1
ANALISIS MASALAH KUALITAS PRODUK
PADA PERUSAHAAN DEVELOPER REAL ESTATE
MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA
Dian Nur Apriani
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2
ANALISIS MASALAH KUALITAS PRODUK
PADA PERUSAHAAN DEVELOPER REAL ESTATE
MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Fakultas Sains dan Tekhnologi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Dian Nur Apriani
105094003087
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
3 PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Masalah Kualitas Produk pada Perusahaan
Developer Real Estate Menggunakan Metode Six Sigma” yang ditulis oleh
Dian Nur Apriani, NIM 105094003087 telah di uji dan dinyatakankan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Matematika. Menyetujui : Penguji 1, Penguji 2,
Nina Fitriyanti, M.Kom Jaenudin, MM. M.Si NIP. 19760414 200604 2 001 Pembimbing 1, Pembimbing 2,
Taufik Edy Sutanto, M. ScTec Dr. Agus Salim, M. Si NIP. 19790530 200604 1 002 NIP.19720816 199903 1 003
Mengetahui :
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Ketua Program Studi Matematika,
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis Nur Inayah, M. Si NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 19740125 200312 2 001
4
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juni 2009
Dian Nur Apriani 105094003087
5 PERSEMBAHAN
“
Skripsi ini penulis persembahkan kepada
Abah dan Ibu tercinta serta Adik tersayang,
karna do’a, kasih sayang dan semangat dari kalian Mbayang bisa
bertahan sampai sekarang..
teruntuk ‘Heru Harisma’ belahan hati dan jiwaku,
karna ayah, bunda bisa menjadi seperti sekarang ini.
Cinta, kasih sayang dan dukunganmu adalah nafas dalam setiap
6 ABSTRAK
DIAN NUR APRIANI, Analisis Masalah Kualitas Produk pada Perusahaan
Developer Real Estate Menggunakan Metode Six Sigma. Di bawah bimbingan
Taufik Edy Sutanto, M.Sc.Tech dan Dr. Agus Salim, M.Si.
Perkembangan dunia industri sekarang ini, mendorong pengendalian kualitas semakin diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan dalam rangka menunjang program jangka panjang perusahaan, yaitu mempertahankan pangsa pasar atau bahkan menambah pangsa pasar perusahaan. Pengendalian kualitas ini tidak dapat dilakukan secara konstan, akan tetapi harus dilakukan secara terus menerus. Salah satu metode peningkatan kualitas yang dapat digunakan adalah metode Six Sigma.
Pada penelitian ini dilakukan peningkatan kualitas menggunakan metode Six Sigma melalui fase Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC) pada sebuah perusahaan multinasional yang bergerak dibidang pengembangan kawasan dan pemukiman (Developer Real Estate). Setelah dilakukan analisa diketahui bahwa masalah utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan adalah tentang keretakan dinding perumahan. Permasalahan ini meyebabkan perusahaan belum mempunyai kapabilitas dan berada pada level 1.88 sigma. Penyebab utama dari masalah tersebut adalah intensitas hujan yang tinggi, sehingga perlu dilakukan pengaturan schedule proyek untuk menghindari pengerjaan pekerjaan tersebut saat musim hujan.
7 ABSTRACT
DIAN NUR APRIANI, Analyze Problem of Product Quality at Company of Real Estate Developer Use The Six Sigma Method under direction of Taufik Edy Sutanto, M.Sc.Tech and Dr.Agus Salim, M.Si
Development of industry global at this time, Quality Control more get attention by companies to support company long term program. That is to maintain comparment market or even adding compartment market of company. This quality control can not be done constantly, however we must be done continually. One of method of increase the quality which can be used is six sigma method.
At this research increasing the quality used six sigma method with DMAIC approach. At a multinational company which move at in area and seattlement development. After the analisis have done know that major problem was faced by company is about cart of housing wall. this problem caused the company not yet. The capability and be at 1.88 sigma. The primary caused from the problem is high rain intensity. So that require to be and by arrangement of schedule project to avoid the workmanship working of the rains moment.
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dan para makhluk-Nya yang lain. Atas berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi “Analisis Masalah
Kualitas Produk pada Perusahaan Developer Real Estate Menggunakan Metode Six Sigma.” Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada
junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada para keluarga dan para sahabatnya serta termasuk kita pula selaku ummatnya. Amin.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Syopyansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Nur Inayah, M.Si, Ketua Program Studi Matematika dan Nina Fitriyati, M.Kom., Sekretaris Program Studi Matematika dan penguji I.
3. Taufik Edy Sutanto, M.Sc.Tech, selaku pembimbing I dan Dr. Agus Salim, M.Si selaku pembimbing II.
9 5. Seluruh Dosen dan karyawan Program Studi Matematika, terima kasih atas
pengajaran dan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis.
6. Muhamad Idrus, St, Quality Control PT Hasana Damai Putra, terimakasih atas semua bantuan, saran dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 7. Sahabat-sahabat terhebatku, Yuni, Ani, Novi, Dwi, Nita, Catur, Husna, Yan,
Iie, terimakasih atas semua ketulusan, semangat dan perhatian yang kalian berikan selama ini. Semoga persahabatan kita selalu kekal abadi.
8. Temen-temen satu kosan, K’Nyanya, K’Nyinyi, Rayee, Q-Koy, K’Edwhy, K’Ina, K’Pita, Mba Yangthie, terimakasih atas kasih sayang dan semangatnya selama ini. Selamanya kita adalah keluarga.
9. Keluarga besar Matematika angkatan tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008. Tetap semangat yah!!
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Juni 2009
10 DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN UJIAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
PERSEMBAHAN DAN MOTTO ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Permasalahan ... 3 1.3. Pembatasan Masalah ... 4 1.4. Tujuan Penelitian ... 4 1.5. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 5
11
2.1. Metodologi Peningkatan Six Sigma ... 10
2.2.1 Fase Define ... 10
2.2.2 Fase Measure ... 12
2.2.3 Fase Analyze ... 21
2.2.4 Fase Improve... 26
2.2.5 Fase Control... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 28
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 28
3.3 Metode Pengolahan Data... 30
3.4 Alur Penelitian... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1 Pendefinisian Masalah di PT X (Define)... 34
4.2 Pengukuran Kinerja PT X (Measure)... 39
4.2.1 Pengukuran Baseline Kinerja... 39
4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses... 41
4.3 Analisis Masalah di PT X (Measure)... 46
4.3.1 Diagram Sebab Akibat... 46
12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 53
5.1 KESIMPULAN... 53
5.2 SARAN... 54
REFERENSI ... 55 LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Tingkat Kecacatan pada Sigma ... 7
Tabel 2.2 : Hubungan Cp dan Kapabilitas Proses ... 17
Tabel 2.3 : Hubungan Cpk dan Kapabilitas Proses…... 19
Tabel 2.4 : Spreadsheet FMEA ... 24
Tabel 2.5 : Nilai Occurance (OCC), Severity (SEV) dan Detection (DET) . 24 Tabel 2.6 : Bentuk Table Action for Failure Mode ... 25
Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan ... 28
Tabel 4.1 : Data keluhan Pelanggan ... 36
Tabel 4.2 : Nilai DPMO dan Sigma Tiap Jenis Cacat... 40
Tabel 4.3 : Spreadsheet FMEA Masalah Dinding Retak ... 49
Tabel 4.4 : Table Action for Failure Mode ... 51
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Contoh Pareto Chart ... 11
Gambar 2.2 : Bentuk Bagan Kendali Proses Memiliki Kapabilitas ... 14
Gambar 2.3 : Bagan Kendali Proses Kapabilitas Tinggi ... 15
Gambar 2.4 : Bagan Kendali Proses Kapabilitas Hampir Tidak Cukup ... 15
Gambar 2.5 : Bagan Kendali Proses Tidak Memiliki Kapabilitas ... 16
Gambar 2.6 : Contoh Diagram Sebab Akibat ... 22
Gambar 2.7 : Bentuk Control chart ... 27
Gambar 3.1 : Alur Penelitian ... 33
Gambar 4.1 : Pareto Chart Jenis Cacat pada PT X ... 37
Gambar 4.2 : Contoh Dinding yang Retak ... 37
Gambar 4.3 : Process Mapping Pembuatan Dinding ... 39
Gambar 4.4 : Bagan Kendali Shewhart Bagian yang Mendapat Keluhan ... 42
Gambar 4.5 : Perbandingan Nilai USL-LSL dan UCL-LCL ... 42
Gambar 4.6 : Probability Plot of Failure Data ... 43
Gambar 4.7 : Histogram yang Mendapat Keluhan ... 44
Gambar 4.8 : Process Capability of Failure ... 45
15
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada perkembangan dunia industri sekarang ini, pengendalian kualitas semakin diperhatikan. Pengendalian ini sangat diutamakan oleh perusahaan-perusahaan dalam rangka menunjang program jangka panjang perusahaan, yaitu mempertahankan pangsa pasar atau bahkan menambah pangsa pasar perusahaan. Tuntutan konsumen terhadap tingkat pelayanan produsen semakin meningkat. Hal ini dikarenakan makin banyaknya perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama, sehingga memberikan banyak pilihan bagi konsumen untuk memilih produk yang terbaik.
Peningkatan kualitas produk mempunyai tujuan untuk meminimalisasi jumlah produk cacat atau defect. Dengan berkurangnya jumlah produk cacat, maka biaya penanganan produk cacat pun dapat diminimalisasi serta dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga meningkatkan profit bagi perusahaan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa pencapaian karakteristik kualitas produk sangat sulit dilakukan secara konstan. Karena itulah, peningkatan kualitas produk secara terus-menerus (continous improvement) perlu dilakukan oleh para pelaku bisnis. Salah satu metode peningkatan kualitas produk yang dapat digunakan adalah Six Sigma.
Menurut [1], Six Sigma merupakan sebuah metodologi untuk memperbaiki suatu proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha
16 memperkecil variansi proses yang terjadi sekaligus mengurangi cacat atau produk yang keluar dari spesifikasi dengan menggunakan metode statistik. Secara sederhana Six Sigma dapat diterjemahkan sebagai suatu proses yang mempunyai kemungkinan cacat (defect opportunity) paling tidak sebesar 0.00034% atau sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk (defect per million).
Aplikasi Six Sigma berfokus pada minimalisasi cacat dan variansi proses, dimulai dengan mengidentifikasi unsur-unsur kritis terhadap kualitas atau biasa disebut sebagai Critical to Quality (CTQ) dari suatu proses. Six Sigma menganalisa kemampuan proses dan bertujuan menstabilkannya dengan cara mengurangi atau menghilangkan variansi-variansi pada proses. Langkah mengurangi cacat dan variansi dilakukan secara sistematis dengan mendefinisikan (Define), mengukur (Measure), menganalisa (Analyze), memperbaiki (Improve) dan mengendalikannya (Control). Langkah kerja dalam Six Sigma ini dikenal dengan metode DMAIC.
Penggunaan Six Sigma dengan metode DMAIC dapat memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, diantaranya dalam segi dana, kualitas, kepuasan pelanggan, kinerja karyawan dan juga pertumbuhan bisnis. Akan tetapi belum banyak perusahaan yang menerapkan Six Sigma dalam perusahaan mereka. Salah satunya adalah perusahaan swasta multinasional yang bergerak di bidang pengembangan kawasan dan pemukiman. (Untuk menjaga nama baik perusahaan maka dalam penulisan ini nama perusahaan
17 dan informasi lain yang menyangkut rahasia perusahaan tidak disebutkan dan selanjutnya di sebut sebagai PT X).
PT X merupakan salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang pengembangan kawasan dan pemukiman yang berada di daerah Bekasi Barat. Perusahaan ini telah berdiri selama puluhan tahun dan telah membangun banyak perumahan yang terbagi dalam cluster-cluster dengan berbagai tipe. Mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan perumahan untuk masyarakat kelas menengah, maka PT X mulai membangun kawasan perumahan dengan skala besar. Akan tetapi, belakangan ini mulai banyak terjadi keluhan dari pihak konsumen karena hasil akhir pembangunan tidak sesuai dengan spesifikasi awal. Oleh karena itu, pihak Quality Control di PT X hendak melakukan perbaikan terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Perusahaan selama ini belum pernah menerapkan metode Six Sigma untuk mengamati proses produksi yang berlangsung, sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kualitas produk dengan metode Six Sigma.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:
1. Identifikasi masalah kualitas produk PT X menggunakan metode Six Sigma.
18 3. Penanganan masalah kualitas produk PT X menggunakan metode Six
Sigma.
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas arah pemecahan masalah yang akan dibahas didalam skripsi nantinya, berikut adalah pembatasan terhadap masalah yang dibahas:
1. Penelitian akan dilakukan pada PT X dan peningkatan kualitas akan dilakukan terhadap tingkat (level) proses pada produk yang di produksi, yaitu pada proses pembuatan perumahan real estate.
2. Proyek yang akan dianalisis adalah proyek pembangunan perumahan Y dan sampel yang akan diteliti adalah cluster Z. Dengan pertimbangan karena cluster tersebut paling besar dan banyak mendapat keluhan dari konsumen
3. Karena terbatasnya waktu dan sumber daya yang dimiliki, maka penelitian ini hanya dilakukan pada fase DMA (Define, Measure, Analyze) dari metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi masalah kualitas produk PT X menggunakan metode Six Sigma
19 3. Mendapatkan solusi dalam mengatasi masalah kualitas produk pada PT X
menggunakan metode Six Sigma.
1.5 Manfaat Penelitian
Berikut adalah berbagai manfaat dari pemecahan masalah yang dibahas dalam skripsi ini:
1. Dengan identifikasi permasalahan yang dilakukan, dapat diperoleh informasi mengenai urutan atau prioritas permasalahan kualitas bagi perusahaan
2. Dapat diperoleh solusi penanganan masalah yang sedang dihadapi oleh PT X
3. Usulan penerapan analisis Six Sigma ini dapat dilanjutkan secara terus-menerus sebagai upaya dalam peningkatan kualitas bagi perusahaan
20
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep Six Sigma sebagai kerangka dasar dalam proses perbaikan kualitas menggunakan analisis Six Sigma. Pada konsep Six Sigma dibahas beberapa hal antara lain: definisi Six Sigma dan metodologi peningkatan Six Sigma menggunakan metode DMAIC yang terdiri dari fase Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control.
2.1. Definisi Six Sigma
Six Sigma merupakan sebuah metodologi untuk memperbaiki suatu proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha memperkecil variansi yang terjadi sekaligus mengurangi cacat atau produk yang keluar dari spesifikasi dengan menggunakan metode statistik. Secara sederhana Six Sigma dapat diterjemahkan sebagai suatu proses yang mempunyai kemungkinan cacat (defect opportunity) sebesar 0.00034% atau sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk (defect per million). Umumnya Six Sigma dituliskan dalam simbol 6 sigma (6σ) [2].
Suatu proses dengan nilai sigma yang lebih tinggi (pada suatu proses) akan mempunyai cacat (defect) yang lebih sedikit (baik jumlah ataupun jenisnya) [2]. Persentase dan jumlah kecacatan dari beberapa sigma dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
21
Tabel 2.1. Tingkat Kecacatan pada Sigma
Sigma Persentase kecacatan (percent defective)
Jumlah cacat per juta(defect per million) 1 69% 691.469 2 31% 308.538 3 6,7% 66.807 4 0,62% 6.210 5 0,023% 233 6 0,00034% 3,4 7 0,0000019% 0,019
Dalam usaha-usaha memperkecil variansi, six sigma dilakukan secara sistematis dengan mendefinisikan, mengukur, menganalisa, memperbaiki dan mengendalikannya. Dalam pelaksanaannya Six Sigma tidak dapat dilakukan oleh perorangan, akan tetapi dijalankan oleh suatu tim Six Sigma yang terdiri dari pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan pelaksanaan Six Sigma, meliputi:
a. Executive Leaders
Diduduki oleh pimpinan puncak perusahaan yang bertekad untuk mewujudkan Six Sigma, memulai dan memasyarakatkannya di seluruh bagian, divisi, departemen dan cabang-cabang perusahaan.
b. Champions
Yaitu orang-orang yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan Six Sigma. Mereka merupakan pendukung utama yang berjuang demi terbentuknya black belts dan berupaya meniadakan berbagai rintangan/hambatan agar black belts berfungsi sebagaimana mestinya. Dapat dikatakan Champions anggotanya berasal dari kalangan direktur dan manajer, bertanggung jawab terhadap aktivitas proyek sehari-hari, wajib melaporkan perkembangan hasil kepada executive leaders
22 sekaligus mendukung tim pelaksana. Sedangkan tugas-tugas lainnya meliputi memilih calon-calon anggota black belt, mengidentifikasi wilayah kerja proyek, menegaskan sasaran yang dikehendaki, menjamin terlaksananya proyek sesuai dengan jadwal dan memastikan bahwa tim pelaksana telah memahami maksud/tujuan proyek.
c. Master Black Belt
Yaitu orang-orang yang bertindak sebagai pelatih, penasehat dan pemandu. Master black belt adalah orang-orang yang sangat menguasai alat-alat dan teknik Six Sigma, dan merupakan sumber daya yang secara teknis sangat berharga. Mereka memusatkan seluruh perhatian dan kemampuannya pada penyempurnaan proses. Aspek-aspek kunci dari peranan master black belt terletak pada kemampuannya dalam memfasilitasi penyelesaian masalah tanpa mendominasi proyek/tugas/pekerjaan.
d. Black Belt
Merupakan orang-orang yang berperan sebagai pemimpin proyek perbaikan kinerja perusahaan. Mereka dilatih untuk menemukan masalah, mencari penyebab beserta penyelesaiannya, bertugas mengubah teori ke dalam tindakan, memilah-milah data dan bertanggung jawab mengaplikasikan Six Sigma.
Para calon anggota black belts wajib memenuhi syarat-syarat seperti: memiliki disiplin pribadi, cakap memimpin, menguasai keterampilan
23 teknis tertentu, mengenal prinsip-prinsip statistika, mampu berkomunikasi dengan jelas, mempunyai motivasi kerja yang memadai.
e. Green Belt
Adalah orang-orang yang membantu black belts berdadarkan keahliannya. Pada umumnya green belts bertugas secara paruh waktu pada bidang tertentu, mengaplikasikan alat-alat Six Sigma untuk menguji dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan kritis, mengumpulkan dan menganalisis data serta melakukan percobaan-percobaan.
f. Yellow Belt
Adalah orang-orang yang membantu black belts dan green belt. Meskipun tidak memiliki keahlian tertentu tentang Six Sigma, akan tetapi mereka dapat membantu kerja black belt dan green belt dalam pengumpulan data, pendefinisian masalah atau mencari sebab akibat dari suatu masalah. Setiap orang yang menjadi bagian dari perusahaan merupakan anggota yellow belt.
Menurut [1], ada enam komponen utama konsep Six Sigma, yaitu: a. Mengutamakan pelayanan kepada pelanggan.
b. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta. c. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan. d. Manajemen yang proaktif.
e. Kerjasama tim yang bagus. f. Selalu mengejar kesempurnaan.
24 Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya. Secara garis besar dapat dikatakan sasaran Six Sigma adalah melakukan perbaikan dalam hal-hal, yaitu pengurangan biaya, perbaikan produktifitas, pertumbuhan pangsa pasar, pengurangan waktu siklus, retensi pelanggan, pengurangan cacat, perubahan budaya kerja dan pengembangan produk jasa.
2.2. Metodologi Peningkatan Six Sigma
Ada banyak metode perbaikan yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses. Kebanyakan berdasarkan langkah-langkah yang dikenalkan oleh W. Edwards Deming yaitu PDCA (Plan-Do-Check-Action), SEA (Select-Experiment-Adapt), SEL (Select-Experiment-Learn) dan DMAIC [3]. Langkah sistematis dalam Six Sigma terdiri dari lima tahapan yang dikenal dengan istilah The Six Sigma Breakthrough Strategy, terdiri dari fase Define, Measure, Analyze, Improve dan Control.
2.2.1 Fase Define
Fase Define (D) merupakan fase menentukan masalah dan menetapkan kebutuhan spesifik dari pelanggan yang dalam hal ini sering disebut dengan “suara pelanggan” (VOC – Voice of Customer). Setelah mendata semua variabel yang dipandang penting oleh pelanggan sebagai Voice of Customer, selanjutnya perlu diberikan nilai terukur. Variabel terukur tersebut dinamakan karakteristik kualitas pengganti atau Critical-to-Quality (CTQ). Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi proses-proses yang menyertai CTQ tersebut.
25 Untuk lebih memudahkan pendefinisian masalah pada fase ini dapat digunakan tool dalam statistik, yaitu diagram Pareto dan Process Mapping. Diagram Pareto adalah grafik yang membuat peringkat pada hal-hal yang harus diprioritaskan. Digunakan terutama pada saat menentukan dimana harus memfokuskan atau memprioritaskan tindakan perbaikan, yaitu dengan memilih penyebab mana yang harus dihilangkan terlebih dahulu. Contoh bentuk diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:
Gambar 2.1 Contoh Pareto Chart
Sedangkan Process Mapping adalah grafik yang menggambarkan langkah-langkah yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas proses menggunakan simbol-simbol standar flowchart. Proses mapping mempunyai lima kategori kerja utama, yaitu mengidentifikasi supplier proses, input supplier, proses, output proses dan pelanggan dari proses.
26 Kelima kategori ini dikenal dengan istilah SIPOC (Supplier-Input-Proses-Output-Customer) [3].
Simbol-simbol yang digunakan pada pembuatan proses mapping yaitu:
: digunakan untuk menggambarkan awal dan akhir proses : digunakan untuk menggambarkan tahap-tahap dalam
proses
: digunakan untuk menggambarkan proses pengambilan keputusan
: digunakan untuk menghubungkan tahap-tahap dalam proses
2.2.2 Fase Measure
Fase Measure (M) merupakan fase mengukur tingkat kecacatan pelanggan dan tingkat kinerja. Dalam fase ini, pengukuran yang dilakukan antara lain:
1. Pengukuran baseline kinerja
Sebelum dilakukan proses Six Sigma harus dilakukan pengukuran tingkat kinerja saat ini atau pengukuran baseline kinerja. Ukuran hasil kinerja baseline yang digunakan pada Six Sigma adalah tingkat DPMO (Defect Per Million Opportunity) dan pencapaian tingkat kapabilitas sigma (sigma level).
Perhitungan nilai sigma dilakukan untuk mengetahui performa proses saat ini yang akan menjadi tolak ukur dalam menentukan
27 tindakan perbaikan yang harus dilakukan. Langkah-langkahnya yaitu:
a. Menghitung nilai DPMO
DPMO merupakan suatu ukuran kegagalan dalam Six Sigma yang menunjukan kerusakan suatu produk dalam satu juta barang yang diproduksi. Kriteria DPMO harus didefinisikan dengan teliti. Kerusakan dapat digambarkan dengan tidak bersih, tidak tepat atau tidak sesuai dengan standar. DPMO dituliskan dengan persamaan:
DPMO = jumlah kerusakan 1.000.000
jumlah semua produksi (2.1)
Nilai DPMO dari suatu roduk menggambarkan rata-rata pengukuran pada suatu proses.
b. Mengkonversi nilai DPMO ke nilai sigma menggunakan Tabel Konversi Sigma (lampiran 2).
Setelah diperoleh nilai DPMO dan level sigma, maka kita dapat mengetahui besarnya baseline kinerja perusahaan saat ini. 2. Pengukuran tingkat kapabilitas proses (capability process)
Suatu proses disebut mempunyai kapabilitas jika proses tersebut mempunyai kemampuan untuk menghasilkan output yang berada dalam batas spesifikasi yang diharapkan. Apabila nilai rata-rata dari proses tersebut sama dengan nilai target yang diharapkan dan besarnya rentang batas spesifikasi yang diinginkan perusahaan (USL-LSL) lebih besar dari rentang batas terkontrol pada produk
28 yang dihasilkan (UCL-LCL) [4]. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2. Besarnya batas spesifikasi perusahaan ditentukan oleh bagian Quality Contol pada perusahaan sedangkan besarnya batas terkontrol dapat diketahui melalui bagan kendali Shewhart.
Ukuran yang menyatakan kemampuan proses tersebut dinamakan capability index. Sedangkan analisanya disebut analisa proses kapabilitas. Analisa proses kapabilitas dapat digunakan apabila proses tersebut berada dalam statistical proses control, apabila tidak maka nilai kapabilitasnya tidak dapat dipercaya.
Gambar 2.2 Bentuk Bagan Kendali Proses Mempunyai Kapabilitas
Menurut [4], proses kapabilitas dapat digolongkan dalam tiga kondisi, yaitu:
a. Proses yang memiliki kapabilitas tinggi, yang terjadi bila rentang proses berada didalam rentang spesifikasi (Dapat dilihat pada Gambar 2.3).
29
Gambar 2.3 Bagan Kendali Proses Kapabilitas Tinggi
b. Proses yang memiliki kapabilitas hampir tidak cukup, yang terjadi bila rentang proses sama dengan rentang spesifikasi (Gambar 2.4).
6 (USL LSL) (2.3)
Gambar 2.4 Bagan Kendali Proses Kapabilitas hampir tidak cukup
c. Proses yang tidak memiliki kapabilitas, yang terjadi bila rentang proses lebih besar dibandingkan dengan rentang spesifikasi (Gambar 2.5).
6 (USL LSL) (2.4)
30
Gambar 2.5 Bagan Kendali Proses Tidak Memiliki Kapabilitas
Terdapat berbagai indeks kapabilitas proses, akan tetapi dalam skripsi ini akan digunakan 3 macam indeks, yaitu:
a. Cp
Cp merupakan index kapabilitas yang paling sederhana, digunakan untuk menunjukan kemampuan suatu proses dalam memenuhi spesifikasi limit. Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum menggunakan Cp, yaitu distribusi dari proses harus berdistribusi normal dan nilai rata-rata proses ( ) harus tepat sama dengan nilai target (T), yang berarti nilai dari proses harus tepat berada di tengah dari interval nilai USL dan LSL. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka nilai Cp akan memberikan misleading results (kurang dapat dipercaya). Dapat dikatakan Cp merupakan perbandingan antara rentang spesifikasi dengan rentang proses, sehingga seharusnya bernilai lebih dari 1 [4]. Dituliskan:
p
USL LSL
C
31 Sehingga: 6 p USL LSL USL LSL C UCL LCL (2.6)
Nilai Cp = 1, jika rentang spesifikasi sama dengan rentang proses. Dikatakan proses hampir memiliki kapabilitas.
Nilai Cp > 1, jika rentang spesifikasi lebih besar dari rentang proses. Dikatakan proses memiliki kapabilitas yang tinggi.
Nilai Cp < 1, jika rentang spesifikasi lebih kecil dari rentang proses. Dikatakan proses tidak memiliki kapabilitas.
Secara umum dapat dikatakan semakin besar nilai Cp, maka semakin baik proses tersebut. Six sigma merupakan pengembangan dari konsep Cp. Proses 6 memiliki Cp = 2. Hubungan antara nilai Cp dan kapabilitas proses dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini [5]:
Tabel 2.2 Hubungan Cp dan Kapabilitas Proses
Cpk Kapabilitas Proses 0, 33 1, 0 σ 0, 50 1, 5 σ 0, 67 2, 0 σ 0, 83 2, 5 σ 1, 00 3, 0 σ 1, 17 3, 5 σ 1, 33 4, 0 σ 1, 50 4, 5 σ 1, 67 5, 0 σ 1, 83 5, 5 σ 2, 00 6, 0 σ 2, 17 6, 5 σ 2, 33 7, 0 σ
32 b.Cpk (Indeks Kapabilitas Proses Aktual)
Cpk merupakan index yang menunjukan seberapa baik suatu proses dapat memenuhi spesifikasi limit, dengan mengukur jarak terdekat antara kinerja proses dan batas spesifikasi. Semakin kecil nilai Cpk semakin dekat jarak antara kinerja proses dan batas spesifikasi, hal ini berarti proses tersebut semakin capable. Formula Cpk dituliskan [4]:
Cpk = (1 – k)Cp (2.7) dengan jika jika Jadi, min( atau ) 3 3 pk USL X X LSL C (2.8)
33 dengan:
USL = batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit) LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit)
X = rata-rata proses
σ = simpangan/standar deviasi
Dapat dikatakan bahwa Cpk lebih baik dari pada Cp, akan tetapi Cpk juga mempunyai kekurangan. Cpk hanya melihat penyebaran dari rata-rata proses dan spesifikasi limit, sehingga tidak dapat memberikan informasi bagaimana penyebaran dari proses kontrol secara keseluruhan hanya bagaimana penyebaran proses terhadap spesifikasi limit.
Terdapat hubungan antara Cpk dan kapabilitas proses pada berbagai tingkat sigma. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Hubungan Cpk dan Kapabilitas Proses
Cpk Kapabilitas Proses 0, 33 1, 0 σ 0, 50 1, 5 σ 0, 67 2, 0 σ 0, 83 2, 5 σ 1, 00 3, 0 σ 1, 17 3, 5 σ 1, 33 4, 0 σ 1, 50 4, 5 σ 1, 67 5, 0 σ 1, 83 5, 5 σ 2, 00 6, 0 σ 2, 17 6, 5 σ 2, 33 7, 0 σ
34 c. Cpm (Indeks Kapabilitas Proses Taguchi)
Indeks kapabilitas proses Cpm (disebut juga Taguchi Capability Index) digunakan untuk mengukur pada tingkat mana output suatu proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan pelanggan. Formula Cpm dituliskan: 2 2 dengan : ( ) 6 pm ST ST USL LSL C T (2.9)
dengan
τ
ST adalah variansi dan selisih antara rata-rata proses (μ) dan target (T).Beberapa keuntungan dari penggunaan indeks Cpm [6] adalah:
1. Indeks Cpm dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi yang tidak simetris (asymetrical specification interval), di mana nilai spesifikasi target kualitas (T) tidak berada tepat di tengah nilai USL dan LSL.
2. Indeks Cpm dapat dihitung untuk tipe distribusi apa saja, tidak mensyaratkan data harus berdistribusi normal. Hal ini berarti perhitungan Cpm adalah bebas dari persyaratan distribusi data, serta tidak memerlukan lagi uji normalitas untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan dari proses itu berdistribusi
35 normal. Juga akan menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang distribusi apa yang digunakan.
Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya dipergunakan kriteria sebagai berikut:
(a) Cpm ≥ 2,00
Proses dianggap mampu dan kompetitif. (b) 1,00 ≤ Cpm ≤ 1,99
Proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol (zero defect oriented). Perusahaan yang memiliki nilai Cpm yang berada di kisaran ini memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma. (c) Cpm < 1,00
Proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global.
2.2.3 Fase Analyze
Analyze (A) merupakan langkah ketiga dalam proses Six Sigma. Tujuan dari fase ini adalah menganalisis sebab-sebab utama yang menyebabkan masalah pada proses. Pada skripsi ini sebab-sebab utama permasalahan tersebut dianalisis menggunakan:
36 a. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram)
Cause and Effect diagram adalah suatu alat yang digunakan untuk mengorganisasi dan menggabungkan seluruh ide-ide mengenai penyebab potensial dari suatu masalah. Bentuknya seperti tulang ikan (fishbone), terdiri dari dua macam bagian yaitu [4]: a. Kepala ikan (akibat), berada di sebelah kanan. Bagian ini memuat
suatu permasalahan (kecacatan produk), yaitu akibat yang terjadi. b.Tulang ikan (penyebab), terdiri dari faktor-faktor penyebab
dimana duri-duri tersebut akan bercabang-cabang sesuai jumlah penyebab yang ditemukan.
Gambar 2.6 berikut merupakan contoh bentuk diagram sebab akibat:
37 b. FMEA (Failure Models and Effect Analysis)
Failure Mode and Effect Analysis atau analisa potensi kegagalan dari produk/proses dan efek-efeknya merupakan suatu kegiatan mendokumentasikan pengidentifikasian tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan potensi kegagalan terjadi.
Langkah-langkah dalam menggunakan FMEA yaitu [7]: a. Mengidentifikasi proses, produk atau jasa.
b.Membuat kolom-kolom dalam sebuah spreadsheet. Masing-masing kolom tersebut diberi nama: modes of failure, cause of failure, effect of failure, frequency of occurance, degree of severity, chance of detection, risk priority number (RPN) dan rank c. Membuat daftar masalah-masalah yang mungkin mucul.
d.Mengidentifikasi semua penyebab dari setiap masalah yang muncul.
e. Menentukan akibat dari setiap masalah tersebut. Kemudian mengidentifikasi akibat potensial dari masalah terhadap pelanggan, produk dan proses.
f. Membuat tabel keterangan nilai-nilai yang akan ditentukan. Untuk mengisi kolom frequency of occurance, degree of severity, dan chance of detection dibuat sebuah tabel consensus dari nilai-nilai relative untuk mengasumsikan frekuensi muncul (occurance), seberapa besar pengaruh efek kegagalan yang terjadi (severity),
38 kemungkinan masalah tersebut terdeteksi dan diatasi sekarang ini (detection). Selanjutnya mengisikan nilai yang sesuai untuk kolom-kolom diatas berdasarkan tabel yang telah dibuat.
g.Menghitung nilai resiko (RPN) dari tiap masalah, dengan rumus:
RPN SEVV OCC DET (2.10)
h.Menyusun masalah berdasarkan nilai RPN, dengan urutan dari nilai RPN tertinggi ke terendah
i. Mengambil tindakan untuk mengurangi resiko pada masalah berdasarkan rankingnya.
Berikut contoh tabel spreadsheet FMEA (Tabel 2.4):
Tabel 2.4 Spreadsheet FMEA
Mode of failure Cause of failure Effect of failure Frequence of occurance (1-10) Degree of severity (1-10) Chance of detection (1-10) Risk priority number (RPN) Rank
Nilai occurance (OCC), severity (SEV) dan detection (DET) besarnya antara 1-10. Ketentuan pemberian besarnya nilai ini dapat dilihat dalam Table 2.5 berikut:
Table 2.5 Nilai Occurance (OCC), Severity (SEV) dan Detection (DET)
Nilai Occurance (OCC) Severity (SEV) Detection (DET) 1 Jika masalahnya
hampir tidak pernah terjadi
Jika masalahnya tidak berpengaruh (minor).
Jika masalahnya pasti dapat cepat-cepat diatasi(very high) 2
Jika masalahnya sedikit berpengaruh dan tidak
terlalu kritis (low). 3 Jika masalahnya
sangat jarang terjadi, relatif sedikit (low).
Jika masalahnya kemungkinan besar dapat
diatasi (high)
4 Jika masalahnya cukup
berpengaruh, dan pengaruhnya cukup kritis
Jika masalahnya ada kemungkinan untuk dapat diatasi (moderatte) 5
39 kadang-kadang
terjadi (moderatte)
(moderatte).
7 Jika masalahnya sangat
berpengaruh dan kritis (high).
Jika masalahnya kemungkinannya kecil untuk dapat diatasi (low) 8 Jika masalahnya
sering terjadi (high) 9 Jika masalahnya
sulit untuk dihindari (very high)
Jika masalahnya benar-benar berpengaruh, sangat merugikan dan sangat kritis (very high)
Jika masalahnya mungkin tidak dapat
diatasi (very low) 10
Jika masalahnya tidak dapat diatasi (none). Setelah dilakukan analisis FMEA, selanjutnya menentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Terutama masalah-masalah yang memiliki nilai resiko (RPN) tertinggi. Untuk itu digunakan tabel action planning for failure mode (Tabel 2.6). Dengan tabel ini ditentukan tindakan yang sesuai untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi dengan memberikan solusi langsung ke akar penyebab permasalahannya. Apabila diperlukan, untuk setiap solusi tersebut dapat dibuat validasi yang akan berguna untuk memastikan bahwa solusi telah diimplementasikan dengan benar. Bentuk validasi tersebut dapat berupa laporan, form atau checksheet.
Tabel 2.6 Bentuk table action for failure mode
Failure mode Actionable cause Design action/potensial solution Design validation
40
2.2.4 Fase Improve
Fase Improve adalah fase meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab timbulnya cacat. Setelah sumber-sumber penyebab masalah kualitas dapat diidentifikasi, maka dapat dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma.
Design of Experiment (DoE) merupakan salah satu metode statistik yang digunakan untuk meningkatkan dan melakukan perbaikan kualitas. Design of Experiment dapat didefinisikan sebagai suatu uji atau rentetan uji dengan mengubah-ubah variabel input (faktor) suatu proses sehingga dapat diketahui penyebab perubahan output (respon). Banyaknya kombinasi yang dihasilkan dari DoE adalah sebanyak 2k, dengan 2 adalah banyaknya pengaturan atau level dan k adalah banyaknya factor atau variabel input (X) [8].
2.2.5 Fase Control
Pada fase control hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan. Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus distandarisasikan, dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus-menerus pada jenis masalah yang lain mengikuti konsep DMAIC.
Diagram kontrol merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengontrol variansi dalam suatu proses produksi. Diagram ini
41 memuat tiga garis batas, yaitu: garis kontrol atas atau biasa di sebut upper control limit (UCL), rata-rata kualitas sampel dan garis kontrol bawah atau biasa disebut lower control lomit (LCL). Sampel yang berada dalam rentang UCL-LCL dikatakan berada dalam pengawasan (in control) sedangkan sampel yang berada di luar rentang UCL-LCL dikatakan berada di luar pengawasan (out control) [9]. Fungsi dari diagram ini adalah:
a. Menentukan batas terkontrol dari suatu proses
b. Memberikan informasi tentang stabilitas dan kemampuan proses c. Membantu mengurangi variabilitas
d. Memonitor kinerja agar tetap berada dalam batas pengawasan. Gambar 2.7 menggambarkan contoh bentuk diagram control:
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, yaitu mulai dari bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Mei 2009. Jadwal kegiatan secara lengkap ditunjukan pada Tabel 3.1. Tempat pelaksanaan penelitian ini pada salah satu perusahaan swasta multinasional yang bergerak pada bidang pengembangan kawasan dan pemukiman (developer) yang terletak di daerah Bekasi Barat, yaitu PT X (nama perusahaan tidak dapat disebutkan) pada bagian Departemen Estate.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan
N
o Kegiatan
Waktu (Tahun 2009)
Januari Pebruari Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Konsultasi dengan pembimbing X X 2 Pengumpulan referensi X X X X 3 Penyusunan skripsi X X X X X X X X X X X 4 Pencarian data X X X 5 Pengolahan data X X 6 Analisis data X X 7 Revisi X X X X
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari PT X, meliputi:
43 a. Dokumen umum perusahaan berupa profil perusahaan dan aliran proses
produksi.
b. Data keluhan dari konsumen (pembeli rumah). c. Data jumlah rumah yang dibangun.
d. Data jumlah rumah yang mendapat keluhan dari konsumen.
e. Data tentang informasi penyebab terjadinya produk yang mendapat keluhan dari konsumen (produk cacat).
Untuk menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini digunakan metode deskriptif, berupa:
1. Studi Pustaka
Metode studi pustaka dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan analisis Six Sigma dan tentang profil perusahaan.
2. Observasi Langsung
Metode pengamatan dilakukan untuk mengetahui aliran proses produksi dan pangambilan data produksi.
3. Wawancara Terstruktur (lampiran 4)
Metode wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan dan jenis karakteristik kualitas produk yang diinginkan oleh pelanggan. Wawancara dilakukan terhadap pihak Quality Control perusahaan.
44
3.3 Metode Pengolahan Data
Setelah data diperoleh, selanjutnya dilakukan pengolahan terhadap data-data tersebut. Pengolahan data dilakukan melalui beberapa fase, yaitu:
3.4.1 Fase Pendefinisian Masalah (Define)
Pada fase define dilakukan identifikasi masalah dan karakteristik kualitas produk yang diinginkan oleh pelanggan. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan data keluhan pelanggan yang diperoleh dari pihak Quality Control perusahaan. Dari hasil identifikasi akan diperoleh permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan.
3.4.2 Fase Pengukuran (Measure)
Pada fase Measure dilakukan pengukuran baseline kinerja dengan parameter DPMO dan level sigma serta pengukuran kapabilitas proses. Penghitungan nilai DPMO dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.1).
Setelah diperoleh nilai DPMO, kemudian dilakukan konversi nilai DPMO menjadi nilai sigma menggunakan Table Conversion Sigma (tabel terlampir). Dari nilai DPMO dan nilai sigma, maka dapat diketahui kondisi perusahaan saat ini.
Pengukuran kapabilitas proses dilakukan dengan menghitung nilai Cp (persamaan (2.6)), Cpk (persamaan (2.7)) dan Cpm (persamaan (2.8)) proses.
45 3.4.3 Fase Penganalisaan (Analyze)
Pada fase Analyze dilakukan analisis sebab-sebab utama yang menyebabkan masalah pada proses dengan menggunakan diagram sebab-akibat (cause and effect diagram) dan analisis FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
Untuk membuat diagram sebab-akibat, dilakukan wawancara dengan pihak Quality Control untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang menyebabkan permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis FMEA untuk mengetahui penyebab manakah yang paling mempengaruhi masalah tersebut. Analisis FMEA dilakukan dengan menggunakan Spreadsheet FMEA. Setelah diketahui penyebab utama dari permasalahan dengan FMEA maka selanjutnya ditentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada menggunakan tabel action planning for failure mode.
Idealnya, setelah diketahui penyebab utama dari permasalahan yang sedang dihadapi, maka dilakukan fase improve untuk meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab cacat pada produk serta fase control untuk mengendalikan proses agar tetap berada pada level six sigma. Akan tetapi, dalam penelitian ini fase improve dan fase control tidak di kaji mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya yang dimiliki.
Setelah dilakukan pengolahan data, maka selanjutnya dilakukan analisis data. Data analisisnya berupa:
46 1. Permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan.
Permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan dapat dilihat melalui diagram Pareto.
2. Kondisi baseline kinerja perusahaan
Untuk mengetahui kondisi baseline kinerja perusahaan dapat dilakukan dengan melihat nilai akhir level sigma
3. Penyebab yang paling berpengaruh terhadap permasalahan utama yang sedang dihadapi.
Untuk memperoleh hasil analisa berupa penyebab utama yang paling berpengaruh dilakukan analisa menggunakan spreadsheet FMEA. Melalui spreadsheet FMEA akan diperoleh nilai RPN dari tiap-tiap penyebab permasalahan. Penyebab yang nilai RPN-nya paling besar merupakan penyebab utama yang menyebabkan permasalahan yang sedang dihadapi. Nilai RPN dapat diperoleh dengan persamaan (2.10).
3.4 Alur Penelitian
Untuk mengetahui alur penelitian ini dari awal sampai akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1.
47 Mulai Survey perusahaan Interview dan pengambilan data Fase Define Pendefinisian masalah Pareto chart Permasalahan utama Kesimpulan dan saran Selesai Fase Measure Fase Analyze Process mapping Pengukuran baseline kinerja Pengukuran proses kapabilitas Kondisi perusahaan Diagram sebab akibat Analisis FMEA
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian dan pengumpulan data, maka pada bab ini akan dilakukan pengolahan dan analisa terhadap data tersebut. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan mendefinisikan, mengukur dan menganalisa masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan pengembangan kawasan dan pemukiman tersebut dengan pendekatan Six Sigma yang terdiri dari fase define, measure dan analyze. Hasil dan pembahasan dijabarkan sebagai berikut:
4.1 Pendefinisian Masalah di PT X (Define)
Fase define merupakan langkah awal dalam melakukan analisis Six Sigma. Apabila dibentuk suatu tim Six Sigma, maka dalam penelitian ini yang bertindak sebagai Executive Leader adalah pemilik PT X, pihak Champion adalah direktur utama PT X, pihak Master Black Belt adalah manager Quality Control PT X, pihak Black Belt adalah Quality Control PT X dan peneliti, pihak Green Belt adalah para supervisor PT X serta sebagai pihak Yellow Belt adalah seluruh karyawan dan tukang-tukang yang bekerja di PT X.
Hal pertama yang dilakukan dalam fase ini adalah mengidentifikasi hal-hal yang dianggap penting oleh pelanggan (Critical to Quality atau biasa disingkat CTQ). Secara garis besar keinginan pelanggan terdiri dari dua hal utama, yaitu ketepatan waktu dan kualitas produk. Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak quality control menunjukan bahwa CTQ terdiri dari kondisi fisik dan kelengkapan sarana. Kondisi fisik terdiri dari tidak adanya retak
49 pada bagian dinding, pintu, jendela dan kusen serta tidak ada bagian-bagian yang catnya belang. Sedangkan kelengkapan sarana meliputi pemasangan PAM dan PLN.
PT X telah membangun perumahan dalam beberapa cluster yang terdiri dari berbagai tipe. Pada cluster Z yang menjadi objek dalam penelitian ini terdiri dari 314 unit rumah yang terbagi menjadi tiga tipe. Setiap rumah yang dibangun memiliki spesifikasi teknis sebagai berikut: (a) Pondasi terbuat dari batu kali; (b) Struktur terdiri dari beton berulang; (c) Dinding terdiri dari batapres di plester, di aci dan di cat; (d) Lantai keramik; (e) Plafon terbuat dari gypsumboard 9 mm di cat; (f) Atap terbuat dari kuda-kuda kayu dan genteng beton; (g) Daun pintu dan jendela terbuat dari kayu solid yang di plistur; (h) Instalasi air dengan pipa PVC; (i) Air bersih dari PAM; (j) Instalasi listrik dengan PLN 1300 watt 220 volt; (k) Sanitair dengan kloset duduk; dan (l) Dapur terdri dari meja beton, keramik dan kitchen zink stainless steel.
Dalam penelitian ini, perbaikan kualitas akan dilakukan pada bagian yang paling sering mendapat keluhan dari pelanggan. Data keluhan diperoleh dengan memberikan formulir keluhan kepada setiap konsumen yang membeli rumah pada cluster Z. Dari data yang diperoleh dari pihak Quality Control perusahaan, keluhan dari konsumen perumahan PT X dapat diidentifikasi menjadi beberapa jenis. Yaitu berupa atap bocor, plafond tidak rapi, lisplang retak-retak, plesteran dinding retak dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut:
50
Tabel 4.1 Data keluhan Pelanggan
No. Jenis keluhan Jumlah
1. Atap bocor 52
2. Plafon tidak rapi, rusak, basah dan berjamur 54
3. Lisplang retak-retak 6
4. Plesteran dinding retak 113
5. Dinding lembab dan berjamur 23
6. Cat diding tidak rata, mengelupas dan kasar 55 7. Pintu dan jendela goyang, tidak dapat ditutup
rapat dan retak
68
8. Kunci pintu tidak cocok dan rusak 40
9. Plistur pintu dan jendela kusam 19
10. Keramik retak dan tidak rata 13
11. Nat keramik retak-retak dan kurang rapi 8
12. Kran dan shower belum di pasang 25
13. Sanitair bermasalah 26
14. Pipa bocor dan mampet 17
15. Pintu pagar dan gembok berkarat 13
16. Cat pagar mengelupas 11
17. Listrik belum ada 33
18. PAM belum ada 15
19. Lantai dan dinding kotor 28
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa keluhan pelanggan terdiri dari sembilan belas jenis keluhan. Untuk lebih memudahkan dalam melihat jenis keluhan mana yang paling banyak dikeluhkan oleh pelanggan dapat dibuat diagram pareto. Gambar 4.1 menggambarkan diagram pareto jenis keluhan dari pelanggan.
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa jenis keluhan yang paling banyak adalah keluhan tentang keretakan dinding, oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan kualitas terhadap dinding rumah.
51 jumlah 113 68 55 54 52 40 33 28 26 25 23 19 17 15 13 13 11 8 6 Persen 18 11 9 9 8 6 5 5 4 4 4 3 3 2 2 2 2 1 1 Akumulatif % 18 29 38 47 55 62 67 72 76 80 84 87 89 92 94 96 98 99100 jenis cacat 4 7 6 2 1 8 17 19 13 12 5 9 14 18 10 15 16 11 3 700 600 500 400 300 200 100 0 100 80 60 40 20 0 Ju m la h A ku m ul at if Pe rs en ( % )
Jenis Cacat pada PT X
Gambar 4.1 Pareto Chart Jenis Cacat pada PT X
Sebenarnya keretakan dinding ada dua jenis, yaitu keretakan struktur dan keretakan rambut. Dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan kualitas terhadap jenis keretakan rambut pada dinding. Contoh keretakan dinding yang mendapat keluhan dari pelanggan dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut:
52 Secara singkat dapat dijelaskan bahwa proses pembangunan dinding dimulai dari tahap supplier sampai customer (SIPOC). Supplier disini bertindak sebagai penyuplai bahan baku pembuatan dinding, yaitu bata pres, pasir beton yang diayak halus dan semen PC. Setiap material dan komponen yang datang diinspeksi dahulu pada bagian pengujian bahan. Bila material dinyatakan sesuai dengan kualitas, maka material tersebut dikirim ke lapangan.
Proses pembangunan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pembangunan awal, plester dan proses pengacian. Pada bagian pembuatan awal, dilakukan pemasangan bata pres menggunakan adukan dengan perbandingan pasir dan semen sebanyak 1 banding 5. Setelah pemasangan bata selesai, selanjutnya dilakukan plester tahap I (kepalaan plester), plester tahap II kemudian proses pengacian. Plester tahap I dan II menggunakan adukan yang terdiri dari pasir beton dan semen PC dengan perbandingan 1 banding 5, sedangkan proses pengacian hanya menggunakan semen PC. Antara proses plester tahap I, plester tahap II dan proses pengacian diberi selang waktu kurang lebih 1-2 minggu untuk pengeringan, hal ini dilakukan agar dinding yang dibangun kuat dan tidak retak. Setelah proses pengacian selesai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan oleh bagian quality inspection, jika dinding dinyatakan bagus dan kuat maka akan dilakukan proses selanjutnya yaitu pengecatan dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya, proses pembuatan dinding dapat dilihat pada process mapping pada Gambar 4.3 di bawah ini:
53
Gambar 4.3 Process Mapping Pembuatan Dinding 4.2 Pengukuran Kinerja PT X (Measure)
Setelah dilakukan pendefinisian masalah yang akan di analisis, selanjutnya pada fase measure dilakukan pengukuran baseline kinerja dan pengukuran kapabilitas proses dalam perusahaan.
4.2.1 Pengukuran baseline Kinerja
Dalam penelitian ini, pengukuran baseline kinerja perusahaan dilakukan dengan menggunakan parameter DPMO dan nilai sigma. Hasil penghitungan nilai DPMO dan nilai sigma dari tiap-tiap jenis kecacatan dapat dilihat dalam Tabel 4.2 berikut (nilai sigma diperoleh dari Tabel Konversi Sigma pada lampiran 2). Berikut contoh perhitungannya (persamaan 2.1):
a. Cacat dinding retak 113
1000000 359872 314
DPMO (1.88 sigma)
b. Cacat pintu dan jendela goyang, tidak dapat ditutup rapat dan retak Supplier PT Y Bata Press Pasir Beton Semen PC Pembeli rumah Dinding kuat Customer Output Input Air Tanah Process
Proses awal Proses akhir
Plesteran I Pemasanga n bata Pengeringan Plesteran II Pengeringan Pengacian
54
68
1000000 216560 314
DPMO (2.28 sigma)
c. Cacat cat dinding tidak rata, mengelupas dan kasar 55
1000000 175159 314
DPMO (2.44 sigma)
d. Cacat plafond tidak rapi, rusak basah dan berjamur 54
1000000 171974
314
DPMO (2.45 sigma)
e. Cacat atap bocor
52
1000000 165605 314
DPMO (2.49 sigma)
Tabel 4.2 Nilai DPMO dan Sigma Tiap Jenis Cacat
No. Jenis Cacat
Baseline Kinerja Nilai DPMO Nilai
Sigma
1 Dinding retak 359872* 1.88*
2 Pintu dan jendela goyang, tidak dapat ditutup
rapat dan retak 216560 2.28
3 Cat dinding tidak data, mengelupas dan kasar 175159 2.44 4 Plafon tidak rapi, rusak, basah dan berjamur 171974 2.45
5 Atap bocor 165605 2.49
6 Kunci pintu tidak cocok dan rusak 127388 2.64
7 Listrik belum di pasang 105095 2.70
8 Lantai dan dinding kotor 89171 2.84
9 Sanitair bermasalah 82802 2,89
10 Kran dan shower belum di pasang 79617 2.91
11 Dinding lembab dan berjamur 73248 2.95
12 Plistur pintu dan jendela kusam 60509 3.05
13 Pipa bocor dan mampet 54140 3.10
14 PAM belum di pasang 47770 3.17
15 Keramik retak dan tidak rata 41401 3.24
16 Pintu pagar dan gembok berkarat 41401 3.24
17 Cat pagar mengelupas 35031 3.30
18 Nat keramik retak-retak dan kurang rapi 25477 3.45
19 Lisplang retak-retak 19108 3.56
Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai DPMO dari semua jenis cacat relative besar dan nilai sigmanya relative kecil. Hal ini
55 menunjukan bahwa baseline kinerja perusahaan masih kurang baik, sehingga perlu dilakukan perbaikan kualitas. Dalam penelitian ini, akan dilakukan perbaikan kualitas terhadap jenis cacat dinding retak, karena cacat ini yang nilai DPMO nya paling besar dan nilai sigmanya paling kecil diantara jenis-jenis cacat yang lain.
4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses
Pengukuran kapabilitas proses perusahaan dilakukan untuk mengetahui kondisi perusahaan, apakah memiliki kapabilitas atau tidak serta untuk mengetahui besarnya index kapablitas dari perusahaan. Prosedurnya menggunakan persamaan Cp, Cpk dan Cpm. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kapabilitas proses berdasarkan banyaknya jumlah keluhan atau bagian yang dianggap cacat oleh pelanggan. Data diperoleh dengan menghitung jumlah bagian yang mendapat keluhan dari tiap rumah yang telah di bangun.
Setelah data diperoleh (data pada lampiran 3), langkah pertama yang dilakukan adalah mencari nilai USL, LSL, UCL, LCL, rata-rata proses ( ), dan target (T). Nilai-nilai tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi perusahaan mempunyai kapabilitas atau tidak. Nilai USL, LSL dan target (T) diperoleh dari bagian Quality Control perusahaan, yaitu: USL = 12, LSL = 0 dan T = 1. Sedangkan nilai UCL, LCL dan ( ) diperoleh dengan membuat bagan kendali Shewhart. Bagan kendali tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut:
56
Gambar 4.4 Bagan kendali Shewhart Bagian yang Mendapat Keluhan
Dari Gambar 4.4 terlihat besarnya nilai UCL = 10.38, LCL=-6.52 dan ( ) = 1.93. Besarnya nilai USL lebih besar dari nilai UCL, akan tetapi nilai LSL lebih kecil dari nilai LCL sehingga belum dapat diketahui secara pasti kondisi perusahaan saat ini (Gambar 4.5). Maka dilakukan analisis dengan melihat nilai index kapabilitas Cp, Cpk dan Cpm.
Gambar 4.5 Perbandingan Nilai USL-LSL dan UCL-LCL
311 280 249 218 187 156 125 94 63 32 1 15 10 5 0 -5 Sample Sa m pl e M ea n __ X=1.93 UCL=10.38 LCL=-6.52 1 1 1 1
57 Untuk mencari index kapabilitas perusahaan (menggunakan data keluhan pelanggan pada lampiran 3), langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menguji normalitas data dan membuat histogram. Kedua hal ini dilakukan untuk melihat sebaran data, besarnya nilai rata-rata proses dan besarnya nilai standar deviasi. Uji normalitas data dilakukan dengan melihat nilai p-value data melalui Probability Plot data, dengan ketentuan jika p-value > 0.05 maka data berdistribusi normal dan jika p-value < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal. Setelah dilakukan pengujian terhadap data keluhan pelanggan PT X, dari grafik Probability Plot of Failure Data (Gambar 4.6) diperoleh nilai p-value < 0.05. Sehingga disimpulkan bahwa data tersebut tidak berdistribusi normal. 15 10 5 0 -5 -10 99.9 99 95 80 50 20 5 1 0.1 cacat P e rc e n t Goodness of F it Test Normal A D = 35.289 P-V alue < 0.005 Probability Plot for cacat
Normal - 95% CI
58 Dan histogram dari data bagian yang mendapat keluhan dari pelanggan dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut:
12 9 6 3 0 -3 200 150 100 50 0
Jumlah Keluhan Cacat per Rumah
Fr e ku e n si ( Ju m la h R u m a h ) Mean 1.933 StDev 2.817 N 314 Histogram of cacat Normal
Gambar 4.7 Histogram Bagian yang Mendapat Keluhan
Setelah diketahui sebaran data, nilai rata-rata proses dan standar deviasi maka selanjutnya dihitung nilai indeks Cp, Cpk dan Cpm. Dengan perhitungan diperoleh:
59 12 9 6 3 0 -3 LSLTarget USL LSL 0 Target 1 U SL 12 Sample Mean 1.933 Sample N 314 StDev (Within) 2.817 StDev (O v erall) 2.81688 Process Data C p 0.71 C PL 0.23 C PU 1.19 C pk 0.23 Pp 0.71 PPL 0.23 PPU 1.19 Ppk 0.23 C pm 0.11 O v erall C apability Potential (Within) C apability
PPM < LSL 0.00 PPM > USL 3184.71 PPM Total 3184.71 O bserv ed Performance Within Overall
PROCES CAPABILITY OF FAILURE
Gambar 4.8 Process Capability of Failure
Karena data tidak berdistribusi normal, maka nilai Cp dan Cpk tidak dapat digunakan untuk mengukur tingkat kapabilitas proses, sehingga yang digunakan adalah indeks Cpm yaitu sebesar 0.67. Karena nilai Cpm kurang dari satu (0.67<1) maka dapat dikatakan proses belum mampu dan belum kompetitif untuk bersaing di pasar global (belum mempunyai kapabilitas). Dari histogram dan kurva normal di atas terlihat semua data berada dalam rentang spesifikasi USL-LSL, sehingga nilai Cp lebih besar dibanding dengan nilai index kapabilitas lainnya. Akan tetapi data-data tersebut tidak memusat pada batas spesifikasi (mengumpul ke sebelah kiri mendekati LSL), sehingga nilai Cpk lebih kecil dibanding nilai index yang lain. Nilai PPM<LSL bernilai 0.00, hal ini karena tidak ada data yang keluar dari batas nilai
60 LSL. Akan tetapi nilai PPM>USL bernilai 3184.71, hal ini karena ada data yang keluar dari batas nilai USL.
4.3 Analisis Masalah di PT X (Analyze)
Fase Analyze (A) merupakan langkah ketiga dalam proses Six Sigma. Tujuan dari fase ini adalah menganalisis sebab-sebab utama yang menyebabkan masalah pada proses. Pada penulisan kali ini sebab-sebab utama permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan :
4.3.1 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram sebab akibat digunakan untuk melihat sejumlah kemungkinan yang menyebabkan permasalahan yang terjadi pada proses. Informasi tentang hal-hal yang menyebabkan permasalahan tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak Quality Control perusahaan.
Setelah dilakukan wawancara dengan pihak Quality Control dan Supervisor di PT X diketahui bahwa masalah retaknya dinding pada perumahan di PT X disebabkan oleh beberapa faktor utama, yaitu dari faktor material, proses pengerjaan, pekerja dan lingkungan. Untuk lebih jelasnya, penyebab-penyebab dari masalah dinding retak dapat dilihat pada bagan kendali sebab akibat (Gambar 4.9).
61 Gambar 4.9 Dia gr am S eba b Akiba t Masa lah Dinding R etak
62 Dari diagram sebab akibat tersebut dapat diketahui bahwa penyebab dinding retak dari segi material adalah karena pasirnya terlalu banyak mengandung lumpur dan komposisi gradasinya tidak sesuai dengan ukuran. Pasir terlalu banyak mengandung lumpur disebabkan karena proses inspeksi material yang dilakukan kurang ketat. Dari segi personel karena pekerjanya kurang professional dan terlalu terburu-buru mengejar target waktu. Dari segi metode, karena waktu interval antara proses plester dan pengacian terlalu cepat serta finishing touch nya kurang sempurna. Waktu interval antara proses plester dan pegacian kurang sempurna disebabkan karena mengejar target waktu yang ingin dicapai dan cara kerja pekerja yang tidak sesuai dengan metode yang telah ditentukan. Sedangkan finishing touch yang kurang sempurna disebabkan karena kualitas SDM pekerja yang masih kurang. Dari segi lingkungan karena intensitas hujannya terlalu banyak sehingga proses pengeringan menjadi tidak maksimal.
4.3.2 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
Setelah diketahui penyebab-penyebab dari masalah dinding retak pada PT X, maka selanjutnya dengan analisis FMEA akan dilakukan analisis untuk mencari penyebab yang paling utama dari permasalahan tersebut. Analisis FMEA dilakukan dengan menggunakan spreadsheet FMEA. Setiap penyebab dari permasalahan dicari nilai RPN-nya kemudian nilai RPN tersebut di susun dari nilai yang paling besar