• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB. 1 PENDAHULUAN. pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak. bergerak. Sebagai upaya pengendalian pencemaran udara, Prolabir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB. 1 PENDAHULUAN. pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak. bergerak. Sebagai upaya pengendalian pencemaran udara, Prolabir"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

B AB. 1 PEND AHU LU AN

1.1 Latar Belakang

Prolabir (Program Langit Biru) adalah suatu program pengendalian pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sebagai upaya pengendalian pencemaran udara, Prolabir dilakukan secara bertahap, terencana dan terprogram, yang melibatkan banyak sektor, baik pemerintah, dunia usaha, serta masyarakat luas.

Prolabir mulai dicanangkan sejak tahun 1996 dengan dasar hukum Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 tahun 1996. Meskipun dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 1996 Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak termasuk dalam Prioritas Propinsi Daerah Tingkat I Program Langit Biru, tetapi Propinsi DIY secara aktif telah mencanangkan program tersebut.

Pada tahun 1997 Pemerintah Daerah Propinsi DIY melakukan evaluasi kondisi kualitas udara saat itu. Dari evaluasi tersebut disimpulkan bahwa kualitas udara ambien di Propinsi DIY lebih banyak dipengaruhi oleh kegiatan transportasi daripada kegiatan industri.

Selama periode 1997 – 2000 dilakukan survey lalu lintas harian rerata secara periodik oleh Subdin Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum Propinsi DIY; hasilnya menunjukkan indikasi peningkatan pencemar di udara ambien yang ditimbulkan dari emisi kendaraan bermotor.

(2)

Atas dasar pertimbangan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan manusia, maka disusunlah strategi pengendalian pencemaran udara melalui Prolabir.

Program Langit Biru Propinsi DIY meliputi beberapa kegiatan, salah satunya adalah pemantauan mutu udara ambien. Sebagai salah satu kabupaten di Propinsi DIY, Kabupaten Bantul melaksanankan pemantauan mutu udara ambient di titik pantau tertentu yang diperkirakan sebagai titik yang padat kendaraan bermotor.

1.2 Dasar Hukum

1. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 1996 Tentang Program Langit Biru.

3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan

4. Peraturan Gubernur DIY Nomor 8 Tahun 2010 tentang program langit biru tahun 2009-2013

5. Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6/Kep/2005 tentang Penetapan Titik Pantau Udara Ambien di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

6. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

(3)

1.3 Tujuan

1. Terciptanya mekanisme kerja dalam pengendalian pencemaran udara yang efektif dan efisien.

2. Terkendalinya pencemaran udara, yang ditunjukan dengan menurunnya emisi gas buang dan partikulat dari sumber bergerak dan tidak bergerak.

3. Tercapainya mutu udara ambien yang diperlukan untuk kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya serta benda – benda cagar budaya.

1.4 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilaksanakan dengan pengambilan langsung di lapangan yang dilaksanakan 2 (dua) kali dalam setahun. Lokasi pengambilan sampel sebagai berikut :

1. Pertigaan Pasar Piyungan, Bantul

2. Perempatan Ketandan, Jl Wonosari, Bantul 3. Depan Brimob, Jl. Imogiri Timur, Bantul 4. Perempatan Jejeran, Jl Pleret, Bantul 5. Perempatan Klodran , Bantul

6. Perempatan Madukismo, Jl Ringroad Selatan Bantul

Pengujian tahun 2013 merupakan periode terakhir dari periode 2009-2013, selanjutnya akan ditentukan titik sampling baru.

(4)

4

2 B AB. 2 UD AR A AM BIEN D AN P E NCEM AR AN UD AR A

2.1 Udara Ambien

Menurut Peraturan Gubernur DIY Nomor 8 Tahun 2010 tentang program Langit Biru tahun 2009-2013, definisi Udara Ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhinya kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Adanya kegiatan makhluk hidup menyebabkan komposisi udara alami berubah. Jika perubahan komposisi udara alami melebihi konsentrasi tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya, maka udara tersebut dikatakan telah tercemar.

Dalam upaya menjaga mutu udara ambien agar dapat memberikan daya dukung bagi makhluk hidup untuk hidup secara optimal, maka dilakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.

2.2 Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

(5)

5

Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan, seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan transportasi, industri, perkantoran, dan perumahan yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pencemaran udara. Udara yang tercemar dapat menyebabkan gangguan kesehatan, terutama gangguan pada organ paru-paru, pembuluh darah, dan iritasi mata dan kulit.

Pencemaran udara karena partikel debu dapat menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti bronchitis, emfiesma paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru. Pencemar udara yang berupa gas dapat langsung masuk ke dalam tubuh sampai paru-paru dan diserap oleh sistem peredaran darah.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara serta terjaganya mutu udara, maka pemerintah menetapkan Baku Mutu Udara Ambien Nasional yang terlampir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, sebagai berikut:

(6)

6

Tabel 2-1. Baku Mutu Udara Ambien

No Parameter Waktu

Pengukur an

Baku Mutu Metode

Analisis Peralatan 1 SO2 (Sulfur Dioksida) 1 Jam 24 Jam 1 Tahun 900 μg / Nm3 365 μg / Nm3 60 μg / Nm3 Pararosanilin Spektrofotom eter 2 CO (Karbon Monoksida) 1 Jam 24 Jam 1 Tahun 30.000 μg / Nm3 10.000 μg / Nm3 NDIR NDIR Analyzer 3 NO2 (Nitrogen Dioksida) 1 Jam 24 Jam 1 Tahun 400 μg / Nm3 150 μg / Nm3 100 μg / Nm3 Saltzman Spektrofotom eter 4 O3 (Oksida) 1 Jam 1 Tahun 235 μg / Nm3 50 μg / Nm3 Chemi-luminescent Spektrofotom eter 5 HC

(Hidro Karbon) 3 Jam 160 μg / Nm

3 Flamed Ionization Gas Chromatografi 6 PM10 (Partikel < 10 mm) 24 Jam 150 μg / Nm 3 Gravimetric Hi – Vol PM 2,5 (*) (Partikel < 2,5 mm) 24 Jam 1 Tahun 65 μg / Nm3 15 μg / Nm3 Gravimetric Hi – Vol 7 TSP (Debu) 24 Jam 1 Tahun 230 μg / Nm3 90 μg / Nm3 Gravimetric Hi – Vol 8 Pb (Timah Hitam) 24 Jam 1 Tahun 2 μg / Nm3 1 μg / Nm3 Gravimetric Ekstraktif Pengabuan Hi – Vol AAS 9 Dustfall

(Debu Jatuh) 30 Hari

10 Ton/km2/Bln (Pemukiman) 10 Ton/km2/Bln (Industri) Gravimetric Cannister 10 Total Flourides (as F) 24 Jam 90 Hari 3 μg / Nm3 0,5 μg / Nm3 Specific Ion Electrode Impigner atau Continous Analyzer

11 Flour Indeks 30 Hari 40 μg/100cm

2

dari

Kertas Limed Filter Colorimetric

Limed Filter Paper 12 Khlorine &

Khlorine Dioksida 24 Jam 150 μg / Nm

3 Specific Ion

Electrode

Impigner atau Continous Analyzer

13 Sulphat Indeks 30 Hari 1 mg SO3/100 cm3

dari Lead Peroksida Colorimetric

Lead Peroxide Candle

Catatan:

(7)

7

Nomor 11 s/d 13 hanya diberlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar (Contoh: Industri Petrokimia, Industri Pembuatan Asam Sulfat)

2.2.1 Sulfur Dioksida (SO2)

Pencemaran udara oleh sulfur oksida (SOx) terutama disebabkan oleh dua komponen gas oksida sulfur yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3). SO2 mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar di udara, sedangkan SO3 adalah gas yang tidak reaktif.

Pencemaran SOx menyebabkan iritasi sistem pernafasan dan iritasi mata, serta berbahaya terhadap kesehatan manula dan penderita penyakit sistem pernafasan kardiovaskular kronis. Selain berpengaruh terhadap kesehatan manusia, pencemaran SOx juga berbahaya bagi kesehatan hewan dan dapat merusak tanaman.

SO2 adalah kontributor utama hujan asam. Setelah berada di atmosfir, SO2 mengalami konversi menjadi SO3 yang kemudian menjadi H2SO4. Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan, SO2 di udara diabsorpsi oleh droplet air alkalin dan membentuk sulfat di dalam droplet.

Pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batubara serta bahan-bahan lain yang mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida; SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar,

(8)

8

sementara SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx.

2.2.2 Nitrogen Dioksida (NO2)

Nitrogen dioksida (NO2) dan nitrogen monoksida (NO) adalah kelompok oksida nitrogen (NOx) yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara. NO merupakan gas yang tidak berbau dan tidak berwarna, sedangkan NO2 berbau tajam dan berwarna coklat kemerahan. Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. NO2 bersifat racun, terutama menyerang paru-paru, yaitu mengakibatkan kesulitan bernafas pada penderita asma, batuk-batuk pada anak-anak dan orang tua, dan berbagai gangguan sistem pernafasan, serta menurunkan visibilitas.

Oksida nitrogen juga merupakan kontributor utama smog dan deposisi asam. Nitrogen oksida bereaksi dengan senyawa organik volatil membentuk ozon dan oksidan lainnya seperti peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia, dan dengan air hujan menghasilkan asam nitrat dan menyebabkan hujan asam. Deposisi asam basah (hujan asam) dan kering (bila gas NOx membentuk partikel aerosol nitrat dan terdeposisi ke permukaan bumi) dapat membahayakan tanaman, pertanian, ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir memasuki danau dan sungai lalu melepaskan logam berat dari tanah serta mengubah komposisi kimia air. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan dan bahkan memusnahkan kehidupan air.

(9)

9 2.2.3 Oksidan (O3)

Oksidan merupakan senyawa yang memiliki sifat mengoksidasi, pengaruhnya terhadap kesehatan adalah mengganggu proses pernafasan dan dapat menyebabkan iritasi mata.

Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dsb), penurunan hasil pertanian dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati.

Oksidan di udara meliputi ozon (lebih dari 90%), nitrogen dioksida, dan peroksiasetilnitrat (PAN). Karena sebagian besar oksidan adalah ozon, maka monitoring udara ambien dinyatakan sebagai kadar ozon.

2.2.4 Partikulat

Partikulat adalah padatan ataupun likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap yang berdiameter sangat kecil (mulai dari <1 mikron sampai dengan 500 mikron), yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Disamping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru.

Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernafasan atas, sedangkan partikel kecil yang dapat terhirup (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam

(10)

10

waktu yang lama. Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 µm (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya

Partikel inhalable juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Proporsi mayor dari PM2,5 adalah amonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya. Partikel sekunder PM2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernafasan tetapi juga karena sifat kimiawinya.

Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable serta bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat

(11)

11

mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi-gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam partikel inhalable adalah partikel Pb yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari kendaraan bermotor dalam bentuk partikel halus berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer.

Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan visibilitas.

2.2.5 Timbal (Pb)

Sebagian besar pencemaran Pb di udara berasal dari senyawa Pb-organik, seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil yang terdapat pada bensin. Hampir semua Pb-tetraetil diubah menjadi Pb organik dalam proses pembakaran bahan bakar bermotor dan dilepaskan ke udara. Selain dari kendaraan bermotor, pencemaran Pb dapat berasal dari penambangan dan peleburan batuan Pb, peleburan Pb sekunder, penyulingan dan industri senyawa dan barang-barang yang mengandung Pb, serta incinerator.

Senyawa Pb organik bersifat neurotoksik. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan haemoglobin. Timbal dapat menyebabkan kerusakan sistem

(12)

12

syaraf dan masalah pencernaan; sedangkan berbagai bahan kimia yang mengandung timbal dapat menyebabkan kanker.

2.2.6 Partikel 2.5 dan 10

Berdasarkan ukurannya dibedakan menjadi PM10 dan PM2.5.

Particulate yang berukuran 10 mikron atau kurang disebut sebagai PM10 dan kurang dari 2.5mikrom adalah PM2.5. PM dipelajari secara khusus karena ukurannya yang kecil gampang terhisap saat bernafas dan menimbulkan pengaruh terhadap kesehatan. Chow, C Judith dari US Environmental Protection Agency mengidentifikasi sumber-sumber particulate antara lain debu dari jalan dan tanah; pembakaran biomassa, gas buang kendaraan bermotor, pembakaran dan debu dari kegiatan konstruksi.

Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Proporsi mayor dari PM2,5 adalah amonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya. Partikel sekunder PM2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernafasan tetapi juga karena sifat kimiawinya.

(13)

13 2.2.7 Karbon Monooksida (CO)

Gas Karbon monoksida adalah sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan tidak mudah larut dalam air, beracun dan berbahaya. Zat gas CO ini akan mengganggu pengikatan oksigen pada darah karena CO lebih mudah terikat oleh darah dibandingkan dengan oksigen dan gas-gas lainnya. Pada kasus darah yang tercemar karbon monoksida dalam kadar 70% hingga 80% dapat menyebabkan kematian pada orang.

Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia. Karbon monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta Ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik.

Karbon monoksida, CO, dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung karbon dan oleh pembakaran pada tekanan dan suhu tinggi yang terjadi pada mesin. Karbon monoksida dapat juga dihasilkan dari reaksi oksidasi gas metana oleh radikal hidroksi dan dari perombakan/pembusukan tanaman meskipun tidak sebensar yang dihasilkan oleh bensin. Pada jam-jam sibuk

(14)

14

di daerah perkotaan konsentrasi gas CO bisa mencapai 50 -100 ppm. Tingkat kandungan CO di atmosfir berkorelasi positip dengan padatnya lalu lintas, tetapi korelasi negatif dengan kecepatan angin.Keberadaan atau umur gas CO di atmosfir tidak lama hanya kira-kira 4 bulan. Hal ini terjadi karena karbon monoksida di atmosfir dihilangkan melalui reaksi dengan radikal hidroksil, HO*.

Pencemaran udara dapat memberikan dampak negatif bagi makhluk hidup, manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Kebakaran hutan dan gunung api yang meletus menyebabkan banyak hewan yang kehilangan tempat berlindung, banyak hewan dan tumbuhan mati bahkan punah. Gas-gas oksida belerang (SO2 dan SO3) bereaksi dengan uap air, dan air hujan dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat merusak gedung-gedung, jembatan, patung-patung sehingga mengakibatkan tumbuhan mati atau tidak bisa tumbuh. Gas karbon monoksida bila terhisap masuk ke dalam paru-paru bereaksi dengan haemoglobin menyebabkan terjadinya keracunan darah dan masih banyak lagi dampak negatif yang disebabkan oleh pencemaran udara.Asap tebal dari hasil kebakaran hutan ini sangat merugikan, baik dalam segi ekonomi, transportasi (udara, darat dan laut) dan kesehatan. Akibat asap tebal tersebut menyebabkan terhentinya alat-alat transportasi karena dikhawatirkan akan terjadi tabrakan. Selain itu asap itu merugikan kesehatan yaitu menyebabkan sakit mata, radang tenggorokan, radang paru-paru dan sakit kulit. Pencemaran udara lainnya berasal dari limbah

(15)

15

berupa asap yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar kedaraan bermotor dan limbah asap dari industri.

Untuk dapat menanggulangi terjadinya pencemaran udara dapat dilakukan beberapa usaha antara lain: mengganti bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tidak menghasilkan gas karbon monoksida dan diusahakan pula agar pembakaran yang terjadi berlangsung secara sempurna, selain itu pengolahan/daur ulang atau penyaringan limbah asap industri, penghijauan untuk melangsungkan proses fotosintesis (taman bertindak sebagai paru-paru kota), dan tidak melakukan pembakaran hutan secara sembarangan, serta melakukan reboisasi/penanaman kembali pohonpohon pengganti yang penting adalah untuk membuka lahan tidak dilakukan pembakaran hutan, melainkan dengan cara mekanik.

(16)

16

3 B AB 3. D ATA H ASIL PEM ANTAU AN KU ALITAS UD AR A TAHUN 2013

1. Perempatan Madukismo ( Jl. Ringroad Selatan Bantul) Sampling pertama (bulan Juni 2013)

Tanggal Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil

Analisa Metode Keterangan

24 Juni 2013 NO2 μg/Nm 3 400 28.1 SNI 19-7119.2.2009 Suhu = 34º C SO2 μg/Nm 3 900 26.9 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaban = 41% Pb μg/Nm3 2 0.150 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = cerah O3 μg/Nm 3 235 14.1 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 9.36km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm3 230 102 SNI 19-7119.4.2009 PM 10 μg/Nm3 150 15.7 ASTM D 4096 CO μg/Nm3 30000 11200 NDIR PM 2,5 μg/Nm3 65 13.4 ASTM D 4096

Kebisingan dBA (Leq) 70 76.3 *

MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

Tabel 3.1 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Madukismo

(17)

17

Sampling kedua (bulan November 2013)

Tanggal Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil

Analisa Metode Keterangan

21 November 2013 NO2 μg/Nm 3 400 32.4 SNI 19-7119.2.2009 Suhu = 33.2º C SO2 μg/Nm 3 900 147 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaban = 46% Pb μg/Nm3 2 0.136 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = cerah O3 μg/Nm 3 235 40.2 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 8.28km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm3 230 170 SNI 19-7119.4.2009 PM 10 μg/Nm3 150 14.2 ASTM D 4096 CO μg/Nm3 30000 4840 NDIR PM 2,5 μg/Nm3 65 14.8 ASTM D 4096

Kebisingan dBA (Leq) 70 80.5 *

MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

Tabel 3.2 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Madukismo Pemantauan bulan November

Dari hasil 2 kali periode pemantauan di atas diketahui parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan, dengan derajat kebisingan terukur 76.3 dBA pada bulan Juni dan 80.5 dBA pada bulan November dibading dengan baku mutu sebesar 70 dBA.

Hasil pemantauan parameter yang melebihi baku mutu kebisingan kemungkinan disebabkkan kondisi lingkungan sebagai berikut :

1. Sumber suara dari knalpot kendararaan bermotor baik angkutan umum maupun pribadi, kendaraan roda 2 maupun 4 (sektor

(18)

18

transportasi). Hal ini kemungkinan terjadi karena perawatan knalpot kendaraan kurang bagus, sehingga meninmulkan pencemaran udara berupa kebisingan.

2. Aktvitas manusia di lingkungan pemukiman berupa industri kecil/perorangan maupun yang mempunyai pontensi mencemari

2. Perempatan Klodran (Jl. Bantul, Bantul ) Sampling pertama (bulan Juni 2013)

Tanggal Parameter Satua n Baku Mutu Hasil Analisa Metode Keteranga n 22 Juni 2013 NO2 μg/Nm 3 400 27.0 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =33º C SO2 μg/Nm3 900 20.4 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaba n = 67% Pb μg/Nm3 2 0.02 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = cerah O3 μg/Nm 3 235 3.44 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 3.96 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm 3 230 12.1 SNI 19-7119.4.2009 CO μg/Nm3 30000 8550 NDIR PM 10 μg/Nm3 150 5.1 ASTM D 4096 PM 2,5 μg/Nm3 65 6.5 ASTM D 4096 Kebisingan dBA (Leq) 70 70 MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Tabel 3.3 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Klodran Pemantauan bulan Juni

(19)

19

Sampling kedua (bulan November 2013)

Tanggal Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil

Analisa Metode Keterangan

22 November 2013 NO2 μg/Nm 3 400 31.6 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =33º C SO2 μg/Nm 3 900 143 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaban = 67% Pb μg/Nm3 2 0.02 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = cerah O3 μg/Nm 3 235 39.3 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 3.96 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm3 230 60.2 SNI 19-7119.4.2009 PM 10 μg/Nm3 150 8.49 ASTM D 4096 CO μg/Nm3 30000 1404 NDIR PM 2,5 μg/Nm3 65 8.04 ASTM D 4096

Kebisingan dBA (Leq) 70 73.4 *

MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

Tabel 3.4 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Klodran

Pemantauan bulan November

Dari hasil 2 kali periode pemantauan di atas diketahui parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan, dengan derajat kebisingan terukur 70.0 dBA pada bulan Juni dan 73.4 dBA pada bulan November dibading dengan baku mutu sebesar 70 dBA.

Hasil pemantauan parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan sebagai berikut :

(20)

20

1. Sumber suara dari knalpot kendararaan bermotor baik angkutan umum maupun pribadi, kendaraan roda 2 maupun 4 (sektor transportasi). Hal ini kemungkinan terjadi karena perawatan knalpot kendaraan kurang bagus, sehingga meninmulkan pencemaran udara berupa kebisingan.

2. Aktvitas manusia di lingkungan pemukiman berupa industri kecil/perorangan maupun yang mempunyai pontensi mencemari udara berupa kebisingan.

3. Perempatan Jejeran (Jl. Imogiri Timur, Bantul) Sampling pertama (bulan Juni 2013)

Tanggal Parameter Satua n Baku Mutu Hasil Analisa Metode Keteranga n 21 Juni 2013 NO2 μg/Nm 3 400 27.9 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =28.6º C SO2 μg/Nm 3 900 23.9 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaba n = 74% Pb μg/Nm3 2 0.138 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = Mendung O3 μg/Nm 3 235 17.1 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 3.96 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm 3 230 62 SNI 19-7119.4.2009 CO μg/Nm3 30000 10050 NDIR PM 10 μg/Nm3 150 6.2 ASTM D 4096 PM 2,5 μg/Nm3 65 7.8 ASTM D 4096 Kebisingan dBA (Leq) 70 80.9* MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

(21)

21

Sampling kedua (bulan November 2013)

Tanggal Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil

Analisa Metode Keterangan

21 November 2013 NO2 μg/Nm 3 400 33.0 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =33º C SO2 μg/Nm 3 900 137 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaban = 46% Pb μg/Nm3 2 0.02 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = cerah O3 μg/Nm 3 235 34.7 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 7.2 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm3 230 375 * SNI 19-7119.4.2009 PM 10 μg/Nm3 150 10.1 ASTM D 4096 CO μg/Nm3 30000 3138 NDIR PM 2,5 μg/Nm3 65 9.39 ASTM D 4096

Kebisingan dBA (Leq) 70 78.3 *

MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

Tabel 3.6 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Jejeran Pemantauan bulan November

Dari hasil 2 kali periode pemantauan di atas diketahui parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan dan TSP, untuk kebisingan 2 kali periode pengukuran melebihi baku mutu semua. Sedangkan untuk parameter TSP melebihi baku mutu pada pengukuran ke 2 (bulan November). Hasil pengukuran kebisingan terukur 80.9 dBA pada bulan Juni dan 78.3 dBA pada bulan November dibading dengan baku mutu

(22)

22

sebesar 70 dBA. Untuk parameter TSP pada bulan November sebesar 375 μg/Nm3 melebihi baku mutu yang ditetapkan yaitu 230 μg/Nm3 .

Hasil pemantauan parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan sebagai berikut :

1. Sumber suara dari knalpot kendararaan bermotor baik angkutan umum maupun pribadi, kendaraan roda 2 maupun 4 (sektor transportasi). Hal ini kemungkinan terjadi karena perawatan knalpot kendaraan kurang bagus, sehingga meninmulkan pencemaran udara berupa kebisingan.

2. Aktvitas manusia di lingkungan pemukiman berupa industri kecil/perorangan maupun yang mempunyai pontensi mencemari udara berupa kebisingan.

Sedangkan untuk parameter TSP yang melebihi baku mutu kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan sebagai berikut :

1. Emisi gas buang kendaraan gas bermotor roda 2 maupun 4 (sektor transportasi)

2. Emisi gas maupun partikel dari cerobong asap industri besar maupun industri kecil UKM (sektor industri)

3. Masih rendahnya kualitas infrakstruktur seperti jalan yang mengakibatkan emisi debu

(23)

23

4. Depan Brimob (Jl. Imogiri Timur Bantul) Sampling pertama (bulan Juni 2013)

Tanggal Parameter Satua n Baku Mutu Hasil Analisa Metode Keteranga n 21 Juni 2013 NO2 μg/Nm 3 400 28.2 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =28.5º C SO2 μg/Nm3 900 25.9 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaba n = 56% Pb μg/Nm3 2 0.110 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = Cerah O3 μg/Nm 3 235 15 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 10.1 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm 3 230 139 SNI 19-7119.4.2009 CO μg/Nm3 30000 9500 NDIR PM 10 μg/Nm3 150 4.5 ASTM D 4096 PM 2,5 μg/Nm3 65 2.5 ASTM D 4096 Kebisingan dBA (Leq) 70 75.9* MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

Tabel 3.7 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Depan BRIMOB Pemantauan bulan Juni

(24)

24

Sampling kedua (bulan November 2013)

Tanggal Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil

Analisa Metode Keterangan

21 November 2013 NO2 μg/Nm 3 400 33.1 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =34º C SO2 μg/Nm 3 900 179 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaban = 44% Pb μg/Nm3 2 0.216 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = cerah O3 μg/Nm 3 235 33.1 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 10.1 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm3 230 94.6 SNI 19-7119.4.2009 PM 10 μg/Nm3 150 2.79 ASTM D 4096 CO μg/Nm3 30000 3138 NDIR PM 2,5 μg/Nm3 65 3.49 ASTM D 4096

Kebisingan dBA (Leq) 70 71.6 *

MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

Tabel 3.8 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Perempatan BRIMOB Pemantauan bulan November

Dari hasil 2 kali periode pemantauan di atas diketahui parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan, dengan derajat kebisingan terukur 75.9 dBA pada bulan Juni dan 71.6 dBA pada bulan November dibading dengan baku mutu sebesar 70 dBA.

Hasil pemantauan parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan sebagai berikut :

(25)

25

1. Sumber suara dari knalpot kendararaan bermotor baik angkutan umum maupun pribadi, kendaraan roda 2 maupun 4 (sektor transportasi). Hal ini kemungkinan terjadi karena perawatan knalpot kendaraan kurang bagus, sehingga meninmulkan pencemaran udara berupa kebisingan

2. Aktvitas manusia di lingkungan pemukiman berupa industri kecil/perorangan maupun yang mempunyai pontensi mencemari udara berupa kebisingan.

5. Perempatan Ketandan ( Jl. Wonosari Bantul) Sampling pertama (bulan Juni 2013)

Tanggal Parameter Satua n Baku Mutu Hasil Analisa Metode Keteranga n 24 Juni 2013 NO2 μg/Nm 3 400 29.3 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =34º C SO2 μg/Nm 3 900 22.2 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaba n = 43% Pb μg/Nm3 2 0.02 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = Cerah O3 μg/Nm3 235 9.36 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 6.84 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm 3 230 27 SNI 19-7119.4.2009 CO μg/Nm3 30000 11300 NDIR PM 10 μg/Nm3 150 12.0 ASTM D 4096 PM 2,5 μg/Nm3 65 16.5 ASTM D 4096 Kebisingan dBA (Leq) 70 80.4 * MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

(26)

26

Sampling kedua (bulan November 2013)

Tanggal Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil

Analisa Metode Keterangan

21 November 2013 NO2 μg/Nm 3 400 33.2 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =34º C SO2 μg/Nm 3 900 145 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaban = 42% Pb μg/Nm3 2 0.477 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = cerah O3 μg/Nm 3 235 35.8 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 11.5 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm3 230 221 SNI 19-7119.4.2009 PM 10 μg/Nm3 150 5.36 ASTM D 4096 CO μg/Nm3 30000 5312 NDIR PM 2,5 μg/Nm3 65 3.44 ASTM D 4096

Kebisingan dBA (Leq) 70 78.4 *

MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

Tabel 3.10 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Ketandan Pemantauan bulan November

Dari hasil 2 kali periode pemantauan di atas diketahui parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan, dengan derajat kebisingan terukur 80.4dBA pada bulan Juni dan 78.4 dBA pada bulan November dibading dengan baku mutu sebesar 70 dBA.

Hasil pemantauan parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan sebagai berikut :

(27)

27

1. Sumber suara dari knalpot kendararaan bermotor baik angkutan umum maupun pribadi, kendaraan roda 2 maupun 4 (sektor transportasi). Hal ini kemungkinan terjadi karena perawatan knalpot kendaraan kurang bagus, sehingga meninmulkan pencemaran udara berupa kebisingan

2. Aktvitas manusia di lingkungan pemukiman berupa industri kecil/perorangan maupun yang mempunyai pontensi mencemari udara berupa kebisingan.

6. Pertigaan Pasar Piyungan (Jl. Wonosari Bantul) Sampling pertama (bulan Juni 2013)

Tanggal Parameter Satua n Baku Mutu Hasil Analisa Metode Keteranga n 24 Juni 2013 NO2 μg/Nm 3 400 26.0 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =31.5º C SO2 μg/Nm 3 900 23.1 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaba n = 57% Pb μg/Nm3 2 0.234 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = Cerah O3 μg/Nm3 235 10.1 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 9.36 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm 3 230 65 SNI 19-7119.4.2009 CO μg/Nm3 30000 10500 NDIR PM 10 μg/Nm3 150 14.7 ASTM D 4096 PM 2,5 μg/Nm3 65 16.2 ASTM D 4096 Kebisingan dBA (Leq) 70 77.9 * MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

(28)

28

Sampling kedua (bulan November 2013)

Tanggal Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil

Analisa Metode Keterangan

21 November 2013 NO2 μg/Nm 3 400 32.1 SNI 19-7119.2.2009 Suhu =32º C SO2 μg/Nm 3 900 143 SNI 19-7119.7.2009 Kelembaban = 57% Pb μg/Nm3 2 0.06 SNI 19-7119.3.2009 Cuaca = cerah O3 μg/Nm 3 235 39.9 SNI 19-7119.8.2009 Kec. Angin = 11.5 km/jam Total Suspended Particulate (TSP) μg/Nm3 230 89.9 SNI 19-7119.4.2009 PM 10 μg/Nm3 150 5.40 ASTM D 4096 CO μg/Nm3 30000 1340 NDIR PM 2,5 μg/Nm3 65 4.22 ASTM D 4096

Kebisingan dBA (Leq) 70 70.2*

MU/04/SLM/04 (Sound Level Meter)

Keterangan : * = melebihi baku mutu

Tabel 3.12 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Madukismo Pemantauan bulan November

Dari hasil 2 kali periode pemantauan di atas diketahui parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan, dengan derajat kebisingan terukur 77.9 dBA pada bulan Juni dan 70.2 dBA pada bulan November dibading dengan baku mutu sebesar 70 dBA.

Hasil pemantauan parameter yang melebihi baku mutu yaitu kebisingan kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan sebagai berikut :

(29)

29

1. Sumber suara dari knalpot kendararaan bermotor baik angkutan umum maupun pribadi, kendaraan roda 2 maupun 4 (sektor transportasi). Hal ini kemungkinan terjadi karena perawatan knalpot kendaraan kurang bagus, sehingga meninmulkan pencemaran udara berupa kebisingan

2. Aktvitas manusia di lingkungan pemukiman berupa industri kecil/perorangan maupun yang mempunyai pontensi mencemari udara berupa kebisingan

(30)

30

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 SULFUR DIOKSIDA (SO2)

Gambar 4-1. Hasil Pemantauan Konsentrasi Sulfur Dioksida bulan Juni

Gambar 4-2. Hasil Pemantauan Konsentrasi Sulfur Dioksida Bulan November

Dari gambar 4-1 dan 4.2 Hasil Pemantauan Konsentrasi Sulfur Dioksida selama 2 kali periode Udara Ambien di atas terlihat bahwa konsentrasi SO2 pada udara ambien yang tertinggi terukur di titik pantau Perempatan BRIMOB, Imogiri sebesar 179 μg/Nm3 (pemantauan bulan November). Sedangkan konsentrasi SO2 pada udara ambien terendah

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 u g/ N m 3 Lokasi

SO2 (bulan Juni)

SO2 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 u g/N m 3 Lokasi SO2 (Bulan November)

(31)

31

terukur di titik pantau perempatan Klodran sebesar 20.4 μg/Nm3 (pemantauan bulan Juni).

Konsentrasi SO2 pada udara ambien yang terukur pada tempat pemantauan di wilayah Kabupaten Bantul masih memenuhi baku mutu yang ditentukan dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, Baku Mutu Udara Ambien Nasional yaitu 900 μg/Nm3

.

Dampak yang ditimbulkan oleh sulfur dioksida dapat dicegah dan dikendalikan antara lain dengan menurunkan tingkat emisi sulfur dari sumbernya, menghindarkan reseptor dari daerah yang tercemar dan menggunakan peralatan penyisih gas seperti absorpal, adsorpsi atau konventer katalitik.

Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain: a. Sumber bergerak

- Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi baik - Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala. - Memasang filter pada knalpot

b. Sumber tidak bergerak

- Memasang scruber pada cerobong asap

- Merawat mesin industri agar tetap baik dan melakukan pengujian secara berkala

- Menggunakan bahan baker minyak atau batu bara dengan kadar sulfur rendah.

(32)

32 4.2 NITROGEN DIOKSIDA (NO2)

Gambar 4-3. Hasil Pemantauan Konsentrasi Nitrogen Dioksida pada Bulan Juni

Gambar 4-4. Hasil Pemantauan Konsentrasi Nitrogen Dioksida pada Bulan November

Dari gambar 4-3 dan 4.4 Hasil Pemantauan Konsentrasi Nitrogen Dioksida pada Udara Ambien di atas menunjukkan bahwa konsentrasi Nitrogen dioksida pada udara ambien yang tertinggi terukur di titik pantau

24.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 u g/ N m 3 Lokasi

NO2 (Bulan Juni)

NO2 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 31.00 32.00 33.00 34.00 u g/ N m 3 Lokasi

NO2 (Bulan November)

(33)

33

perempatan Ketandan, Banguntapan sebesar 33.2 μg/Nm3 (pemantauan bulan November). Sedangkan konsentrasi nitrogen dioksida pada udara ambien yang terendah terukur di titik pantau pertigaan pasar Piyungan sebesar 26.0 μg/Nm3

(pemantauan bulan Juni).

Konsentrasi nitrogen dioksida pada udara ambien yang terukur pada daerah pemantauan di wilayah Kabupaten Bantul masih memenuhi baku mutu yang ditentukan dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, Baku Mutu Udara Ambien Nasional yaitu 400 μg/Nm3

.

Nitrogen dioksida mempunyai variasi spasial dan temporal yang besar artinya konsentrasi nitrogen dioksida akan berubah – ubah dalam penyebarannya dalam cakupan spasial suatu wilayah dan konsentrasinya juga tidak akan tetap sepanjang waktu.

Dampak yang ditimbulkan oleh nitrogen dioksida dapat dicegah dan dikendalikan antara lain dengan mengontrol emisi kendaraan bermotor, mengontrol pusat kombusi stationer, menghindari reseptor dari daerah yang tercemar, menggunakan peralatan pengontrol gas, adsorpsi, dan konventer katalitik serta melakukan kontrol lingkungan.

(34)

34 4.3 TIMBAL (Pb)

Gambar 4-5. Hasil Pemantauan Konsentrasi Pb Dioksida pada Bulan Juni

Gambar 4-6. Hasil Pemantauan Konsentrasi Pb pada Bulan November

Gambar 4.5 dan 4.6 Hasil Pemantauan Konsentrasi Timbal (Pb) pada Udara Ambien di atas menunjukankan bahwa konsentrasi Pb tertinggi terukur di titik pantau Perempatan Ketandan, Banguntapan

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 u g/ N m 3 Lokasi Pb (Bulan Juni) Pb 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 u g/ N m 3 Lokasi Pb (Bulan November) Pb

(35)

35

sebesar 0.477 μg/Nm3 (pemantauan bulan November). Sedangkan konsentrasi Pb terendah terukur di titik pantau Perempatan Jejeran, Imogiri Timur dan perempatan Klodran, Bantul sebesatr <0.02 μg/Nm3 (pematauan bulan November).

Konsentrasi Pb di semua titik pantau masih memenuhi Baku Mutu Udara Ambien Nasional dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, yaitu 2 μg/m3

.

Dampak yang ditimbulkan oleh timbal dapat diturunkan dengan berbagai cara antara lain penyisihan emisi gas yang mengandung timbal, subtitusi bahan yang mengandung timbal dengan bahan lain yang tidak berbahaya, substitusi proses yang menghasilkan timbal dengan proses lain yang tidak menghasilkan timbal, menurunkan aktivitas yang menimbulkan timbal dan menghindari reseptor dari daerah yang terkontaminasi timbal.

4.4 PARTIKEL TSP

Gambar 4-7. Hasil Pemantauan Konsentrasi TSP pada Bulan Juni

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 u g/N m 3 Lokasi TSP (Bulan Juni) TSP

(36)

36

Gambar 4-8. Hasil Pemantauan Konsentrasi TSP pada Bulan November

Gambar 4-7 dan 4-8 Hasil Pemantauan Konsentrasi Partikel pada Udara Ambien di atas menunjukkan bahwa konsentrasi partikel tertinggi terukur di titik pantau Perempatan Jejeran Jl. Imogiri Timur yaitu 375 μg/Nm3

(pemantauan bulan November). Konsentrasi partikel pada udara ambien yang terendah terukur di titik pantau Perempatan Ketandan, Banguntapan sebesar 27.0 μg/Nm3

.

Ada satu titik pantau yang memiliki konsentrasi partikel lebih tinggi dari kadar yang diperbolehkan dalam Baku Mutu Udara Ambien Nasional dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, yaitu 230 μg/Nm3

. Titik pantau yang melebihi ambang batas tersebut adalah perempatan Jejeran Jl. Imogiri Timur sebesar 375 μg/Nm3

.

Penyebab tingginya konsentrasi partikulat di ketiga titik tersebut kemungkinan disebabkan karena padatnya kendaraan bermotor.

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 u g/ N m 3 Lokasi TSP (Bulan November) TSP

(37)

37

Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Selain itu juga adanya proses industri seperti proses produksi, penggilingan dan penyemprotan, dapat menambah parikulat dari pembakaran bahan bakarnya ataupun menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor.

Pencemaran partikel dapat dikendalikan dari sumber emisinya dengan cara antara lain: penurunan emisi pada sumbernya, penghindaran reseptor dari daerah yang tercemar dan dengan menggunakan alat pengontrol partikel seperti Baghouse, Filters, Cyclones, Impactors, Scrubbers dan Electrostatic Precipitators.

4.5 OKSIDAN (O3)

Gambar 4-9. Hasil Pemantauan Konsentrasi O3 pada Bulan Juni

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 u g/ N m 3 Lokasi O3 (Bulan Juni) O3

(38)

38

Gambar 4-10. Hasil Pemantauan Konsentrasi O3 pada Bulan November

Gambar 4-9 dan 4-10 Hasil Pemantauan Konsentrasi Ozon (O3) pada Udara Ambien diatas menunjukkan bahwa konsentrasi ozon pada udara ambien yang tertinggi terukur di titik perempatan Madukismo sebesar 40.2 μg/Nm3 (pemantauan bual November). Konsentrasi partikel pada udara ambien yang terendah terukur titik pantau perempatan Ketandan, Banguntapan sebesar 9.36 μg/Nm3

(pemantauan bulan Juni). Konsentrasi ozon yang terukur masih memenuhi baku mutu yang ditentukan dalam Baku Mutu Udara Ambien Nasional dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, yaitu 235 μg/Nm3

.

Dampak yang ditimbulkan oleh ozon dapat dikurangi berbagai cara antara lain mengontrol emisi kendaraan bermotor, mengontrol emisi sumber stasioner, menghindari reseptor dari daerah tercemar dan kontrol lingkungan. 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 u g/ N m 3 Lokasi O3 (Bulan November) O3

(39)

39 4.6 Kebisingan

Gambar 4-11. Hasil Pemantauan Konsentrasi Kebisingan pada Bulan Juni

Gambar 4-12. Hasil Pemantauan Konsentrasi Kebisingan bulan November

Gambar 4-11 Hasil an 4-12 Pemantauan Kebisingan pada Udara Ambien di atas menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di keenam titik pantau tidak jauh berbeda satu sama lain, yaitu berkisar antara 70.0 –80.9

64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 76.00 78.00 80.00 82.00 dBA Lokasi Kebisingan Kebisingan 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 76.00 78.00 80.00 82.00 dBA Lokasi Kebisingan Kebisingan

(40)

40

dB, dan semuanya melebihi ambang batas baku mutu tingkat kebisingan Kep Men LH Nomor 48 Tahun 1996, yang ditetapkan sebesar 70 dB untuk kawasan perdagangan dan jasa.

Karena semua titik pantau merupakan perempatan besar yang padat lalu lintas, maka penyumbang utama kebisingan untuk setiap titik pantau diperkirakan berasal dari aktiitas transportasi.

4.7 PM 2.5

Gambar 4-13. Hasil Pemantauan Konsentrasi PM 2.5 pada Bulan Juni

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 u g/ N m 3 Lokasi PM 2.5 (Bulan Juni) PM 2.5

(41)

41

Gambar 4-14. Hasil Pemantauan Konsentrasi PM 2.5 pada bulan November

Gambar 4-13 dan 4-14 Hasil Pemantauan Partikel PM 2.5 pada Udara Ambien di atas menunjukkan semuanya dibawah ambang batas baku mutu tingkat Partikel PM 2.5 Kep Men LH Nomor 48 Tahun 1996, yang ditetapkan sebesar 65 μg/Nm3. Konsentrasi PM 2.5 tertinggi terpantau di titik perempatan Ketandan, Banguntapan sebsar 16.5 μg/Nm3 (pemantauan bulan Juni). Sedangan yang terendah terpantau di titik pantau perempatan Ketandan sebesar 3.44 μg/Nm3

.

Partikulat udara halus PM 2.5 (partikel dengan aerodynamik diameter < 2.5 μm) merupakan parameter utama pencemaran udara, memiliki dampak signifikan pada kesehatan karena dapat berpenetrasi dan menembus bagian terdalam dari paru-paru dan sistem jantung.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00

Madukismo Klodran Jejeran Brimob Ketandan Piyungan

u g/ N m 3 Lokasi PM 2.5 (Bulan November) PM 2.5

(42)

42

Sumber pencemar anthropogenic misalnya gas buang kendaraan bermotor, asap pabrik, kebakaran hutan dll. Sementara yang alami adalah debu dan gas sulfur dari gunung berapi, partikulat debu tanah yang terbawa angin dll

4.8 PM 10

Gambar 4-15. Hasil Pemantauan Konsentrasi PM 10 pada bulan Juni

Gambar 4-16. Hasil Pemantauan Konsentrasi PM 10 pada bulan Juni

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 u g/ N m 3 Lokasi PM 10 (Bulan Juni) PM 10 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 u g/ N m 3 Lokasi PM 10 (Bulan November) PM 10

(43)

43

Gambar 4-15 dan 4-16 Hasil Pemantauan Partikel PM 10 pada Udara Ambien di atas menunjukkan bahwa kadar PM 10 keenam titik pantau tidak jauh berbeda satu sama lain, yaitu berkisar antara 2.79 – 15.7 μg/Nm3, dan semuanya dibawah ambang batas baku mutu tingkat partikel PM 10 Kep Men LH Nomor 48 Tahun 1996, yang ditetapkan sebesar 150 μg/Nm3. Konsentrasi tertinggi terpantau di titik perempatan Madukismo sebesar 15.7 μg/Nm3.

(pemantauan bulan Juni). Dan terendah di titik pantau perempatan BRIMOB, Imogiri sebesar 2,79 μg/Nm3

.

Seperti partikulat PM 2.5, Partikulat udara halus PM 10 (partikel dengan aerodynamik diameter < 10 μm) merupakan parameter utama pencemaran udara, memiliki dampak signifikan pada kesehatan karena dapat berpenetrasi dan menembus bagian terdalam dari tenggorokan dan sistem jantung.

Sumber pencemar anthropogenic misalnya gas buang kendaraan bermotor, asap pabrik, kebakaran hutan dll. Sementara yang alami adalah debu dan gas sulfur dari gunung berapi, partikulat debu tanah yang terbawa angin dll.

(44)

44 4.9 Karbon Monooksida (CO)

Gambar 4-17. Hasil Pemantauan Konsentrasi CO pada bulan Juni

Gambar 4-18. Hasil Pemantauan Konsentrasi PM 2.5 pada Udara Ambien

Gambark 4-17 dan 4-18 Hasil Pemantauan kadar Karbon Monooksida (CO) pada Udara Ambien di atas menunjukkan bahwa kadar CO di keenam titik pantau tidak jauh berbeda satu sama lain, yaitu

0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 u g/ N m 3 Lokasi CO (Bulan Juni) CO 0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 u g/ N m 3 Lokasi CO (Bulan November) CO

(45)

45

berkisar antara 1340 – 11300 μg/Nm3, dan semuanya dibawah ambang batas baku mutu tingkat partikel PM 10 Kep Men LH Nomor 48 Tahun 1996, yang ditetapkan sebesar 30000 μg/Nm3. Konsentrasi tertinggi terpantau di titik perempatan Ketandan sebesar 11300 μg/Nm3.

(pemantauan bulan Juni). Dan terendah di titik pantau pertigaan pasar Piyungan, Piyungan sebesar 1.340 μg/Nm3

.

4.10 Tren parameter Kebisingan tahun 2010-2013

Dari hasil pembahasan dan hasil pengujian dapat diambil kesimpulan dari parameter-parameter yang diuji yaitu NO2, SO2, O3,Pb , NO, PM 2.5, PM 10, TSP dan kebisingan disemua titik pantau, terdapat 2 parameter yang melebihi baku mutu sesuai Kep MenLH Nomor 48 Tahun 1996 yaitu :

1. Kebisingan di semua titik pantau (6 titik)

2. Total partikel terlarut (TSP) di 1 titik pantau di perempatan Jejeran,Jln. Imogiri Timur

(46)

46

Berikut tren konsentrasi kebisingan dari 6 lokasi pemantauan dari Tahu 2010 sampai 2013 ;

Gambar 4.19 Tren paramater kebisingan Tahun 2010-2013

Dari Gambar 4.19 terlihat parameter kebisingan dari 6 lokasi, dari grafik tersebut terlihat untuk lokasi pemantauan Perempatan Klodran, Bantul tren penurunan kebisingan dari tahun 2010-2013, sedang untuk 5 lokasi pemantauan yang lain terjadi tren kenaikan (Perempatan Madukismo, Jejeran, BRIMOB, Ketandan, Piyungan), walaupun tidak secara garis lurus tetapi mengalami fluktuatif.

Sumber – sumber pencemar yang berpotensi meningkatkan parameter kebisingan antara lain :

a. Sumber bergerak

- Suara knalpot Kendaraan bermotor roda 2 maupun 4.

64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 76.00 78.00 80.00 82.00 2010 2011 2012 2013 dBA Tahun

Tren Parameter Kebisingan tahun 2010-2013

Madukismo Klodran Jejeran Brimob Ketandan Piyungan

(47)

47

b. Sumber tidak bergerak

- Aktifitas industri kecil maupun besar

- Aktifitas masyarakat sehari-hari (Pasar, rumah tangga)

Untuk mengurangi potensi kebisingan dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

 Penerapan aturan yang ketat dan konsisten terhadap emisi suara dari sumber kendaraan bermotor roda 2 maupun 4

 Lokalisasi terhadap sumber pencemar yang tidak bergerak yaitu industri maupun pemukiman

4.11 Tren Parameter total suspended (TSP) partikel Tahun 2010-2013

Grafik 4-10. Tren Parameter TSP Tahun 2010-2013

Gambar 4.20 Tren paramater TSP Tahun 2010-2013

0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 800.0 900.0 1000.0 2010 2011 2012 2013 u g /Nm3

Tahun

Tren Parameter TSP tahun 2010-2013

Madukismo Klodran Jejeran Brimob Ketandan Piyungan

(48)

48

Dari gambar 4-20 terlihat parameter TSP dari 6 lokasi, tren TSP dari tahun 2010-2012 terlihat bahwa pemantauan tahun 2011 meningkat konsentrasinya dibandingkan dengan tahun tahun 2010, kemudian secara konsisten terjadi penurunan kadar TSP di tahun 2012 dan tahun 2013.

sumber pencemar yang berpotensi meningkatkan parameter TSP antara lain :

a. Sumber bergerak

- Suara knalpot Kendaraan bermotor roda 2 maupun 4 terutama yang sistem pembuangannya tidak terawat.

b. Sumber tidak bergerak

- Aktifitas industri kecil maupun besar yang mempunyai cerobong sebagai sumber emisi debu

- Aktifitas masyarakat sehari-hari (Pasar, rumah tangga)

- Fasilitas jalan yang kurang bagus yang meyebabkan emisi debu Untuk mengurangi potensi meningkatnya parameter TSP dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

 Penerapan aturan yang ketat dan konsisten terhadap emisi suara dari sumber kendaraan bermotor roda 2 maupun 4, terutama sistem pembuangannya yang harus lolos uji emisi

 Pengetatan emisi cerobong dari industry-industri yang mempunyai cerobong, sehingga emisi cerobong yang dihasilkan sudah dibawah ambang batas.

(49)

49

 Lokalisasi terhadap sumber pencemar yang tidak bergerak yaitu industri maupun pemukiman

(50)

50

BAB 5. KESIMPULAN

Pemantauan kualitas udara ambien dari kegiatan program langit biru (Prolabir) tahun anggaran 2013 dapat diambil kesimpulan bahwa dari 6 lokasi pemantauan dengan parameter yang diuji yaitu NO2, SO2, O3,Pb ,PM 2.5, PM 10, TSP, CO dan kebisingan, terdapat 2 parameter yang melebihi baku mutu Kep Men LH Nomor 48 Tahun 1996 yaitu :

1. Kebisingan (6 titik pantau, 2 periode)

2. Total partikel terlarut (TSP) (1 titik pantau, 1 periode pengukuran)

Adapun tingginya tingkat kebisingan disebabkan oleh sumber-sumber berikut:

a. Sumber bergerak

 Sumber–sumber pencemar dari knalpot Kendaraan bermotor roda 2 maupun 4 terutama yang tidak terawat

 Sumber emisi pembakaran angkutan udara maupun kapal laut, yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya.

b. Sumber tidak bergerak

 Suara Aktifitas industri kecil masyarakat maupun besar (berupa industri yang mempunyai cerobong maupun industri yang memakai bahan bakar fosil sebagai sumber energinya.

(51)

51

 Aktifitas sehari-hari (Pasar, pemukiman) yag menghasilkan emisi kebisingan.

Untuk mengurangi potensi peningkatan tingkat kebisingan antara lain dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Penerapan aturan yang ketat dan konsisten terhadap emisi suara dari sumber kendaraan bermotor roda 2 maupun 4

2. Lokalisasi terhadap sumber pencemar yang tidak bergerak yaitu industri maupun pemukiman

3. Melakukan tata kelola kawasan sesuai dengan peruntukannya. 4. Penghijauan di sekitara kawasan produksi maupun pohon

perindang

sumber pencemar yang berpotensi meningkatkan parameter TSP antara lain :

a. Sumber bergerak

 Sumber–sumber pencemar dari knalpot Kendaraan bermotor roda 2 maupun 4 terutama yang tidak terawat

 Sumber emisi pembakaran akngkutan udara maupun kapal laut, yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya.

(52)

52

b. Sumber tidak bergerak

 Suara Aktifitas industri kecil masyarakat maupun besar (berupa industri yang mempunyai cerobong maupun industri yang memakai bahan bakar fosil sebagai sumber energinya.  Aktifitas sehari-hari (Pasar, pemukiman) yang menghasilkan

emisi debu.

 Untuk mengurangi potensi meningkatnya parameter TSP dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Penerapan aturan yang ketat dan konsisten terhadap emisi suara dari sumber kendaraan bermotor roda 2 maupun 4, terutama sistem pembuangannya yang harus lolos uji emisi 2. Lokalisasi terhadap sumber pencemar yang tidak bergerak

yaitu industri maupun pemukiman

3. Perbaikan infrastuktur jalan untuk mengurangi emisi partikel debu

4. Penanaman perindang jalan maupun penghijauan di area produksi

(53)

53

Lampiran1 . DOKUMENTASI KEGIATAN PEMANTAUAN KUALITAS UDARA AMBIEN

Gambar 1. Pengambilan Sampel Pemantauan Kualitas Udara Ambient di perempatan Klodran Jl. Bantul

Gambar 2. Pengambilan Sampel Pemantauan Kualitas Udara Ambient di perempatan Jejeran Jl. Imogiri Timur

(54)

54

Gambar 3. Pengambilan Sampel Pemantauan Kualitas Udara Ambient di Pertigaan Pasar Piyungan, Piyungan

Gambar 4. Pengambilan Sampel Pemantauan Kualitas Udara Ambient di Pertigaan Ketandan, Ringroad Timur, Banguntapan

(55)

55

Gambar 5. Pengambilan Sampel Pemantauan Kualitas Udara Ambient di Perempatan Depan BRIMOB Jln. Imogiri Timur

Gambar 6. Pengambilan Sampel Pemantauan Kualitas Udara Ambient di Perempatan Madukismo, Ringroad Selatan, Kasihan

Gambar

Tabel 3.2 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Madukismo                          Pemantauan bulan November
Tabel 3.3 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Klodran                          Pemantauan bulan Juni
Tabel 3.5  Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Jejeran bln Juni
Tabel 3.6 Hasil pemantauan kualitas udara ambien di perempatan Jejeran                          Pemantauan bulan November
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 1998 harga domestik teh menunjukkan kecenderungan lebih tinggi disbanding tahun sesudahnya, hal ini diduga karena pada tahun tersebut nilai tukar rupiah terhadap

Pemodelan ini dilakukan dengan menggunakan panjang data 15 harian atau untuk setiap panjang data 360 jam dan data 30 harian atau untuk setiap panjang data 720. Dengan menggunakan

1) Perkembangan dalam teknologi dan metodologi pendidikan membuat pendidikan khusus lebih mudah dilaksanakan. Inovasi yang dapat digunakan oleh pendidik ini

Latifah Lilis Sofiyah (UMS, 2013) dalam skripsinya yang berjudul Perbandingan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam antara siswa yang menerima BEL (Beasiswa Ekonomi

Aplikasi Phymar C 117 dengan frekuensi 2 kali aplikasi menunjukkan peningkatan persentase kesembuhan tanaman jeruk yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

Dengan adanya perangkat lunak layanan infromasi SPBU berbasis mobile dapat memudahkan khususnya pengguna android untuk mendapat informasi SPBU terdekat dan

Berdasarkan tinjauan dari Song dan Li, penelitian peramalan tourism demand nasional, dan ditunjang dengan perkembangan software peramalan, maka perlu dilakukan

Menimbang, bahwa dengan memperhatikan segala uraian dalam pertimbangan dan putusan sebagaimana tercantum dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Jantho Nomor :