• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN USAHA PEMBIBITAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN SAPI PERSILANGAN DI DESA BUNIHAYU KECAMATAN JALANCAGAK KABUPATEN SUBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN USAHA PEMBIBITAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN SAPI PERSILANGAN DI DESA BUNIHAYU KECAMATAN JALANCAGAK KABUPATEN SUBANG"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN USAHA PEMBIBITAN SAPI PERANAKAN

ONGOLE DENGAN SAPI PERSILANGAN DI DESA BUNIHAYU

KECAMATAN JALANCAGAK KABUPATEN SUBANG

COMPARISON OF PERANAKAN ONGOLE CATTLE BREEDING

FARMS WITH CROSSBREED CATTLE IN BUNIHAYU VILLAGE

JALANCAGAK DISTRICT SUBANG REGENCY

Irma Nur Latifah*, Maman Paturochman**, Achmad Firman**

Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad

e-mail: irmairmalatief@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian mengenai Perbandingan Usaha Pembibitan Sapi Peranakan Ongole dengan Sapi Persilangan di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang telah dilakukan bulan Maret 2016. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi usaha diantara peternak usaha pembibitan sapi Peranakan Ongole dengan peternak sapi persilangan selama 1 tahun. Penelitian ini menggunakan 40 responden, 20 responden dari 53 peternak sapi PO dan 20 responden dari 56 peternak sapi persilangan. Jumlah penerimaan dan biaya produksi dari usaha pembibitan yang diukur adalah selama 1 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan pada usaha ternak sapi PO sebesar Rp.3.055.775,-/ST/tahun dan tingkat efisiensi usaha sebesar 1,15. Rata-rata pendapatan dari usaha pembibitan sapi persilangan sebesar Rp.4.237.636,-/ST/tahun dan tingkat efisiensi usaha sebesar 1,19. Hasil uji independent sample t-test thitung 3,857 > ttabel 2,024. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

dapat disimpulkan bahwa usaha pembibitan sapi persilangan lebih menguntungkan dan efisien dibanding usaha pembibitan sapi PO.

Kata Kunci : analisis pendapatan, efisiensi usaha, independent sample t-test, sapi PO, sapi persilangan.

ABSTRACT

This research about Comparison of Peranakan Ongole Cattle Breeding Farms with Crossbreed Cattle in Bunihayu Village, Jalancagak District, Subang Regency held in March 2016. This research aimed to analyze the level of incomes and business efficiency between PO breeding farmers and crossbreed cattle breeding farmers for a year. This research used 40 respondents, 20 respondents from 53 PO breeding farmers and 20 respondents from 56 crossbreed cattle breeding farmers. Total revenue and production costs were measured for 1 year. The results of this research showed that the average income of PO breeding farms is Rp.3.055.775,-/AU/year and level efficiency is 1,15. The average income of crossbreed cattle

(2)

breeding farms amount Rp.4.237.636,-/AU/year and level efficiency is 1,19. The result of independent sample t-test that tstatistic 3,857 > ttable 2,024. Based on the results it can be

concluded that crossbreed cattle breeding farms more profitable and more efficient than PO breeding farms.

Keywords : income analysis, business efficiency, independent sample t-test, PO cattle, crossbreed cattle.

Pendahuluan

Sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik (Abidin, 2006). Bangsa sapi potong yang saat ini ditemukan di Indonesia adalah sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Bali, sapi Madura, sapi Brahman, sapi Limousin, sapi Simmental, dan sapi-sapi hasil persilangan lainnya. Praktek persilangan banyak dilakukan di dunia sapi potong untuk menghasilkan bakalan yang berkualitas.

Kecamatan Jalancagak merupakan salah satu sentra usaha sapi potong di Kabupaten Subang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Subang 2011-2031. Kecamatan ini terdiri dari 7 desa, salah satunya adalah Desa Bunihayu. Seluruh peternak sapi potong di Desa Bunihayu memilih usaha pembibitan. Hal ini dikarenakan Desa Bunihayu ingin mewujudkan sentra usaha pembibitan sapi potong. Jenis sapi yang dikembangkan peternak di Desa Bunihayu mulai dari Peranakan Ongole (PO) hingga sapi persilangan. Sapi persilangan tersebut merupakan upaya untuk menghasilkan bakalan sapi yang unggul. Keunggulan yang dimaksud ialah pertambahan bobot badan yang tinggi, karena bakalan sapi yang dijual akan dipelihara dengan tujuan penggemukan. Harga bakalan sapi yang unggul akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak. Harga menjadi cerminan penentuan tingkat keuntungan dan efisiensi usaha yang akan menentukan tingkat keunggulan usaha sapi potong.

Usaha pembibitan sapi potong tidak lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan usaha penggemukan. Namun kebutuhan bakalan sapi potong meningkat dari tahun ke tahun dan melebihi ketersediaannya yang terbatas, sehingga mendesak diperlukan adanya produksi bakalan lokal didalam negeri. Pengelolaan usaha pembibitan sapi potong yang baik berhubungan erat dengan efisiensi usaha. Efisiensi usaha pembibitan sapi potong akan berpengaruh terhadap penerimaan, keuntungan, dan keberlangsungan usaha tersebut dimasa depan. Hal tersebut membuat usaha pembibitan menjadi sangatlah prospektif. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Perbedaan Usaha Pembibitan Sapi Peranakan Ongole dengan Sapi Persilangan di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang”.

(3)

Obyek dan Metode

1. Obyek Penelitian

Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi potong PO dan sapi persilangan di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang yang merupakan salah satu sentra pembibitan sapi potong.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode survei adalah suatu metode penelitian dengan cara menghimpun informasi dari sampel yang diperoleh dari suatu populasi, dengan tujuan untuk melakukan generalisasi sejauh populasi dari mana sampel tersebut diambil. Penelitian survei adalah mempelajari sampel dari suatu populasi yang hasilnya merupakan nilai duga terhadap nilai populasi (Paturochman,2012).

(1) Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive), yaitu di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Penentuan lokasi dipilih dengan pertimbangan, yaitu Desa Bunihayu adalah desa dengan jumlah populasi sapi potong terbesar di Kecamatan Jalancagak, yaitu 531 ekor dan mengembangkan bangsa sapi PO dan sapi persilangan.

(2) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi untuk mengamati langsung keadaan lingkungan peternakan.

b. Wawancara langsung dengan para peternak usaha pembibitan sapi PO maupun peternak sapi persilangan di Desa Bunihayu.

c. Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi yang diperlukan penulis dari responden.

d. Studi Pustaka digunakan untuk memperoleh data sekunder yang berhubungan dengan penelitian, seperti jurnal, laporan lembaga-lembaga pemerintah atapun non pemerintah, buku, artikel dan lain-lain sebagai referensi.

(4)

Hasil dan Pembahasan

1. Keadaan umum peternakan di Desa Bunihayu

Desa Bunihayu adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Desa Bunihayu merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian mencapai 510 meter dari permukaan laut (mdpl). Luas Desa Bunihayu sebesar 808,145 hektar. Secara klimatologis Desa Bunihayu memiliki iklim yang cenderung panas, karena memiliki rentang suhu berkisar 15 derajat Celsius hingga 37 derajat Celsius. Kuantitas curah hujan rata-rata 261 milimeter dalam 13,66 hari hujan.

Usaha sapi potong yang dipilih penduduk Desa Bunihayu adalah pembibitan. Jenis sapi yang dibudidayakan adalah Peranakan Ongole (PO) dan sapi persilangan. Pemeliharaan sapi potong dilakukan secara intensif atau didalam kandang. Hal ini agar sapi dapat terkontrol penuh oleh peternak. Sistem perkandangan yang digunakan seluruh peternak adalah semi permanen. Kondisi kandang sapi sangat bersih, kering dan tidak berbau sama sekali. Para peternak di Desa Bunihayu sangat memperhatikan kebersihan lingkungan kandang agar tidak menimbulkan polusi udara, karena rata-rata kandang sapi berada ditengah pemukiman warga. Selain itu sanitasi kandang juga dapat mencegah perkembangan penyakit pada ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (1999) dalam Alam dkk (2014), bahwa sanitasi kandang dapat mencegah timbulnya penyakit pada ternak.

2. Karakteristik Responden

(1) Umur

Tabel 1. Klasifikasi Responden Berdasarkan Umur di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang

No. Umur Jenis Sapi

PO Persilangan

...tahun... ...orang... ...%... ...orang... ...%...

1 21-30 2 10 1 5

2 31-40 7 35 6 30

3 41-50 6 30 9 45

4 51-60 5 25 4 20

Jumlah 20 100 20 100

Berdasarkan Tabel 1 umur seluruh responden termasuk kedalam usia produktif, yaitu umur 21 hingga 60 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Tjiptoherianto (1990) dalam Otoluwa dkk (2016), bahwa yang tergolong usia kerja adalah 15-60 tahun.

(5)

(2) Tingkat Pendidikan

Tabel 2. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang

No. Pendidikan Jenis Sapi

PO Persilangan

...formal... ...orang... ...%... ...orang... ...%...

1 SD 11 55 9 45

2 SMP 4 20 7 35

3 SMA 3 15 3 15

4 PT 2 10 1 5

Jumlah 20 100 20 100

Berdasarkan Tabel 2 responden umumnya berpendidikan akhir tingkat SD. Hanya sebagian kecil peternak yang berpendidikan akhir SMP, SMA, maupun PT. Menurut pendapat Kebede (2001) dalam Indriyani dkk (2012), pendidikan dapat meningkatkan kemampuan petani untuk mencari, memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang berguna tentang input-input produksi.

(3) Pengalaman Beternak

Tabel 3. Klasifikasi Responden Berdasarkan Lama Pengalaman Beternak di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang

No. Pengalaman Jenis Sapi

PO Persilangan

...tahun... ...orang... ...%... ...orang... ...%...

1 1-5 12 60 - -

2 6-10 8 40 18 90

3 11-15 - - 1 5

4 16-20 - - 1 5

Jumlah 20 100 20 100

Berdasarkan Tabel 3 lama pengalaman beternak pada peternak sapi PO lebih rendah, yaitu 1 hingga 10 tahun. Berbeda dengan peternak sapi persilangan yang memiliki pengalaman beternak lebih lama yaitu 6 hingga 20 tahun. Menurut Indriyani dkk (2012), semakin lama pengalaman peternak, maka peternak akan semakin efisien atau tingkat inefisiensi semakin rendah dan cenderung semakin mudah peternak dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan teknis pemeliharaan usaha ternaknya.

(6)

(4) Pekerjaan Utama dan Sampingan

Tabel 4. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama dan Sampingan Peternak di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang

No. Pekerjaan Jenis Sapi

PO Persilangan ...orang... ...%... ...orang... ...%... 1 Petani 10 50 19 95 2 Pedagang 5 25 3 Buruh industri 2 10 4 Karyawan swasta 1 5 1 5 5 PNS 2 10 Pekerjaan Utama 20 100 20 100 1 Peternak 20 100 20 100 Pekerjaan Sampingan 20 100 20 100

Pekerjaan utama dari seluruh responden didominasi sebagai petani komoditas padi dan hanya sebagian kecil berprofesi sebagai pedagang, buruh industri, karyawan swasta hingga PNS, sedangkan untuk pekerjaan sampingan seluruhnya adalah peternak sapi potong.

3. Skala Kepemilikan

Skala kepemilikan ternak dipengaruhi oleh modal serta kemampuan pemeliharaan ternak sapi potong yang dimiliki peternak. Skala kepemilikan ternak akan berpengaruh terhadap penerimaan peternak. Menurut Alam dkk (2014) skala kepemikan ternak dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu: 1) skala kecil, dengan jumlah ternak sapi sapi potong berjumlah 1-5 ekor; 2) skala menengah, jumlah ternak 6-10 ekor; 3) skala besar, jumlah ternak sapi >10 ekor. Rata-rata skala kepemilikan ternak induk sapi potong responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-Rata Skala Kepemilikan Induk Ternak pada Usaha Pembibitan di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang.

No. Skala

Kepemilikan

Jenis Sapi

PO Persilangan

Ekor ...orang... ...%... ...orang... ...%...

1 1-2 18 90 18 90

2 3-4 2 10 2 10

(7)

Berdasarkan Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa seluruh peternak memiliki skala kepemilikan yang kecil. Peternak sapi PO dan persilangan didominasi dengan kepemilikan ternak sebanyak 1-2 ekor, yaitu sebanyak 18 dari 20 responden dan sebanyak 2 dari 20 responden memiliki ternak 3 hingga 4 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi dan Ilham (2002) bahwa jumlah pemilikan induk sapi untuk pembibitan umumnya sangat kecil. Kecilnya skala kepemilikan disebabkan karena usaha pembibitan ini merupakan usaha sampingan dan adanya keterbatasan modal, tenaga kerja serta manajemen.

4. Pemilihan Jenis Sapi

Pemilihan jenis sapi berkaitan dengan permintaan bakalan untuk usaha penggemukan (Hadi dan Ilham, 2000). Jenis sapi yang dipilih para peternak pembibitan sapi potong di Desa Bunihayu adalah sapi PO dan sapi persilangan. Sapi persilangan yang dibudidayakan seperti sapi peranakan Simental dan peranakan Limousin. Adapun data peternak yang memelihara sapi potong berdasarkan jenis sapi pada Tabel 6.

Tabel 6. Kepemilikan Sapi Potong Berdasarkan Jenis Sapi yang Dipelihara Peternak di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang

No. Peternak Sampel Populasi

...orang... ...%... ...orang... ...%...

1 Sapi PO 20 37,73 53 100

2 Sapi Persilangan 20 35,71 56 100

Jumlah 40 73,44 109 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata peternak memilih sapi potong persilangan dibanding dengan jenis sapi PO. Hal ini berkaitan dengan jumlah peminat bakalan peranakan Simental atau peranakan Limousin untuk digemukkan. Maka dari itu, peternak usaha pembibitan sapi potong menyesuaikan usahanya dengan usaha penggemukan.

5. Biaya Produksi

Biaya produksi usaha pembibitan sapi potong terdiri dari biaya tetap (fixed cost), biaya tidak tetap (variable cost) dan biaya total (total cost). Biaya tetap atau yang biasa disebut fixed cost adalah biaya yang dikeluarkan peternak secara berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu meskipun proses produksi tidak berlangsung terjadi. Biaya tetap usaha pembibitan sapi potong meliputi biaya penyusutan kandang dan biaya penyusutan peralatan. Perhitungan biaya penyusutan menggunakan Straight Line Method , yaitu harga awal dikurangi dengan harga akhir benda dibagi dengan umur ekonomisnya.

(8)

Biaya tidak tetap atau yang disebut variable cost adalah biaya yang dikeluarkan peternak jika hanya terjadi proses produksi, seperti biaya pakan sapi, biaya Inseminasi Buatan, biaya kesehatan (obat-obatan), biaya listrik, biaya pengadaan induk dan nilai populasi awal ternak. Namun pada penelitian ini biaya pengadaan induk ditiadakan, karena dari seluruh peternak yang menjadi responden tidak ada yang membeli induk sapi selama 1 tahun terakhir. Total biaya atau total cost adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi dalam suatu usaha ternak yang terdiri dari total biaya tetap dan total biaya variabel. Rata-rata biaya produksi usaha pembibitan sapi potong pada dua kelompok berdasarkan pemilihan jenis sapi dalam satu tahun dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-Rata Biaya Produksi Usaha Pembibitan Sapi Potong pada Dua Kelompok Berdasarkan Pemilihan Jenis Sapi Selama 1 Tahun di Desa Bunihayu

No. Biaya Produksi Jenis Sapi

PO Persilangan

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Rp/ST/th ..%.. Rp/ST/th ..%.. 1 Biaya Tetap a. Penyusutan kandang 493.056 2,41 439.299 1,90 b. Penyusutan peralatan 1.120.274 5,47 1.007.031 4,35

Total Fixed Cost 1.613.330 1.446.330 2 Biaya Tidak Tetap

a. Pakan 3.020.649 14,74 3.818.468 16,49 b. IB 164.667 0,80 163.905 0,71 c. Obat-obatan dan Kesehatan 64.692 0,32 55.202 0,24 d. Listrik 420.333 2,05 403.619 1,74 e. Nilai Populasi Awal Ternak 15.210.000 74,22 17.269.048 74,58 Total Variable Cost 18.880.340 21.710.241

Total Cost 20.493.670 100 23.156.571 100

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya paling besar untuk usaha pembibitan sapi potong, yang pertama adalah nilai populasi awal ternak. Harga induk sapi persilangan lebih tinggi dibanding dengan harga induk sapi PO, dikarenakan sapi persilangan memiliki ADG atau pertambahan bobot badan harian dan kualitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (1998) bahwa pemilihan jenis sapi bakalan

(9)

Peranakan Simmental oleh peternak dinilai tepat karena sapi tersebut merupakan tipe pedaging dengan ADG sangat tinggi, bobot hidupnya mencapai 1,15 ton, dan kualitas dagingnya memenuhi standar internasional dengan kandungan lemak yang rendah. Harga induk sapi persilangan seperti peranakan Limousin atau Simental dimulai dari Rp.16.000.000 per ekor, sedangkan harga induk sapi PO dimulai dari Rp.14.000.000 per ekor. Dara sapi persilangan seharga Rp.14.000.000 per ekor, sedangkan sapi PO seharga Rp.12.000.000 per ekor. Maka dari itu, nilai populasi awal usaha pembibitan sapi persilangan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai populasi awal usaha pembibitan sapi PO.

Rata-rata biaya terbesar yang kedua adalah biaya pakan ternak. Biaya pakan untuk usaha pembibitan sapi persilangan lebih besar dibandingkan dengan usaha pembibitan sapi PO. Hal ini dikarenakan untuk menunjang kebutuhan pakan sapi persilangan dan pertambahan bobot badan harian yang lebih besar dibanding sapi PO. Biaya pakan terdiri dari biaya hijauan dan biaya pakan tambahan. Pakan hijauan yang biasa digunakan para peternak adalah rumput raja, rumput gajah, rumput lapang, dan lain-lain. Lalu pakan tambahan yang biasa diberikan kepada ternak berupa jerami, ampas tahu, dedak, atau konsentrat. Namun, pemberian pakan hijauan maupun pakan tambahan dari setiap peternak berbeda-beda kuantitasnya.

Rata-rata biaya terbesar yang ketiga adalah biaya penyusutan peralatan. Dari kedua kelompok usaha pembibitan, biaya penyusutan peralatan terbesar pada peternakan sapi persilangan. Hal ini dikarenakan rata-rata populasi sapi yang dipelihara peternak sapi persilangan lebih besar, sehingga peralatan pun lebih banyak dibutuhkan dalam proses usaha tersebut. Rata-rata biaya terbesar ke-4 adalah biaya penyusutan kandang. Selanjutnya biaya listrik pada peternak sapi yang setiap bulannya membutuhkan biaya mulai dari Rp.40.000 hingga Rp.60.000. Umumnya peternak menggunakan listrik untuk penerangan kandang dimalam hari dan penggunaan pompa air listrik.

Biaya Inseminasi Buatan sebesar Rp.150.000 per ekor hingga sapi bunting dengan maksimum penyuntikan sebanyak 3 kali. Inseminasi Buatan dilakukan dengan bantuan mantri. Rata-rata sapi mengalami bunting setelah melakukan IB sebanyak 1 hingga 2 kali. Menurut Sugiarti dan Siregar (1998) perlakuan IB yang telah dilakukan pada sapi dapat memberi dampak terhadap peningkatan pendapatan ternak. Penerapan IB dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan perkawinan alam (Tambing, 2000; Sugoro, 2009).

(10)

Biaya yang paling kecil persentasenya adalah rata-rata biaya kesehatan dan obat-obatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tumober (2014) bahwa biaya obat-obatan/vaksin merupakan biaya terkecil dari total biaya produksi.

5. Penerimaan

Penerimaan merupakan jumlah dari hasil produksi atau output yang dikalikan dengan harga. Adapun rata-rata total penerimaan yang diterima peternak berdasarkan jenis sapi yang dipelihara peternak selama satu tahun di Desa Bunihayu dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-Rata Penerimaan Peternak Berdasarkan Jenis Sapi yang Dipelihara Selama 1 Tahun di Desa Bunihayu

No. Penerimaan Jenis Sapi

PO Persilangan

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Rp/ST/Tahun ...%... Rp/ST/Tahun ...%... 1 Penjualan Ternak 6.211.667 23,68 7.605.476 27,51 2 Nilai Populasi Akhir 17.337.778 73,62 19.788.730 71,58 Jumlah 23.549.445 100 27.645.090 100

Berdasarkan Tabel 8 rata-rata penerimaan peternak sapi persilangan lebih tinggi daripada peternak sapi PO, karena harga jual pedet sapi persilangan lebih tinggi. Selain itu, faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan adalah besarnya skala usaha. Semakin banyak induk ternak, maka semakin banyak pula pedet yang dihasilkan. Besarnya penerimaan akan berpengaruh terhadap besarnya pendapatan dari usaha. Hal ini sesuai dengan pendapat Harnanto (1992) dalam Hoddi dkk (2011), bahwa penerimaan setiap responden tergantung pada jumlah populasi ternak sapi potong yang dimiliki oleh setiap peternak dengan menggunakan hubungan antara penerimaan dan biaya.

6. Pendapatan

Pendapatan merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya tetap dan biaya tidak tetap. Analisis pendapatan merupakan analisis untuk mengukur apakah suatu usaha tersebut berhasil atau tidak, yang ditandai dengan besarnya pendapatan yang didapat seorang peternak. Penetapan jangka waktu pada penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan sebelum mengukur pendapatan suatu usaha. Besarnya pendapatan usaha

(11)

pembibitan sapi potong berdasarkan jenis sapi yang dipelihara peternak di Desa Bunihayu masing-masing dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata Pendapatan Usaha Pembibitan Sapi Potong pada Dua Kelompok Berdasarkan Pemilihan Jenis Sapi Selama Satu Tahun di Desa Bunihayu

No. Jenis Sapi Penerimaan Biaya

Tetap Biaya tidak Tetap Pendapatan ... Rp/ST/Tahun ... 1 Sapi PO 23.549.445 1.613.330 20.493.670 3.055.775 2 Sapi Persilangan 27.394.206 1.446.330 21.710.241 4.237.636

Dilihat dari Tabel 9 bahwa pendapatan kedua kelompok usaha tersebut, usaha yang berpendapatan rendah adalah usaha pembibitan sapi PO, sebab rata-rata harga bakalan usaha pembibitan sapi PO yang lebih rendah dan pada skala usaha yang kecil. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rodjak (2006) bahwa keuntungan yang rendah dapat disebabkan karena besar skala usaha yang tidak memadai atau pengoperasian usaha yang tidak efisien.

7. Revenue Cost Ratio (R/C)

Revenue Cost Ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya total. Analisis R/C digunakan untuk menilai suatu usaha apakah efisien atau tidak. Besarnya rata-rata R/C pada dua kelompok usaha pembibitan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rata-rata R/C Usaha Pembibitan Sapi Potong pada Dua Kelompok Berdasarkan

Jenis Sapi yang Dipelihara Peternak di Desa Bunihayu

No. Jenis Sapi Penerimaan Total Biaya R/C

...Rp/ST/Tahun...

1 Sapi PO 23.549.445 20.493.670 1,15

2 Sapi Persilangan 27.394.206 23.156.571 1,19

Berdasarkan Tabel 10 bahwa besarnya R/C dari kedua kelompok usaha pembibitan sapi PO dan persilangan masing-masing sebesar 1,15 dan 1,19. Ini diartikan bahwa setiap pengeluaran Rp.100,00 peternak akan mendapatkan penerimaan Rp.115,00 pada peternak sapi PO dan pada sapi persilangan yang memiliki R/C sebesar 1,19 bahwa setiap pengeluaran Rp.100,00 peternak mendapatkan penerimaan sebesar Rp.119,00. Kedua kelompok usaha tersebut termasuk ke dalam usaha yang efisien dan menguntungkan. Tidak berbeda jauh nilai R/C dari keduanya, namun usaha pembibitan

(12)

sapi persilangan lebih unggul. Hal ini dikarenakan kedua kelompok usaha sama-sama berada pada skala usaha yang kecil sehingga nilai R/C tidak berbeda jauh.

8. Uji t Berdasarkan Nilai Pendapatan

Uji t yang digunakan pada penelitian ini adalah Independent sample t- test. Analisis Independen sampel t test merupakan suatu alat untuk membandingkan rata-rata sampel dari 2 kelompok yang tidak memiliki keterikatan apapun. Nilai uji t digunakan untuk mengambil keputusan untuk menolak atau menerima sebuah hipotesis dengan cara membandingkan dengan nilai nilai kritis taraf nyata atau nilai t tabel. Adapun tabel hasil uji Independent Sample t Test pada Tabel 11 berdasarkan nilai pendapatan peternak menggunakan program SPSS 16.0.

Tabel 11. Uji Independent Sample T Test

No. Uji T Df α F tabel F hitung Hasil

1 Independent sample t test 38 0,05 2,024 3,857 Tolak H0

Dari Tabel 11 menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel, maka tolak H0

dan terima H1. Artinya nilai keuntungan dan efisien usaha pembibitan sapi persilangan

lebih tinggi dibanding usaha pembibitan sapi PO.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usaha pembibitan sapi persilangan lebih menguntungkan dan lebih efisien dibandingkan dengan usaha pembibitan sapi PO. Hal ini ditunjukkan dengan nilai pendapatan usaha pembibitan sapi persilangan Rp. 4.237.636,00 per Satuan Ternak per tahun dengan efisiensi usaha 1,19 lebih besar dari usaha pembibitan sapi Peranakan Ongole Rp. 3.055,775,00 per Satuan ternak per tahun dengan efisiensi usaha sebesar 1,15.

Saran

Perlu adanya peningkatan skala usaha dan manajemen pemeliharaan agar meningkatkan pendapatan dari ke dua usaha pembibitan.

(13)

Ucapan Terimakasih

Penulis dengan rasa hormat dan bangga mengucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada pembimbing utama Prof. Dr. Ir. H. Maman Paturochman, MS., dan pembimbing anggota Achmad Firman, S.Pt., M.Si. yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis.

Daftar Pustaka

Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Alam, Asmirani., S. Dwijatmiko dan W.Sumekar. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Budidaya Ternak Sapi Potong di Kabupaten Buru. Jurnal Agrinimal Vol.4 No.1:28-37.

Hadi, P. U. Dan Nyak Ilham. 2002. Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi Potong di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (4):148-157. __________________________. 2000. Peluang Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak

Sapi Potong di Indonesia dalam rangka Swasembada Daging 2005. Direktorat Perbibitan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.

Hoddi, A.H., M.B. Rombe dan Fahrud. 2011. Analisis Pendapatan Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Jurnal Agribisnis Vol. X (3). Indriyani, I., R. Nurmalina, dan A. Fariyanti. 2012. Analisis Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Peternakan Indonesia. Februari, 2012. Vol. 14 (1) : 286-296.

Otoluwa, M. A., A. H. S. Salendu, A. K. Rintjap dan M.T. Massie. 2016. Prospek Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Jurnal Zootek Vol. 36 No.1:191-197. Paturochman, M. 2012. Penentuan Jumlah dan Teknik Pengambilan Sampel. UNPAD

Press. Bandung.

Rodjak. 2006. Ilmu Perencanaan Analisis Finansial. Rineka Cipta. Jakarta.

Sugeng, Y. B. 1998. Sapi Potong : Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta

Sugiarti dan Siregar. 1998. Dampak Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Daerah Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 4 (1) :3-5 Bogor

Sugoro, I. 2009. Kajian Bioetika: Pemanfaatan Inseminasi Buatan (IB) untuk Peningkatan Produktivitas Sapi. SITH. ITB. Bandung.

Tumober, J. 2014. Analisis Keuntungan Pemeliharaan Sapi di Kecamatan Suluun Tareran Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Zootek Vol 34 No.2 : 18-26.

(14)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama : Irma Nur Latifah

NPM : 200110120022

Judul Artikel : Perbandingan Usaha Pembibitan Sapi Peranakan Ongole dengan Sapi Persilangan di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang.

Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyataan ini.

Dibuat di Sumedang, tanggal 20 Juli 2016 Mengetahui,

Pembimbing Utama, Penulis,

Prof. Dr. Ir. H. Maman P., MS. Irma Nur Latifah, S.Pt.

Pembimbing Anggota,

Referensi

Dokumen terkait

Jurnal atau yang lebih sering dikenal jurnal umum adalah catatan akuntansi yang pertama kali dibuat yang gunanya untuk melakukan pencatatan seluruh

Siswa kelas IV SDN Kamulan 2 yang melakukan pembelajaran menggunakan model deep dialogue tanpa media video pada materi keterampilan melakukan wawancara

Kombinasi HPMC K4M – amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat maupun interaksinya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan, floating

(2) The Treffinger model is proved to be effective in improving the students’ ability in determining the main idea of paragraph in tenth grade (3 rd class of

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data hasil validasi produk pengembangan oleh tiga orang dosen ahli pembelajaran fisika. Data tersebut dikumpulkan

Program Studi Baru Doktor Ilmu Farmasi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki

arti memiliki cukup memiliki motif untuk menolong orang lain (merasa sedih dan iba melihat orang yang membutuhkan pertolongan namun hanya ingin menolong orang tertentu

TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RUAS JALAN KRASAK – PRINGAPUS)..