• Tidak ada hasil yang ditemukan

SARKOFAGUS DI PURA PONJOK BATU DESA PACUNG, TEJAKULA, BULELENG, BALI SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SARKOFAGUS DI PURA PONJOK BATU DESA PACUNG, TEJAKULA, BULELENG, BALI SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SARKOFAGUS DI PURA PONJOK BATU DESA PACUNG,

TEJAKULA, BULELENG, BALI SEBAGAI SUMBER

BELAJAR SEJARAH DI SMA

Kadek Dwi Mahayoni, Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum, Ketut Sedana Arta, S.Pd., M.Pd Jurusan Pendidikan Sejarah

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

e-mail : {dwicrockwicx@ymail.com, Lpsendra@yahoo.co.id,

sedana.arta@gmail.com} @undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan sejarah keberadaan sarkofagus di Pura Ponjok Batu, (2) Mendeskripsikan unsur yang terdapat pada sarkofagus yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X, (3) Medeskripsikan strategi pembelajaran yang diterapkan dalam memanfaatkan sarkofagus sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tahap-tahap; (1) Teknik penentuan lokasi penelitian, penelitian ini berlokasi di Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, (2) Pendekatan kualitatif, (3) Teknik penentuan informan, yaitu purposive sampling dan snow ball, (4) Teknik pengumpulan data, observasi, wawancara, dan studi dokumen, (5) Teknik validasi data, triangulasi metode, dan triangulasi sumber dan teknik analisis data. Hasil penelitian menunjukkan sejarah keberadaan sarkofagus di Pura Ponjok Batu membuktikan di sekitar pura tersebut dulunya pernah dihuni oleh masyarakat yang menjadi pendukung budaya. Unsur-unsur yang terdapat pada sarkofagus yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA dapat dibagi menjadi dua yaitu unsur real (denotatif) dan hidden/konotatif. Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam memanfaatkan sarkofagus sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X berbasis Kurikulum 2013 adalah inquiri dan group investigation.

Kata kunci : Sejarah, Sarkofagus, Unsur-unsur, Sumber Belajar. Abstract

This study aims to (1) Describe the history of the existence of sarcophagus in the area of Ponjok Batu temple, (2) Describe the elements contained in sarcophagus that can be used as a source of learning in high school class X, (3) to describe learning strategies applied in utilizing sarcophagus as a source of learning history in high school class X. This research uses Qualitative Method with stages; (1) Techniques of determining the location of research, this research is located in Pacung Village, Tejakula District, Buleleng Regency, 2) The research approach used Qualitative approach, (3) Informant determination technique, is purposive sampling and snow ball, (4) Data collection technique, through observation, interview and document study, data validation technique, (5) method triangulation, and source triangulation and data analysis technique. The results showed that the history of the existence of sarcophagus in Ponjok Batu temple proved in the vicinity of the temple was once inhabited by people who became supporters of the sarcophagus culture. The elements contained in the sarcophagus that can be used as a source of history learning in the high school can be divided into two, namely the element of real and elements of meaning. The learning strategy applied in utilizing sarcophagus as a source of learning history in high school class X based Curriculum 2013 is enquiry and group investigation.

(2)

.

PENDAHULUAN

Buleleng merupakan salah satu kabupaten di Bali yang banyak meninggalkan sisa-sisa kehidupan pada masa megalitik yang dapat dijumpai sampai sekarang. Desa-desa yang masih memiliki peninggalan kebudayaan zaman megalitik khususnya sarkofagus yang berada di Desa Pacung.

Hal yang menjadi keunikan dan ketertarikan dalam melakukan penelitian tentang sarkofagus yang berada di Desa Pacung tepatnya di Pura Ponjok Batu adalah lokasi, proses ditemukannya, dan aspek-aspek yang terdapat dalam sarkofagus tersebut. Dipilihnya sarkofagus di Pura Ponjok Batu sebagai objek penelitian ini didasarkan pada lokasi, karena sarkofagus tersebut terdapat di areal Pura Ponjok Batu yang merupakan salah satu Pura Dang Kahyangan di Bali. Berdasarkan proses ditemukannya, sarkofagus ini ditemukan di areal Pura Ponjok Batu yang merupakan areal suci pada saat melakukan pemugaran pura. Sarkofagus adalah wadah kubur bagi orang-orang yang memiliki status sosial tinggi dalam masyarakat dan sarkofagus tergolong benda yang kotor (leteh). Uniknya sarkofagus ini sempat dibawa ke Pura Taman Sari Desa Kayu Putih tetapi setelah beberapa bulan diminta untuk mengembalikan sarkofagus tersebut ke tempat awal ditemukannya serta aspek-aspek yang dimiliki sarkofagus yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X.

Sarkofagus pada umumnya ditemukan di areal kuburan atau di tegalan para penduduk. Hal ini juga diungkapkan dalam disertasi yang ditulis oleh Kompiang (1977:23) bahwa, miniatur sarkofagus yang ditemukan di Dusun Jelungga, Desa Ularan, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, tepat ditemukan di ladang atau abian yang dimiliki oleh salah satu masyarakat yaitu Ketut Mastra. Berbeda halnya dengan sarkofagus yang ditemukan di Desa Pacung, tepatnya ditemukan di areal Pura Ponjok Batu dan tidak di ladang atau abian penduduk.

Kajian tentang sarkofagus sudah banyak dikaji, sebagaimana yang dilakukan

oleh Sutaba (1980) yang mengkaji tentang “Beberapa catatan tradisi megalitik di Bali”. Selain itu, I Wayan Sudiana (2013) yang mengkaji tentang “Identifikasi Keunikan Pura Gunung Kawi di Desa Pekraman Keliki, Gianyar, Bali Sebagai Sumber Pembelajaran IPS”. Kemudian Ni Komang Sukasih (2015), yang mengkaji “Peninggalan Sarkofagus dan Nekara di Desa Pakraman Manikliyu, Kintamani, Bangli, Bali (Studi Tentang Bentuk, Fungsi dan Potensinya Sebagai Media Pembelajaran Sejarah di SMA)”.

Peninggalan sarkofagus yang terdapat di Pura Ponjok Batu memiliki potensi apabila dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA. Keberadaan sarkofagus ini dapat dipakai alternatif bagi para guru SMA yang mengajarkan pelajaran sejarah khususnya untuk di kelas X semester ganjil berbasis Kurikulum 2013 yang termuat dalam Kompetensi Dasar (KD) 3.4 memahami hasil-hasil dan nilai-nilai budaya masyarakat pra aksara Indonesia dan pengaruhnya dalam kehidupan lingkungan terdekat, 4.4 menyajikan hasil-hasil dan nilai-nilai budaya masyarakat praaksara Indonesia dan pengaruhnya dalam kehidupan lingkungan terdekat dalam bentuk tulisan (Silabus Sejarah Kurikulum 2013).

Kochhar (2008:393) yang menyatakan bahwa guru sejarah memiliki peranan penting dalam keseluruhan proses pembelajaran sejarah. Seorang guru dapat memanfaatkan potensi sumber belajar yang ada disekitarnya, dengan tidak hanya berpatokan pada buku ajar yang didapatkan di sekolah saja. Menurut Widja (1989: 4-17) seorang guru sejarah yang profesional adalah guru sejarah yang memiliki ciri-ciri keahlian khusus dalam bidang pelajaran sejarah. Cara mengajar sejarah yang hanya berkisar di lingkungan kelas saja dan dengan materi dari buku-buku teks saja akan menyebabkan murid-murid terasing dari permasalahan masyarakat dan membawa konsekuensi perlunya guru sejarah mengembangkan apa yang sering disebut “history beyond the classroom” atau pelajaran sejarah di luar kelas.

(3)

Peninggalan-peninggalan megalitik dapat digunakan sebagai alternatif dalam proses belajar mengajar sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 yang menuntut agar pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik, yang menuntut agar peserta didik lebih aktif mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Pendekatan saintifik (scientific) disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat dipadukan dengan suatu proses ilmiah, karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titisan emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik (Daryanto, 2014:44).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengapa terdapat sarkofagus di Pura Ponjok Batu Desa Pacung, Kecamatan Tejakula?

2. Unsur-unsur apakah yang terdapat pada sarkofagus yang dapat dijadikan sumber belajar sejarah di SMA kelas X?

3. Strategi pembelajaran apakah yang diterapkan untuk memanfaatkan sarkofagus sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X berbasis Kurikulum 2013?

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui sejarah keberadaan sarkofagus yang terdapat di areal Pura Ponjok Batu Desa Pacung, Kecamatan Tejakula.

2. Untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat pada sarkofagus yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X.

3. Untuk mengetahui strategi pembelajaran yang diterapkan dalam memanfaatkan sarkofagus sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X berbasis Kurikulum 2013.

Adapun manfaatn penelitian adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasaan dalam menyusun sebuah karya tulis, dan dapat mengimplementasikan serta membandingkan teori-teori yang telah dipelajari dengan kenyataan di masyarakat, dan menambah pengetahuan mengenai keberadaan sarkofagus yang bercorak megalitik. 2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pihak-pihak berikut ini.

a. Peneliti, penelitian ini bermanfaat meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta keterampilan dalam menulis karya ilmiah. b. Masyarakat khususnya yang

berada di wilayah Pura Ponjok Batu Desa Pacung, untuk dapat mengetahui keberadaan dari sarkofagus yang merupakan warisan leluhur dan peninggalan sejarah yang dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah bagi peserta didik dan ikutserta melestarikannya.

c. Jurusan Pendidikan Sejarah, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan salah satu pengembangan mata kuliah yang materinya menyangkut peninggalan purbakala.

d. Peserta didik, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang lebih kongkrit bagi peserta didik.

e. Guru sejarah di SMA, penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan pengetahauan bagI guru sejarah khususnya yang mengajar di SMA kelas X dalam mengembangkan pembelajaran sejarah yang lebih aktif, kreatif, dan inovatif.

(4)

Sarkofagus, adalah peti jenasah yang

terbuat dari batu atau peti batu untuk menguburkan orang-orang yang berasal dari golongan tertentu (Sagimun, 1987:39). Penguburan jenasah dengan menggunakan wadah sarkofagus hampir ditemukan di daerah seluruh Bali dan penelitian terhadap sarkofagus telah dilakukan oleh R.P. Soejono tahun 1962-1977.

Sanjaya (2006) mengidentifikasikan sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis kurikulum adalah rancangan pendidikan yang member kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pengembangan kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang (Daryanto, 2014:1).

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar-mengajar, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan (Zain dan Djamarah, 2002: 5). Dalam pembelajaran sejarah perlu adanya strategi sebagai acuan dalam menerapkan pembelajaran. Menurut Widja (1989:4) perlu diperhatikan beberapa faktor penentu dalam menyusun strategi mengajar, seperti tujuan yang hendak dicapai, keadaan dan kemampuan siswa,

keadaan dan kemapuan guru, lingkungan masyarakat dan sekolah serta beberapa faktor lain yang bersifat khusus.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tahap-tahap; (1) Teknik penentuan lokasi penelitian, penelitian ini berlokasi di Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, (2) Teknik penentuan informan, penentuan informan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling dan snow ball, (3) Teknik pengumpulan data, melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen, (4) Teknik validasi data, triangulasi metode, dan triangulasi sumber, (5) Teknik analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengumpulan data dengan observasi dan wawancara yang dilaksanakan berkaitan dengan sejarah keberadaan sarkofagus yang terdapat di areal Pura Ponjok Batu Desa Pacung, unsur-unsur yang terdapat pada sarkofagus yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X dan strategi pembelajaran yang diterapkan dalam memanfaatkan sarkofagus sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X berbasis Kurikulum 2013 yaitu:

1. Sejarah Keberadaan Sarkofagus di Pura Ponjok Batu Desa Pacung

Proses Pemugaran Pura Ponjok Batu dilakukan oleh masyarakat Desa Pacung yang didampingi oleh pemangku pura dan kepala desa setempat yang berlangsung cukup lama karena diperlukannya banyak persiapan dan pemugaran kembali pura tersebut. Setelah beberapa waktu pemugaran berlangsung, pada awal tahun 1995 masyarakat yang sedang melakukan pemugaran Pura Ponjok Batu tersebut menemukan bongkahan batu besar di bagian selatan area pura. Pernyataan tersebut didukung oleh tokoh masyarakat sekaligus pegawai BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) yang bertugas merawat sarkofagus di Pura ponjok Batu yaitu Gede Wara (57th).

(5)

Sarkofagus ditemukan dengan keadaan yang retak pada bagian wadahnya dan dalam kondisi kosong, kemudian hancur pada bagian tutupnya serta ditemukan pula satu buah kendi kecil yang sudah hancur pula yang tidak dapat diperbaiki dan diteliti lebih dalam oleh arkeolog. Karena sarkofagus tersebut terdapat keretakan pada beberapa bagian sehingga pihak BPCB dan Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng memutuskan untuk melakukan perbaikan dengan cara merekatkan kembali sarkofagus yang retak dengan menggnakan lem yang berasal dari Thailand selama 1 bulan dan dilakukan di areal paling timur Pura Ponjok Batu. Selanjutnya sarkofagus tersebut dipindahkan dari Pura Ponjok Batu ke Pura Taman Sari yang berada di Desa Kayu Putih, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dengan alasan bahwa di Pura Taman Sari terdapat sarkofagus dalam jumlah yang banyak sehingga dibawalah sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu agar tempatnya dijadikan satu. Dalam proses pemindahannya dilakukan sangat sederhana tanpa adanya upacara khusus baik secara skala maupun niskala. Selama dalam kurun waktu 3 bulan sarkofagus tersebut tersimpan di Pura Taman Sari, akhirnya sarkofagus tersebut di bawa kembali ke Pura Ponjok Batu pada tahun 1995. Pemindahan kembali sarkofagus dari Pura Taman Sari ke Pura Ponjok Batu dikarenakan adanya pawisik (panggilan spiritual) yang dialami langsung oleh salah satu tokoh Desa Pacung yaitu Bapak Gede Arya.

Setelah sarkofagus dikembalikan dari Pura Taman Sari ke Pura Ponjok Batu, akhirnya dari pihak pemangku pura bersama pihak BPCB dan Dinas Kebudayaan bersepakat untuk meletakkan sarkofagus tersebut dibagian area pura paling timur yang merupakan lahan yang masih kosong dan pemugaran di Pura Ponjok Batu baru berakhir pada tahun 1996. Kemudian setelah proses pemugaran Pura Ponjok Batu berakhir dan dibuatkan tempat khusus yang sederhana dibagian depan pura yang merupakan bagian dari sisi pura (jaba sisi), akhirnya sarkofagus tersebut dipindahkan

dari bagian area timur ke area depan pura. Dipindahkannya sarkofagus tersebut dari area timur menjadi ke area depan pura dengan alasan bahwa agar mudah untuk menjaga dan merawat karena bagian timur pura tersebut adalah bagian paling belakang dari Pura Ponjok Batu. Sarkofagus tersebut diletakkan dibagian depan pura yang merupakan bagian dari sisi pura (jaba sisi) oleh pemangku pura beserta pihak dari Dinas Kebudayaan dan BPCB dengan alasan bahwa sarkofagus tersebut adalah benda leteh (kotor) karena merupakan tempat jenazah yang memang tidak tepat apabila diletakkan dibagian utama pura (jeroan) maupun dibagian tengah pura (jaba tengah), karena secara horizontal pura pada umumnya memiliki konsep Tri Mandala.

Sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu diyakini oleh masyarakat setempat adalah tempat peninggalan leluhur mereka dan diyakini bahwa sarkofagus tersebut adalah benda yang sakral yang patut untuk dirawat dan dijaga serta memberikan banten (sesaji) sebagai rasa hormat mereka terhadap leluhur. Pada saat sarkofagus ditemukan di Pura Ponjok Batu tidak dilaksanakan upacara atau persembahan banten (sesaji) dalam bentuk apapun. Namun masyarakat setempat mempercayai bahwa sarkofagus tersebut adalah peninggalan leluhur yang dianggap suci dan patut dijaga serta dihormati dengan cara menghaturkan banten (sesaji) berupa apapun boleh baik itu berupa canang sari, banten suci, dan rarapan. Pada saat dilakukan upacara pemindahan sekaligus peletakan pertama kali sarkofagus tersebut dari area timur pura ke area depan pura dilakukan upacara suci yang di laksanakan oleh para pemangku Pura Ponjok Batu dan almarhum Jro Mangku Gede Nyoman Darning selaku pemimpin dari upacara peletakan sarkofagus tersebut. Dibuatkannya banten suci pada saat piodalan Pura Ponjok Batu bertujuan untuk menghormati sarkofagus sebagai peninggalan leluhur yang ditemukan sekaligus masih tersimpan di Pura dan tujuan lainnya adalah untuk menyetarakan antara banten yang dibuat

(6)

untuk pelinggih-pelinggih pura dengan sarkofagus.

Masyarakat Desa Pacung meyakini bahwa sarkofagus tersebut adalah sakral dan peninggalan leluhur sehingga dihormati pula dengan dibuatkannya upacara suci dan banten serta dihaturkan canang sari maupun rarapan. Peninggalan sarkofagus yang ditemukan di Pura Ponjok Batu diyakini peninggalan leluhur yang suci dan dirawat secara skala dan niskala sesuai dengan kepercayaan dan sifat-sifat lokal masyarakat Desa Pacung.

Jadi sejarah dari keberadaan sarkofagus di Pura Ponjok Batu ini tidak terlepas dari kebudayaan manusia pada masa lampau sekitar tahun 2500 sampai 3000 sebelum masehi yang menghasilkan kebudayaan batu besar. Hal ini membuktikan bahwa dulunya di Desa Pacung pernah adanya kehidupan manusia prasejarah yang peninggalannya sampai sekarang masih dapat dijumpai dan harus tetap dijaga dan dirawat mengingat bahwa peninggalan tersebut adalah peninggalan leluhur yang bersifat sakral dan memiliki nilai sejarah serta potensi yang dapat dikembangkan.

2. Unsur-Unsur Pada Sarkofagus Yang Dapat Dijadikan Sumber Belajar Sejarah di SMA Kelas X

Sarkofagus berasal dari kata “sart” yang artinya daging dan “phagein” yang artinya memakan. Jadi secara umum sarkofagus berarti pemakaman daging karena mayat yang di tempatkan di dalam peti lama-kelamaan akan busuk dan lenyap. Dari sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan, dan benda-benda dari perunggu serta besi ( Soekmono dalam Sukasih, 2015:16).

Sarkofagus memiliki fungsi sebagai tempat meletakkan jenazah dan keberadaannya juga dapat difungsikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA khususnya di kelas X dengan mengacu pada silabus kurikulum 2013 pada SMA kelas X, dengan Kompetensi Inti (KI) “Memahami, menerapkan dan menganalisis, pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait dengan fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah” dan Kompetensi Dasar (KD) 3.4 yaitu memahami hasil-hasil dan nilai-nilai budaya masyarakat praaksara Indonesia dan pengaruhnya dalam kehidupan lingkungan terdekat, dengan menganalisis unsur-unsur yang terkandung dalam sarkofagus tersebut.

Secara umum di Desa Pacung, Tejakula, Buleleng, Bali tepatnya di Pura Ponjok Batu telah ditemukan dua buah sarkofagus dan yang hanya dapat diteliti secara utuh hanya satu, sedangkan satunya lagi telah rusak total akibat pemugaran Pura Ponjok Batu yang dilakukan dengan menggunakan mobil pengeruk tanah. Bentuk dari sarkofagus yang ditemukan di Pura Ponjok Batu, dapat penulis ketahui berdasarkan pengamatan langsung pada objek. Sarkofagus tersebut memperlihatkan bentuk yang tidak jauh berbeda dengan sarkofagus bercirikan megalitik yang ditemukan tersebar di Kepulauan Indonesia. Adapun ukuran panjang, lebar, dan tinggi sarkofagus tersebut dan ukuran tonjolannya adalah sebagai berikut:

a. Panjang : 110 cm b. Lebar : 60 cm c. Tinggi : 70 cm d. Panjang tonjolan : 25 cm e. Lebar tonjolan : 20 cm f. Tinggi tonjolan : 15 cm

Sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu memiliki unsur-unsur yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X semester ganjil. Unsur-unsur yang terdapat pada sarkofagus dapat dibagi menjadi dua yaitu unsur real (denotatif) dan unsur makna (hidden/konotatif). Adapun unsur-unsur real (denotatif) yang terdapat pada sarkofagus adalah sebagai berikut. 1. Bentuk Fisik Sarkofagus

Sarkofagus merupakan peninggalan sejarah yang memiliki nilai yang penting dan dapat menceritakan sejarah kehidupan di

(7)

masa lampau. Sarkofagus pada umumnya merupakan peti mayat bagi orang-orang yang dianggap memiliki kedudukan penting dalam masyarakat. Umumnya sarkofagus memiliki bentuk yang sederhana secara keseluruhan yang berbentuk persegi panjang dengan sisi yang berbentuk lengkung baik wadah maupun tutupnya serta terdapat tonjolan-tonjolan pada bagian depan dan belakang kemudian mayat dari orang yang meninggal tersebut diletakkan secara terlipat dalam sarkofagus dan mayat tersebut biasanya dibekali dengan bekal kubur. Peninggalan sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan ciri-ciri sarkofagus pada umumnya, yaitu berbentuk persegi panjang dengan sisinya yang berbentuk lengkung, memiliki tonjolan pada bagian depan dan belakang. Sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu adalah sarkofagus yang termasuk dalam tipe A kecil (tipe Bali) dengan ukuran panjangnya adalah 110 cm sehingga disimpulkan bahwa mayat yang diletakkan dalam sarkofagus tersebut diletakkan dengan posisi yang terlipat seperti bayi dalam kandungan dan sarkofagus tersebut ditemukan dalam keadaan yang terpisah antara wadah dan tutupnya dikarenakan tutup dari sarkofagus tersebut telah hancur total dan hanya tersisa wadahnya saja. Dilihat dari bentuk fisik bangunan sarkofagus yang terdapat di Pura Ponjok Batu, Desa Pacung, peninggalan ini tentu saja bisa dimanfaatkan potensinya oleh guru dan siswa sebagai sumber belajar sejarah di SMA khusunya di kelas X pada semester ganjil. Peninggalan prasejarah di Pura Ponjok Batu ini dapat menjadi alternatif bagi guru maupun siswa dan sangat relevan digunakan sebagai sumber belajar di SMA yang mengacu pada kurikulum 2013.

2. Sejarah (Historis)

Sejarah adalah studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami manusia di waktu lampau dan yang telah meninggalkan jejak-jejaknya di waktu sekarang. Penekanan perhatian diletakkan pada aspek peristiwanya sendiri, dalam hal ini terutama yang bersifat khusus dari segi-segi urutan perkembangannya yang

kemudian disusun dalam suatu cerita sejarah. Sehingga ilmu sejarah berusaha mengungkap masa lampau manusia berdasarkan sumber-sumber sejarah dan dibantu dengan ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial (I Gde Widja, 1989: 91). Selama ini pendidikan yang tertuang dalam buku-buku ajar terutama yang di SMA kebanyakan memaparkan bukti-bukti peninggalan sejarah yang hanya berasal dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan penjelasan-penjelasan peninggalan sejarah dari luar ketiga pulau tersebut sangat jarang sekali dijelaskan. Sesungguhnya peninggalan sejarah tersebut tidak hanya berasal dari ketiga pulau tersebut saja, tetapi banyak pula pulau-pulau yang menyimpan peninggalan sejarah salah satunya adalah Pulau Bali, seperti yang tersimpan di Kabupaten Buleleng tepatnya di Pura Ponjok Batu, Desa Pacung yakni adanya sarkofagus sebagai salah satu bukti adanya peninggalan purbakala yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah khususnya untuk sejarah lokal. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu merupakan bukti dari peninggalan pada masa prasejarah di Bali yang merupakan sistem kubur dengan menggunakan batu besar sehingga disebut juga dengan zaman megalithikum. Sarkofagus tersebut merupakan salah satu dari hasil karya seni nenek moyang Bangsa Indonesia dan bersifat sakral atau religius-magis karena selain digunakan sebagai peti mayat, sarkofagus tersebut juga berfungsi sebagai media pemujaan yang sampai sekarang oleh masyarakat di sekitar Desa Pacung selalu memuja sarkofagus tersebut dengan menghaturkan sesaji berupa canang sari dan rarapan maupun banten suci sebagai wujud rasa hormat kepada leluhur. Sarkofagus tersebut juga memberikan informasi pada masa lampau di Desa Pacung. Peninggalan tersebut sangat penting dalam kehidupan masa kini dan masa depan terkait dengan bukti dan jejak-jejak sejarah yang terkandung dalam sarkofagus tersebut. 3. Keyakinan atau Kepercayaan

(8)

Soelaeman (2000: 15), menyatakan keyakinan adalah suatu pegangan yang dipegang oleh orang yang memilikinya, tidak perduli apapun yang akan terjadi atau menimpa dirinya. Peninggalan sarkofagus di Pura Ponjok Batu merupakan peninggalan yang digunakan sebagai media pemujaan terhadap roh leluhur atau nenek moyang yang merupakan kepercayaan megalitik, yang masih meyakini bahwa roh leluhur adalah kekuatan diluar kehidupan manusia yang sering disebut dengan animism. Masyarakat Desa Pacung mempercayai bahwa sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu adalah peninggalan leluhur. Keyakinan masyarakat setempat terhadap adanya sarkofagus tersebut sebagai benda dari peninggalan leluhur, masyarakat selalu menjaga, merawat, dan memelihara sarkofagus tersebut. Kuatnya keyakinan masyarakat Desa Pacung terhadap peninggalan sarkofagus tersebut diwujudkan dalam suatu upacara keagamaan yang dilaksanakan setiap piodalan Pura Ponjok Batu pada tilem ketiga upacara pecaruan pura (pembersihan pura secara niskala/suci), tilem kawulu panglong ping lima, dan purnama desta dengan menghaturkan banten suci setiap piodalan di Pura Ponjok Batu berlangsung. Pemangku Pura Ponjok Batu dan masyarakat setempat setiap harinya menghaturkan sesaji berupa canang sari maupun rarapan untuk menghormati keberadaan dari sarkofagus. Peninggalan sarkofagus di Pura Ponjok Batu, Desa Pacung merupakan salah satu objek peninggalan pada jaman megalitik yang dapat digunakan oleh guru dalam menjelaskan fenomena-fenomena sejarah yang berkaitan dengan keyakinan dan kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat pra aksara.

4. Budaya

Sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu merupakan wujud nyata peninggalan kebudayaan dari hasil akal atau budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa. Sehingga sarkofagus adalah bagian dari pendukung akal atau budi manusia yang menganggap bahwa sarkofagus perlu dibuat

untuk tempat jenasah bagi orang yang dianggap penting dalam masyarakat sebagai wujud penghormatan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sagimun (1987:39) bahwa sarkofagus adalah peti jenasah yang terbuat dari batu untuk menguburkan orang-orang yang berasal dari golongan tertentu. Peninggalan sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu, Desa Pacung merupakan salah stau objek peninggalan pada masa prasejarah yang dapat digunakan oleh guru sebagai sumber belajar dalam menjelaskan fenomena-fenomena sejarah terutama yang berkaitan dengan kebudayaan yang dihasilkan masyarakat pada jaman pra aksara.

Selain unsur-unsur real (denotatif) yang telah dipaparkan, terdapat pula unsur makna (hidden/konotatif) yang terdapat pada sarkofagus sebagai sumber belajar sejarah adalah sebagai berikut.

1. Status Sosial

Sagimun, 1987:39 berpebdapat bahwa Sarkofagus terbuat dari batu atau peti batu untuk menguburkan orang-orang yang berasal dari golongan tertentu. Jadi sarkofagus merupakan hasil bangunan peninggalan dari tradisi megalithikum yang difungsikan oleh masyarakat sebagai tempat meletakkan jenasah yang memiliki kedudukan penting dalam masyarakat dan dipercaya bahwa roh-roh mereka akan memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat. Dengan adanya peninggalan sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu dapat menjelaskan bahwa sarkofagus tidak hanya sebatas peti kubur yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat peletakan jenazah, tetapi juga memiliki fungsi yang penting karena tidak sembarangan orang dapat menggunakan sarkofagus. Hanya orang-orang yang memiliki status sosial tinggi dalam masarakat seperti kepala suku, tokoh masyarakat dan orang-orang yang memang berkedudukan penting dalam masyarakat yang berhak untuk dikuburkan menggunakan sarkofagus dan sudah dikenalnya status sosial dalam masyarakat pada masa meghalithikum.

(9)

Unsur yang terkandung dalam sarkofagus salah satunya adalalah kemegahan atau kemasyuran. Sarkofagus yang terbuat dari batu-batu besar yang difungsikan sebagai tempat peletakan jenazah bagi orang-orang yang memiliki status sosial penting dalam masyarakat yang memiliki unsur kemegahan dapat ditunjukkan dari ornament atau hiasan-hiasan dan tonjolan yang terdapat pada sarkofagus. Hal tersebut menunjukkan bahwa sarkofagus dibuat dengan tidak sembarangan dan tidak mudah dalam pembuatannya. Adanya ornament atau hiasan-hiasan pada sarkofagus merupakan hasil seni dari manusia dan mengandung makna serta nilai yang penting dan menunjukkan bahwa sarkofagus juga memiliki unsur kemegahan dari segi bentuk fisiknya. Dari unsur kemegahan yang terdapat pada sarkofagus dapat memberikan pengetahuan bagi siswa bahwa sarkofagus dibuat dengan cara yang tidak mudah dan terdapat seni di dalamnya yang menunjukkan kemegahan dari sarkofagus tersebut yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah yang mengacu pada silabus kurikulum 2013 pada SMA kelas X.

3. Gotong Royong

Gotong royong adalah suatu kebudayaan yang mengedepankan sikap saling tolong-menolong, kerjasama, saling membantu tanpa pamrih, dan solidaritas. Gotong royong adalah suatu budaya luhur yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Sedangkan kebersamaan merupakan segala sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama. Dalam pembuatan sarkofagus dan pemeliharan terhadap sarkofagus baik secara skala maupun niskala tentunya gotong royong dan kebersamaan merupakan dasar utama dalam kesuksesan pembuatan dan pemeliharan terhadap sarkofagus ini. Sarkofagus dibuat dari batu yang besar dan sangat berat sehingga tidak hanya dalam pembuatannya tetapi dalam pemindahan sarkofagus tersebut juga memerlukan sikap saling gotong royong dan kebersamaan. Sarkofagus di Pura Ponjok Batu memiliki nilai-nilai dalam sifat kehidupan bergotong

royong, kebersamaan yang saling membantu. Sifat gotong royong dan kebersamaan tersebut dapat ditanamkan kepada siswa, sehingga proses belajar sejarah akan menempatkan budaya dan peninggalan sejarah sebagai perwujudan hasil karya, cipta, dan karsa nenek moyang untuk meningkatkan identitas, jati diri, dan kebanggaan.

3. Strategi Pembelajaran Yang

Diterapkan Untuk Memanfaatkan Sarkofagus Sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA Kelas X Berbasis Kurikulum 2013

Proses pembelajaran yang inovatif, kreatif dan efisien selalu menjadi acuan utama guru dalam kelangsungan proses belajar mengajar agar dapat mencapai atau memenuhi tujuan dari pembelajaran tersebut, sehingga kelangsungan proses pembelajaran menjadi hal yang sangat penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan wawasan siswa.

Menciptakan suasana yang kondusif dalam proses pembelajaran tidaklah mudah, perlu adanya rancangan pembelajaran yang tepat dengan menggunakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa setempat, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Strategi pembelajaran sangat berguna, baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi siswa penggunaan strategi pembelajaran dapat mempermudah proses belajar (mempermudah dan mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap strategi pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses belajar siswa (Wena, 2010: 2-3).

Setiap guru sejarah harus mempersiapkan strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi dari siswanya. Pembelajaran sejarah yang berlangsung di luar kelas (out door class) maupun yang berlangsung di dalam kelas (in door class), seorang guru sejarah harus

(10)

menggunakan strategi pembelajaran saat mengajar agar mempermudah proses penyampaian materi dan mempermudah siswa dalam menerima materi yang disampaikan guru. Dengan adanya sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu yang memiliki potensi sebagai sumber belajar sejarah tentunya akan mempermudah guru dan siswa dalam memahami materi pelajaran terkait dengan materi yang berisikan tentang peninggalan prasejarah. Sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah baik itu bagi pembelajaran yang berlangsung di luar kelas maupun di dalam kelas dengan mempergunakan strategi pembelajaran yang tepat dan ideal baik bagi guru maupun siswa. Pembelajaran sejarah yang dilakukan di luar kelas (out door class) dapat dilakukan dengan strategi inquiry dan pembelajaran sejarah yang dilakukan di dalam kelas (in door class) dapat dilakukan dengan strategi group investigation.

Dengan menggunakan strategi inquiry untuk pembelajaran sejarah yang dilakukan di luar kelas (out door class) yang lebih menekankan pada peran dan keaktifan siswa seuai dengan tuntutan kurikulum 2013 dalam pelajaran sejarah akan dapat mendorong siswa untuk bisa berhadapan langsung dengan sumber belajar sejarah dan berhadapan langsung dengan proses kerja sejarah pada tangan pertama, sehingga pelajaran sejarah yang berlangsung tidak lagi membosankan bagi siswa karena strategi inkuiri ini lebih berorientasi kepada siswa dengan memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang nyata dan aktif.

Kemudian dengan menggunakan strategi pembelajaran group investigation (GI) melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentuka topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Strategi pemebalajara ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi antar anggota kelompok maupun dalam keterampilan praktek dan keterampilan proses kelompok (group process skiil) (Nurhadi, dkk, 2004: 65).

SIMPULAN

Proses Pemugaran Pura Ponjok Batu dilakukan oleh masyarakat Desa Pacung yang didampingi oleh pemangku pura dan kepala desa setempat yang berlangsung cukup lama karena diperlukannya banyak persiapan dan pemugaran kembali pura tersebut. Setelah beberapa waktu pemugaran berlangsung, pada awal tahun 1995 masyarakat yang sedang melakukan pemugaran Pura Ponjok Batu dan menemukan sarkofagus dan sempat dipindahkan ke Pura Taman Sari dan dikembalikan lagi ke Pura Ponjok Batu dan ditempatkan di areal sisi pura dikarenakan adanya pawisik yang mengharuskan agar sarkofagus tersebut ditetapkan di Pura Ponjok Batu.

Unsur-unsur yang terdapat dalam sarkofagus yang dapat dijadikan sumber belajar sejarah tersebut terbagi menjadi dua yaitu unsur real (denotatif) dan unsur makna (hidden/konotatif). Adapun unsur real (denotatif) yang terdapat pada sarkofagus di Pura Ponjok Batu yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X adalah sebagai berikut.

1) Bentuk Fisik Sarkofagus 2) Sejarah (Historis)

3) Keyakinan atau Kepercayaan 4) Budaya

Kemudian unsur makna (hidden/konotatif) yang terdapat pada sarkofagus di Pura Ponjok Batu yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X adalah sebagai berikut.

1) Status Sosial 2) Kemegahan 3) Gotong Royong

Adapun Setiap guru sejarah harus mempersiapkan strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dari siswanya. Strategi yang digunakan dalam pembelajaran sejarah di luar kelas (out door class) adalah dengan strategi inquiri, dan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas (in door class) dapat menggunakan strategi group investigation.

(11)

SARAN

Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, maka dapat disarankan sebagai generasi penerus agar dapat menjaga dan melestarikan peninggalan-peninggalan pra sejarah yang ada di Desa Pacung termasuk sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu. Kepada dinas terkait yang dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Wilayah Bali, NTB, NTT agar selalu berusaha mengadakan perawatan kepada semua peninggalan kepurbakalaan yang ada, khususnya yang ada di Desa Pacung agar tetap terjaga dan tetap bertahan sepanjang waktu. Kepada guru sejarah hendaknya lebih jeli dalam melihat potensi yang ada pada peninggalan-peninggalan kepurbakalaan, salah satunya adalah sarkofagus yang berada di Pura Ponjok Batu yang dapat dikembangkan menjadi sumber belajar sejarah di SMA khusunya kelas X pada semester ganjil.

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media.

Kompiang, Dewa Gede. 1977. “Miniatur Sarkofagus Dan Miniatur Nekara Perunggu Temuan Prasejarah Di Seririt, Kabupaten Buleleng”. Desertasi. Balai Arkeologi Denpasar. Denpasar: Balai Arkeologi Denpasar. Kochhar, S.K. 2008. Pembelajaran Sejarah

(Theaching Of History). Jakarta: Pt Grasindo.

Nurhadi, Dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapannya Dalam Kbk. Malang: Um Press. Silabus Sejarah Kurikulum 2013 Kelas X

Semester Ganjil. Kementerian

Pendidikan Dan Kebudayaan Jakarta, 2016.

Sagimun, M.D. 1987. Peninggalan Sejarah Tertua Kita. Jakarta: Cv Haji Masagung.

Soelaeman, Et. Al. 2000. Suatu Telaah

Manusia, Religi. Pendidikan

Depdikbud Dirjen Dikti. Proyek Pengembangan Lembaga.

Sanjaya. Dr. Wina. M.Pd. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sukasih, Ni Komang. 2015. “Peninggalan Sarkofagus Dan Nekara Di Desa Pakraman Manikliyu, Kintamani, Bangli, Bali (Studi Tentang Bentuk, Fungsi Dan Potensinya Sebagai Media Pembelajaran Sejarah Di Sma”. Widya Winayata, Volume 3, Nomor 1(Hlm. 6--10).

Widja, I Gde. 1989. Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Wena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Zain, Drs. Aswan; Djamarah, Drs. Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Pt Rineka Cipta.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada uraian ini, baik studi kelayakan maupun evaluasi proyek sama-sama bertujuan untuk menilai kelayakan suatu gagasan usaha/proyek dan hasil dari penilaian kelayakan

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar

1) melakukan crawling ke server dari file XML. 2) mengubah alamat server yang digunakan. 3) melihat daftar crawling yang telah dilakukan. 4) melihat halaman web hasil crawling

MKK Fakultas, MKPP, dan MKKP, mengenai merancang stimulasi berfikir sesuai dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik (Memotivasi peserta didik) dan

Secara umum proses penyaluran dana dalam bentuk kredit oleh pihak bank, seorang debitur harus melalui beberapa tahapan yaitu pengajuan berkas- berkas termasuk mengisi

Pilihan yang sempurna para desainer, untuk pembuatan bangunan virtual akan sangat membantu dalam menelusuri wilayah atau denah gedung, khususnya gedung bertingkat yang cukup

Spesimen yang sudah siap untuk diperiksa dikirimkan ke bagian pemeriksaan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Jika Laboratorium Puskesmas tidak mampu melakukan

Garapan tari “Tak Mendengar Tapi Melihat” ini diwujudkan melalui tipe dramatik, dengan memfokuskan kepada bagaimana kehidupan yang mampu bersyukur dan yang tidak mampu