REFLEKSI :
PENTINGKAH BAGI DOSEN PENDIDIKAN KEDOKTERAN ? dr. Rika Lisiswanti
Bagian Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Refleksi bukan merupakan hal yang baru. Kita sebenarnya sudah sering melakukan refleksi dalam kehidupan sehari-hari. Dosen adalah seorang profesional dan akan terus mengembangkan karirnya. Kemampuan refleksi harus dimiliki oleh seorang dosen. Refleksi bermanfaat untuk mengembangkan professional dosen dan mahasiswa. Refleksi juga mempunyai manfaat salah satunya adalah tindakan yang akan datang menjadi lebih baik. Dosen harus mampu melakukan refleksi terhadap diri sendiri dan mengajarkan refleksi terutama pendidikan kedokteran. Berbagai cara dan metode melakukan refleksi dikembangkan. Model yang disarankan untuk dosen adalah Action, Looking back on action, Awareness of essential aspect, Creating alternative methods of action (ALACT). Refleksi sangat berguna dalam pendidikan baik terhadap dosen sendiri dan mengajarkan refleksi kepada mahasiswa.
Keyword: refleksi, profesionalisme, dosen
1. Pendahuluan
Refleksi mungkin bukan merupakan hal baru bagi kita. Kita sering menyebut kata “refleksi” baik dalam mengajar atau dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya kita sudah sering melakukan reflkesi. Misalnya pada saat kita
membimbing mahasiswa
pembelajaran keterampilan klinik, kuliah dan pada saat menjadi tutor dalam diskusi tutorial. Seperti profesional lainnya, dosen harus
selalu mengembangkan
profesionalisme di jalur karir mereka (Tigelaar et al., 2008).
Refleksi merupakan kegiatan yang bersifat terus menerus. Refleksi merupakan tindakan untuk meningkatkan profesionalisme serta kunci dalam pendidikan baik bagi dosen dan mahasiswa yang sedang belajar (Khortagen, 2005). Refleksi merupakan salah satu isu yang banyak dibicarakan teutama pada pelayanan kesehatan selama dua dekade terakhir (Hyrkas et al., 2000). Beberapa penelitian di jurnal pendidikan memperlihatkan berbagai pendekatan dalam pengajaran dan tujuan pendidikan yang berhubungan dengan refleksi
(Aronson, 2011). Belakangan ini
beberapa model sudah
dikembangkan untuk menilai kualitas refleksi dari seorang dosen (Tigellar et al., 2008). Begitu juga mengajarkan refleksi kepada mahasiswa merupakan salah satu kompetensi dosen di pendidikan kedokteran (Schaup De-jong, 2011). Semua model tersebut baik untuk digunakan tergantung kepada kita sendiri untuk memilihnya. Refleksi juga merupakan salah satu kompetensi umum yang sebaiknya harus dikuasasi oleh mahasiswa. Untuk itulah tulisan kali ini membahas manfaat dan cara melakukan refleksi.
2. Isi
Pengertian refleksi
Kata refleksi berasal dari bahasa latin yang berarti “to bend or
to turn back’. Dalam kontek
pendidikan refleksi diartikan sebagai suatu proses berpikir kembali sehingga dapat diinterpretasikan atau dianalisis (Sandars, 2009). Refleksi merupakan konsep yang sering kita kenal setiap hari. Kita harus bisa membedakan khususnya dalam pendidikan, dalam pengertian biasa orang mengatakan
refleksi merupakan melihat kembali ke belakang. Tetapi dalam pendidikan refleksi dimaknai dengan berpikir melalui pemahaman dan pembelajaran (Aronson, 2011).
Refleksi merupakan suatu cara yang sangat bagus dalam pendidikan kedokteran untuk membantu mahasiswa menghadapi masalah dan isu yang rumit pada kehidupan nyata atau praktek di lapangan (Ahmed, 2009). Refleksi menuntun kita untuk meningkatkan performan sebagai seorang dosen atau dokter (Staffordishire University, 2011). Pada beberapa pekerja profesional diharapkan untuk melakukan refleksi terhadap apa yang mereka lakukan dan bagaimana melakukannya sehingga lebih baik di masa akan datang (Staffordishire University, 2011). Refleksi khususnya pengalaman dapat menghasilkan perubahan dan tindakan bahkan menyusun kembali pembelajaran (Staffodishire University, 2011).
Schon membagi refleksi menjadi dua yaitu (Staffordishire University, 2011; Johnson & Bird, 2008):
Terjadi ketika pengalaman yang dihadapi dalam praktek kemudian memikirkan bagaimana agar lebih baik pada masa yang akan datang disebut
reflection on action, refleksi ini
dilakkukan setelah pengalaman terjadi.
2. Reflection in action
Refleksi ini terjadi ketika kita sedang melakukan praktek kemudian terpikirkan melakukan lebih baik berdasakan pengalaman yang lalu disebut
reflection in action.
Manfaat refleksi
Refleksi dapat meningkatkan profesionalisme dosen atau pengajar dengan cara meningkatkan kinerja dan terus belajar memperbaiki setiap tindakan yang dilakukan sehingga tindakan yang masa akan datang lebih baik. Menurut Sandar (2009) refleksi dapat meningkatkan profesionalisme, clinical reasoning, peningkatkan praktek yang berkelanjutan dan manejemen kesehatan. Refleksi dapat meningkatkan pembelajaran dan kompetensi (Aronson, 2005). Sedangkan dosen juga berkewajiban mengajarkan bagaimana melakukan
refleksi kepada mahasiswa sebagaimana tugas dosen dimasa sekarang adalah fasilitator yang akan memberikan dorongan kepada mahasiswa. Mengajar refleksi merupakan salah satu kompetensi dosen di pendidikan kedokteran (Schaup De-jong , 2011).
Model refleksi
Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam refleksi yaitu membuat catatan harian, refleksi jurnal, catatan kejadian (critical
incident), diari, percakapan refleksi, problem-based learning, portfolio,
menuliskan refleksi (Staffodhire, 2009).
Beberapa model refleksi: 1. Kolb learning cycle 1984 2. Refleksi menurut Jhon 1994 3. Model Atkins dan Murphis
1994
4. Model dasar refleksi
5. Model ALACT (Action,
Looking back on action, Awareness of essential aspect, Creating alternative method) 6. Onion model
Cara melakukan refleksi
Cara melakukan refleksi dengan memilih salah satu model refleksi yang di atas. Dari berbagai model refleksi mungkin kita mengambil salah satu model. Model yang biasa digunakan oleh para pengajar dalam melakukan refleksi adalah model ALACT yaitu Action,
Looking back on action, Awareness of essential aspect, Creating alternative methods of action, trial dan Kolb learning cycle model. Model Kolb learning cycle banyak digunakan
pada pembelajaran klinik. Sedangkan ALACT model banyak digunakan oleh pendidik (Khortagen, 2005).
Gambar 1. ALACT Model
Sumber: Khortagen & Vasalos. Level in reflection: core reflection as a means to
enhance professional growth, 2005
Sekarang kita mencoba melihat teori atau model refleksi
ALACT. Langkah-langkah ALACT
model adalah
1. Action
Tahap pertama adalah tindakan yang dilakukan sebagai pengalaman. Tahap ini membantu kita untuk mendapatkan pengalaman.
2. Looking back on the action
Tahap kedua ini adalah tahap melihat kembali kebelakang terhadap tindakan yang telah dilakukan. Memikirkan lagi apa yang ingin dicapai atau yang diinginkan. Pada tahap kedua ini ada 9 area yang bisa digunakan dan dipertanyakan yaitu
1. Apa konteksnya? 2. Apa yang kita
inginkan?
3. Apa yang kita lakukan?
4. Apa yang kita pikirkan?
5. Apa yang kita rasakan? 6. Apa yang mahasiswa
inginkan?
7. Apa yang mahasiswa lakukan?
8. Apa yang dipikirkan mahasiswa?
9. Bagaimana perasaan mahasiswa?
Dari berbagai aspek tersebut, dikelompokan menjadi empat yaitu keingninan, perasaan, berpikir dan tindakan. Pada tahap kedua ini juga ada aspek empati, menerima, kesungguhan dan kenyataan.
3. Awareness of essential aspect
Tahap ini betujuan untuk menilai kualitas keputusan pada situasi yang nyata dan mengatasi keterbatasan (keterbatasan tindakan, perasaan dan kepercayaan). Aspek yang ada pada tahap ketiga ini adalah perhatian, empati, penerimaan, kesungguhan, kenyataan, konfrontasi, kesimpulan, kegunaan untuk sekarang, serta membuat sesuatu.
4. Creating alternative methods of action
Semua keterampilan atau pengalaman sebelumnya,
dapat membantu
menemukan dan memilih solusi.
5. Trial
Melanjutkan proses pembelajaran dengan
melakukan tindakan lebih baik.
Cara mengajarkan refleksi
Refleksi seseorang mungkin tidak lengkap tanpa bantuan atau dukungan dari orang lain (Sandars, 2009). Seorang mahasiswa membutuhkan seseorang yang mempunyai peran khusus yaitu supervisor atau mentor untuk membantu mereka (Howkin & Sohete, 1998 disitasi oleh Sandars, 2009). Refleksi itu sendiri merupakan suatu tantangan dimana seseorang secara sadar atau tidak
sadar menghambat
memberiktahukan pengalaman yang penting kepada orang lain. Yang kedua yaitu keenganan mendiskusikan pengalaman dengan orang lain dan melakukan perubahan. Fasilitator dapat memberikan lingkungan mendukung sehingga mahasiswa mampu memberitahukan dan membuat pemahaman terhadap pengalaman. Fasilitator sebagai konseling atau mentor, tidak memberikan pertanyaan menvonis mahasiswa bersalah dan bisa menerima perbedaan yang ada.
Menurut Aronson (2011) ada duabelas langkah dalam mengajarkan refleksi kepada mahasiswa:
1. Mengetahui definisi refleksi yang benar.
2. Menentukan tujuan pembelajaran untuk latihan refleksi.
3. Memilih metode yang tepat dalam mengajarkan refleksi. 4. Memilih cara terstruktur
yang atau tidak terstruktur atau pendekatan lainnya. 5. Membuat perencanaan
dengan pertimbangan etika dan emosi.
6. Menciptakan mekanisme untuk mengikuti rencana mahasiswa.
7. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif. 8. Mengajarkan kepada
mahasiwa tentang refleksi sebelum melakukan latihan. 9. Memberikan feedback dan
follow up.
10. Menilai refleksi.
11. Membuat latihan (mengintegrasikan ke dalam kurikulum untuk mendorong refleksi)
12. Refleksi dalam proses mengajarkan refleksi.
Pada pernyataan nomor 12 dapat kita artikan bahwa refleksi sangat penting dalam proses pengajaran.
3. Kesimpulan
Refleksi merupakan isu yang sedang berkembang saat ini dan sangat berguna terutama dalam pendidikan kedokteran. Sudah banyak model-model refleksi yang diteliti dan digunakan oleh para pendidikan pada berbagai negara di dunia. Refleksi sangat penting untuk pengembangan profesionalisme dosen dan mengajarkan refleksi kepada mahasiswa sehingga mampu menghadapi masalah kedokteran.
DAFTAR PUSTAKA
Aronson, L. (2011) Tweleve tips for teaching reflection at all levels of medical education. Medical teacher, 33, p. 200-205
Ahmed, N. (2009) Reflection as
method to teach and evaluate the professional role. University Toronto, pp. 1-3
Johnson, C., & Bird J. (2008) How to teach reflective practice. Cardiff University
Hyrkas, K., Tarkka, M.T., & Ilmonen, M.P. (2000) Teacher candidates reflective teaching and learning in a hospital setting-changing the pattern of practical training: a challenge to growing in to teacherhood. Issues and innovation in nursing education,
pp. 1-11
Khortaghen, F., & Vasalos, A. (2005)
Level in reflection: core reflection as a means to enhance professional growth. Teacher and teaching: Theory and Practice, 11(1), pp.
47-71
Sandars, J. (2009) The use reflection in medical education :AMEE
guide no. 44. Medical Teacher, 31,
pp. 685-695
Schaup de-jong, M., Adema, J.S., Dekker, H., Verkerk, M., & Schoyanus, J.C. (2011) Development of student rating scale to evaluate teacher’s competencies for facilitating reflective learning. Medical Education, 45, pp. 155-165
Staffordshire University. (2011) Academic skills. Helping you to
help yourself; reflection. Skill, pp.
1-3: Available from [www.staff.ac.uk/study] 23 September 2012
Tigelaar, D., Dolman, D., Meijer, P.C., Grave, W., & Vander Vlauten C.P.M. (2008) Teacher’s interactions and their collaborative reflection processes during peer meetings. Adnaves in
health sciences education, 13, pp.