• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PERBANKAN DAN KREDIT MACET. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Mediasi Perbankan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PERBANKAN DAN KREDIT MACET. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Mediasi Perbankan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI PERBANKAN DAN KREDIT MACET

2.1 Tinjauan Umum Tentang Mediasi Perbankan 2.1.1 Pengertian Mediasi Perbankan

Praktek transaksi yang terjadi diantara bank dan nasabah tidak terlepas dari adanya resiko. Salah satu resiko yang sering terjadi yaitu sengketa antara pihak bank dan nasabah. Ketika hubungan hokum antara bank dan nasabah mulai tercipta, maka sejak itu terbuka kemungkinan sengketa antara para pihak.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah sengketa yaitu melalui proses Mediasi. Mediasi merupakan salah satu pilihan alternative yang digunakan pada saat sengketa yang terjadi antara nasabah dan bank tidak dapat diselesaikan. Ciri utama mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau consensus.

Mediasi merupakan metode penyelesaian sengketa yang berkembang pesat di berbagai belahan dunia sejak tiga dasawarsa terakhir. Penggunaan mediasi tidak hanya dilakukan di luar pengadilan oleh lembaga swasta dan swadaya masyarakat, tetapi juga terintegrasi dalam sistem peradilan. Perkembangan mediasi merupakan hal yang menggembirakan di tengah mandeknya mekanisme peradilan di dunia.26

Mediasi berasal dari bahasa Inggris “mediation” atau penengahan, yaitu

penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi. Sedangkan secara etimologi, istilah

26 Fatahillah A. Syukur, 2012, Mediasi Yudisial Di Indonesia, Penerbit Mandar Maju,

Bandung, h. 1

(2)

mediasi berasal dari bahasa Latin, “mediare” yang berarti berada ditengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.27

Prinsipnya mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) serta diterima kehadirannya oleh piha-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga disebut mediator atau penengah, mempunyai tugas membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya, tetapi tiak mempunyai kewenangan mengambil keputusan.28Mediasi adalah salah satu mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan (Out of Court Settlemen) melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak.

Mediasi Perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian maupun seluruh permasalahan yang disengketakan.

Di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 pada bagian

menimbang tertulis “Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

27 Syahrizal Abbas, 2001, Mediasi Dalam Hukum Syariah,Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, Kencana, Jakarta, h. 1 dan 2

28Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,

(3)

sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan

memenuhi rasa keadilan.”

Hampir sama dengan pengertian tersebut, menurut Gary Goodpaster, mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak namun dalam hal ini para pihak menguasakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan-persoalan di antara mereka.29

Asumsinya adalah pihak ketiga akan mampu mengubah kekuatan dan dinamika sosial hubungan konflik dengan cara mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku pribadi/individual para pihak, dengan memberikan pengetahuan atau informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi yang lebih efektif dan dengan demikian membantu para peserta untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dipersengketakan.

Dengan demikian, dalam sengketa yang salah satu pihaknya lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya, pihak ketiga memegang peranan penting untuk menyetarakannya. Kesepakatan yang dicapai melalui mediasi karena para pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian. Mereka bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa tanpa arahan konkret dari pihak ketiga

29

(4)

(mediator). Kekuatan mengikat dari hasil mediasi sama dengan sebuah perjanjian karena dibuat berdasarkan kesepakatan bebas para pihak. Untuk itu, wajib dilaksanakan dengan penuh itikad baik.30

Adapun yang menjadi penyelenggara Mediasi Perbankan menurut Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006, yakni Lembaga Mediasi Perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan. Sebenarnya di dalam PBI tidak menyatakan definisi mediasi perbankan secara lengkap, karena Pasal 1 angka 5

hanya menjelaskan apa yang dimaksud dengan “Mediasi” sebagai bentuk rumusan

lain yang tidak jauh berbeda dengan rumusan-rumusan yang ditemukan didalam undang-undang atau pendapat para ahli.

Modal utama penyelesaian sengketa adalah keinginan dan iktikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan iktikad baik ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudannya. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. Adapun beberapa karakteristik dari mediasi adalah sebagai berikut :

1. Interest accommodation/interest based-problem solving, penyelesaian sengketa didasarkan pada terakomodasinya kepetingan-kepentingan pihak-pihak yang bersengketa. Mekanisme ini lebih mengutamakan persamaan dari pada perbedaan.

2. Voluntary and consensual, kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan menempuh melalui mediasi bersifat sukarela dan telah disepakati oleh pihak yang bersengketa.

30 Khotibul Umam, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Pustaka Yustisia,

(5)

3. Procedural flexibility, prosedur yang ditempuh dalam proses untuk mencapai kesepakatan bersifat informal, mudah, tidak ada suatu proses yang baku atau standar yang harus diterapkan seperti dalam proses litigasi di pengadilan atau arbitrase. Pada mediasi, prosedurnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh Mediator.

4. Norm creating, penyelesaian sengketa tidak harus mengacu pada norma hukum privat yang berlaku atau pada isi perjanjian atau kontrak yang menjadi pokok sengketa. Di dalam mekanisme ini para pihak dengan dibantu mediator dapat membangun norma-norma baru yang disepakati para pihak sebagai acuan untuk menyelesaikan sengketa mereka.

5. Person-centered, untuk dapat mencapai kesepakatan sangat tergantung dari

kemauan yang serius atau itikad baik dari para pihak untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan tidak akan tercapai apabila dalam diri masing-masing pihak masih ada keengganan untuk melanjutkan kerjasama.

6. Relationship-oriented, mekanisme mediasi dilaksanakan dalam hal para pihak yang bersengketa masih saling menghargai atau setidaknya menilai bahwa hubungan bisnis atau kerjasama diantara mereka masih bisa untuk dilanjutkan.

7. Future focus, mediasi berfokus untuk mencapai kesepakatan karena para pihak memahami bahwa jika konflik terus berlanjut maka para pihak akan mengalami kerugian.

(6)

8. Private and confidential, sengketa yang diselesaikan melalui mekanisme mediasi adalah terutama dalam wilayah sengketa pribadi yang tunduk pada hukum perdata atau dagang.31

2.1.2 Manfaat dan Tujuan Mediasi Perbankan

Bank indonesia telah menyediakan fasilitas lembaga mediasi perbankan yang bertujuan untuk membantu para nasabah untuk dapat menyelesaikan sengketanya kepada pihak bank. Sengeketa yang sering terjadi dalam dunia perbankan adalah sengketa dalam persoalaan kredit, dimana permasalahan kredit ini harus lah segera diselesaikan, karena dapat mengganggu kondisi bank tersebut. Permasalahan sengketa diantara bank dan nasabah diaggap penting dan harus segera diselesaikan, mediasi perbankan di harapkan dapat menyelesaikan sengketa antara pihak bank dengan nasabah dengan cara yang cepat, sederhana, dan biaya rinngan.

Mediasi sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat saat ini terlihat bahwa mediasi sudah menjadi media masyarakat untuk menyelesaikan masalah atau sengketa yang dialaminya. Hal ini dapat diketahui dengan banyak berdirinya lembagalembaga yang menyediakan jasa mediasi, misalnya Pusat Mediasi Nasional (PMN) dan IICT. Selain itu juga dapat dilihat dengan adanya lembaga-lembaga arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa seperti pada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), BMAI.

31Arus Akbar Silondae dan Andi Farian Fathoeddin, 2010,2013, Aspek Hukum Dalam

(7)

Manfaat mediasi adalah sebagai berikut32:

1) Penyelesaian sengketa dilakukan melalui pendekatan nurani Para pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum dan menekankan pada nurani dan moral. Disamping itu para pihak pendekatannya lebih membangun persamaan persepsi yang saling menguntungkan daripada doktrin dan asas pembuktian.

2) Para pihak terlibat aktif dalam proses mencapai kesepakatan Penyelesaian sengketa tidak diserahkan kepada mediator tetapi oleh para pihak itu sendiri sesuai dengan kemauan mereka, karena merekalah yang lebih tahu masalah yang dipersengketakan. Mediator hanyalah berperan sebagai fasilitator dalam proses menuju penyelesaian sengketa tersebut.

3) Waktu peyelesaian sengketa relatif pendek Waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi umumnya pendek, berkisar antara 2 (dua) sampai dengan 6 (enam) minggu.

4) Biaya murah Biaya penyelesaian sengketa relatif murah, terutama apabila dibandingkan dengan biaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan arbitrase.

5) Aturan pembuktian tidak perlu Dalam proses perundingan tidak ada pertarungan sengit antara para pihak untuk saling menjatuhkan pihak lawan melalui pembuktian yang formal seperti yang terdapat dalam proses pengadilan.

32Husein Umar, 2002, Makalah Dalam Seminar Alternatif Penyelesaian Sengketa:

Mencermati Pemberdayaan Lembaga Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Era Global, Pusat Mediasi Nasional (PMN), Jakarta, h. 8

(8)

6) Rahasia terjaga Penyelesaian sengketa melalui mediasi bersifat rahasia dan tertutup untuk umum, sehingga yang mengetahui perihal permasalahan yang bersangkutan hanyalah kedua belah pihak yang bersengketa dan mediator saja.

7) Hubungan baik para pihak tetap terjaga Penyelesaian sengketa menggunakan pendekatan nurani dan moral sehingga hubungan baik para pihak dapat terjaga.

8) Para pihak bebas menentukan batasan substansi dan materi Sebelum melakukan perundingan yang dibantu oleh seorang mediator, para pihak bebas untuk menentukan batasan substansi dan materi yang akan dicari penyelesaiannya.

9) Hasil yang dituju sama-sama menang Hasil penyelesaian sengketa yang diharapkan oleh para pihak adalah sama menang atau win-win solution. Hal tersebut dapat dicapai karena para pihak menjauhkan diri dari sifat egois dan mau menang sendiri.

10) Bebas emosi dan dendam Keinginan para pihak untuk memilih penyelesaian sengketa secara damai dengan melibatkan mediator sebagai penegah dapat meredam sifat emosional tinggi dari masing-masing pihak yang bersengketa. Sehingga perundingan berlangsung dalam suasana kekeluargaan dan persaudaraan.

Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan manfaatnya, karena para pihak telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri persengketaan mereka secara adil dan saling menguntungkan. Bahkan dalam mediasi yang gagal

(9)

pun, di mana para pihak belum mencapai kesepakatan, sebenarnya juga telah merasakan manfaatnya. Kesediaan para pihak bertemu di dalam proses mediasi, paling tidak telah mampu mengklarifikasikan akar persengketaan dan mempersempit perselisihan di antara mereka. Hal ini menunjukkan adanya keinginan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, namun mereka belum menemukan format tepat yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak.

Tujuan dari pembentukan lembaga mediasi perbankan ini adalah agar hak-hak nasabah dapat terpenuhi dengan baik dan setiap pihak-hak yang bersengketa dapat mencapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Terciptanya Peraturan Bank Indonesia ini tentang Mediasi Perbankan diharapkan akan mencitptakan iklim perbankan yang semakin kondusif. Tujuan dari pembentukan lembaga mediasi perbankan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Tujuan Utama

a. Membantu mencarikan jalan keluar atau alternatif penyelesaian sengketa yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh pihak yang bersengketa.

b. Mencapai suatu penyelesaian masalah dan bukan kebenaran dan / atau dasar hukum untuk diterapkan dalam suatu sengketa.

2. Tujuan Tambahan

a. Melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai komunikasi yang lebih baik antara para pihak yang bersengketa.

(10)

b. Menjadikan para pihak yanng bersengketa dapat mendengar, memahami alasan / penjelasan / argumentasi yang menjadi dasar / pertimbangan pihak lain.

c. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi rasa marah / bermusuhan antara para pihak.

d. Memahami kekurangan / kelebihan / kekurangan masing-masing, dan hal ini diharapkan dapat mendekatkan cara pandang dari pihakpihak yang bersengketa, menuju suatu kompromi yang dapat diterima para pihak.

Secara sempit tujuan diselenggarakannya Mediasi Perbankan ini adalah untuk memaksa seluruh bank agar bersedia dan peduli dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan nasabah kecil yang jika dibiarkan berlarut-larut dapat berpotensi meningkatkan resiko repurtasi sebuah bank.

2.1.3 Unsur-unsur Mediasi Perbankan

Dikatakan sebagai mediasi perbankan adalah, dengan adanya unsur sengketa dan pengaduan dari nasabah. Dalam kredit macet, terjadinya peristiwa kredit macet ini lah yang menjadi suatu sengketa antara nasabah dengan bank. Pengaduan yang diajukan oleh pihak nasabah kepada bank adalah seperti nasabah yang tidak sanggup lagi melakukan pembayaran hutangnya beserta bunga, sehingga pihak nasabah mengadukan hal ini dan meminta diadakannya mediasi agar pihak nasabah bisa mendapatkan keringanan. Dalam proses penagihan terkadang juga pihak nasabah mengadukan cara penagihan tersebut, seperti pihak nasabah yang merasa malu dengan seringnya dilakukan kunjungan oleh pihak

(11)

bank. Mediasi perbankan memiliki beberapa unsur yang terdapat di dalamnya, mediasi perbankan bersifat sebagai suatu alternatif dalam menyelesaikan sengketa, yang merupakan keinginan para pihak yang bersengketa sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun, kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, adanya itikad baik dan adanya pihak ketiga.

Menurut Soebagjo, didalamnya terdapat 3 (tiga) unsur dalam mediasi :

1. Adanya pihak (dua pihak atau lebih). Dengan demikian jika dalam suatu proses mediasi hanya dijumpai adanya satu pihak yang bersengketa, maka hal itu menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur pihak-pihak yang bersengketa. Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan tanggal 30 Januari 2006 merumuskan

“sengketa” adalah permasalahan yang diajukan oleh nasabah atau

perwakilan nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Dari perumusan di atas, ada kesan seolah-olah yang mempunyai sengketa hanyalah nasabah saja, sedangkan bank tidak mempunyai sengketa. Anggapan lain adalah bahwa yang tunduk untuk haarus menyelesaikan sengketa melalui jalur mediasi hanyalah nasabah, sedangkan bank dapat dan bebas menggunakan jalur penyelesaian sengketa lain. Kalaupun bank kemudian mengajukan sengketa tersebut kepada penyelenggara mediasi perbankan, hal itu tidak

(12)

akan dapat dilayani karena tidak termasuk dalam cakupan “sengketa”

seperti yang dimaksud PBI No. 8/5/PBI/2006.

2. Unsur yang kedua adalah adanya unsur “sengketa” diantara para pihak. Dimana, dalam PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan pada Pasal 1 angka 4 disebutkan bahwa sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank sebagaimana diatur dalam Perturan Bank Indonesia tentang penyelesaian Pengaduan Nasabah.

3. Unsur yang ketiga adalah unsur Mediator yang membantu menyelesaikan sengketa di antara para pihak. Dimana mediator adalah :

a. Seorang fasiliator yang akan membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak. Mediator tidak akan membuat keputusan tentang mana yang salah atau benar, mengintruksikan para pihak tentang apa yang harus dilakikam atau memaksakann para pihak untuk melaksanakan kesepakatan. Segala bentuk komentar, pendapat, saran, pernyataan, atau rekomendasi yang dibuat oleh mediator, bila ada, tidak dapat mengikat para pihak.

b. Mediator tidak memberikan nasehat atau pendapat hukum.

c. Mediator tidak dapat bertindak sebagai penasehat hukum terhadap salah satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan dan ia juga tidak dapat bertindak sebagai arbiter atas kasus yang sama.

(13)

d. Para pihak paham bahwa agar proses mediasi dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan proses komunikasi yang terbuka dan jujur. Selanjutnya, segala bentuk komunikasi, negoisasi dan pernyataan baik tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan diperlakukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia. Oleh sebab itu Mediator tidak akan membicarakan atau menyampaikan halhal yang telah didiskusikan dalam proses mediasi ke pohak lain tanpa izin para pihak.

e. Apabila memdiator menganggap bahwa permasalahan tidak dapat diselesaikan melalui proses mediasi, maka proses mediasi berakhir setelah mediator menyampaikan hal tersebut kepada para pihak.

Mediasi perbankan merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan bagi kalangan perbankan saja. Sengketa yang terjadi haruslah dalam ruang lingkup perbankan, yaitu antara nasabah dan bank. Bank sebagai penghimpun dana masyarakat dan sebagai lembaga yang memberi pelayanan kepada masyarakat, salah satu nya adalah pemberian kredit kepada masyarakat, pasti tidak terlepas dari segala risiko, baik risiko yang ditimbulkan dari bank maupun risiko yang ditimbulkan dari pihak nasabah.

Dari penjelasan diatas mengenai unsur-unsur mediasi, dapat disimpulkan bahwa unsur adalah sebagai berikut :33

33HP Pangabean, 2002, Praktik Pengadilan Menangani Kasus Aset Yayasan (termasuk

asset lembaga keagamaan) dan Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 103

(14)

1. Adanya pihak (dua atau lebih) yang bersengketa, jika dalam proses mediasi hanya dijumpai satu pihak yang bersengketa, maka hal itu menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur yang bersengketa.

2. Adanya unsur sengketa di antara para pihak.

3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.

4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung.

5. Mediasi bertujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. Unsur tambahan lain yang terdapat dalam mediasi perbankan antara lain: 1. Sengketa yang dapat diajukan dalam mediasi perbankan adalah sengketa

keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan.

2. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil penyelesaian pengaduan Nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.

3. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immaterial. Yang dimaksud dengan kerugian immaterial adalah kerugian karena pencemaran nama naik dan perbuatan yang tidak menyenangkan.

2.1.4 Dasar Hukum Mediasi Perbankan

Dasar hukum penerapan mediasi adalah sebagai berikut :

1. Pancasila sebagai dasar idiologi negara Republik Indonesia yang mempunyai salah satu azas musyawarah untuk mufakat.

(15)

2. UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia dimana azas musyawarah untuk mufakat menjiwai pasal-pasal didalamnya.

3. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 4. PBI No. 8/5/PBI/2006

5. PBI No. 10/1/PBI/2008

6. Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) No. 2 tahun 2003 yang telah dirubah dengan PERMA No. 1 tahun 2008.

7. KUH Perdata

 Pasal 1851 KUH Perdata menyatakan: “Perdamaian adalah suatu

perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan ini tidaklah sah, melainkan dibuat secara

tertulis”.

 Pasal 1855 KUH Perdata: “Setiap perdamaian hanya mengakhiri

perselisihan- perselisihan yang termaktub didalamnya, baik para pihak merumuskan maksud mereka dalam perkataan khusus atau umum, maupun maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak satu-satunya dari apa yang dituliskan”.

 Pasal 1858 KUH Perdata: “Segala perdamaian mempunyai di

antara para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan. Tidak dapatlah perdamaian itu

(16)

dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan.

8. Alternatif Penyelesaian Sengketa hanya diatur dalam satu pasal yakni pasal 6 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Meskipun Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, telah lebih mempertegas keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Dalam pasal 1 angka 10 dinyatakan: “Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”. Akan tetapi, Undang-Undang ini tidak mengatur dan memberikan definisi lebih rinci dari lembaga-lembaga alternatif tersebut, sebagaimana pengaturannya tentang Arbitrase.34

2.2 Tinjauan Umum Tentang Kredit Macet 2.2.1 Pengertian Kredit Macet

Kredit berasal dari kata “credere” atau credo yang berarti kepercayaan. Kredit pada umumnya diartikan sebagai suatu hutang atau peminjaman uang. Konsep dari suatu kredit adalah memberikan pinjaman uang untuk digunakan oleh seseorang yang kemudian dikembalikan setelah waktu tertentu berikut bunganya. Pemberian kredit dapat dilakukan dengan atau tanpa jaminan, yang mana berupa hipotik, gadai, hak tanggungan, dan fidusia.

34Susanti Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. Telaga

(17)

Dalam perkembangan pemberian kredit, yang paling tidak mengembirakan bagi pihak adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit bermasalah. Keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan bunga pinjaman oleh nasabah, terlihat pada tata usaha bank dan hal ini merupakan kolektibitas dari kredit. Informasi dari tingkat kolektibitas akan sangat bergantung bagi bank untuk kegiatan pengawasan terhadap masing-masing nasabah secara individu maupun secara keseluruhan.

Kredit macet merupakan salah satu dari penggolongan kredit bermasalah. Istilah penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukan penggolongan kolektibilitas kredit yang menggambarkan kualitas kredit itu sendiri. Untuk menentukan apakah suatu kredit dikatakan bermasalah didasarkan pada kolektibitas kredit.35

Kolektibilitas adalah suatu pembayaran pokok atau bunga pinjaman oleh nasabah sebagaimana terlihat tata usaha bank berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (BI) No. 32/268/KEP/DIR tanggal 27 Pebruari 1998, maka kredit dapat dibedakan menjadi :

a. Kredit lancar

Kredit lancar yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit. Kredit lancar mempunyai kriteria sebagai berikut :

1) Pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu.

(18)

2) Memiliki mutasi rekening yang aktif.

3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan uang tunai. b. Kredit kurang lancar

Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman atau pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 90 hari sampai 180 hari dari waktu yang telah disepakati. Kredit kurang lancar mempunyai kriteria sebagai berikut :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui 90 hari.

2) Frekuensi mutasi rendah.

3) Terjadi pelnggaran terhadap kontrak yang telah dijanjikan lebih dari 90 hari.

4) Terjadi mutasi masalah keuangan yang dihadapi debitur. 5) Dokumentasi pinjaman lemah.

c. Kredit diragukan

Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan yang telah melampaui 180 hari sampai 270 hari dari waktu yang disepakati. Kredit diragukan memiliki kriteria sebagai berikut :

1) Terdapat tunggakan angusran pokok atau bunga yang telah melampaui 180 hari.

2) Terjadinya wanprestasi lebih dari 180 hari. 3) Terjadi cerukan yang bersifat permanen.

(19)

4) Terjadi kapitalisasi bunga.

5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian maupun pengikat pinjaman.

d. Kredit macet

Yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 270 hari atau 9 bulan. Kredit macet mempunyai kriteria sebagai berikut :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 270 hari. 2) Kerugian operasional dituntut dengan pinjaman baru.

3) Jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar, baik dari segi hukum maupun dari segi kondisi pasar.

Dari pengertian kredit macet diatas, dapat dijelaskan lebih luas lagi bahwa pengertian kredit macet adalah dimana kredit itu mengalami kesulitan dalam pelunasan pembayaran akibat dari berbagai faktor-faktor ataupun ada unsur-unsur sengaja yang disebabkan oleh kondisi atau seluruh kewajiban kepada pihak bank sesuai seperti apa yang telah diperjanjikan. Kemudian dapat dikatakan kredit macet ialah debitur tidak mampu lagi untuk mengangsur hutang pokoknya dan bunganya dari hasil usaha yang dimodali dengan fasilitas kredit.36

36Mantayborbir,S., 2002, Hutang Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit

(20)

2.2.2 Unsur-Unsur Kredit Macet

Dari pengertian kredit macet, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum dalam kredit macet antara lain :

a) Adanya kredit yang tidak memenuhi persyaratan sesuai yang diperjanjikan.

b) Adanya kredit yang mengalami cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian sehingga terdapat tunggakan, atau potensi kerugian. c) Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban terhadap

kreditur baik dalam bentuk pembayaran pokok, pembayaran bunga, pembayaran ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.

d) Adanya kredit dalam pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi target yang diinginkan oleh pihak kreditur.

e) Adanya kredit yang dimana mengalami kesulitan atau kemungkinan timbulnya resiko dikemudian hari bagi kreditur dalam arti luas.

2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kredit Macet

Faktor-faktor kredit macet adalah hal-hal yang ikut menyebabkan suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. Kredit yang digolongkan dalam kredit macet apabila memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :

(21)

a. Berdasarkan prospek usaha

1. Kelangsungan usaha sangat diragukan, industri mengalami penurunan dan sulit untuk pulih kembali.

2. Kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang menurun. 3. Manajemen yang sangat lemah.

4. Terjadi kemogokan tenaga kerja yang sangat sulit untuk diatasi. b. Berdasarkan keuangan debitur

1. Mengalami kerugian yang besar.

2. Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha tidak dapat dipertahankan.

3. Rasio utang terhadap modal sangat tinggi.

4. Pinjaman baru digunakan untuk menutup kerugian operasional. c. Berdasarkan kemampuan membayar

1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan bunga yang telah melampaui 270 hari.

2. Dokumentasi kredit atau pengikatan agunan tidak ada. Faktor-faktor penyebab kredit macet adalah sebagai berikut : a. Faktor eksternal bank

1. Adanya maksud tidak baik dari para debitur yang diragukan.

2. Adanya kesulitan atau kegagalan dalam proses likuiditas dari perjanjian kredit yang telah disepakati antara debitur dengan bank. 3. Kondisi manajemen dan lingkungan usaha debitur.

(22)

b. Faktor internal bank

1. Kurang adanya pengetahuan dan keterampilan para pengelola kredit. 2. Tidak adanya kebijakan perkreditan pada bank yang bersangkutan. 3. Pemberian dan pengawasan kredit yang dilakukan oleh bank

menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana peningkatan keterampilan mengajar guru dalam mengelola pembelajaran dengan menerapkan model PBL berbantuan media jam sudut pada materi pengukuran sudut

Hasil penelitian didapatkan mayoritas responden mengalami pubertas normal sebanyak 104 responden (66,7%), mayoritas responden memiliki perilaku seksual positif sebanyak

Sesuai hasil survey dan pertemuan pada hari Jum’at tanggal 7 Desember 2012 mengenai rencana pekerjaan Fire Detection System PT.. PLI, maka dengan ini kami sampaikan penawaran

Hotel, PBB, BPHTB, PPJ Non PLN, Pajak Air Tanah, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, antara data simpatda di BKD dengan aplikasi dinas terkait guna mempercepat proses pelayanan, update

Hasil dari penelitian ini yaitu (1) Pada perlakuan interval waktu pemberian POC enceng gondok, pertumbuhan selada varietas siomak yang terbaik terdapat pada perlakuan 6

maka dilakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan E-Book Retells dalam Literasi Numerasi di Sekolah Dasar”.

Hasilnya yaitu aplikasi pengelolaan transaksi kendaraan bermotor yang menangani transaksi penjualan motor, penjualan sparepart dan jasa service. aplikasi ini memiliki

TERHADAP PRAKTEK BAGI HASIL DEPOSITO WADI’AH (Studi Kasus di BMT Syirkah Muawanah MWC NU Adiwerna)”, dalam skripsi ini membahas tentang Bagaimana praktek bagi hasil deposito