bahan makanan yang tidak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan menjadi protein hewani yang benilai tinggi. Hewan ini mampu mengembalikan 20% protein yang dikonsumsinya menjadi daging (Lebas et al., 1986 yang disitasi Brahmantiyo et al., 2014). Selain itu, ternak ini mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi, cepat berkembangbiak, interval kelahiran yang pendek dan tidak membutuhkan lahan luas dalam pemeliharaannya (Damron, 2003).

Dilihat dari komposisi kimianya, daging kelinci mempunyai kualitas yang baik. Kadar protein daging kelinci cukup tinggi yaitu 20% dan setara dengan

(3)

daging ayam (Farrel dan Raharjo, 1984), bahkan proteinnya bisa mencapai 25% (Ensminger et al.,1990 yang disitasi Lestari 2005), sedangkan kadar lemak, kolesterol dan energinya rendah dibandingkan daging dari ternak lain (Diwyantoet al., 1985 yang disitasi Lestari 2005). Ouhayoun (1998) yang disitasi Lestari (2005) menyatakan bahwa daging kelinci mempunyai kadar kolesterol yang rendah yaitu 50 mg/100 g dan lemak kelinci relatif kaya asam lemak esensial. Melalui manipulasi pakan, daging kelinci dapat ditingkatkan kualitasnya. Peningkatan 50% kadar lisin dari ransum kontrol, mampu menurunkan kadar kolesterol daging sebesar 8% (Lestariet al., 2005), sedangkan penambahan sebesar 20% lisin dari ransum kontrol dapat meningkatkan kadar kalsium daging sampai sekitar 27% (Wahyuniet al., 2005).

Ternak kelinci mempunyai 2 jenis macam feses, yaitu feses normal yang biasa ditemukan di bawah sangkarnya, dan feses berbentuk lebih kecil dan lunak serta menggumpal. Feses lunak adalah feses yang tidak mengalami pengabsorbsian di dalam usus, artinya berlalu dengan cepat dari caecum langsung ke anus, yang kemudian ternak kelinci akan mengkonsumsinya (coprophage) (Kartadisastra, 2001). Kelinci biasanya melakukan coprophagy fesesnya yang lunak (lembek) dan dimakan secara langsung dari anusnya.Feses tersebut berwarna hijau muda dan memiliki konsistensi lembek. Hal ini memungkinkan kelinci mampu memanfaatkan kerja bakteri di saluran pencernaan yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi energi yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulosa atau serat menjadi energi. Jadi sifat coprophagy menguntungkan bagi proses pencernaan, sedangkan feses yang

(4)

dikeluarkan pada siang hari berwarna coklat dan mengeras (Blakely dan Bade, 1998 yang disitasi Hascaryo 2010).

Pencernaan merupakan rangkaian proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan baik secara mekanik maupun kimia. Pencernaan pakan secara mekanik dilakukan dengan cara mastikasi dan kontraksi otot saluran pencernaan. Pencernaan pakan secara kimia dilakukan dengan bantuan zat-zat kimia, mikrobia dan enzim yang terdapat pada saluran pencernaan ternak. Pencernaan dimulai dengan memecah bahan pakan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana, sehingga dapat larut dan diabsorbsi melalui dinding saluran pencernaan dan masuk ke dalam peredaran darah untuk diedarkan ke seluruh bagian tubuh (Kamal, 1994). Lambung merupakan bagian paling penting dalam sistem pencernaan. Ransum masuk melalui kontraksi otot pada pylorus, kemudian dicerna dalam usus halus. Kelinci termasuk ternak pseudo ruminant yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar dengan baik. Kelinci memfermentasikan ransum di caecum (bagian pertama dari colon) yang kurang lebih merupakan 50 persen dari seluruh kapasitas saluran pencernaannya. Walaupun mempunyai sekum yang besar, kelinci ternyata tidak mampu mencerna bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia (Sarwono, 2003).

Menurut Sandford (1996) yang disitasi Sanusi (2006), ransum yang tidak tercerna (serat kasar) masuk ke caecum dimana terdapat bakteri perombak yang akan mencernanya. Caecum merupakan organ yang sangat panjang dengan bagian akhir adalah appendix.Caecum dalam keadaan normal mengandung cairan dan

(5)

pada periode tertentu berkontraksi untuk merombak bahan ransum tersebut sampai bagian pertama pada colon. Hasil akhir adalah feses normal yang dikeluarkan melalui anus.

Aktivitas mikrobia di dalam lambung ternak non ruminansia sangat terbatas karena populasi bakteri relatif sedikit dan retensi pakan hanya sebentar dibandingkan ternak ruminansia. Hasil fermentasi dalam lambung (kuda, babi dan kelinci) terutama adalah asam laktat (Parakkasi, 1986). Menurut de Blas dan Wiseman (1998) yang disitasi Hascaryo (2010) kelinci adalah hewan yang unik, karena selain membutuhkan nutrien yang tinggi, kelinci juga membutuhkan serat kasar yang tinggi guna mendapatkan penampilan yang optimum dan untuk mengurangi gangguan pencernaan. Karakteristik sistem pencernaan kelinci yang paling penting dibandingkan spesies lain terletak pada usus besar dan sekum, aktifitas mikrobia di dalam usus besar dan sekum sangat penting dalam pencernaan dan pemanfaatan nutrien.

Kelinci merupakan ternak pseudoruminant, dimana fermentasi pakan dilakukan di daalam (caecum) dan usus besarnya, yang kapasitasnya 50% dari seluruh saluran pencernaannya. Menurut Parker (1976) yang disitasi Sarwono (2003) bahwa asam-asam lemak terbang volatile fatty acid (VFA) hasil fermentasi mikrobia di dalam sekum diperkirakan menyumbang 30% kebutuhan energi untuk pemeliharaan tubuh. Kautson dkk.(1977) yang disitasi Sarwono (2003) menjelaskan bahwa populasi mikrobia yang terdapat di dalam caeum sangat aktif dalam memanfaatkan nitrogen dari urea darah yang masuk di dalam caecum. Menurut de Blase and Wiseman (1998) yang disitasi Hascaryo (2010) bahwa

(6)

karakteristik sistem pencernaan kelinci yang penting adalah sekum dan kolon bila dibandingkan dengan ternak lain, karena adanya mikrobia yang penting untuk proses pencernaan dan penggunaan nutrien.

Kelinci Rex

Kelinci jenis Rex merupakan salah satu jenis kelinci yang dikenal sebagai penghasil fur. Kelinci jenis Rex juga memiliki proporsi tubuh yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai penghasil daging (dwiguna). Beberapa penelitian potensi kelinci Rex telah dilakukan pada produksi kulit bulu (Purnomo, 1999),pertumbuhandan sifat kualitatif (warna bulu) dan kuantitatif (sifat reproduksi) (Fafarita, 2006). Namun, data tentang performa karkas dari jenis kelinci Rex masih sedikit sekali (Brahmantiyo, 2014).

Rex merupakan salah satu dari berbagai macam jenis kelinci. Jenis Rex pertama kali ditemukan oleh seorang petani bernama M. Caillon yang berasal dari Perancis, kemudian diteruskan oleh Pat Abbe pada tahun 1919. Jenis Rex ini kemudian diketahui sebagai hasil dari mutasi gen. mutasi gen ini menyebabkan bulu sebelah dalam sama panjang dengan bulu luarnya, sehingga bulunya lebih padat dan panjangnya seragam. Bulu kelinci Rex sifatnya halus, panjangnya seragam dan mempunyai variasi warna bulu yang menarik dan beragam sehingga sangat cocok untuk dijadikan fur (kulit bulu) (Cheeke et al., 1987 yang disitasi Damron, 2003). Kelinci Rex pertama kali masuk ke Indonesia melalui importasi oleh Balai Penelitian Ternak Ciawi pada bulan Februari 1988, dengan tujuan untuk mengkaji pertumbuhan badan dan pemanfaatan fur.

(7)

Kelinci Rex juga baik dan proporsional untuk produksi daging. Jenis ini mempunyai panjang tubuh medium, hips yang bulat dan loin yang berisi, sehingga cocok pula untuk dijadikan sebagai kelinci pedaging. Bobot badan ideal untuk kelinci Rex jantan adalah 3.6 kg, sedangkan untuk betina adalah 4.08 kg (ARBA, 1996 yang disitasi Murtisari, 2012). Kelinci Rex sangat bervariasi dengan produksi daging berkualitas sangat baik (exellent), tetapi produktivitas daging pada kelinci Rex lebih rendah dibandingkan dengan kelinci pedaging jenis New Zealand (Raharjo, 1994 yang disitasi Murtisari, 2012).

Bangsa kelinci Rex dapat dikembangkan di daerah dataran tinggi tempat penghasil sayuran karena suhu ideal untuk pertumbuhan badan dan perkembangbiakan adalah 16 oC – 18 oC, makin dingin suhu udara makin baik kualitas rambut yang dihasilkan. Suhu udara 5 oC – 15 oC adalah suhu untuk menghasilkan rambut berkualitas terbaik (Raharjo, 1994). Keistimewaan kelinci Rex yaitu pada rambutnya yang halus seperti beludru, tumbuh tegak, dengan panjang rambut yang sama antara rambut kasar dan rambut halus (Cheeke at al., 1987).

Ampas Tahu Kering

Ampas tahu diperoleh dari hasil pembuatan tahu yang dimulai dari perendaman kedelai selama 24 jam, kemudian dicuci dan digiling. Hasil gilingan kedelai itu merupakan bubur pada proses pembuatan tahu yang kemudian dimasak lebih kurang 10 menit dan disaring sehingga diperoleh bagian filtrat yang berupa susu kedelai dan ampas tahu (Sudigno, 1983 yang disitasi Gustina 2012).

(8)

Ampas tahu merupakan limbah dalam bentuk padatan dari bubur kedelai yang diperas dan tidak berguna lagi dalam pembuatan tahu dan cukup potensial dipakai sebagai bahan makanan ternak karena ampas tahu masih mengandung gizi yang baik dan dapat digunakan sebagai ransum ternak besar dan kecil. Penggunaan ampas tahu masih sangat terbatas bahkan sering sekali menjadi limbah yang tidak termanfaatkan sama sekali (Wiriano 1985 yang disitasi Tarmidi, 2009).

Ampas tahu dalam keadaan segar berkadar air sekitar 84,5% dari bobotnya. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan umur simpannya pendek. Ampas tahu kering mengandung air sekitar 10,0-15,5%, sehingga umur simpannya lebih lama dibandingkan dengan ampas tahu segar (Widyatmoko,1996 yang disitasi Tarmidi, 2009). Ampas tahu basah akan segera menjadi asam dan busuk dalam 2-3 hari sehingga tidak disukai oleh ternak. Masalah itu dapat ditanggulangi dengan cara menjemur di bawah panas matahari atau dimasukkan dalam oven.

Ampas tahu merupakan hasil sampingan dari pengolahan kedelai menjadi tahu.Pengolahan kedelai biasanya menimbulkan bau langu yang khas. Bau langu adalah bau yang khas pada kedelai yang disebabkan oleh oksidasi asam lemak tak jenuh (PUFA) pada kedelai. Bau langu merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya tingkat penerimaan orang terhadap produk dari kedelai. Dari hasil penelitian Wansink (2003), bau langu ini telah menjadi stigma bagi kebanyakan orang yang telah mengkonsumsi kedelai. Ampas tahu merupakan residu hasil perasan kedelai. Umumnya, kandungan protein pada limbah tahu masih tinggi.Sampai saat ini, ampas tahu hanya digunakan sebagai pakan ternak

(9)

(Raharjo, 2004), padahal kandungan protein yang tinggi memungkinkan ampas tahu diolah menjadi tepung, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pangan.

Protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983 yang disitasi Tarmidi, 2009).

Pengeringan ampas tahu dilakukan dengan cara memeras ampas tahu yang masih banyak mengandung air kemudian ampas tahu yang sudah diperas lalu dijemur selama kurang lebih 3 hari. Berikut perbandingan komposisi nutrient ampas tahu basah dengan ampas tahu kering (tabel 1).

Tabel 1. Komposisi NutrienAmpas Tahu

Nutrisi Ampas tahu

Basah (%) Kering (%) Bahan. Kering 14,69 88,35 Protein Kasar 2,91 23,39 Serat. Kasar 3,76 19,44 Lemak kasar 1,39 9,96 Abu 0,58 4,58 BETN 6,05 30,48 Sumber : Suprapti (2005). Konsumsi Pakan

Ransum yang dikonsumsi oleh ternak harus dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi. Jika konsumsi energi berasal dari pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, menyebabkan penurunan berat badan (Mugiyono dan Karmada,1989). Konsumsi pakan merupakan faktor

(10)

penting yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Dari pengetahuan tingkat konsumsi dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Tinggi rendahnnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak sendiri). Faktor eksternal meliputi temperatur lingkungan, palatabilitas pakan, konsentrasi nutrien pakan, bentuk pakan, sedangkan faktor internal meliputi selera, status fisiologi (umur, jenis kelamin dan kondisi tubuh), bobot tubuh dan produksi (Kartadisastra, 1997).

Ternak yang mempunyai sifat dan kapasitas konsumsi pakan yang tinggi, produksinya relatif akan lebih tinggi dibandingkan dengan ternak (yang sejenis) dengan kapasitas sifat dan konsumsi pakan rendah (Parakkasi, 1999). Banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh kelinci tergantung pula pada jenis kelinci, berat badan kelinci dan umur kelinci. Kelinci jenis sedang memerlukan pakan lebih banyak dibandingkan jenis kelinci kecil. Pakan kelinci dewasa rata-rata 120-180 g/ekor/hari dengan berat badan sekitar 2-4 Kg (Whendarto dan Madyana,1983 yang disitasi Hascaryo, 2010).

Pertumbuhan Bobot Badan

Pertumbuhan ternak biasanya dinyatakan dengan adanya perubahan bobot hidup, perubahan tinggi atau panjang badan. Pengukuran secara praktis adalah dengan melakukan penimbangan bobot badan. Makin tinggi kenaikan bobot badan per hari makin baik pertumbuhannya. Untuk dapat mencapai bobot badan optimal ditentukan oleh manajemen pada saat periode pertumbuhan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan manajemen. Dari faktor tersebut yang

(11)

mempunyai pengaruh nyata adalah faktor pakan, karena bila pakan yang diberikan dapat menyediakan zat makanan yang sesuai dengan imbangan dan kebutuhannya, maka pertumbuhannya akan optimal. Kecepatan pertumbuhan ditentukan oleh jumlah pakan yang dimakan dan zat makanan yang dikonsumsi (Mugiyono dan Karmada, 1989). Nutrien berhubungan langsung dengan laju pertumbuhan serta komposisi tubuh ternak selama pertumbuhan. Energi yang tersedia dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, pertumbuhan protein dan deposisi lemak. Pertumbuhan mencerminkan ketersediaan substrat untuk pemeliharaan dan batas-batas untuk pertumbuhan protein (Soeparno,1992).

Kecepatan pertumbuhan sangat ditentukan oleh jumlah nutrien yang dikonsumsi atau oleh mutu dan jumlah pakan yang dimakan (Mugiyono dan Karmada, 1989). Nugroho (1982), menyatakan bahwa kelinci mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif cepat, dalam waktu 56 hari mencapai berat badan 1,8 kg. Pertambahan bobot badan kelinci lokal yang ideal sebesar 4 – 21 gram per ekor per hari (Sangare, et al., 1992).

Konversi Pakan

Menurut Kartadisastra (2001) konversi pakan adalah imbangan antara berat pakan yang diberikan dengan berat daging yang dihasilkan. Hal ini terhitung mulai dari saat ternak disapih hingga dipotong sampai umur 4 bulan.Konversi pakan yang terbaik diperoleh ketika berumur 2-3 bulan. Jadi, konversi pakan ini merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan untung rugi peternakan kelinci. Konversi pakan merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan. Konversi pakan dapat dihitung dengan membagi

(12)

antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan yang dihasilkan (de Blas dan Wiseman, 1998 yang disitasi Hascaryo, 2010).

Konversi pakan merupakan pembagian antara konsumsi pada minggu itu dengan berat badan yang dicapai pada minggu itu. Konversi ransum digunakan sebagai pegangan berproduksi karena melibatkan bobot badan dan konsumsi pakan (Rasyaf ,1994 yang disitasi Hascaryo, 2010).

Konsumsi pakan merupakan salah satu indikator untuk menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik efisiensi penggunaan pakannya (Anggorodi,1990 yang disitasi Hascaryo, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi pakan kelinci yang diberi pakan secara ad libitum meliputi faktor dari kelinci yaitu berat potong dan sifat genetis dan faktor dari pakan, yang meliputi konsumsi energi, pakan tambahan dan sebagainya (de Blass dan Wiseman, 1998 yang disitasi Hascaryo, 2010).

Feed Cost per Gain

Feed cost per gain adalah besarnya biaya pakan yang diperlukan ternak untuk menghasilkan 1 kg pertambahan bobot badan (gain) (Suparman, 2004). Feed costpergain dinilai baik apabila angka yang diperoleh serendah mungkin, yang berarti dari segi ekonomi penggunaan pakan efisien. Untuk mendapatkan feed cost per gain rendah maka pemilihan bahan pakan untuk menyusun ransum harus semurah mungkin dan tersedia secara kontinyu atau dapat juga menggunakan limbah pertanian yang tidak kompetitif (Basuki, 2002 yang disitasi Fianti, 2004).

(13)

Feed cost per gain apabila dikaitkan dengan kurva pertumbuhan akan diperoleh angka feed cost per gain yang semakin tidak efisien. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya umur ternak, dan setelah ternak dewasa maka pertambahan berat badan menurun, padahal konsumsi pakan relatif tetap (Suparman, 2004).

Secara teknis angka konversi pakan sebenarnya sudah cukup untuk menilai sejauh mana kemampuan ternak dalam penggunaan pakan. Namun dari aspek ekonomi juga harus diperhatikan feed cost per gainnya (Cord dan Nesheim, 1973 yang disitasi Fianti, 2004).

Hipotesis

Semakin tinggi penggunaan ampas tahu kering dalam ransum kelinci potong akan meningkatkan kinerjanya.

Gambar

Tabel 1. Komposisi NutrienAmpas Tahu

Referensi

Dokumen terkait

Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai ( Glycine sp.) dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau

Limbah cair kelapa sawit memiliki karakteristik umum berwarna coklat pekat, terdiri dari padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan minyak yang bersifat asam dengan

Limbah kertas yang digunakan umumnya dalam bentuk bubur kertas ( pulp ). Mohammed, 2009), papercrete ini memiliki sifat sebagai isolasi yang cukup baik sehingga lebih

Padatan yang terdapat dalam air limbah terdiri dari zat organik dan zat anorganik. Zat organik tersebut misalnya protein, karbohidrat dan lemak. Protein dan karbohidrat biasanya

Limbah pertanian sangat potensial digunakan sebagai pakan ternak karena tingkat ketersediaannya yang tinggi di Berbagai daerah, serta mengandung Zat-zat makanan

Pembagian lain yang sering dipakai adalah Bakteri Potensial Patogen (BPP) dan Bakteri non-Potensial Patogen (BNP) adalah mikroorganisme yang dikenal sebagai agen yang

Perbaikan yang dilakukan peneliti menuju pada proses pergerakan alat penyaring agar didapatkan hasil yang stabil, kuantitas naik, tidak terjadi luapan bubur

Tahap kedewasaan adalah periode pertumbuhan penjualan yang menurun karena produk tersebut telah diterima oleh sebagian besar pembeli potensial. Laba akan tetap atau