• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Pembibitan Pemuliaan dan Capaian Pembibitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tujuan Pembibitan Pemuliaan dan Capaian Pembibitan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHASAN

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebagai suatu institusi yang menghasilkan benih kelapa sawit unggul mampu menjadi produsen dan penyalur benih kelapa sawit terbesar di Indonesia. Untuk konsumen yang ingin membeli langsung dalam bentuk bibit PPKS juga menyediakan penyaluran bibit kelapa sawit baik bibit pada pembibitan awal maupun bibit pada pembibitan utama yang unggul. Sebagai suatu pusat penelitian maka menjadi suatu kewajiban bagi PPKS untuk menghasilkan benih yang bermutu baik secara genetik, fisik, fisiologis dan bebas dari hama dan penyakit. Selain itu benih unggul yang telah dihasilkan harus dipelihara dan dirawat dengan baik untuk memenuhi permintaan konsumen peminat bibit kelapa sawit.

PPKS melakukan berbagai penelitian untuk menghasilkan benih kelapa sawit unggul. Dengan adanya divisi pemuliaan (Breeding) semua pokok kelapa sawit yang berpotensi untuk dikembangkan, diteliti untuk mendapatkan varietas baru yang bermutu. Pemuliaan tanaman dengan sistem RSS (Reciprocal Reccurent Selection) telah dilakukan dan berhasil menemukan varietas baru yang unggul. Persilangan-persilangan yang dilakukan para pemulia tanaman pada pokok-pokok terpilih dengan melalui proses penyerbukan, menghasilkan benih-benih kelapa sawit yang nantinya akan di tangkarkan di pembibitan khusus untuk pemuliaan dan percobaan.

Pembibitan di divisi pemuliaan dilakukan bukan untuk keperluan komersil, pembibitan ini dimaksudkan untuk menangkarkan benih hasil pemuliaan dengan melihat perkembangan dan pertumbuhannya apakah sesuai dengan karakter varietas yang diinginkan atau tidak. Selain itu pembibitan ini juga dimaksudkan untuk seleksi pohon induk, pohon bapak dan pengujian progeni. Menurut Darmosarkoro et al. (2008) dalam pemeliharaan pembibitan pemuliaan identitas setiap persilangan sangat penting karena pencampuran persilangan akan menurunkan kemurnian genetik dan homogenitas suatu persilangan.

(2)

Tujuan Pembibitan Pemuliaan dan Capaian Pembibitan

Pembibitan pemuliaan bertujuan menghasilkan bibit-bibit hasil pemuliaan yang baik, jagur, identitas varietas yang jelas dan keseragaman yang baik. Pembibitan pemuliaan telah mampu menyediakan bibit-bibit terseleksi yang ketat yang nantinya akan digunakan sebagai pohon induk, pohon bapak dan bibit yang dipelihara khusus untuk pengujian progeni. Dengan luasan 1.5 ha pembibitan pemuliaan memelihara bibit-bibit pada pembibitan awal maupun pembibitan akhir secara teliti dan baik agar karakter fenotip maupun genotip terpelihara dengan baik. Selain pemeliharaan bibit-bibit hasil pemuliaan, pembibitan pemuliaan juga memelihara bibit hasil introduksi dari Negara asalnya. Introduksi dilakukan untuk melihat pertumbuhan bibitnya secara vegetatif dan generatif. Selain itu bibit hasil introduksi ini diteliti keunggulanya di pembibitan. Jika ditemukan keunggulannya maka beberapa sifat unggul tersebut dapat digunakan sebagai pohon percobaan persilangan.

Permasalahan Pembibitan Pemuliaan Jumlah tenaga kerja pada kegiatan tertentu

Pada pembibitan, tenaga kerja sangat diperlukan untuk memelihara dan menjaga bibit agar tumbuh maksimal. Bibit yang sehat sangat penting apalagi untuk keperluan penelitian. Jumlah tenaga kerja yang memadai dan efisien akan menyebabkan bibit terawat dan terkontrol dengan baik. Pada pembibitan pemuliaan keperluan tenaga harus disesuaikan dengan kebutuhan. Penambahan jumlah tenaga kerja bisa dilakukan pada masa penanaman (transplanting pembibitan awal ke pembibitan utama) dan pemusnahan bibit.

1. Saat transplanting

Pada masa transplanting tenaga kerja terfokus pada usaha mengejar waktu pananaman agar tepat waktu sehingga pekerjaan lainnya kurang terkontrol seperti penyiraman bibit, pembersihan alang-alang dan pemupukan. Penundaan penanaman menyebabkan bibit yang ditanam menjadi menumpuk dan perlu tenaga kerja yang cukup banyak. Persiapan areal untuk pembibitan utama harus

(3)

dilaksanakan secepat mungkin agar lahan siap dengan tepat waktu. Pengisian media tanam pada polibeg harus dilakukan minimal dua minggu sebelum tanam. Polibeg diisi sesuai dengan jumlah bibit yang akan ditanam. Pada proses pengisian polibeg pekerja harus dengan cepat mengisi polibeg agar siap untuk digunakan pada waktu penanaman. Penundaan penanaman akibat menunggu lahan yang siap untuk digunakan, menyebabkan banyaknya bibit yang akan ditanam lewat umur baik pada pembibitan awal maupun pembibitan utama. Penanaman bibit yang lewat umur menyulitkan pekerja, karena tanaman sudah tinggi dan memiliki akar yang besar dan banyak. Pembuatan lubang tanam harus besar agar tanaman tersebut kuat menancap dan tegak sehingga ketika angin kencang bibit tidak jatuh atau miring. Proses transplanting memerlukan banyak tenaga kerja, sehingga pelaksanaan kerjanya harus efektif dan efisien agar semua pekerjaan dapat terlaksana dan bibit terawat dengan baik.

3. Saat pemusnahan bibit

Pada waktu pemusnahan banyak pekerjaan yang harus dilakukan sehingga tenaga kerja banyak terpakai pada kegiatan ini. Pemusnahan dilakukan untuk bibit yang sudah tidak digunakan lagi agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Pemusnahan terbagi menjadi beberapa pekerjaan seperti pemotongan, pencincangan, pengumpulan sampah-sampah dan pembakaran. Beberapa pekerjaan tersebut memerlukan tenaga kerja yang banyak sehingga kegiatan lain bisa terabaikan. Pada saat pemotongan semua pekerja ikut melaksanakan dan dibagi secara berpasangan. Satu orang memotong dan satu orang membawa hasil potongan dan mengumpulkannya pada satu tempat. Pemusnahan harus segera dilakukan agar lahan yang akan digunakan siap untuk penanaman selanjutnya. Kurangnya lahan

Ketersediaaan lahan merupakan faktor yang penting dalam suatu pembibitan agar bibit yang dirawat dan dipelihara dapat ditanam sesuai waktu dan umur bibit. Lahan yang cukup tidak akan menyebabkan penundaan penanaman yang akan menyebabkan sulitnya melakukan penananaman. Penanaman bibit lewat umur menyebabkan pemborosan tenaga kerja sehingga pekerjaan lain terabaikan. Tersedianya lahan yang cukup menyebabkan perencanaan persiapan

(4)

areal penanaman menjadi mudah untuk dilakukan. Pada pembibitan pemuliaan kondisi persiapan lahan tidak seperti pembibitan komersil yang menuntut ketepatan persiapan dengan waktu penanaman. Pembibitan pemuliaan diproyeksikan untuk keperluan penelitian seperti pengujian pohon induk (Dura), pohon bapak (Psifera) dan pengujian progeni. Pengujian tersebut terkadang memerlukan waktu yang lama sehingga menyebabkan sulitnya merencanakan areal yang bisa digunakan untuk keperluan penelitian lainnya secara pasti. Areal pembibitan yang telah dipenuhi oleh bibit kelapa sawit tidak secara langsung dapat dipindahkan dan diganti dengan bibit baru sebelum penelitian dan penggunaan bibit tersebut selesai. Hal ini yang menyebabkan lahan untuk bibit baru yang akan ditanam tidak tersedia pada waktunya.

Keterlambatan datangnya kebutuhan pembibitan

Penundaan penanaman dan pemeliharaan bibit dapat disebabkan oleh faktor lainnya seperti lambatnya penyediaan sarana penanaman. Misalnya pada saat penanaman, keterlambatan datangnya polibeg yang dibutuhkan menyebabkan tidak tersedianya wadah media tanam untuk dipersiapkan pada penanaman selanjutnya. Hal ini berdampak pada keterlambatan penanaman bibit. Selain itu permintaan akan pupuk dan pestisida juga sangat diperlukan dalam waktu yang tepat. Pemupukan harus dilakukan tapat waktu saat bibit benar-benar membutuhkan pupuk tersebut. Keterlambatan pemupukan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bibit. Penggunaan pestisida harus tepat waktu agar ledakan populasi hama tidak mengganggu pertanaman bibit. Keterlambatan aplikasi pestisida dapat meneyebabkan serangan hama melewati batas ambang ekonomi sehingga bibit menjadi rusak dan mati.

Kemarau panjang

Kemarau panjang menyebabkan ketersediaan air untuk pertanaman bibit menjadi kurang. Bibit kelapa sawit memerlukan air yang cukup apalagi jika tanaman masih muda. Kemarau panjang menyebabkan sungai menjadi kering sehingga pompa air tidak mampu menarik air dari sungai dan menyalurkannya ke pipa-pipa penyiraman. Kesulitan pada masa kemarau panjang menyebabkan bibit sedikit mendapatkan air sehingga banyak bibit yang mengalami stress.

(5)

Penggunaan sistem irigasi yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan pada masa kemarau panjang agar tidak terjadi pemborosan air. Pertumbuhan menyimpang dari pertanaman yang diteliti bisa juga disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kekeringan ini.

Serangan hama

Serangan hama pada pembibitan akan selalu ada setiap waktu. Tindakan preventif sangat diperlukan untuk mengurangi populasi serangan hama. Hama yang menyerang pembibitan apabila sudah melewati ambang ekonomi harus dilakukan secepat mungkin agar kerugian dapat dihindari. Serangan hama seperti semut, tikus, belalang dll (pada pembibitan awal) harus diatasi agar tidak mengurangi jumlah populasi tanaman yang diteliti begitu juga hama pada pembibitan utama (belalang, apogonia, dll). Hama selalu menjadi masalah disetiap pembibitan kelapa sawit. Penanganan yang tepat dan penggunaan pestisida yang sesuai dengan waktu, dosis, cara akan mengurangi populasi hama bahkan mampu menghilangkannya.

Keselamatan kerja

Keselamatan pekerja harus juga diperhatikan agar setiap pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan dengan aman. Penggunaan perlatan yang lengkap (jaket, kacamata, masker, sepatu bot, sarung tangan, dll) pada saat penyemprotan pestisida dan herbisida sangat perlu dilakukan agar tidak terjadi kecelakaan kerja pada saat penyemprotan. Bahan kimia yang terkandung dalam pestisida maupun herbisida dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Kebanyakan banyak pekerja tidak memperhatikan hal-hal tersebut, padahal itu sangat penting untuk diperhatikan. Penyediaan kebutuhan perlengkapan keselamatan harus disediakan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit agar pekerjaan penyemprotan dapat dilkukan dengan aman.

Bibit lewat umur

Bibit lewat umur merupakan salah satu masalah yang dihadapi para pekerja pembibitan pemuliaan. Bibit ini cukup mempersulit para pekerja melakukan transplanting baik pada pemindahan ke pembibitan utama maupun

(6)

penanaman di lapang. Bibit yang jagur sangat menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman di lapangan. Areal yang tanamannya berasal dari bibit unggul yang jagur dan homogen umumnya mempunyai produktivitas yang tinggi jika dikelola dengan baik (Darlan et al., 2005). Hal ini berbeda dengan areal yang tanamannnya berasal dari bibit yang heterogen pertumbuhannya, biasanya tidak akan berproduksi secara optimal (Darmosarkoro et al., 2008). Bibit lewat umur diakibatkan oleh keterlambatan penyiapan lahan selain itu untuk beberapa pemilik kebun sengaja menggunakan bibit tua untuk tanaman pinggir karena bibit tua lebih rentan terhadap serangan tikus landak maupun hama lainnya (Darlan et al. ,2005). Bibit tua adalah bibit yang mempunyai sifat yang kurang menguntungkan dalam penggunaanya terutama pada tahap awal transplanting. Menurut Darlan et. al. (2005) sifat-sifat bibit lewat umur adalah : 1). Sekumpulan akarnya menggulung rapat di polibeg, 2). Bonggol batang sudah membesar, 3). Bibit sudah tinggi, 4). Peka terhadap cekaman kekeringan dan 5). Seleksi bibit yang rusak dan diserang penyakit sulit dilakukan.

Seleksi Bibit

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebagai penghasil dan penyalur kecambah dan bibit dituntut untuk selalu menghasilkan kecambah dan bibit yang berkualitas. Kemurnian genetik dan kesehatan kecambah dan bibit harus terjaga dengan baik agar konsumen merasa puas. Kegiatan yang selalu harus dilakukan agar kecambah dan bibit bermutu baik adalah seleksi. Seleksi dilaksanakan secara bertahap dan terus menerus untuk menghindari tercampurnya kecambah dan bibit yang tidak normal (Darmosarkoro et al., 2008). Kegiatan seleksi di Pusat Penelitan Kelapa Sawit telah dilakukan sejak produksi benih menjadi kecambah. Seleksi ini dilakukan agar konsumen yang menginginkan pembelian dalam bentuk kecambah mendapatkan kecambah kelapa sawit yang berkualitas. Bagi konsumen yang menginginkan pembelian dalam bentuk bibit seleksi telah dilakukan berulang-ulang pada bibit sehingga kekhawatiran mendapatkan bibit yang tidak normal dapat dihindari.

Seleksi bibit di Pusat Penelitian Kelapa sawit dilakukan dengan cermat dan ketat. Kemungkinan terangkutnya bibit abnormal sangat kecil. Seleksi

(7)

dilakukan bertahap dengan seleksi tiga kali pada pembibitan awal dan tiga kali seleksi di pembibitan utama. Kesalahan para petugas seleksi pada pembibitan diakibatkan kurangnya pengertian petugas pembibitan akan symtom (tanda-tanda) bibit abnormal (Lubis, 2008). Menurut Lubis (2008) symtom bibit abnormal pada pembibitan awal dan pembibitan utama adalah :

Pembibitan awal

1. Bibit yang pertumbuhannya terlambat. Pada umur 3 bulan bibit harus sudah memiliki 3-4 helai daun dan 2- 3 daun muda yang belum sempurna terbentuk. 2. Anak daun memanjang dan sempit.

3. Anak daun bergulung. 4. Anak daun menguncup. 5. Anak daun mengkerut. 6. Bibit kerdil.

7. Bibit tumbuh meninggi. 8. Bibit terputar.

9. Terserang berat hama/penyakit. Pembibitan utama

1. Bibit memanjang dan kaku melebihi rata-rata. Sudut antara pelepah daun dan batang tajam.

2. Bibit bermahkota rata. Hal ini terjadi karena daun muda lebih pendek dari daun tua sehingga dari atas kelihatan rata.

3. Bibit yang daunnya terkulai atau merunduk.

4. Bibit yang daunnya tidak membelah menjadi bentuk pinnate. 5. Bibit yang petumbuhan anak daunnya abnormal seperti :

• Bersudut tajam dengan rachis. • Anak daun sempit.

• Anak daun bergulung. • Anak daun pendek.

• Jarak kedudukan anak daun (Internode) pendek. Atau anak daun tersusun rapat.

(8)

• Internode panjang atau jarang-jarang.

6. Bibit rusak berat karena hama, penyakit atau sebab lainnya (apogonia, penyakit tajuk dan lain-lain)

Seleksi bibit yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik pula di lapangan. Seleksi bibit yang terakhir sangat menetukan sekali karena sesudah ditanam akan sukar sekali menandainya. Setelah 6 – 12 bulan ditanam di lapangan barulah jelas dibedakan dari yang normal (Lubis, 2008).

Seleksi bibit Cameroon

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh pembibitan terutama pada pembibitan pemuliaan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit adalah meneliti dan mengembangkan tanaman introduksi dari Negara asalnya untuk diambil sifat unggulnya sebagai bahan persilangan untuk mendapatkan varietas baru. Baru-baru ini PPKS mendapatkan tanaman baru hasil introduksi yakni jenis Cameroon. Jenis ini didatangkan langsung dari Negara asalnya yakni Kamerun. PPKS bekerja sama dengan perusahaan benih kelapa sawit lainnya untuk mengembangkan jenis tersebut di Indonesia. Data dan informasi yang kurang dari varietas ini menyebabkan pengamatan terhadap varietas ini sangat intensif dilaksanakan. Dari pengamatan jenis Cameroon ini didapat karakter vegetatif dan generatif yang berbeda dengan jenis lainnya pada beberapa karakter. Misalnya pada pertumbuhan vegetatif jenis Cameroon memiliki pertumbuhan vegetatif yang baik dari pertumbuhan pelepah daun, diameter dan tinggi. Khusus pada pertumbuhan meninggi jenis Cameroon ini sangat cepat dengan tingkat keseragaman di pembibitan yang sangat baik. Pada karakter generatif jenis Cameroon sangat cepat menghasilkan bunga. Pada umur 8 bulan di pembibitan awal jenis ini sudah menghasilkan tandan bunga pada beberapa tanaman. Pada jenis lain di pertanaman bibit kelapa sawit umumnya mulai berbunga pada umur 12 – 14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2,5 tahun (Lubis, 2008). Tanaman jenis Cameroon ini didatangkan dalam dua jenis tanaman yakni Dura dan Tenera. Selain itu terdapat beberapa persilangan yang ditandai dengan Bag Code. Tanda ini dimaksudkan untuk mengelompokan setiap persilangan yang ada pada seluruh pertanaman jenis Cameroon. Perawatan intensif disertai pengamatan yang

(9)

terus-menerus dilakukan pada jenis Cameroon tersebut termasuk kegiatan seleksi yang ketat. Hal ini dilakukan dengan maksud agar tanaman terawat dengan baik dan setiap fase pertumbuhannya tercatat dengan baik.

Seleksi dilakukan dengan ketat pada jenis Cameroon pada kelompok Dura maupun Tenera. Seleksi dilakukan sesuai standar yang berlaku yakni 2-3 kali pada pembibitan awal dan 3 kali pada pembibitan akhir (Darmosarkoro et al., 2008). Pada seleksi pembibitan awal tanaman yang dipastikan abnormal di afkir dan dimusnahkan dengan terlebih dahulu dicatat agar diketahui seberapa besar tingkat abnormalitasnya. Begitu pula pada pembibitan utama seleksi dilakukan dengan ketat dengan melakukan perlakuan yang sama dengan pada pembibitan awal yakni memusnahkan dan mencatat setiap tanaman yang diafkir. Seleksi dimaksudkan untuk membuang bibit-bibit abnormal agar tidak tercampur dengan bibit normal. Seleksi jenis Cameroon di Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah memasuki tahap seleksi di pembibitan utama. Seleksi tahap pertama telah dilakukan saat bibit berumur enam bulan dan menghasilkan data seleksi bibit abnormal yang dapat menjadi penunjang untuk seleksi tahap berikutnya. Pada seleksi tahap pertama hanya diketahui jumlah tanaman abnormal dari jenis Dura maupun Tenera tanpa diketahui persentasi jenis abnormal yang banyak terjadi pada pertanaman. Seleksi tahap kedua dilakukan saat tanaman berumur delapan bulan. Pada seleksi tahap kedua ini data seleksi pertama digunakan untuk menjadi penunjuk letak persilangan mana yang memiliki tanaman abnormal untuk diperiksa apakah masih abnormal atau pulih. Selain itu pemeriksaan dilakukan kembali pada setiap kelompok pertanaman yang memungkinkan ditemukannya tanaman abnormal baru. Pada seleksi tahap kedua setiap tanaman yang abnormal dilihat untuk diklasifikasikan termasuk jenis abnormal apa tanaman tersebut. Hasil dari pengamatan seleksi kedua dihitung untuk mencari persentase jenis abnormalitas yang banyak didapat pada tiap persilangan pertanaman dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan persilangan terbaik. Tanaman kelapa sawit yang terseleksi abnormalitas pada seleksi tahap kedua belum benar-benar menunjukan ciri-ciri tanaman abnormal, karena pada perkembangannya akan didapat bibit yang mengalami pemulihan pada jenis abnormalitas tertentu.

(10)

Tipe DxD jenis Cameroon di pembibitan utama pemuliaan memiliki jumlah tanaman yang lebih banyak dibandingkan tipe TxT. Hal ini menyebabkan Tipe DxD pada jenis Cameroon memiliki tingkat abnormalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe TxT. Tipe DxD dilakukan pengujian karena tipe ini yang akan diproyeksikan sebagai pohon Bapak (Pisifera) untuk diambil tepung sarinya sebagai penyerbuk pohon induk (Dura) yang akan menghasilkan tandan sawit sebagai penghasil benih (Lubis, 2008).Hasil seleksi kedua bukan merupakan hasil dari kegiatan seleksi, karena seleksi tahap ketigalah yang merupakan akhir dari seleksi di pembibitan. Data dan hasil dari seleksi tahap kedua ini dijadikan sebagai acuan melakukan seleksi tahap tiga.

Pada perkembangan bibit sampai berumur 12 bulan di pembibitan utama abnormalitas baru akan tampak dengan jelas dan pasti. Akan tetapi, pada beberapa kasus abnormalitas baru terlihat setelah bibit ditanam di lapangan (Darmosarkoro et al., 2008 ). Tinggi rendahnya hasil seleksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi kualitas kecambah, pemeliharaan di pembibitan dan intensitas seleksi sendiri (Soebagyo, 1997). Angka seleksi pada umumnya tertinggi pada seleksi pertama dan menurun pada seleksi kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan yang intensif pada bibit abnormal sehingga bibit mengalami pemulihan. Akan tetapi hal ini tidak selalu tepat karena terkadang seleksi kedua dan ketigalah yang menghasilkan angka seleksi tertinggi apalagi jika terjadi ledakan serangan hama yang menimbulkan abnormalitas bibit.

Jenis-Jenis Abnormalitas

Timbulnya pohon abnormal dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan. Abnormalitas yang disebabkan oleh faktor genetis bersifat menetap dan diturunkan kepada generasi selanjutnya dan sulit untuk diperbaiki. Sedangkan abnormalitas yang disebabkan oleh faktor lingkungan bersifat sementara dan bisa diperbaiki (Fauzy et al., 1999). Kedua faktor tersebut pada beberapa kasus berinteraksi pada suatu bibit kelapa sawit. Sehingga bibit tersebut memiliki abnormalitas hasil interaksi dari kedua faktor tersebut.

(11)

1. Abnormalitas pada pembibitan awal a. Daun seperti rumput (Grass leaf)

Bibit kelapa sawit pada pembibitan awal dengan bentuk daun seperti lalang atau rumput. Ukuran daun sempit sedangkan panjangnya normal. Gejala ini agak jarang ditemui.Abnormalitas ini disebabkan oleh faktor genetis. Bibit ini harus dimusnahkan karena sampai sekarang tehnik pengendaliannya belum ada.Dapat dilihat pada Lampiran 3.

b. Daun bergulung (Rolled leaf)

Bibit kelapa sawit dengan daun yang menggulung (melingkar), tumbuh tidak semestinya ke atas dan ke samping sehingga dapat dibedakan dengan mudah. Penyebab daun menggulung adalah faktor genetis, serangan hama kutu atau keracunan herbisida. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemotongan daun pertama yang menggulung apabila tidak berhasil maka bibit dapat langsung dimusnahkan.

c. Daun berputar (Twisted Leaf)

Bibit ini ditemukan pada pembibitan awal . Bibit memiliki daun yang tumbuhnya berputar, jumlah daun lebih kecil dari dibandingkan bibit seumur lainnya. Biasanya bonggol tidak terlihat pada tanah. Abnormalitas ini disebabkan oleh kesalahan kultur teknis, yaitu penanaman kecambah dengan posisi plumula atau kecamabah terlalu pendek sehingga tidak bisa dibedakan mana plumula dan radikula. Pengendaliannya dapat dengan menghindari penanaman kecambah yang panjangnya kurang dari 0,5 cm.

d. Daun tidak membuka (Collante)

Bibit ini memiliki daun tidak membuka seakan-akan tumbuh seperti daun bawang, dan berwarna hijau gelap. Kemungkinan besar daun tidak dapat kembali normal. Penyebab hal ini adalah aplikasi pestisida yang mengenai titik tumbuh pada saat di perkecambahan atau pembibitan, atau akibat serangan hama.

(12)

e. Daun berkerut (Crinkled leaf)

Permukaan helai daun berkerut dan rapuh jika diremas. Pertumbuhan bibit tertekan, tanaman lebih pendek dan bonggol lebih kecil dibandingkan bibit normal sedangkan jumlah daun tetap normal. Daun berkerut bisa disebabkan oleh defisiensi boron. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan pemberian unsur hara boron dengan dosis 1 g borax/liter air setiap 100 bibit. Aplikasikan dengan cara menyemprotnya. Waktu aplikasi adalah 1 minggu sekali sampai bibit kelihatan normal.

f. Daun dengan strip kuning (Chimera)

Bibit ini memiliki daun yang bergaris putih kekuningan seperti pita yang umumnya disebut sebagai daun bule. Hal ini menunjukan tidak adanya klorofil daun pada jaringan tersebut. Abnormalitas ini terjadi karena faktor genetis yang berkaitan dengan ketidakseimbangan hara, tetapi bukan defisiensi atau keracunan. Umumnya ratio K;N sangat besar yaitu lebih dari 1% tetapi kurang dari 2,5%. Pengendalian dapat dilakukan dengan meneliti sumber persilangan dan menambah pupuk K sebesar 5 g MOP/bibit (1 bulan sekali) atau menunda pemupukan N. 2. Abnormalitas pada pembibitan utama

a. Penyakit tajuk (Crown disease)

Bibit ini memiliki gejala jaringan daun membusuk, lidi bengkok, dan pelepah bagian tengah bengkok. Gejala ini muncul pada saat daun muda keluar dari pupus. Penyebabnya adalah faktor genetis yaitu adanya gen ressesif homozygot dari hasil persilangan kedua tetua terhadap turunannya. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan perlakuan pemupukan, penyiraman, dan kegiatan kultur teknis lainnya. Perbaikan persilangan dan pengujian ulang juga bisa digunakan. Dapat dilihat pada Lampiran 3.

b. Anak daun sempit (Narrow pinnate)

Anak daun kelihatan sempit memanjang seperti helaian daun alang-alang. Penyebabnya yakni faktor genetis dan kekurangan unsur nitrogen dan fosfor. Pengendalian dapat dilakukan dengan pemberian ekstra hara N dan P sebanyak 5

(13)

g urea per minggu sekali dan 5 g SP 36 dalam tiga bulan sekali. Apabila tidak menunjukan perubahan maka bibit harus dimusnahkan.

c. Kerdil (Stunted)

Tinggi bibit lebih kecil dari bibit lainnya yang seumuran. Anak daun terlambat pecah, jumlah anak daun labih sedikit dari bibit seumurnya, pelepahnya pendek. Penyebabnya adalah faktor genetis berupa terhambatnya pertumbuhan akar yang mengakibatkan gangguan penyerapan unsur hara. Faktor sekunder berupa serangan kutu daun.

d. Bibit tegak (Sterile/baren)

Pertumbuhan anak daun dan pelepah tegak, seakan-akan lebih menguncup dibandingkan dengan bibit normal. Penyebabnya adalah faktor genetis. Terlambatnya pemindahan bibit ke lapangan. Pengendalian dapat dilakukan dengan penjarangan pada bibit yang terlambat pindah, pemusnahan lebih baik dilakukan pada bibit ini.

e. Pertumbuhan terhambat

Ditandai dengan bibit tumbuh pendek dengan anak daun yang tidak membuka, pelepah bagian bawah menguncup. Penyebabnya adalah bibit ditanam terlalu dalam dan penyiraman yang kurang. Pengendalian dapat dilakukan dengan membuang sebagian tanah sampai sebatas pelepah daun bagian bawah atau sebatas leher akar bagian atas. Lakukan penyiraman secara teratur dan merata. f. Anak daun tidak membuka (Juvenile leaflet)

Pada bibit ini anak daun belum membuka walaupun bibit telah berumur 11 bulan. penyebabnya adalah pertumbuhan yang terhambat bisa dikatakan faktor genetis jika anak daun belum membuka walaupun bibit telah berumur 11 bulan. perawatan intensif pada bibit yang terhambat pertumbuhannya. Telusuri sumber induk persilangan dan hentikan persilangan jika bibit abnormal persilangan tersebut lebih dari 10 %.

(14)

g. Pelepah memendek (Top flat leaf)

Warna daun terlihat normal, kecuali adanya karat pada daun muda. Pertumbuhan daun muda terlihat lebih pendek dibanding daun yang lebih tua. Akibatnya bagian atas bibit terlihat rata. Penyebabnya adalah kekurangan unsur hara boron. Pengendalian dapat dilakukan dengan pemberian ekstra boron dengan dosis 2 g/liter untuk 100 bibit apabila tidak juga pulih bibit bisa untuk dimusnahkan.

h. Anak daun rapat (Short internode)

Jarak antara anak daun pada pelepah lebih pendek dibandingkan dengan daun normal, sehingga daun terlihat rapat. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik. i. Anak daun jarang (Wide internode)

Jarak antar anak daun pada pelepah lebih lebar dari dibandingkan dengan daun normal, sehingga daun terlihat jarang. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik.

j. Etiolasi

Pada etiolasi salah satu atau beberapa pelepah tegak dan memiliki jarak atara anak daun yang lebar. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan keterlambatan pemindahan tanaman pada pembibitan awal maupun pembibitan utama.

Jenis abnormalitas yang banyak muncul di pembibitan Cameroon tipe DxD adalah jenis bibit tegak sterile/barren dan bibit yang pertumbuhannya terhambat. Banyaknya bibit tegak ini diakibatkan oleh faktor genetik tanaman dan faktor lingkungan akibat pemeliharaan dan pemindahan yang lambat. Pada bibit Cameroon faktor ini disebabkan oleh faktor genetik yang diturunkan dari tetua tanaman tersebut dan bersifat menetap atau tidak dapat disembuhkan. Beberapa persilangan juga dapat menghasilkan bibit yang berpotensi membawa karakter bibit tegak. Persilangan yang selalu menghasilkan persentase bibit tegak yang tinggi harus segera dihentikan yang berarti persilangan tersebut membawa dampak yang merugikan. Untuk pertumbuhan bibit yang terhambat disebabkan

(15)

oleh pemeliharaan yang kurang maksimal seperti kurang pemupukan, penyiraman, bibit tercabut dan bibit bersaing dengan gulma. Bibit yang terhambat dapat disembuhkan dengan perlakuan khusus sampai bibit tersebut pulih.

Pada Cameroon tipe TxT jenis abnormalitas yang tertinggi adalah jenis etiolasi dan penyakit tajauk (crown desease). Etiolasi disebabkan karena genetik dan keterlambatan pemindahan bibit. Pada etiolasi satu atau beberapa pelepah meninggi dengan anak daun yang jarang. Untuk penyakit tajuk (crown desease) penyebabnya adalah faktor genetis yaitu adanya gen ressesif homozygot dari hasil persilangan kedua tetua terhadap turunannya. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan perlakuan pemupukan, penyiraman, dan kegiatan kultur teknis lainnya. Perbaikan persilangan dan pengujian ulang juga bisa digunakan.

Pengaruh Ukuran dan Jenis Polibeg Terhadap Keragaan Tumbuh dan Efisiensi

Wadah media yang umum digunakan dalam budidaya tanaman adalah polibeg. Kebanyakan polibeg yang digunakan adalah polibeg berwarna hitam, warna hitam digunakan agar polibeg tidak ditumbuhi lumut. Ukuran polibeg bermacam-macam disesuaikan dengan jenis dan umur tanaman. Penentuan ukuran polibeg disesuaikan dengan jenis tanaman untuk perkembangan akar, agar nutrisi yang diberikan dapat diserap oleh akar dengan optimal. (Zulfitri, 2005). Kualitas tanaman yang menggunakan polibeg tidak berbeda jauh dengan yang ada di lahan, begitu pula mutu produk. Bertanam di polibeg merupakan alternatif pemecahan masalah bila kita tidak memiliki lahan yang luas dan menginginkan efisiensi dalam beberapa hal seperti modal, tenaga, dan waktu (Rahman, 2008).

Keuntungan penggunaan polibeg menurut Zulfitri (2005), antara lain komposisi media dapat diatur, efisien dalam penyiraman dan pemupukan, tanaman dapat dipindah-pindah, pertumbuhan gulma dapat dikendalikan dan tidak memerlukan lahan yang luas, serta nutrisi yang diberikan dapat diserap oleh akar secara optimal.

Menurut Rahman (2008), keuntungan pemakaian polibeg adalah : • Biaya lebih murah untuk pembelian polibeg dibandingkan pot • Mudah dalam perawatan

(16)

• Pengontrolan/pengawasan per individu tanaman lebih jelas untuk pemeliharaan tanaman seperti serangan hama/penyakit, kekurangan unsur hara • Tanaman terhindar dari banjir, tertular hama / penyakit.

• Polibeg mampu di tambahkan bahan organik / pupuk kandang sesuai takaran • Menghemat ruang dan tempat penanaman

• Komposisi media tanam dapat diatur

• Nutrisi yang diberikan dapat langsung diserap akar tanaman • Dapat dibudidayakan tidak mengenal musim

• Sebagai Tanaman Obat dan Tanaman Hias di Pekarangan/Teras.

• Pada pembibitan kelapa sawit polibeg sangat baik untuk memudahkan perawatan dan distribusi bibit.

• Mempermudah seleksi bibit pada kelapa sawit. Sedangkan kerugiannya adalah :

• Polibeg mempunyai daya tahan terbatas ( maksimal 2-3 tahun) atau 2 - 3 kali pemakaian untuk media tanam

• Kurang cocok untuk usaha skala besar

• Produktivitas tidak masikmal dibandingkan pada lahan

• Media tanam akan terkuras / berkurang unsur organik dan media lainnya. • Berat jika dipindah ketempat yang jauh

Ditemukannya wadah media tanam plastik ini (polibeg) telah banyak membantu budidaya tanaman khusunya pada budidaya kelapa sawit. Polibeg menjadi suatu hal yang sangat penting bagi pembibitan kelapa sawit karena pertumbuhan dan perkembangan bibit berada dalam polibeg sampai umur 12 bulan. Bahkan bibit tersebut akan berada dalam polibeg sampai berumur lebih dari dua tahun apabila digunakan untuk keperluan penelitian. Polibeg juga mempermudah pemeliharaan bibit dan distribusi bibit dari satu tempat ke tempat lainnya. Bagi produsen penjual bibit seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit polibeg mempermudah penyaluran bibit bagi konsumen.

Ukuran polibeg pada beberapa tanaman termasuk kelapa sawit harus disesuaikan dengan umur tanaman. Pada kelapa sawit antara bibit pembibitan awal (3-4 bulan) dan pembibitan akhir (7-8 bulan) ukuran polibeg harus berbeda karena ukuran tanaman yang berbeda. Volume tanaman yang semakin besar dari

(17)

jumlah daun, pelepah, batang dan akar menyebabkan kekuatan suatu polibeg tidak mampu menampung tanaman tersebut walaupun tanaman masih dapat tumbuh dengan baik. Ukuran yang dipaksakan sampai pada batas tertentu menyebabkan pertumbuhan akan terhambat karena nutrisi yang diberikan kurang tersedia. Pertumbuhan akar yang seharusnya berkembang dengan baik akan terhambat karena ruang yang sempit. Akar yang tertekan menyebabkan serapan hara oleh akar semakin berkurang yang berimbas pada terhambatnya pertumbuhan tanaman.

Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan daun, batang baru dan akar. Apabila laju pembelahan sel dan perpanjangan serta pembentukan jaringan berjalan cepat, pertumbuhan batang daun dan akar juga akan berjalan cepat demikian juga sebaliknya, hal ini semua bergantung pada ketersediaan karbohidrat. Penggunaan ukuran polibeg yang berbeda mempengaruhi tinggi bibit tanaman kelapa sawit. Pengaruh peningkatan tinggi tanaman ini berkaitan dengan penambahannya jumlah dan ukuran sel. Laju pembelahan sel serta pembentukan jaringan sebanding dengan pertumbuhan batang, daun dan sistem perakarannya. Pertumbuhan tinggi tanaman menunjukan aktivitas pembesaran sel-sel yang tumbuh. Aktivitas ini menyebabkan terbentuknya sel-sel baru sehingga terjadi peningkatan tinggi tanaman (Zulfitri, 2005).

Penggunaan ukuran polibeg yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan akar bibit tanaman kelapa sawit. Hal ini diduga karena ukuran polibeg tersebut memberikan ruang tumbuh yang lebih luas sehingga pertumbuhan dan jelajah akar lebih luas, sehingga perakaran tenaman lebih leluasa menyerap unsur hara. Menurut Aminuddin dalam Zulfitri (2003) semakin besar wadah atau ukuran polibeg yang digunakan, jumlah media atau bobot media yang digunakan semakin banyak sehingga dapat membuat akar leluasa untuk berkembang. Selanjutnya Dia menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan media tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Kondisi media yang mampu menahan air serta kemampuan akar menyerap air dan mineral. Kondisi rambut akar yang tumbuh menyebar, yang artinya memberi ruang untuk menyediakan oksigen dan air hingga akhir pertumbuhan tanaman.

Penggunaan ukuran polibeg yang berbeda mempunyai pengaruh pada varietas tanaman terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tanaman kelapa sawit.

(18)

Varietas Simalungun memeiliki pertumbuhan vegetatif yang paling baik. Hal ini diduga karena sifat pertumbuhan dari masing-masing varietas tanaman yang berbeda sehingga baik secara visual maupun statistik peubah jumlah daun, tinggi dan diameter tanaman antara kedua varietas tampak sangat nyata. Kandungan unsur hara juga mempengaruhi vegetatif bibit kelapa sawit. Salah satu unsur tersebut adalah nitrogen (N) yang merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleat. Pada umumnya N diambil dari tanaman dalam bentuk ammonium (NH4+) dan Nitrat (NO3-) yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan atau pembentukan bagian vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman. Sedangkan unsur hara Kalium (K+) berperan dalam mengatur fisiologi tanaman, antara lain memacu pertumbuhan tanaman, mengurangi keguguran pada bunga dan buah (Lakitan, 1993).

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghadapi persaingan perlu adanya strategi karena dengan memiliki suatu strategi yang mempertimbangkan kondisi yang mungkin akan terjadi di masa mendatang,

jumlah individu yang sedikit), kehilangan jenis dari hutan alam akan sebanding dengan jumlah pohon yang ditebang dan yang rusak parah sebagai akibat pemanenan

kebijakan umum pengelolaan anggaran serta pembinaan pelaksanaan anggaran. Untuk melaksanakan tugas Bidang Anggaran mempunyai fungsi:. 1. ) penyusunan perencanaan dan

Berdasarkan simpulan hasil penelitian ini, direkomendasikan (1) Tujuan pokok dari sistem ini adalah untuk menghasilkan rancangan sistem penjualan pada toko mekar jaya

Penghentian prematur atas prosedur audit biasanya dilakukan auditor dalam melakukan pengauditan pada situasi dimana auditor dihadapi dengan tekanan untuk dapat menyelesaikan

PENGADILAN AGAMA PEKANBARU : 402072 : 0900 WILAYAH/PROVINSI SATUAN KERJA Tgl.. NERACA PERCOBAAN TINGKAT

school. Penerapan green school di SMPN 26 Surabaya merupakan bagian dari strategi pemasaran pendidikan yaitu place yang berarti tempat atau lingkungan. Karena tempat dan