ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EKSPOR TEH INDONESIA :
SUATU PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL
Oleh :
DEASY HOLLYLUCIA. P A08400901
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
DEASY HOLLYLUCIA P. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia : Suatu Pendekatan Error Correction Model. Di bawah bimbingan
HERMANTO SIREGAR.
Perkembangan perekonomian di Indonesia hingga saat ini masih ditunjang oleh sektor pertanian terutama sektor perkebunan. Keadaan ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat keunggulan komparatif dan kompetitif perekonomian Indonesia lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumberdaya alam dibandingkan dengan kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun modal.
Teh merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Teh merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan, sumberdaya serta kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang cocok serta sesuai dengan tempat tumbuhnya tanaman teh, terutama daerah-daerah yang terletak didataran tinggi.
Indonesia merupakan salah satu negara produsen teh di dunia yang paling besar setelah Sri Lanka, Kenya, China dan India. Tetapi untuk menguasai pangsa pasar di dunia, Indonesia hanya menguasai kurang lebih 7% pada tahun 2004. Hal ini dikarenakan empat negara yang lain juga berusaha untuk memperluas pasar ekspornya atau meskipun mengalami penurunan tetapi jumlahnya tidak cukup besar.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran perkembangan komoditi teh di Indonesia, melihat gambaran perkembangan ekspor teh Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia serta melihat seberapa besar pengaruhnya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series (data deret waktu) dari tahun 1996-2004, yang diperoleh dari
Departemen Pertanian, Kantor Pemasaran Bersama, Pusat Studi Ekonomi, Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS). Metode analisis yang di gunakan adalah metode Error Corrertion Model (ECM).
Error Corrertion Model lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah
perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Thomas, 1997).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan produksi teh Indonesia selama sepuluh tahun terakhir hanya sekitar 0,92% dan jumlah produksi yang paling besar yaitu pada tahun 2003 sebesar 169.821 ton. Untuk perkembangan luas areal untuk perkebunan teh selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir rata-rata pertumbuhannya hanya sekitar 0,63%. Dari luas areal tersebut yang paling besar adalah pada tahun 1998 seluas 157.039 Ha.
Untuk perkembangan ekspor teh Indonesia rata-rata pertumbuhannya mencapai 5,80% selama sepuluh tahun terakhir. Volume ekspor teh tertinggi pada tahun 2004 yaitu sebesar 107.144 ton dengan nilai ekspor sekitar US$ 112,524 juta sedangkan volume ekspor teh terendah pada tahun 1997 yaitu sebesar 66.843 ton dengan nilai ekspor sekitar US$ 88,838 juta.
Dari hasil regresi model ekspor teh Indonesia, pada jangka panjang variabel-variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap volume ekspor adalah harga ekspor, harga domestik dan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Nilai koefisien dari LHX adalah 0,69 yang artinya bila terjadi peningkatan harga ekspor sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,69 persen. Nilai koefisien dari LHD adalah -0,87 yang artinya bila terjadi peningkatan harga domestik sebesar satu persen maka akan menurunkan volume ekspor sebesar 0,87 persen. Nilai koefisien dari LER adalah 0,50 yang artinya bila terjadi peningkatan nilai tukar sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,50 persen.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH INDONESIA :
SUATU PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL
Oleh :
DEASY HOLLYLUCIA. P A08400901
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia : Suatu Pendekatan Error Correction Model
Nama : Deasy Hollylucia. P NRP : A08400901
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc NIP. 131 803 656
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH INDONESIA : SUATU PENDEKATAN ERROR
CORRECTION MODEL” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN
BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Februari 2008
Deasy Hollylucia. P A08400901
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Deasy Hollylucia. P lahir pada tanggal 15 Agustus 1981 di Palembang, Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Dhays Husein Idham dan Masnun Desty.
Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1986 di TK YKA Banda Aceh kemudian di SDN 20 Banda Aceh. Setelah menamatkan pendidikan dasar, penulis melanjutkan di SMPN 1 Banda Aceh, kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Banda Aceh.
Pada pertengahan tahun 1999 penulis melanjutkan studinya ke program strata 1 di Universitas Syiah Kuala melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi (UMPTN) dan diterima di Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Kemudian pada tahun berikutnya penulis melanjutkan studi strata 1 di Institut Pertanian Bogor pada program studi Ekonomi Pertanian Dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini berjudul ”Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia : Suatu Pendekatan Error Correction Model”. Tulisan ini berisi tentang keadaan komoditi teh di Indonesia dengan menggunakan data
time series dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2004, yang bertujuan untuk
mengetahui perkembangan produksi, perkembangan ekspor teh Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka diharapkan kritik dan saran dari pembaca. Harapan dari penulis adalah agar karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan masalah komoditi teh.
Bogor, Februari 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Maha Besar Allah SWT, Sang Maha Penjaga Keteraturan Ritmikal Kosmos yang jiwaku berada dalam genggamanNya. Kau adalah hal terindah yang dapat ku alami karena Kaulah misteri terBESAR yang dapat hadir dalam hidupku. Terima kasih telah memberiku pelajaran tentang arti ”Menjadi ADA” dan ucapan syukur penulis mengiringi ucapan terima kasih kepada orang-orang terkasihi, yaitu :
1. Dr. Hermanto Siregar, MEc selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan perhatian yang sangat membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Tanti Novianti, SP, Msi atas kesediaannya menjadi Penguji Utama yang telah memberikan saran dan arahan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Tintin Sarianti, SP atas kesediaannya menjadi Penguji Wakil Departemen yang telah memberikan saran dan arahan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Mama dan Papa yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang, kesabaran dan doa yang tiada henti-hentinya didalam setiap detak jantung dan hembusan nafas ayuk, serta my lovely sister dan brothers...diah, dedy,
danda thanks for all of your support...!!
5. Dr. Eka Keumala Putri dan Pini, terima kasih telah membantu dalam proses pelaksanaan seminar dan sidang.
6. Pak Taufik AJMP dan mbak Dian PAP atas kesabarannya yang selalu membantu penulis dalam hal ”apapun” selama perkuliahan.
7. Bapak, ibu, nuri dan ridwan terima kasih untuk segala kebaikannya selama ini dan memberikan dorongan serta doa selama penyusunan skripsi hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Yuni, nuri, ayat dan ika... thanx for bringing me a whole new atmosphere of
family, life and friendship.
9. Wulan dan ieya atas keikhlasannya menjadi ’asisten dan manajer’... ;p
thanks my sisters.
10. Nana, ella, erni dan kholifah yang telah memberikan ’ayat-ayat cintaNya’ agar penulis diberikan kemudahan dan kelancaran pada saat seminar dan sidang.
11. Rekan-rekan EPS untuk kebersamaan yang menyenangkan selama perkuliahan, yang telah membuat selama perkuliahan menjadi berkesan dan tidak terlupakan.
12. Semua keluarga dan sahabat yang tidak dapat penulis ingat dan sebutkan, namun jasa mereka turut membentuk dan menjadikan seorang deasy yang sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...i
DAFTAR TABEL...iii
DAFTAR GAMBAR ...iv
DAFTAR LAMPIRAN...v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1
1.2 Perumusan Masalah...5
1.3 Tujuan Penelitian...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Komoditi Teh Di Indonesia ...8
2.2 Jenis Teh ...9
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Teh ...9
2.4 Manfaat Teh...10
2.5 Penelitian Terdahulu...12
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ...16
3.1.1 Teori Penawaran ...16
3.1.2 Model Penawaran Ekspor ...18
3.1.3 Teori Perdagangan Internasional ...20
3.1.4 Error Correction Model (ECM) ...22
3.2 Hipotesis ...24
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ...25
4.2 Jenis Dan Sumber Data ...25
4.3 Metode Pengolahan Dan Analisis Data ...26
4.3.1 Perumusan Model Ekspor ...26
4.3.2 Model Ekspor Teh Indonesia ...27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Komoditi Teh Di Indonesia ... 33
5.1.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia ... 33
5.1.2 Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia ... 34
5.1.3 Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia ... 36
5.2 Perkembangan Ekspor Teh Indonesia ... 37
5.2.1 Perkembangan Pangsa Pasar Ekspor Teh Indonesia Di Dunia ... 37
5.2.2 Perkembangan Total Ekspor Teh Indonesia ... 39
5.2.3 Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Menurut Jenisnya ... 41
5.3 Perkembangan Data-Data Teh Indonesia ... 43
5.3.1 Data Volume Ekspor Teh Indonesia ... 43
5.3.2 Data Harga Ekspor Teh Indonesia ... 44
5.3.3 Data Harga Domestik Teh Indonesia ... 45
5.3.4 Data Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar ... 46
5.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia ... 47
5.4.1 Uji Unit Root (Stationary Test) ... 47
5.4.2 Uji Kebaikan Model ECM ... 50
5.4.3 Uji Kointegrasi ……… 52
5.4.4 Persamaan ECM ... 54
5.5 Implikasi Kebijakan………... 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ………... 61
6.2 Saran ………. 62
DAFTAR PUSTAKA ………. 64
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Peringkat Negara Produsen dan Komoditi Teh Tahun 2002 ... 3
2. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Teh Indonesia Tahun 2000-2004 ... 4
3. Perkembangan Produksi Teh Indonesia Tahun 2000-2004 ... 5
4. Perkembangan Produksi Teh Indonesia Tahun 1995-2004 ... 34
5. Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia Tahun 1995-2004 ... 35
6. Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia Tahun 1995-2004 ... 37
7. Perkembangan Pangsa Pasar Ekspor Teh terhadap di Dunia Tahun 2000-2004 ... 39
8. Perkembangan Total Ekspor Teh Indonesia Tahun 1995-2004 ... 41
9. Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Menurut Jenisnya Tahun 2000-2004 ... 43
10. Uji Unit Root Level ... 49
11. Uji Unit Root First Difference ... 50
12. Uji Autokorelasi, Heteroskedasitas dan Linearitas ... 50
13. Uji Normalitas ... 51
14. Persamaan Jangka Panjang ... 53
15. Uji Kointegrasi Engle Granger ... 54
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Grafik Volume Ekspor Teh Indonesia ...44
2. Grafik Harga Ekspor Teh Indonesia ...44
3. Grafik Harga Domestik Teh Indonesia ...45
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Perkembangan Produksi Teh Indonesia ... 66
2. Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia ... 67
3. Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia ... 68
4. Perkembangan Ekspor Teh Indonesia ... 69
5. Uji Unit Root Level ... 70
6. Uji Unit Root Level ……….... 71
7. Uji Unit Root Level ……….... 72
8. Uji Unit Root Level ……….... 73
9. Uji Unit Root First Difference ………... 74
10. Uji Unit Root First Difference ………... 75
11. Uji Unit Root First Difference ………... 76
12. Uji Unit Root First Difference ………... 77
13. Uji Autokorelasi ... 78
14. Uji Heteroskedasitas ... 79
15. Uji Linearitas ... 80
16. Uji Normalitas ... 81
17. Uji Kointegrasi Engle Granger ... 82
18. Persamaan Jangka Panjang ... 83
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mengangkat tingkat kehidupan negara Indonesia, ada beberapa sektor yang perlu dikembangkan sehingga dapat mendukung sektor lainnya sehingga tujuan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dapat tercapai. Salah satu sektor yang paling penting adalah sektor pertanian yang berbasis industri, dimana industri pertanian atau yang disebut dengan agroindustri merupakan bagian dari sistem agribisnis. Perkembangan agroindustri dapat dijadikan kekuatan bagi Indonesia sebagai negara agraris untuk mempertahankan kelangsungan hidup bagi 200 juta lebih penduduknya, sebab sektor agribisnis memiliki kekuatan struktur ekonomi yang kuat.
Dilihat dari keunggulan Indonesia sebagai negara agraris peran pertanian dan agribisnis sampai saat ini serta peluang dan tantangan yang akan dihadapi pada masa datang, tidak diragukan lagi bahwa sektor agibisnis akan tampil menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi nasional. Agribisnis mampu mengakomodasikan tuntunan agar perekonomian Indonesia dapat terus tumbuh dan berkembang sekaligus memenuhi prinsip kerakyatan dan berkelanjutan. Pada waktu krisis ekonomi, hal ini terbukti bahwa sektor tersebut masih mampu menghasilkan keuntungan berupa devisa dan bertahan dipasar internasional. Dengan demikian, sektor ini harus dipacu pengembangannya melalui pembangunan pertanian sebab mengandung komponen lokal yang tinggi dan melalui reorientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang berbasis pada
kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto mencapai sebesar 218.397,6 milyar rupiah atau sekitar 16,92 persen, jumlah ini merupakan terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan. Data ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia.
Perkembangan perekonomian di Indonesia hingga saat ini masih ditunjang oleh sektor pertanian terutama sektor perkebunan (Saragih dan Khrisnamurti
dalam Agrimedia 2003). Keadaan ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat
keunggulan komparatif dan kompetitif perekonomian Indonesia lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumberdaya alam dibandingkan dengan kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun modal.
Pengembangan agribisnis di sektor pertanian adalah merupakan salah satu Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004, program ini bertujuan untuk mengembangkan agribisnis yang mampu menghasilkan produk pertanian termasuk perkebunan dan kehutanan primer yang berdaya saing, meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat pertanian, memperluas kesempatan kerja dan berusaha di pedesaan, mengembangkan ekonomi wilayah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam kebijakan tersebut, terungkap bahwa pembangunan di subsektor perkebunan yang merupakan bagian dari sektor pertanian masih tetap memegang peranan penting kerana sumbangan subsektor tersebut terhadap devisa negara cukup besar dan cenderung meningkat.
Sebagai salah satu komoditi hasil perkebunan, teh merupakan komoditas yang mempunyai kontribusi penting dalam menghasilkan devisa negara. Sehingga secara tidak langsung ikut menyumbang penerimaan negara dari ekspor non
migas, mengingat Indonesia masuk dalam lima besar dunia dari seluruh negara produsen teh di dunia. Disamping menghasilkan devisa negara, teh berperan dalam peningkatan penghasilan bagi perusahaan dan perkebunan kecil, penyediaan lapangan kerja, memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pemeliharaan sumberdaya alam.
Di bidang ekspor, eksportir utama teh dunia secara berurutan adalah India (20,7%), Cina (18,5%), Sri Langka (17,9%) dan Kenya (12,9%). Sedangkan Indonesia merupakan negara urutan kelima pengekspor utama teh dunia dengan jumlah 99.721 ton atau sebesar 7,2 persen dari pangsa pasar dunia yang mencapai 1.391.940 ton.
Tabel 1. Peringkat Negara Produsen dan Komoditi Teh Tahun 2003 Negara Produksi (ton) Pangsa (%) Ekspor (ton) Pangsa (%) India 853.701 28,3 287.503 20,7 Cina 701.699 23,2 258.118 18,5 Sri Langka 296.301 9,8 249.678 17,9 Kenya 294.631 9,8 179.857 12,9 Indonesia 161.202 5,3 99.721 7,2 Turki 142.900 4,7 68.217 4,9 Jepang 89.809 2,9 56.645 4,1 Lain-lain 481.183 15,9 192.201 13,8 Jumlah 3.021.426 100,0 1.391.940 100,0 Sumber : BPS 2004
Perkembangan ekspor teh Indonesia selama kurun waktu 2000-2004 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, volume ekspornya mencapai 105.581 ton dengan nilai sekitar US$ 112,1 juta. Sementara untuk tahun 2001 ekspor teh Indonesia mengalami penurunan sekitar 5,55% dibandingkan dengan volume ekspor tahun sebelumnya, atau menjadi sekitar 99.721 ton dengan
nilai ekspornya mencapai US$ 104,5 juta. Selanjutnya pada tahun 2002 volume ekspor teh meningkat sekitar 0,46% atau volume ekspornya menjadi 100.184 ton,
namun demikian nilai ekspornya justru mengalami penurunan sekitar US$ 103,4 juta.
Tabel 2. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Teh Indonesia Tahun 2000 - 2004
Tahun Volume (ton) (000 US$) Nilai Pertumbuhan (%) 2000 2001 2002 2003 2004 105.581 99.721 100.184 88.894 107.144 112.106 104.537 103.427 95.970 112.524 - -5,55 0,46 -11,27 20,53 Rataan 1,04 Sumber : BPS, 2005
Volume ekspor teh kembali mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2003 sekitar 11,27% atau volume ekspornya menjadi 88.894 ton dan nilai ekspornya mencapai US$ 95,9 juta. Sedangkan pada tahun 2004 ekspor teh Indonesia kembali meningkat hingga menjadi 20,53% atau naik sekitar 107.144 ton dengan nilai ekspornya mencapai US$ 112,5 juta. Sehingga selama tahun 2000-2004 perkembangan ekspor teh Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 1,04% per tahun.
Untuk perkembangan produksi teh di Indonesia selama periode 2000-2004, produksi teh Indonesia rata-rata sekitar 0,37% per tahun. Pada tahun 2000, produksi teh Indonesia sebesar 162.587 ton dan pada tahun 2001 produksinya sebesar 2,63% atau menjadi 166.867 ton. Namun pada tahun 2002 produksi teh menurun yaitu sekitar 1,00% atau menjadi 165.194 ton. Untuk tahun 2003
ton. Produksi teh Indonesia kembali mengalami penurunan pada tahun 2004 yaitu sekitar 2,95% atau menjadi 164.818 ton.
Tabel 3. Perkembangan Produksi Teh Indonesia Tahun 2000-2004 Tahun Produksi Teh (ton) Pertumbuhan (%)
2000 2001 2002 2003 2004 162.587 166.867 165.194 169.821 164.818 - 2,63 -1,00 2,80 -2,95 Rataan 0,37 Sumber : BPS, 2005
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 baik perkembangan ekspor maupun perkembangan produksi kedua-duanya cenderung menunjukkan tidak adanya peningkatan yang cukup besar bahkan menunjukkan sedikit penurunan. Hal ini tentu saja menjadi ironis, di mana permintaan teh dunia meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dunia akan tetapi ekspor dan produksi Indonesia tidak meningkat. Untuk menanggapi hal ini tentu saja perlu upaya peningkatan perbaikan dari semua faktor yang mempengaruhi hal tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Perdagangan teh dunia selama ini dihadapkan pada dua permasalahan utama, yakni kelebihan penawaran serta elastisitas permintaan dan penawaran dunia yang relatif inelastis. Kelebihan penawaran diakibatkan oleh terus meningkatnya produksi teh di negara-negara produsen utama yang tidak dapat diimbangi oleh laju peningkatan konsumsi dan besarnya fluktuasi harga. Di mana fluktuasi harga yang terjadi menjadi semakin tajam sebagai akibat dari rendahnya
elastisitas permintaan dan penawaran komoditi teh. Keadaan demikian tentunya akan berakibat pada fluktuasi penerimaan devisa Indonesia.
Pada saat ini pasar ekspor umumnya mengeluhkan suplai teh Indonesia yang tidak kontinyu. Ditambah lagi adanya kenaikan harga bahan bakar yang dikhawatirkan akan meningkatkan harga penawaran teh Indonesia ke pasar internasional.
Mengingat relatif besarnya peranan teh dalam subsektor perkebunan, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan jumlah dan mutu teh dalam negeri, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas perkebunan teh secara keseluruhan. Selain itu juga perlu diberikan perhatian khusus terhadap ekspor, harga, dan daya saing teh Indonesia sehingga ekspornya dapat ditingkatkan dimata. Usaha-usaha ini pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan devisa negara dari sektor nonmigas.
Sehubungan dengan kondisi di atas maka perumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perkembangan komoditi teh di Indonesia dan perkembangan ekspor teh dari Indonesia?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan perkembangan komoditi teh di Indonesia serta perkembangan ekspor teh dari Indonesia.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia dan melihat seberapa besar pengaruhnya.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai ekspor teh Indonesia. 2. Bagi pemerintah, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi
masukan dalam membuat kebijakan di sektor perkebunan, khususnya untuk ekspor teh Indonesia.
3. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi serta informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Komoditi Teh di Indonesia
Teh berasal dari pengolahan daun teh (Camellia Sinensis) dari familia
Theaceae. Tanaman ini pertama kali dikenal di daratan Cina sehingga pada tahun
800 Lu Yu menulis sebuah buku yang pertama kali secara khusus mengupas soal teh, yang disebut Cha Ching. Isinya menjelaskan tentang berbagai cara menanam teh dan pengolahannya.
Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh dengan mendatangkan biji-biji teh secara besar-besaran dari Cina untuk dibudidayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr. Van Siebold dengan usaha pembudidayaan bibit teh dari Jepang.
Usaha perkebunan teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda sehingga pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture
Stetsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil
alih oleh pemerintah RI. Sekarang perkebunan dan perdagangan teh juga dilakukan oleh pihak swasta.
2.2 Jenis Teh
Dewasa ini dikenal beragam jenis tanaman teh yang diperoleh dari penyilangan berbagai jenis tanaman teh serta dipengaruhi pula oleh kondisi tanah dan cuaca. Hingga saat ini terdapat lebih kurang 1.500 jenis teh di seluruh dunia, yang berasal dari 25 negara yang berbeda. Namun jenis teh pada dasarnya dapat digolongkan pada 3 kelompok utama, yaitu :
1. Black Tea (Teh Hitam) adalah jenis teh yang dalam pengolahannya melalui
proses fermentasi secara penuh.
2. Oolong Tea (Teh Oolong) adalah jenis teh yang dalam pengolahannya hanya
melalui setengah proses fermentasi.
3. Green Tea (Teh Hijau) adalah jenis teh yang dalam pengolahannya tidak
melalui proses fermentasi.
Di Indonesia, jenis teh yang paling populer adalah Jasmine Tea (Teh
Wangi Melati) yaitu Teh Hijau yang dicampur bunga melati sehingga menimbulkan aroma atau wangi yang khas.
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Teh
Tanaman teh yang umumnya tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan ketinggian 200-2000 meter di atas permukaan laut dengan suhu cuaca yang baik bagi tanaman teh berkisar antara 14oC – 25oC yang diikuti oleh sinar matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari.
Apabila suhu udara mencapai 30oC maka pertumbuhan tanaman teh di daerah rendah yang ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 200-800 meter perlu tanaman perlindung sementara maupun perlindung tetap.
Ketinggian tanaman dapat mencapai 9 meter untuk teh Cina dan teh Jawa sedangkan untuk teh jenis Assamica dapat mencapai 12-20 meter. Namun untuk mempermudah pemetikan daun-daun teh sehingga mendapatkan pucuk daun muda yang baik, pohon teh selalu dijaga pertumbuhannya dengan cara dipotong maksimal 1 meter.
Untuk curah hujan, teh memerlukan curah hujan yang tersebar secara merata untuk dapat berproduksi dengan baik tanpa irigasi yaitu curah hujan tahunan minimal sebesar 1000-1400 mm. Sehingga pada daerah yang beriklim tropis, teh dataran rendah memiliki hasil yang lebih tinggi dengan curah hujan yang cukup tetapi kualitasnya rendah dan umur tanaman lebih terbatas.
Teh dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memenuhi syarat tumbuh yaitu tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, tidak bercadas serta mempunyai derajak keasaman (pH) antara 4,5 – 5,6.
2.4 Manfaat Teh
Dalam Bambang Kusmiati (1993) di sebutkan bahwa dalam 100 gr daun teh terdapat kandungan bahan-bahan sebagai berikut :
6 Kalori……… 132 kal 6 Lemak………... 0,7 g 6 Kalsium………. 717 mg 6 Besi……… 11,8 mg 6 Air……….. 7,6 g 6 Protein……… 19,5 g 6 Karbohidrat………. 67,8 g
6 Fosfor………. 265 mg 6 Vitamin A………... 2.095 SI 6 Vitamin B………... 0,01 mg 6 Vitamin C………... 300 mg
Teh merupakan salah satu tanaman yang di olah dan digunakan untuk minuman yang lezat, yang tidak menimbulkan efek tertentu bila diminum bahkan dipercaya mampu memberikan daya awet muda sehingga teh berpengaruh positif terhadap kesehatan peminumnya. Manfaat yang dapat dirasakan oleh peminum teh adalah sebagai berikut :
6 Memperkuat gigi dan mencegah karies pada gigi
Unsur Flouride (F) yang cukup tinggi pada teh, dapat membantu dalam mencegah tumbuhnya karies pada gigi serta dapat memperkuat gigi.
6 Menguragi resiko keracunan makanan
Unsur Catechin (salah satu unsur dalam Polyphenols), telah terbukti bahwa unsur tersebut memiliki kemampuan untuk menghentikan pertumbuhan beberapa bakteri yang menyebabkan keracunan makanan (menurut penelitian dari Taiwan dan Jepang).
6 Memperkaya daya tahan tubuh
Dengan adanya vitamin C dan vitamin E maka teh dapat juga membantu memperkuat daya tahan tubuh.
6 Mencegah tekanan darah tinggi
Epigollocatechin dan epicatechin gallat yang merupakan varian dari catechin, ternyata mampu bertindak sebagai inhibator dari pada angiostensin trasferase yaitu enzim penyebab tekanan darah tinggi. Lebih
lanjut dapat pula disimpulkan bahwa dengan kemampuan catechin untuk mencegah tekanan darah tinggi, mengurangi kadar kolestrol dalam darah dan menangkal radikal bebas maka catechin juga bisa mengurangi resiko penyakit kardiovasculaar.
6 Menangkal kolestrol
Catechin ternyata juga telah dibuktikan bahwa dapat mengurangi penimbunan kolestrol dalam darah dan mempercepat pembuangan kolestrol melalui feces.
6 Mengoptimalkan metabolisme gula
Mangan (Mn) yang terkandung dalam teh bisa membantu penguraian gula menjadi energi. Dengan demikian teh bisa membantu menjaga kadar gula dalam darah.
6 Mencegah pertumbuhan kanker
Kemampuan catechin (salah satu unsur dalam Polyphenols) dapat menghambat terjadinya mutasi pada sel-sel tubuh dan menetralisir radikal bebas.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Mendy (1994) menyatakan ekspor teh hijau mempunyai banyak peluang di pasar internasional seperti Maroko, Afganistan, Pakistan, Afrika dan Rusia. Peluang tersebut di karenakan adanya hubungan bilateral dalam perdagangan dan kesediaan negara tersebut dalam mengimpor teh dari Indonesia. Selain itu peluang tersebut ada karena kebijakan pemerintah dalam mendukung kegiatan ekspor non migas. Selain peluang tersebut, ekspor komoditi
teh mempunyai ancaman yang cukup serius yaitu adanya pesaing Cina yang menguasai segmen pasar dunia.
Penelitian Abbas dkk (1996) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BP3) menjelaskan bahwa teh hitam Indonesia sudah tidak memiliki keunggulan baik keunggulan kompetitif dan komparatif. Nilai koefisien biaya sumberdaya domestik (BSD) baik atas dasar harga bayangan maupun harga pasar semuanya menunjukkan angka lebih dari satu. Tidak kompetitifnya teh tersebut terutama karena tekanan harga jual dan harga input tenaga kerja. Analisis elastisitas BSD menunjukkan bahwa BSD teh hitam bersifat responsif terhadap perubahan harga jual dan upah tenaga kerja, akan tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga pupuk dan harga bahan bakar minyak untuk pengolahan.
Menghadapi situasi pertehan Indonesia yang tidak menguntungkan ini, upaya yang dilakukan adalah menerapkan strategi bertahan. Produksi yang ada sementara waktu perlu dialokasikan lebih dahulu untuk memperbesar pasar dalam negeri. Pasar teh di dalam negeri memiliki potensi yang cukup besar bila ditangani dengan serius, karena saat ini konsumsi teh masih sangat rendah. Untuk meningkatkan keunggulan komparatif, perlu upaya perbaikan dalam mekanisme penjualan teh.
Menurut Sihombing (1997) dalam penelitian yang menjelaskan bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang harga teh di pasar domestik tidak responsif terhadap perubahan harga ekspor teh, nilai tukar uang dan penawaran domestik. Sedangkan harga ekspor teh itu sendiri lebih responsif terhadap perubahan harga teh dunia dalam jangka panjang, namun tidak responsif terhadap perubahan nilai tukar uang. Hal ini menunjukkan adanya integrasi atau keterkaitan
harga antara pusat pasar teh dunia dengan pasar ekspor dan impor, dimana perubahan yang terjadi ditransmisikan ke pasar ekspor dan impor dengan arah perubahan yang sama.
Pemasaran teh di pasar domestik sangat potensial untuk dikembangkan mengingat tingkat konsumsi teh Indonesia masih rendah. Jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik merupakan potensi bagi pengembangan pemasaran teh domestik. Perkembangan ekspor dan impor dari masing-masing negara produsen dan negara pengimpor akan mempengaruhi perkembangan harga teh di dunia. Sedangkan harga teh dunia dipengaruhi harga ekspor negara-negara produsen, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, harga ekspor teh di Indonesia akan sangat terpengaruh pada situasi perdagangan teh dunia.
Penelitian yang dilakukan Venkatram (1999) dalam penelitian yang berjudul ”Dynamic Demand Analysis of India’s Domestic Coffe Market”
menyatakan bahwa elastisitas harga dari permintaan kopi India secara umum rendah, dimana elastisitas harga pada jangka pendek lebih rendah dari pada jangka panjang. Faktor non harga seperti peningkatan standar mutu dan promosi yang dilakukan secara gencar serta promosi merek mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan permintaan kopi pada pasar domestik maupun pasar ekspor, sedangkan faktor harga mempunyai pengaruh negatif terhadap peningkatan permintaan. Sedangkan Wilson (2002) dalam jurnalnya yang berjudul
”Determinants of Manufactured Exports in Kenya : A Cointegration Analysis”
mengemukakan bahwa faktor yang menentukan ekspor Kenya adalah harga domestik produk pada tahun sebelumnya, harga ekspor tahun sebelumnya dan
teknologi yang digunakan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor adalah harga ekspor tahun sebelumnya, harga domestik tahun sebelumnya, nilai tukar mata uang terhadap US$, pendapatan perkapita penduduk negara tujuan pada tahun sebelumnya.
Penelitian Ady Nugroho Putro (2004) yang berjudul ”Analisis perilaku dinamik ekspor teh hitam PT Perkebunan Nusantara VIII” menggunakan salah satu metode analisis yang masih baru digunakan yaitu Error Correction Model
(ECM). Hasil dugaan ECM menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor teh hitam PTPN VIII ke pasar ekspor adalah harga ekspor, harga ekspor bulan sebelumnya dan volume ekspor bulan sebelumnya. Perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa dalam jangka pendek volume ekspor teh hitam PTPN VIII tidak responsif terhadap perubahan semua variabel yang diuji. Sedangkan dalam jangka panjang volume ekspor teh hitam PTPN VIII responsif terhadap harga ekspor dan harga bulan sebelumnya serta volume ekspor bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena peningkatan harga ekspor, harga ekspor bulan sebelumnya serta volume ekspor bulan sebelumnya tidak direspon secara langsung dengan peningkatan volume ekspor teh hitam PTPN VIII, namun peningkatan tersebut akan direspon dalam jangka panjang.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Penawaran
Besarnya penawaran suatu komoditi adalah jumlah komoditas yang ditawarkan (baik barang maupun jasa) oleh produsen kepada konsumen dalam satu pasar pada tingkat harga tertentu (Lipsey, 1993). Jumlah yang ditawarkan ini tidak selalu sama dengan jumlah komoditas yang benar-benar di jual oleh produsen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas secara umum adalah harga komoditas itu sendiri, komoditas alternatif, harga faktor produksi, tujuan perusahaaan, tingkat penggunaan teknologi, pajak, subsidi dan harapan harga yang akan datang (Lipsey, 1993).
1. Harga komoditas tersebut
Suatu teori dasar ekonomi menyatakan bahwa sejumlah komoditas mempunyai hubungan positif dengan jumlah yang ditawarkan, yaitu semakin tinggi harganya semakin besar pula jumlah yang ditawarkan dan sebaliknya, ceteris paribus. Hal ini terjadi karena peningkatan harga
komoditi menyebabkan peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya. Jadi peningkatan harga dari suatu komoditi akan menyebabkan peningkatan penawaran komoditi tersebut. Dengan demikian perubahan harga suatu komoditi akan menyebabkan pergerakan sepanjang kurva penawaran.
2. Harga faktor produksi
Harga suatu faktor produksi merupakan biaya yang harus di keluarkan oleh perusahaan. Peningkatan harga faktor produksi menyebabkan laba yang diterima oleh perusahaan akan berkurang. Akibatnya perusahaan akan mengurangi produksinya. Sehingga apabila terjadi peningkatan harga faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu komoditas maka jumlah yang ditawarkan akan berkurang dan sebaliknya, ceteris paribus (Lipsey).
3. Tingkat penggunaan teknologi
Teknologi berkorelasi positif dengan jumlah yang ditawarkan. Dengan penggunaan teknologi baru mengakibatkan efisiensi waktu, tenaga dan modal meningkat dimana peningkatan tersebut berasal dari peningkatan penerimaan dan penurunan biaya pada penggunaan faktor produksi yang sama. Akibatnya jumlah penawaran akan meningkat, ceteris paribus
(Lipsey, 1993). 4. Tujuan perusahaan
Tujuan perusahaan tidak semata-mata untuk memaksimumkan keuntungan. Jumlah yang ditawarkan juga tergantung kepada tujuan perusahaan. Jika perusahaan mementingkan volume produksi maka perusahaan dapat menghasilkan dan menjual lebih banyak atau meningkatkan penawarannya, ceteris paribus (Lipsey, 1993).
Pada penelitian ini, persamaan penawaran tidak di analisis hanya fokus pada penawaran ekspor saja.
3.1.2 Model Penawaran Ekspor
Teori penawaran bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran. Penawaran suatu komoditi baik barang maupun jasa adalah jumlah komoditi yang ditawarkan kepada konsumen pada suatu pasar dan pada tingkat harga serta waktu tertentu.
Penawaran ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi/penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi/permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya.
Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Xt = Qt – Ct – St-1
dimana : Xt = jumlah ekspor komoditi pada tahun t Qt = jumlah produksi domestik pada tahun t Ct = jumlah konsumsi domestik pada tahun t St-1 = stok tahun sebelumnya (t-1)
Jika jumlah stok pada tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena produksi pada tiap tahun semuanya diekspor maka dengan demikian fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut :
Xt = Qt – Ct
Untuk komoditi ekspor, penawaran komoditi yang bersangkutan akan di alokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi domestik) atau luar negeri (ekspor). Sedangkan yang tersisa akan menjadi persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Jumlah produksi domestik pada tahun ke-t (Qt) ditentukan oleh :
1. Harga domestik tahun lalu (HDt-1) 2. Luas areal tanaman produktif (At) 3. Teknologi (Tt)
Sehingga fungsi produksi suatu komoditi dapat dinyatakan sebagai berikut : Qt = f (HDt-1, At, Tt)
Produksi yang dihasilkan sebagian akan dikonsumsikan didalam negeri. Besarnya konsumsi (Ct) tergantung dari :
1. Harga domestik tahun ke-t (HDt) 2. Pendapatan per kapita (Yt) 3. Selera (St)
Sehingga fungsi konsumsi dapat dinyatakan sebagai berikut : Ct = f (HDt, Yt, St)
Disamping faktor-faktor dalam negeri (internal), ekspor komoditi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar negeri (eksternal). Ada 2 faktor dari pasar internasional yang besar pengaruhnya terhadap ekspor suatu komoditi yaitu :
1. Nilai tukar uang (ERt)
2. Harga ekspor komoditi tahun ke-t (HXt)
3. Harga barang substitusi diluar negeri tahun ke-t (PSt)
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh jangka panjang dalam kegiatan ekspor maka perlu dimasukkan peubah lag yaitu volume ekspor teh tahun sebelumnya (Xt-1). Sehingga secara keseluruhan fungsi ekspor dinyatakan sebagai berikut :
3.1.3 Teori Perdagangan Internasional
Menurut arti yang sederhana perdagangan internasional adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antara negara (Adam Smith dalam Salvatore, 1996), perdagangan antara dua negara didasarkan pada
keunggulan absolut (absolut advantage). Jika sebuah negara lebih efisien dari
pada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien di banding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini sumberdaya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang di produksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan.
Menurut Ball (2000) dalam buku bisnis internasional, perdagangan internasional timbul, utamanya karena perbedaan-perbedaan yang berasal dari perbedaan dalam biaya produksi yang diakibatkan oleh antara lain perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi, perbedaan dalam tingkat teknologi yang menentukan intensitas faktor yang digunakan, perbedaan dalam efesiensi pemanfaatan faktor-faktor tersebut dan kurs valuta asing. Meskipun demikian, perbedaan selera dan variabel permintaan dapat membalikkan arah perdagangan yang diramalkan oleh teori.
Dalam teori mengenai timbulnya perdagangan internasional, (Heeksche-Ohlin dalam Salvatore, 1987) menganggap bahwa negara dicirikan oleh bawaan
faktor yang berbeda, sedangkan fungsi produksi di semua negara adalah sama dengan menggunakan asumsi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa dengan fungsi produksi yang sama dan faktor bawaan yang berbeda antar negara, suatu negara cenderung untuk mengekspor komoditas yang secara relatif intensif dalam menggunakan faktor produksinya lebih banyak dan mengimpor barang-barang yang menggunakan faktor-faktor produksi yang relatif langka dan intensif.
Volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Selain dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri dan komoditas subsitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung (Salvatore, 1996).
Secara teoritis, suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal teh) ke negara lain (misalnya negara B) apabila harga domestik di negara A (sebelum terjadi perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan adanya kelebihan penawaran (excess
supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik. Dengan demikian
negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan penawaran karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand) sehingga harga
menjadi tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditas dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dan B maka akan terjadi perdagangan antara dua negara tersebut. Dalam hal ini negara A mengekspor teh ke negara B (Salvatore, 1996).
Di pasar internasional besarnya ekspor suatu komoditi dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut. Harga yang terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dunia dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia dan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi harga dunia (Salvatore, 1996).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa ekspor suatu negara sangat di tentukan oleh harga domestik, harga internasional serta keseimbangan penawaran dan permintaan dunia. Selain itu secara tidak langsung ditentukan pula oleh perubahan nilai tukar (exchange rate) mata uang suatu negara
terhadap negara lain.
3.1.4 Error Correction Model (ECM)
ECM lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Tomas, 1997). Sehingga Thomas berkesimpulan bahwa penggunaan ECM memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data time
series yang non-stasioner dan regresi semu (spurious).
Model dengan variabel-variabel dalam bentuk first difference mengeliminasi
trend dari variabel.
ECM dapat diestimasi dengan metode OLS.
ECM dapat dipaskan dengan pendekatan ”umum ke spesifik” (yaitu melihat kecenderungan umum dan menditelkannya menjadi pendekatan jangka pendek dan jangka panjang). Dengan cara melakukan stasioner terhadap data terlebih dahulu akan membantu kita menghindari masalah pada saat pengolahan data nantinya seperti masalah multikolineritas antar data yang dapat menyebabkan standar error yang sangat besar.
Membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat idel untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis.
Jika ada variabel yang tidak nyata dapat dibuang sehingga akan meningkatkan efisiensi estimasi.
Munculnya ketidakseimbangan (disequilibrium error) itu sendiri terjadi
dikarenakan, pertama kesalahan spesifikasi antara lain kesalahan pemilihan variabel, parameter, keseimbangan itu sendiri. Kedua kesalahan membuat defenisi variabel dan cara mengukurnya. Ketiga kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia dalam menginput data.
ECM adalah salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. Konsep mengenai ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dan Gujarati (1998) model ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan data time
Kelebihan lain dari ECM adalah seluruh komponen dan informasi pada tingkat varibel telah dimasukkan dalam model, memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi, menghindari terjadinya trend dan regresi semu
(Spurious Regression). Selain itu dalam pendekatan ECM sifat-sifat statistik yang
diinginkan dari model dan pemberian makna yang lebih sederhana. Artinya model ECM mampu memberikan makna lebih luas dari estimasi model ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independent terhadap dependen dalam hubungan jangka pendek maupun jangka panjang (Julianto, 2003).
Dalam menggunakan Error Correction Model ada dua langkah yang harus
dilakukan. Pertama, menguji kestasioneran data, adapun pengujian kestasioneran data pada penelitian ini adalah menggunakan uji Dickey-Fuller/Augmented Dickey-Fuller (DF/ADF). Uji kestasioneran data ini dimaksudkan untuk mengindentifikasi ada atau tidak ada unit root dari variabel yang akan dianalisis
(Thomas, 1997). Kedua, menggunakan hasil pengujian kestasioneran data kedalam regresi sehingga korelasi yang kita peroleh menggambarkan hubungan yang sebenarnya dari variabel-variabel yang diuji.
3.2 Hipotesa
Volume ekspor teh Indonesia di pasar internasional dipengaruhi oleh harga ekspor teh yang berarti jika terjadi kenaikan harga ekspor maka volume ekspor akan meningkat. Volume ekspor teh juga dipengaruhi oleh harga domestik teh yang berarti jika terjadi kenaikan harga domestik maka volume ekspor teh akan menurun dan oleh nilai tukar rupiah yang berarti jika terjadi depresiasi nilai tukar maka volume ekspor teh akan meningkat.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pengambilan data pada instansi pemerintah yang memiliki dokumentasi data mengenai kegiatan ekspor teh Indonesia seperti Departemen Pertanian, Kantor Pemasaran Bersama, Pusat Studi Ekonomi, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi lain. Penelitian dilakukan pada bulan Februari – April 2005.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk time series (data deret waktu). Data tersebut diperoleh dari informasi
statistik yang dimiliki oleh instansi-instansi pemerintah, selain itu data sekunder tersebut juga diperoleh melalui literatur dari berbagai instansi yang terkait dalam penelitian.
Jenis data yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini adalah : 1. Data volume ekspor teh Indonesia
2. Data harga ekspor teh Indonesia 3. Data harga domestik teh Indonesia 4. Data nilai tukar (exchange rate)
5. Data produksi teh Indonesia 6. Data luas areal teh Indonesia 7. Data konsumsi teh Indonesia
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia di analisis dengan menggunakan Error Correction Model (ECM).
Pengolahan data dilakukan secara bertahap, dimulai dengan mengelompokkan data, perhitungan penyesuaian dengan kalkulator untuk kemudian ditabelkan sesuai dengan keperluan.
Data yang telah ditabelkan dipersiapkan sebagai input computer sesuai dengan model yang digunakan. Proses pengolahan data menggunakan program software Eviews 4.1.
4.3.1 Perumusan Model Ekspor
Model merupakan suatu penyederhanaan dari fenomena aktual atau realita (Denburg dalam Munir, 1997). Suatu model dikatakan baik jika model tersebut
dapat memenuhi kriteria di bawah ini : 1. Kriteria Ekonomi
Kriteria ini ditentukan oleh dasar-dasar ekonometrika dan berhubungan dengan tanda dan besar parameter dari hubungan ekonomi. Model yang diperoleh akan dievaluasi berdasakan teori-teori ekonomi yang ada (Koutsoyiannis, 1997).
2. Kriteria Statistik
Kriteria ini menyangkut uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari variabel-variabel eksogen terhadap variabel endogen pada masing-masing persamaan maupun secara bersamaan,
kemampuan variabel eksogen dalam menjelaskan variasi atau keragaman variabel endogen.
3. Kriteria Ekonometrika
Kriteria ekonometrika didasari oleh asumsi-asumsi dari Ordinary Least
Square (OLS) sebagai berikut (Supranto, 1984) :
a. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0 untuk I = 1,2,3,….,n
b. Varian (ej) = E (ej) = σ2 sama untuk kesalahan pengganggu (asumsi homoskedastisitas)
c. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti kovarian (ei,ej) = 0 → i ≠ j
d. Variabel bebas X1, X2, X3,…., Xn konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu E (Xi, ej) = 0
e. Tidak ada kolinier ganda diantara variabel bebas X
f. ei ≈ N (0, σ2) artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varians σ2
Dengan dipenuhinya asumsi di atas, maka koefisien (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias (BLUE = Best
Linier Unbiased Estimator).
4.3.2 Model Ekspor Teh Indonesia
Karena kelebihannya menggabungkan efek jangka pendek dan jangka panjang sehingga error correction model menjadi model yang dapat menjelaskan
variabel penjelas dengan baik. Dalam penyusunan fungsi ekspor teh Indonesia, berdasarkan penelitian terdahulu variabel yang diidentifikasi mempengaruhi nilai
rupiah terhadap dollar (Rp/US$). Sehingga persamaan ekspornya adalah sebagai berikut :
Xt = b0 + b1HXt + b2HDt + b3ERt + εt (1) Persamaan (1) dalam persamaan Autoregressive Distributed Lag, ARDL dengan
lag satu, persamaan itu akan menjadi :
Xt = b0 + b1HXt + b2HXt-1 + b3HDt + b4HDt-1 + b5ERt + b6ERt-1 + μXt-1 + εt (2) Dengan mengurangkan tiap sisi dengan Xt-1, persamaan (2) akan dapat ditulis sebagai berikut :
Xt – Xt-1 = b0 + b1HXt + b2HXt-1 + b3HDt + b4HDt-1 + b5ERt + b6ERt-1 + μXt-1-Xt-1 + εt (3) Persamaan (3) dapat disederhanakan menjadi :
ΔXt = b0 + b1HXt + b2HXt-1 + b3HDt + b4HDt-1 + b5ERt + b6ERt-1 - (1 + μ)Xt-1
+ εt (4)
Dengan menambahkan dan mengurangi sisi sebelah kanan dari persamaan dengan b1HXt-1, b3HDt-1, b5ERt-1, maka persamaan (4) ditulis sebagai berikut :
ΔXt = b0 + b1HXt – b1HXt-1 + b1HXt-1 + b2HXt-1 + b3HDt – b3HDt-1 + b3HDt-1 + b4HDt-1 + b5ERt – b5ERt-1 + b5ERt-1 + b6ERt-1 – (1 + μ)Xt-1 + εt (5) Persamaan (5) dapat disederhanakan menjadi :
ΔXt = b0 + b1ΔHXt + (b1+b2)HXt-1 + b3ΔHDt + (b3+b4)HDt-1 + b5ΔERt + (b5+b6)ERt-1 – (1 + μ)Xt-1 + εt (6) Dengan asumsi λ = 1 - μ dan β1 = (b1+b2) / λ, β2 = (b3+b4) / λ, β3 = (b5+b6) / λ, maka persamaan (6) dapat dituliskan menjadi :
Dengan asumsi β0 = b0 / λ maka persamaan (7) dapat disusun ulang menjadi :
ΔXt = b1ΔHXt + b3ΔHDt + b5ΔERt - λ (Xt-1 - β0 - β1HXt-1 - β2HDt-1 - β3ERt-1)
+ εt (8)
Dimana b1 = α1, b3 = α2, b5 = α3, maka persamaan (8) dapat ditulis dengan format ECM, sebagai berikut :
ΔXt = α1ΔHXt + α2ΔHDt + α3ΔERt - λ (Xt-1 - β0 - β1HXt-1 - β2HDt-1 - β3ERt-1) + εt (9) atau dapat juga ditulis sebagai :
ΔXt = α1ΔHXt + α2ΔHDt + α3ΔERt - λ ECT ε (10) dimana ECT = εt-1 = Xt-1 - β0 - β1HXt-1 - β2HDt-1 - β3ERt-1
Dimana :
Xt = Volume ekspor teh Indonesia
HXt = Harga ekspor teh Indonesia (US$/Kg) bulan t HDt = Harga domestik teh Indonesia (Rp/Kg) bulan t ERt = Nilai tukar (Rp/US$) bulan t
Xt-1 = Lag volume ekspor teh Indonesia
HXt-1 = Lag harga ekspor teh Indonesia (US$/Kg) bulan sebelumnya HDt-1 = Lag harga domestik teh Indonesia (Rp/Kg) bulan sebelumnya ERt-1 = Lag nilai tukar (Rp/US$) bulan sebelumnya
β0 = Intercept
αn = Parameter yang diduga, dimana n = 1,2,3, menggambarkan hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen.
λ = Error Corection Term / factor loading
ε = Error term
4.4 Estimasi Model
Sebelum penggunaan Error Correction Model (ECM) maka harus
dilakukan beberapa tahap pengujian yaitu : 1. Menguji Unit Root (Stationary Test)
Data ekonomi yang digunakan pada sebuah penelitian deret waktu
(time series) biasanya tidak stasioner. Data time series dikatakan tidak
stasioner jika data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Data stasioner juga bisa dilihat dari bentuk horizontal sepanjang sumbu waktu.
Data yang tidak stasioner akan menghasilkan apa yang dinamakan
spurious regression, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua
variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak dalam kenyataan atau tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut.
Apabila data tidak stasioner maka diperlukan uji unit root yang bertujuan
untuk mengamati apakah koefisien variabel tertentu dari model yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak.
Salah satu model pengujian unit root adalah model Augmented
Dickey-Fuller (ADF) (Thomas, 1997). Jika nilai ADF statistiknya lebih besar dari Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data
stasioner maka dilakukan difference non stationer processes. Uji ADF pada
dasarnya melakukan estimasi terhadap persamaan regresi sebagai berikut :
ΔYt = γ1 + γ2t + δYt-1 + Σαi ΔYt-j + εt Hipotesis yang diuji adalah :
H0 : δ = 0 (data bersifat tidak stasioner) H1 : δ < 0 (data bersifat stasioner)
dimana εt merupakan white noise dan ΔYt-1 = Yt-1 – Yt-2. Nilai δ diduga
melalui metode kuadrat terkecil dan pengujian dilakukan dengan menggunakan uji t-statistik. Statistik uji dapat dinyatakan sebagai :
thit = δ
σδ
dimana : δ = nilai dugaan δ
σδ = simpangan baku dari δ
Jika nilai thit < nilai kritis dalam tabel ADF, maka keputusan yang diambil adalah tolak H0 yang berarti data bersifat stasioner.
2. Uji Integrasi dan Kointegrasi
Suatu data time series dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau
sering disingkat dengan I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. Peubah-peubah tak stasioner yang tak terintegrasi pada tingkat yang sama dapat membentuk kombinasi linear yang bersifat stasioner. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Kointegrasi menjadi berarti walaupun secara individual tidak stasioner namun kombinasi linear antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Komponen dari vektor Yt dikatakan
terkointegrasi jika ada vektor α = (α1, α2, ..., αn) sehingga kombinasi linear αYt bersifat stasioner, dengan syarat ada unsur matrik α bernilai tidak sama dengan nol. Vektor α dinamakan vektor kointegrasi.
3. Estimasi Persamaan ECM
Langkah selanjutnya adalah melakukan koreksi kesalahan (error)
dengan menggunakan Error Correction Model (ECM) pada model yang
digunakan.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Komoditi Teh Di Indonesia 5.1.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia
Perkembangan produksi teh Indonesia selama kurun waktu 1995-2004 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu besar, di mana rata-rata pertumbuhan selama kurun waktu tersebut hanya sebesar 0,92% dan rata-rata produksi selama tahun tersebut hanya sebesar 163.419,30 ton. Selama periode tersebut peningkatan produksi terbesar yaitu pada tahun 2003 jumlahnya sebesar 169.821 ton atau sekitar 2,80%. Peningkatan produksi teh tersebut tidak sebanding dengan jumlah luas areal perkebunan teh yang menurun pada tahun tersebut dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Sedangkan produksi terendah selama kurun waktu tersebut terjadi pada tahun 1997 mengalami penurunan yang cukup drastis mencapai 9,31% atau menjadi 153.648 ton, dimana penurunan produksi ini disebabkan perubahan musim yang mencolok. Pada tahun tersebut terjadi peristiwa musim kemarau yang cukup panjang yang di akibatkan oleh pengaruh El Nino. Adanya kejadian tersebut menyebabkan banyaknya tanaman teh yang mengalami kekeringan sehingga produksinya kurang maksimal.
Untuk tahun 1998 jumlah produksi teh Indonesia kembali meningkat setelah mengalami penurunan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 1998 ini jumlah produksinya sebesar 166.825 ton atau meningkat sebesar 8,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk tahun 1999 jumlah produksi teh
Tabel 4. Perkembangan Produksi Teh Indonesia Tahun 1995-2004 Tahun Produksi Teh
(ton) Pertumbuhan (%) 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 154.013 169.417 153.648 166.825 161.003 162.587 166.867 165.194 169.821 164.818 - 10.00 -9.31 8.58 -3.49 0.98 2,63 -1,00 2,80 -2,95 Rataan 163.419,30 0,92 Sumber : BPS, 2005
Pada tahun 2000 dan 2001 mengalami peningkatan produksi teh Indonesia, dimana tahun 2000 produksi teh meningkat menjadi 162.587 ton begitu pula pada tahun 2001 jumlahnya tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2000 bahkan menunjukkan peningkatan sebesar 2,63%. Namun tahun 2002 kembali mengalami penurunan yaitu 165.194 ton atau turun sekitar 1% dan kemudian produksi teh meningkat pada tahun 2003 sebesar 2,80% atau mencapai 169.821 ton.
5.1.2 Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia
Perkembangan luas areal perkebunan teh di Indonesia selama periode sepuluh tahun terakhir dari tahun 1995-2004 mengalami fluktuasi yang cukup beragam tiap tahunnya namun rata-rata menunjukkan kecenderungan penurunan, dimana rata-rata pertumbuhan luas areal perkebunan teh selama periode tersebut menurun hingga 0,63% dan rata-rata luas areal perkebunan
teh Indonesia tercatat seluas 149.263,60 Ha. Rata-rata pertumbuhan tiap tahun
selama periode 1995-2004 menunjukkan pertumbuhan yang negatif, hanya tahun 1998 luas areal perkebunan teh Indonesia mengalami peningkatan
cukup besar seluas 157.039 Ha atau meningkat sebesar 10,42%. Untuk tahun 1998 sampai tahun 2002 jumlah luas areal perkebunan teh terus bertambah dimana tiap tahunnya luas areal selalu lebih dari 150.000 Ha.
Tabel 5. Perkembangan Luas Areal Teh Indonesia Tahun 1995-2004 Tahun Luas Areal Teh (Ha) Pertumbuhan (%)
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 152.431 142.482 142.222 157.039 156.839 153.675 150.872 150.707 143.604 142.765 - -6,53 -0,18 10,42 -0,13 -2,02 -1,82 -0,11 -4,71 -0,58 Rataan 149.263,60 -0,63 Sumber : BPS, 2005
Untuk tahun 1995 luas areal perkebunan teh meningkat cukup besar menjadi 152.431 Ha, kemudian mengalami penurunan yang drastis pada tahun 1996 yaitu turun sebesar 6,53% atau luasnya sekitar 142.482 Ha. Dan tahun 1997 menunjukkan penurunan yang tidak jauh berbeda di bandingkan tahun 1996, hanya menurun sekitar 0.18% atau menjadi 142.222 Ha.
Pada tahun 1999-2004 perkembangan luas areal perkebunan teh Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 1,85%. Dimana tahun 2000 luas areal perkebunan teh sekitar 153.675 Ha atau hanya sekitar 2,02% kemudian mengalami penurunan pada tahun 2001 menjadi 150.872 Ha atau turun sebesar 1,82%. Untuk tahun 2002 luas areal perkebunan teh menurun, namun penurunan tersebut masih cukup kecil yaitu hanya sebesar 0,11% atau luasnya menjadi 150.707 Ha. Pada tahun 2003 luas areal perkebunan teh mengalami penurunan hingga sebesar 4,71% atau luasnya menjadi 143.604 Ha, begitu pula pada tahun 2004 jumlah luas areal perkebunan teh tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2003 hanya menunjukkan penurunan sebesar 0,58% atau mencapai 142.765 Ha.
5.1.3 Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia
Perkembangan produktifitas teh Indonesia selama sepuluh tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan positif. Pada tahun 1995 produktifitas teh Indonesia sebesar 1,010 ton/Ha dan tahun 1996 produktifitas teh Indonesia mengalami peningkatan hingga mencapai sekitar 1,189 ton/Ha atau sebesar 17,72%. Kemudian pada tahun 1997 produktifitas teh Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis dimana penurunannya mencapai 9,17% atau mencapai 1,189 ton/Ha. Produktifitas teh kembali menurun pada tahun 1998 yaitu sebesar 1,080 ton/Ha atau sekitar 1,67% sedangkan tahun 1999 produktifitas teh kembali mengalami penurunan yaitu turun sekitar 3,39% atau menjadi 1,026 ton/Ha.
Kemudian pada tahun 2000 produktifitas teh Indonesia meningkat sebesar 1,058 ton/Ha yaitu sekitar 3,12% dan pada tahun 2001 produktifitas teh kembali meningkat menjadi 1,106 ton/Ha dibandingkan dengan produktifitas teh tahun
sebelumnya atau naik sekitar 4,54%. Produktifitasnya kembali turun pada tahun 2002 sekitar 0,90% atau sebesar 1,096 ton/Ha. Namun tahun 2003 produktifitas teh Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,182 ton/Ha atau naik menjadi 7,85% dan tahun 2004 produktifitas teh kembali mengalami penurunan yaitu 1,154 ton/Ha atau turun sekitar 2,37%.
Tabel 6. Perkembangan Produktifitas Teh Indonesia Tahun 1995-2004 Tahun Produktifitas Teh
(ton/Ha) Pertumbuhan (%) 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 1,010 1,189 1,080 1,062 1,026 1,058 1,106 1,096 1,182 1,154 - 17,72 -9,17 -1,67 -3,39 3,12 4,54 -0,90 7,85 -2,37 Rataan 1,096 1,75 Sumber : BPS, 2005
5.2 Perkembangan Ekspor Teh Indonesia
5.2.1 Perkembangan Pangsa Pasar Ekspor Teh Indonesia di Dunia
Dari hasil produksi teh yang dihasilkan hanya sebagian kecil saja yang di pasarkan dalam negeri sedangkan sisanya sebagian besar di pasarkan ke luar negeri. Pasar produk teh Indonesia telah memasuki kelima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa. Dari kelima benua tersebut benua Asia yang merupakan pangsa pasar utama ekspor teh Indonesia.
Hingga sekarang ekspor teh Indonesia seluruhnya tidak kurang dari lima puluh negara tujuan. Penjualan ekspor komoditi teh ini di lakukan dengan tiga cara yaitu dengan auction on sample atau lelang, secara forward sales atau
penjualan di muka dan long term contrac. Sebagian besar teh Indonesia yang di
pasarkan di luar negeri di pasarkan melalui lelang (auction on sample) yang
berlangsung di Jakarta sejak tahun 1972, di mana pada tahun tersebut Jakarta sudah di akui sebagai salah satu pusat lelang dunia. Dalam lelang ini para pembeli melalui perwakilannya (buying agent) selalu hadir menyampaikan tawaran
harganya sesuai dengan yang di instruksikan oleh kliennya di luar negeri.
Pada tahun 2000 Indonesia menguasai pangsa pasar dunia dengan berhasil memperoleh 8% dari seluruh ekspor dunia. Jumlah ini menjadikan negara Indonesia menduduki urutan kelima setelah Sri Lanka, Kenya, China dan India yang masing-masing berhasil menguasai pasar sebesar 21%, 18%, 17% dan 15%. Masih rendahnya pangsa pasar ekspor teh Indonesia di dunia karena kurang tanggapnya para produsen dalam negeri untuk mencari pangsa pasar yang lebih luas.
Untuk tahun 2001 sampai tahun 2004 Indonesia masih menduduki peringkat lima besar dunia dalam hal ekspor teh, di bawah Sri Lanka yang mampu menduduki peringkat pertama, Kenya, China dan India pada urutan selanjutnya. Hal ini di karenakan empat negara yang lain juga berusaha untuk memperluas pasar ekspornya atau meskipun mengalami penurunan tetapi jumlahnya tidak cukup besar. Pada tahun 70-an Indonesia pernah menduduki peringkat ketiga dunia dalam hal ekspor teh, namun keempat negara tersebut berhasil meningkatkan produksi dan memperbesar ekspor tehnya, ini menyebabkan negara
kita tergeser menjadi urutan ke lima negara hingga sekarang (tahun 2004). Indonesia memang sudah sepantasnya menguasai pangsa pasar teh dunia mengingat potensi dan sumberdaya alam yang dimiliki negara Indonesia cukup mendukung untuk memproduksi teh yang lebih besar.
Tabel 7. Perkembangan Pangsa Pasar Ekspor Teh Indonesia di Dunia Tahun 2000-2004
Negara Pangsa Pasar Ekspor Teh di Dunia
2000 2001 2002 2003 2004 Argentina China India Indonesia Kenya Malawi Others Sri Lanka Uganda Vietnam 4% 17% 15% 8% 18% 3% 8% 21% 2% 4% 4% 18% 13% 7% 19% 3% 7% 21% 3% 5% 4% 18% 14% 8% 19% 3% 6% 20% 2% 6% 5% 19% 12% 7% 19% 3% 7% 21% 2% 5% 4% 18% 12% 7% 22% 4% 6% 19% 3% 5% Total 100% 100% 100% 100% 100% Sumber : BPS, 2005
5.2.2 Perkembangan Total Ekspor Teh Indonesia
Perkembangan ekspor teh Indonesia periode 1995-2004 cenderung mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun, demikian pula dalam hal nilai juga cenderung tidak stabil. Pada tahun 1995 volume ekspor Indonesia sebesar 79.227 ton dengan nilai sebesar US$ 87,719 juta. Sementara untuk tahun 1996 volume ekspor mengalami peningkatan hingga sebesar 28,15% atau menjadi 101.532 ton dengan nilai ekspornya sebesar US$ 112,342 juta. Selanjutnya pada tahun 1997 volume ekspor teh Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu sebesar 34,17% atau menjadi 66.843 ton dan secara otomatis nilai ekspor untuk
tahun tersebut jauh mengalami penurunan menjadi US$ 88,838 juta. Penurunan ekspor pada tahun tersebut disebabkan oleh berbagai hal antara lain pada tahun tersebut produksi teh Indonesia sedang mengalami penurunan sehingga jumlah yang di ekspor berkurang selain itu harga pasar teh di pasar Internasional pada tahun tersebut sedang mengalami penurunan.
Selanjutnya pada tahun 1998 volume ekspor teh Indonesia hanya sedikit mengalami kenaikan sekitar 0,56% atau volume ekspor menjadi 67.219 ton, namun nilai ekspornya meningkat sekitar US$ 113,207 juta. Pada tahun 1999 volume ekspor teh Indonesia kembali meningkat hingga mencapai yaitu sekitar 45,56% dibandingkan tahun sebelumnya atau volume ekspornya menjadi 97.847 ton, namun demikian nilai ekspornya justru mengalami penurunan hanya sekitar US$ 97,140 juta.
Pada tahun 2000 ekspor teh Indonesia kembali mengalami peningkatan yaitu 7,9% dibandingkan dengan volume ekspor tahun sebelumnya atau volume ekspornya menjadi 105.581 ton dengan nilai ekspornya menjadi US$ 112,106 juta. Tahun 2001 jumlah ekspor teh kembali mengalami penurunan sebesar 5,55% atau turun menjadi 99.721 ton dengan nilai ekspor menurun menjadi US$ 104.537 juta. Pada tahun 2002 volume ekspor sedikit meningkat yaitu sekitar 100.184 ton atau naik sekitar 0,46% dengan nilai ekspor yang mengalami penurunan hanya sebesar US$ 103,427 juta. Namun tahun 2003 volume ekspor teh mengalami penurunan 11,27% di bandingkan volume ekspor tahun sebelumnya atau menjadi sekitar 88.894 ton dengan nilai ekspor hanya US$ 95,97 juta. Dan tahun 2004 volume ekspor kembali meningkat sebesar 107.144 ton atau naik sekitar 20,53% dengan nilai ekspor menjadi US$ 112,524 juta.