BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kontruksi
Kontruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah kontruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area. Secara ringkas, kontruksi didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur.
2.2 Pengertian Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok (jika ada). Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan collapse (runtuhnya) lantai yang bersangkutan, dan juga runtuh total seluruh strukturnya.
Gambar 2.1. Kolom Beton
II - 2 Dikategorikan sebagai kolom jika,
• L b ≥ 3 , L = panjang kolom , b = lebar penampang kolom • Jika L b < 3 , elemen tersebut dinamakan pedestal.
Fungsi kolom di dalam konstruksi adalah meneruskan beban dari sistem lantai ke fondasi. Apabila beban pada kolom bertambah, maka retak akan banyak terjadi diseluruh tinggi kolom pada lokasi-lokasi tulangan sengkang. Saat keadaan batas keruntuhan, selimut beton di luar sengkang atau spiral akan lepas sehingga tulangan arah memanjangnya akan terlihat. Apabila bebannya terus bertambah, maka terjadi keruntuhan dan tekuk lokal tulangan memanjang (Nawy, 1990).
2.3 Jenis-jenis Kolom
1. Kolom empat persegi dengan tulangan longitudinal dan tulangan pengikat lateral / sengkang. Bentuk penampang kolom bisa berupa bujur sangkar atau berupa empat persegi panjang.
2. Kolom bulat dengan tulangan longitudinal dan tulangan pengikat spiral atau tulangan pengikat lateral.
3. Kolom komposit. Pada jenis kolom ini, digunakan profil baja sebagai pemikul lentur pada kolom. Selain itu tulangan longitudial dan tulangan pengikat juga ditambahkan bila perlu..
Gambar 2.2. Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Komposisi Material
Berdasarkan kelangsingannya kolom dibagi menjadi 2, yaitu:
Kolom pendek dimana masalah tekuk tidak perlu menjadi perhatian dalam merencanakan kolom karena pengaruhnya cukup kecil.
Kolom langsing dimana masalah tekuk sangat berpengaruh sehingga perlu diperhitungkan dalam perencanaan.
Menurut SNI 03-2847-2013, masalah tekuk dapat diabaikan dengan rumus kolom yang direncanakan sebagai berikut :
34 12 ...2.1 Dimana :
k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan
lu = panjang bentang komponen struktur lentur (balok/pelat) yang diukur dari pusat ke pusat titik kumpul.
II - 4 r = jari-jari girasi penampang kolom.
momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada kolom. momen ujung terfaktor yang lebih besar pada kolom.
bernilai positif jika kolom melentur dengan kelengkungan tunggal.
bernilai negatif jika kolom melentur dengan kelengkungan ganda.
Gambar 2.3. Kelengkungan Tunggal dan Kelengkungan Ganda
2.4 Syarat-syarat Beton Bertulang
2.4.1 Kolom pendek yang dibebani secara konsentrik kuat tekan beton adalah:
Po = 0,85. fc ' (Ag - Ast ) + f y .Ast ...2.2 Dimana :
Ast = Luas total tulangan baja, yaitu Ast +As ' Ag = Luas total penampang kotor
2.4.1.1 Syarat reduksi kekuatan a. Kolom dengan tulangan spiral
∅ 0,85∅ 0,85 . ...2.3 b. Kolom dengan tulangan sengkang pengikat
∅ 0,80∅ 0,85 . ...2.4 Nilai faktor reduksi :
∅ = 0,75 untuk kolom dengan tulangan spiral ∅ = 0,65 untuk kolom dengan tulangan spiral
Perhitungan rasio tulangan longitudinal kolom adalah:
...2.5 Tulangan lateral atau sengkang pengikat :
D 10 mm jika D longitudinal 32 mm D 13 mm jika D longitudinal 36 mm
D 13 mm jika tulangan longitudinal di bundel Syarat spasi vertikal pada kolom:
S 16 db ( db untuk tulangan longitudinal) S 48 db ( db untuk sengkang ikat)
S ukuran dimensi kolom terkecil
2.4.1.2 Persyaratan Kekuatan
Dalam perencanaan kolom, harus dipenuhi kondisi berikut: ɸPn ≥ Pu
II - 6 berdasarkan SNI Beton.
2.4.2 Kolom pendek yang dibebani secara eksentrik
Momen pada kolom selalu digambar sebagai perkalian beban aksial dengan eksentrisitas
Gambar 2.4. Distribusi Tegangan pada Penampang Kolom Berdasarkan distribusi tegangan maka dapat diturunkan persamaan berikut ini : Tegangan pada penampang kolom :
0,003 ...2.6
′ 0,003 ...2.7 Gaya tekan pada baja tulangan dapat dinyatakan :
. ...2.8 Gaya tarik pada bajav tulangan dinyatakan :
. ...2.9 Gaya tekan beton (Cc):
Cc 0,85. f c. b. a ...2.10 Gaya tekan pada baja tulangan (Cs):
Cs = As . f s ...2.11
Gaya tarik pada baja tulangan, T:
T = As . f s ...2.12 Persamaan keseimbangan mensyaratkan:
Pn = Cc +Cs – T ...2.13 Dan momen nominal:
. . ′ , Atau ...2.14
0,85. . . . ′ . ′ ′ . )
dengan = ...2.15
2.5 Kolom langsing
Apabila angka kelangsingan kolom melebihi batas untuk kolom pendek maka kolom tersebut akan mengalami tekuk sebelum mencapai batas limit kegagalan material. Kolom tersebut adalah jenis kolom langsing yang mengalami momen tambahan akibat efek PΔ dimana P adalah beban aksial dan Δ adalah defleksi akibat kolom tertekuk pada penampang yang ditinjau.
Besarnya k dapat dihitung dengan persamaan-persamaan dari peraturan ACI (E.G Nawy., 1998) antara lain :
Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan berpengaku diambil dari nilai terkecil antara persamaan berikut:
k = 0,7 + 0,05 (ψA + ψB) ≤ 1,0 ...2.16 k = 0,85 + 0,05 ψ min ≤ 1,0 ...2.17 Dimana ψA dan ψB adalah ψ pada ujung kolom dan ψmin adalah yang terkecil dari kedua harga tersebut.
II - 8 ∑
∑ ...2.18
Dimana lu adalah panjang tak tertumpu kolom dan ln adalah bentang bersih balok. Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan tanpa pengaku yang tertahan pada kedua ujungnya diambil sebesar :
Untuk ψ m < 2 m m k 1 20 20 ...2.19 Untuk Ψ m ≥ 2 m k 0,9 1 ...2.20
Diamana ψ m adalah harga ψ rata-rata dari kedua ujung batang tertekan tersebut.
Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan tanpa pengaku yang kedua ujungnya sendi diambil sebesar :
k = 2,0 + 0,3 ψ ...2.21
2.5.1 Pengaruh kelangsingan
Pengaruh kelangsingan boleh diabaikan apabila :
b b u M M r kl 2 1 12 34 ...2.22
untuk komponen struktur tekan yang ditahan terhadap goyangan kesamping.
34 ...2.23 untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyang kesamping.
M1b dan M2b adalah momen pada ujung-ujung yang berlawanan pada kolom dengan M2b adalah momen yang lebih besar dan M1b adalah momen yang lebih kecil.
2.6 Keruntuhan pada Beton Bertulang Tipe keruntukan beton bertulang ada 3 , yaitu :
1) Tulangan Kuat (Overreinvorced). Keruntuhan tipe ini terjadi akibat tulangan terlalu banyak, sehingga beton yang tertekan hancur terlebih dahulu (beton mencapai kekuatan batasnya terlebih dahulu). Keruntuhan ini terjadi secara tiba-tiba (brittle failure).
Gambar 2.5. Tulangan Kuat (Overreinvorced) (Sumber: Muin, 2008)
2) Tulangan Lemah (Underreinvorced). Pada kasus ini tulangan mencapai tegangan lelehnya (fy) terlebih dahulu, setelah itu baru beton mencapai regangan batasnya, dan selanjutnya struktur runtuh. Pada kasus ini terlihat ada tanda-tanda berupa defleksi yang besar sebelum terjadi keruntuhan.
II - 10 Gambar 2.6. Tulangan Lemah (Underreinvorced)
(Sumber: Muin, 2008)
3) Balanced Reinvorced. Pada tipe keruntuhan ini, saat terjadi keruntuhan (beton mencapai regangan batasnya), tulangan juga pas mencapai tegangan lelehnya (fy) . Keruntuhan ini juga terjadi secara tiba-tiba.
Gambar 2.7. Balanced Reinvorced (Sumber: Muin, 2008)
Jenis keruntuhan yang dapat terjadi pada kolom pendek adalah leleh tulangan tarik dan keruntuhan tekan. Kondisi balance tercipta jika keruntuhan terjadi bersamaan pada baja tulangan tarik dan beton tekan.
Pn < Pnb , keruntuhan tarik Pn = Pnb , keruntuhan balance Pn > Pnb , keruntuhan tekan
Pn = beban aksial, Pnb = beban aksial tekan yang berkaitan dengan keruntuhan balance.
2.7 Kolom yang dibebani Aksial dan Lentur
a) Ketika kolom simetris dibebani beban aksial konsentrik P, regangan longitudinal akannmengembang secara merata di seluruh bagian. Karena baja tulangan dan beton melekat bersama, maka regangan pada beton dan baja tulangan sama.
a) Strains in coloumn.
II - 12 c) Load resisted by steel.
d) Total load resisted by column.
Gambar 2.8. beban yang dibebani aksial dan lentur
b. Untuk semua regangan dapat di hitung melalui tegangan pada beton dan bajanmenggunakan diagram tegangan regangan untuk kedua material.
c. Total beban aksial, P adalah jumlah dari kuantitas beton dan baja. Gagal ketika P mencapai maksimum.
d. Kapasitas beban aksial:
Po = 0,85 fc ' (Ag -Ast ) + f y .Ast ...2.24 Dengan diketahuinya distribusi regangan, tegangan-tegangan dan gaya-gaya dalam dapat di hitung. Pn, Mnx, dan Mny, dapat dihitung menggunakan statika. Kombinasi-kombinasi Pn,Mnx, dan Mny yang berhubungan dengan kondisi keruntuhan/ultimit dapat dipresentasikan dalam bentuk permukaan keruntuhan 3-dimensi (lihat gambar 9). Untuk setiap titik pada diagram interaksi dapat ditentukan besarnya Pn, Mnx, dan Mny dengan cara memproyeksikan titik tersebut pada sumbu-sumbu z, x dan y secara berturut-turut.
a) uniaxial bending about Y- axis; b) uniaxial bending about X-axis; c) biaxial bending about diagonal axis; d) Interaction surface.
Gambar 2.9. Permukaan Keruntuhan 3 Dimensi
2.8 Efek P – Delta pada kolom miring.
Semua struktur akibat beban lateral akan melenturkesamping ( ∆ ), begitu juga akibat beban gempa. ∆ ini akan menimbulkan momen sekunder (disebut efek P – Delta) oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping yang mengakibatkan adanya momen tambahan pada komponen – komponen kolom.
Jika suatu analisis struktur memperhitungkan pengaruh P – Delta, maka persamaan keseimbangan struktur menjadi non linear, dimana prinsip superposisi tidak berlaku lagi. Pada bangunan tinggi, efek P – Delta mungkin akan menjadi hal penting sehingga harus diperhitungkan untuk menjamin bahwa keruntuhan bangunan yang diakibatkan olehnya tidak terjadi setelah bangunan leleh. Suatu bangunan tinggi apabila
II - 14 dikenai sebagian besar gempa daktilitasnya dapat mencapai 4 sampa 6 ( Clough, 1978 ), namun dalam peraturan direkomendasikan maksimum sebesar 4 saja.
Apabila gaya aksial yang terjadi pada kolom cukup besar, seperti yang biasa dijumpai pada kolom-kolom portal bertingkat banyak, terlebih lagi bila portal tersebut tidak vertikal ( miring ) maka dapat dilakuakan dengan cara persamaan keseimbangan struktur yang diformulasikan berdasarkan konfigurasi struktur yang sudah terdeformas, sehingga persamaan keseimbangan yang harus diselesaikan menjadi non linear.
2.9 Pengertian Balok
Balok mempunyai karakteristik utama yaitu lentur. Dengan sifat tersebut, balok merupakan elemen bangunan yang dapat diandalkan untuk menangani gaya geser dan momen lentur. Pendirian konstruksi balok pada bangunan umumnya mengadopsi konstruksi balok beton bertulang. Kemampuan tarik beton dapat ditingkatkan dengan pemasangan sengkang yang lebih rapat, sehingga meningkatkan kemampuan geser dan memaksakan struktur rusak oleh lentur (kerusakan daktail)
2.10 Bentuk Umum Momen Nominal Tulangan Tunggal
Jika tulangan tarik sudah leleh, maka T = As.fy, sehingga keseimbangan gaya arah horizontal : C = T, menghasilkan,
0, 85.f ‘c .b.a = As.fy sehingga , . ...2.25
Jika dan maka persamaan menjadi ,
Momen nominal yang dapat dipikul penampang (Mn) dapat dihitung dari 2 pendekatan : Mn = T Jd → Mn = ...2.26
Mn = CJd → Mn =0,85 .
Mn = . 1 0,59 ...2.27
2.11 Kekakuan
Kekakuan dalam struktur merupakan suatu yang penting. Pembatasan kekakuan berguna untuk menjaga konruksi agar tidak melendut lebih dari lendutan yang disaratkan. Kekakuan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk memperoleh satu unit displacement. Nilai kekakuan merupakan sudut kemiringan dari hubungan antara beban dan lendutan. Semakin kaku suatu struktur semakin besar nilai kekakuannya.
Menurut Kenneth-Belanger (1981), kekakuan balok beton merupakan fungsi dari modulus elastic (E) dan momen inersia (I). Inersia saat balok retak dipergunakan Ig, setelah mengalami retak dipergunakan Icr, sedang nilai momen inersia efektif aktual disebut yang nilainya diantara dan .
Pada penelitian sebelumnya yang diteliti oleh saudari Maya Kumala Sari, 1991 berkesimpulan bahwa sistem kekakan selain memperkecil terjadinya lendutan juga dapat mereduksi momen-momen dalamnya, sehingga momennya mengecil dibandingkan tanpa diberi perkakuan. Dari gedung berlantai 10 yang dianalisis dengan cara statis ekivalen, pada bangunan yang bertapak bujur perkakuan yang ada mampu memperkecil lendutan yang terjadi. Sedangkan pada bangunan bertapak persegi panjang, perkakuan hanya efektif pada arah memendek.
2.12 Simpangan Akibat Gaya Gempa
Simpangan (driff) adalah sebagai perpindahan lateral relative antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection).Simpangan lateral dari suatu system
II - 16 struktur akibat beban gempa adalah sangat penting yang dilihat dari tiga pandangan yang berbeda, menurut Farzat Naeim (1989):
1. Kestabilan struktur (structural stability)
2.Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam- macam komponen bukan struktur
3.Kenyaman manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.
Dalam pada itu juga, Richard N. White (1987) berpendapat bahwa dalam perencanaan bangunan tinggi selalu dipengaruhi oleh pertimbangan lenturan (deflection), bukannya oleh kekuatan (strength). Simpangan antar tingkat dari suatu titik pada suatu lantai harus ditentukan sebagai simpangan horizontal titik itu, relative terhadap titik yang sesuai pada lantai yang berada dibawahnya. Perbandingan antar simpangan antar tingkat dan tinggi tingkat yang bersangkutan tidak boleh melebihi 0.005 dengan ketentuan dalam segala hal simpangan tersebut tidak boleh lebih dari 2 cm.
Berdasarkan UBC 1997 bahwa batasan story driff atau simpangan antar tingkat adalah sebagai berikut:
- Untuk periode bangunan yang pendek T < 0.7 detik, maka simpangan antar tingkat Δm ≤ 0.0025Ih atau 2.5% dari tinggi bangunan.
- Untuk periode bangunan yang pendek T > 0.7 detik, maka simpangan antar tingkat Δm ≤ 0.002Ih atau 2.0% dari tinggi bangunan.
2.13 Hasil Penelitian Terdahulu
Dari pembahasan penelitian yang terdahulu dengan tema kekakuan struktur didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Kris Yulianto,2012 , meneliti dengan judul Perencanaan Gedung Berlantai Banyak dengan Pembesaran Kolom Sudut yang Berbentuk Bundar menghasilkan bahwa :
- Hasil dari desain yang sudah diperhitungkan oleh penulis, bahwa struktur berada pada titik yang aman dan dapat diperunukan pada wilayah gempa 5 lunak.
- Dari hasil pembesaran terhadap kolom sudut yang berbentuk lingkaran batas deformasi mengalami perbedaan yang sangat tipis. Sehingga deformasi struktur normal lebih kecil daripada deformasi pembesaran terhadap kolom sudut yang berbentuk lingkaran.
Dari penelitian penulis memberikan saran bahwa :
Disarankan untuk dapat lebih memperkecil dimensi-dimensi lainnya bisa menambahkan atau mencoba sistem perkakuan lain, misal menggunakan corewall pada bagian tengah lantai.
Analisa ini didasarkan pada analisa bentuk bangunan sederhana, maka disarankan dianalisa dengan analisa gempa dinamik karena terdapat discontinue balok.
Grafik 2.10 Deformasi Struktur Normal ( tanpa pembesaran kolom sudut) Comb 6 UX = 11.8261 cm
(sumber : Kris Yulianto,2012)
II - 18 Grafik 2.11 Deformasi Struktur dengan pembesaran kolom sudut
Comb 6_UX = 11.4629 cm (sumber : Kris Yulianto,2012)
Dari hasil struktur yang didesin penulis, perbedaan deformasi struktur normal dengan modifikasi pembesaran terhadap kolom sudut tidak berbeda jauh. Dan masih berada pada batas yang masih diizinkan.
2. Anggio Dwi Nikolaus,2015 , meneliti dengan judul Perencanaan Struktur Gedung Rental Office dengan Perbesaran Kolom dan Balok sebagai Pengganti Corewall Untuk Pengaku menghasilkan bahwa :
- Dengan memperbesar semua struktur kolom berdasarkan konfigurasi yang sudah dilakukan Trial & Error tidak dapat mengurangi simpangan yang signitifkan karena berat bangunan akan lebih besar dan gaya gempanya pun akan cenderung lebih besar.
- Digunakan konfigurasi IV dengan memperbesar kolom 30° di As (A9-A12/CA,CF) didapatkan displacement maksimum = 180,7 mm < 184,2 mm.
Dari penelitian penulis memberikan saran bahwa :
Grafik 2.12 Kontrol Syarat Maksimum Displacement antar Konfigurasi
(sumber : Anggio Dwi Nikolaus,2015)
2.14 Konsep Perancangan 1. Gambar denah
Gambar yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan sesuai dengan gambar arsitek yang terdiri dari gambar denah, tampak, potongan, denah kolom, denah pelat dan pembalokan
2. Beban bangunan
Beban-beban yang diterima oleh bangunan antara lain beban gravitasi yang terdiri dari beban mati dan beban hidup dan beban lateral yaitu beban gempa.
II - 20 a. Beban mati adalah semua beban tetap yang berasal dari berat bangunan dan unsur bangunan, termasuk semua unsur tambahan yang merupakan satu kesatuan dengan bangunan. Yang termasuk dalam beban mati sesuai SNI 03 – 1727 – 2013
b. Beban hidup adalah semua beban yang tidak tetap, antara lain beban pekerja dan beban hidup pada lantai bangunan yang sesuai dengan fungsi bangunan. Bangunan direncanakansesuai SNI 03 – 1727 – 2013.
c. Beban gempa diasumsikan sebagai beban dinamis, sehingga analisa beban gempa dapat menggunakan analisis ragam spektrum respon ataupun analisis respons dinamik riwayat waktu sesuai yang diatur dalam SNI 03 – 1726 – 2012.
3. Kombinasi beban berfaktor
Kombinasi beban yang dipakai sesuai dengan SNI 03 – 1727 – 2013 4. Wilayah gempa
Jakarta Selatan temasuk dalam wilyah gempa 4.dengan resiko gempa menengah sehingga perhitungan menggunakan metoda Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah.
5. Kategori Gedung
Menurut SNI 03 – 1726 – 2012 Tabel 1 Bangunan tersebut masuk dalam kategori resiko II dengan faktor keutamaan 1
6. Analisa struktur
Dalam analisa struktur digunakan program bantu ETABS untuk mendapatkan gaya gaya dalam, antara lain momen, gaya lintang dan gaya normal. Beban mati dan beban hidup dari pelat menjadi beban merata yang membebani portal, sedangkan beban gempa menggunakan ragam respon spectrum untuk zona gempa 4
7. Pengaruh arah pembebanan gempa
Untuk memperhitungkan pengaruh arah gempa yang kemungkinan tidak searah sumbu utama struktur gedung, maka sesuai SNI 03 – 1726 – 2012 menetapkan pengaruh
pembebanan gempa dalam arah utama (kritis) harus dianggap 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%.
8. Perencanaan struktur utama a. Kolom
Dalam penentuan dimensi kolom menggunakan cara tributary area dimana pembebanan pada kolom terdiri dari beban mati dan beban hidup. Untuk perencanaan kolom sesuai SNI 03 – 2847 – 2013 yang merupakan pendetailan khusus untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah.
b. Balok
Untuk perencanaan penampang beton bertulangan sangat dihindari terhadap keruntuhan tekan (over-reinforced), karena sistem ini dapat berakibat runtuhnya balok secara mendadak. Sistem perencanaan penampang beton bertulang terhadap keruntuhan seimbang (balance) merupakan kondisi yang sangat ideal tetapi sulit dan tidak akan pernah dicapai. Sedangkan sistem perencanaan penampang beton bertulang dengan kondisi keruntuhan tarik (under-reinforced) boleh digunakan karena mudah dicapai dan dapat dijamin keamanan asalkan baja tulangan yang digunakan jangan terlalu kecil atau sedikit. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa sistem perencanaan yang baik dan aman pada penampang beton ialah dengan menggunakan sistem perencanaan under-reinforced yang mendekati keadaan seimbang.
2.15 Persyaratan keamanan
Penerapan faktor keamanan dalam suatu bangunan salah satunya bertujuan untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya runtuh yang membahayakan bagi penghuni. Dikenal dua macam kekuatan dalam struktur bangunan, yaitu kuat perlu (required
II - 22 strength) dan kuat rancang (design strength). Kuat perlu adalah beban rencana ataupun momen, gaya geser dan gaya yang lain yang berhubungan dengan beban rencana. Beban rencana atau beban terfaktor didapatkan dari mengalikan beban kerja dengan faktor beban, dan kemudian digunakan subskrip (U) sebagai penunjuknya. Kuat rancang adalah kekuatan struktur yang diandalkan dalam menahan beban, yang merupakan produk perkalian nominal strength (kekuatan normal) dengan faktor kekuatan reduksi (Sumber Istimawan Dipohusodo : 1999, hal 40).
Untuk menjamin keamanan dalam komponen struktur, maka diterapkan faktor beban ( U ) yang memperhitungkan kelebihan beban dan faktor reduksi (ϕ), yang memperhitungkan kemungkinan kurang sempurnanya dalam pelaksanaan di lapangan
Tabel 2.1 faktor pembebanan
Keterangan :
D : Dead Load / beban mati L : Live Load / beban hidup
LR : Beban hidup yang sudah direduksi W : Wind / beban angin
E : Earthquake / beban gempa 1) 1,4 D
3) 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (La atau H) 4) 1,2 D ± 1,0 E + 1,0 L