• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Etika Lingkungan

Etika menurut Keraf (2002; 4-5) adalah refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, dan bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret.

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia lama (Poerwadaminta, dalam Bertens, 1993; 5) etika di jelaskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas ahlak (moral), jadi kamus lama hanya mengenal arti yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Salam (1997; 1) menjelaskan, pengertian etika adalah sebuah refleksi kritis yang dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Etika bermaksud membantu manusia bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak.

Sedangkan lingkungan sendiri memiliki arti ruang yang ditempati makhluk hidup bersama benda hidup dan tak hidup, seperti lapisan bumi dan udara yang ada

(2)

mahluknya (Soemarwoto, 1994; 51-52). Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995; 15). Pengertian lingkungan menurut Soerjani, lingkungan dapat dikatakan sebagai ekologi terapan, yakni bagaimana menerapkan berbagai prinsip dan ketentuan ekologi itu dalam kehidupan manusia, atau ilmu yang mempelajari bagaimana manusia harus menempatkan dirinya dalam ekosistem atau dalam lingkungan hidupnya (1987: 2).

Zoer Aeni juga mengatakan lingkungan adalah suatu system kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organism (2001:108).

Jadi dapat disimpulkan etika lingkungan adalah sebuah disiplin filsafat yang berbicara mengenai hubungan moral antara manusia dengan lingkungan atau alam semesta, dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan, jadi yang menjadi fokus perhatian etika lingkungan menurut pengertian ini, bagaimana manusia harus bertindak, bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan hidup( Keraf, 2002: 26).

Kesimpulan dari pengertian di atas adalah etika lingkungan dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup. Termasuk apa yang harus diputuskan manusia dalam membuat pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berdampak pada lingkungan hidup, juga apa yang harus diputuskan pemerintah dalam kebijakan ekonomi dan politiknya yang berdampak pada lingkungan hidup (Keraf, 2002: 27). Maksudnya adalah bahwa etika lingkungan

(3)

tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam. Etika lingkungan juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan. Termasuk di dalamnya kebijakan politik dan ekonimi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam.

Dengan mendasarkan diri pada teori etika lingkungan Keraf (2002; 143-160), merumuskan beberapa prinsip etika lingkungan, sebagai berikut:

1. Sikap hormat terhadap alam (respect for nature)

Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti halnya, setiap anggota komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama (kohesivitas social). Dengan kata lain, alam memiliki haknya untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam. Tetapi terutama karena kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian integral dari alam, manusia adalah anggota komunitas ekologis. Manusia berkewajiban menghargai hak semua mahluk hidup untuk berada, hidup, tumbuh dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptaanya.

2. Prinsip tanggung jawab (moral reponbility for nature)

Tanggung jawab ini bukan hanya bersifat individual melainkan juga kolektif. Prinsip tanggung jawab ini menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan secara nyata untuk menjaga alam dengan isinya. Itu artinya kerusakan dan kelestarian alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.

(4)

Dengan prinsip tanggung jawab pribadi maupun tanggung jawab bersama tersebut. Semua manusia dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan rasa memiliki yang tinggi sehingga seakan merupakan milik pribadinya. Tanggung jawab ini akan muncul seandainya pandangan yang dimiliki adalah bahwa alam bukan sekedar untuk kepentingan manusia.

3. Soladaritas kosmis (cosmic solidarity)

Prinsip solidaritas kosmis ini selalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan kehidupan alam ini, karena alam dan kehidupan lainnya mempunyai nilai sama dengan kehidupan manusia. Solidaritas kosmis berfungsi sebagai pengendali moral, semacam tabu dalam masyarakat tradisional, untuk mengharmoniskan perilaku manusia dengan ekosistem seluruhnya. Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis.

4. Prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam ( caring for nature)

Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature. Prinsip kasih sayang dan kepedulian merupakan prinsip moral satu arah, artinya tanpa mengharapkan untuk balasan. Serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan alam. Diharapkan semakin mencintai dan peduli terhadap alam, manusia semakin berkembang menjadi

(5)

manusia yang matang, sebagai pribadi dengan identitas yang kuat. Alam tidak hanya memberikan penghidupan dalam pengertian fisik saja, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.

5. Prinsip tidak merugikan (no harm)

Prinsip tidak merugikan atau no harm, merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu. Bentuk minimal berupa tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta. Manusia tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia dan mahluk hidup lain. Pada masyarakat tradisional yang menjujung tinggi adat dan kepercayaan, kewajiban minimal ini bisaanya dipertahankan dan dihayati melalui beberapa bentuk tabu-tabu. Misalnya pada masyarakat perdesaan yang masih percaya dan melakukan ritual di tempat tertentu, seperti sendang (jawa) yaitu suatu lokasi keluarnya sumber air secara alami, dipercayai memiliki nilai ritual tidak boleh setiap orang membuang sesuatu, tidak diperkenankan melakukan kegiatan secara sembarangan, dan setiap hari-hari tertentu dilaksanakan ritual. Siapa saja yang melakukan dipercayai akan mendapatkan sesuatu yang kurang baik bahkan kutukan.

6. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam

Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standart material. Bukan rakus dan tamak mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya, mengeksploitasi alam, tetapi yang lebih penting adalah mutu

(6)

kehidupan yang baik. Pola konsumsi dan produksi pada manusia modern yang bermewah-mewah dalam kelimpahan dan berlebihan, yang berakibat pada saling berlomba mengejar kekayaan harus ditinjau kembali. Hal ini menyangkut gaya hidup bersama, apabila dibiarkan dapat menyebabkan materialistis, konsumtif, dan eksploitatif. Prinsip moral hidup sederhana harus dapat diterima oleh semua pihak sebagai prinsip pola hidup yang baru. Selama tidak dapat menerima, kita sulit berhasil menyelamatkan lingkungan hidup. Untuk menuju pola hidup sederhana orang diminta untuk tenggang rasa, tetapi karena tidak semua orang peka untuk tenggang rasa, hasil anjuran untuk hidup sederhana belum banyak berhasil. Tetapi etis dapat menjadi dorongan yang amat kuat, apabila dapat dibina dengan baik. Misalnya, apabila rasa bangga untuk hidup mewah dapat diubah menjadi rasa malu, perasaan etis ini dengan sangat efektif akan menghambat pola hidup mewah. Contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan mulai dari lingkup rumah tangga, di lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta, dan juga masyarakat.

7. Prinsip keadilan

Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sebelumnya. Prinsip keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positip pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan

(7)

anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati pemanfatannya.

8. Prinsip demokrasi

Prinsip demokrasi sangat terkait dengan hahikat alam. Alam semesta sangat beraneka ragam. Keanekaragaman dan pluralitas adalah hakikat alam, hakikat kehidupan itu sendiri. Artinya, setiap kecenderungan reduksionistis dan antikeanekaragaman serta antipluralitas bertentangan dengan alam dan anti kehidupan. Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan,keanekaragaman, pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang demokratis sangat mungkin seorang pemerhati lingkungan.

9. Prinsip integritas moral

Prinsip integritas moral terutama dimaksudkan untuk pejabat publik. Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik. Dituntut berperilaku sedemikian rupa sebagai orang yang bersih dan disegani oleh publik karena mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan terutama kepentingan masyarakat. Misalnya orang yang diberi kepercayaan untuk melakukan Analissi Mengenai dampak Lingkungan (Amdal) merupakan orangorang yang memiliki dedikasi moral yang tinggi. Karena diharapkan dapat menggunakan akses

(8)

kepercayaan yang diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan lingkungan hidup fisik dan non fisik atau manusia.

Kesembilan prinsip etika lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi filter atau pedoman untuk berperilaku arif bagi setiap orang dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup sebagai bentuk mewujudkan pembangunan di segala bidang. Baik pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup atau pembangunan berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan. Secara diagramatis, keterkaitan antara filsafat, logika, estetika, dan etika, dalam membentuk norma dalam bermasyarakat yang terbentuk berdasarkan ilmu dan agama, dan selanjutnya menjadi dasar di dalam mengkritisi etika lingkungan untuk dapat menjadi pedoman, pandangan bagi perilaku setiap orang terhadap lingkungan hidupnya, karena setiap orang memiliki dan mengkaji ilmu dari berbagai aspek dan disiplin ilmu yang berbeda.

B. Dongeng Sebagai Genre Sastra Anak

Pengertian anak di sini adalah pengertian anak yang didasarkan pada perkembangan manusia. Anak hakikatnya adalah suatu fase atau masa dari usia seseorang untuk disebut anak. Di sini Piaget (dalam Nurgiyantoro, 2005: 11-12) menyatakan bahwa orang yang dapat dikategorikan sebagai anak adalah seseorang yang berusia 2 tahun sampai 12 tahun. Jadi, anak yang dimaksudkan dalam sastra anak adalah orang yang berusia 2 tahun sampai sekitar 12-13 tahun, yaitu masa prasekolah dan berkelompok anak (Somantri, 2007: 3). Pada masa ini anak sudah

(9)

masuk sekolah dan dalam masa remaja awal, yang bila dipetakan dengan jenjang pendidikannya adalah TK, SD, dan SLTP-awal.

Dengan demikian, berdasarkan pada penjelasan tersebut, cukup beralasan untuk mengatakan bahwa yang disebut anak adalah orang yang berusia 2 tahun sampai 12 tahunan. Pada usia inilah anak sudah mulai berkenalan dengan sastra, karena pada usia ini, anak sudah memiliki kemampuan untuk menguasai keterampilan berbahasa: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, yang merupakan bekal atau media dalam memahami sastra. Dengan kemampuan menyimaknya, anak sudah bisa tertarik untuk mendengarkan cerita dan dongeng; dengan kemampuan berbicaranya, anak sudah bisa bercerita tentang pengalaman sehari-harinya; dengan kemampuan membaca, anak sudah bisa memahami cerita-cerita dari buku-buku sastra; dan dengan menulis, anak sudah bisa mengarang dan membuat cerita. Sekalipun, pada awalnya, kemampuannya masih sederhana, tetapi pada usia inilah anak-anak sudah dapat memahami dan menyukai sastra.

Bahkan pada masa ini, anak-anak dapat dikatakan lebih menyukai dunia sastra dibandingkan dengan dunia yang terdapat dalam ilmu lain, misalnya berhitung. Hal ini terjadi karena sastra anak adalah sastra yang ditulis berdasarkan pada pengetahuan dan pengalaman anak. Anak-anak, dengan cara berpikirnya yang konkret dan tidak logis ini, membuat mereka menyukai dongeng, karena dalam dongeng, hal-hal yang tidak logis dalam kehidupan diceritakan dengan logika

(10)

anak-anak, misalnya benda-benda dan binatang bisa bicara, sehingga dengan cerita tersebut anak-anak merasa memiliki kedekatan dengan benda dan binatang tersebut, yang setiap hari dijumpai dalam lingkungannya.

Anak adalah orang yang dalam proses belajarnya terhadap kehidupan masih sederhana, tetapi kompleks dan memiliki karakternya sendiri, yaitu berbeda dengan orang dewasa. Perkembangan intelektual dan emosional anak selalu ditentukan oleh karakter kepribadian dan lingkungan. Artinya, sebelum memahami kehidupan atau lingkungan, anak sudah mempunyai seperangkat karakteristik pengetahuannya sendiri, misalnya yang dijelaskan oleh Piaget, masa anak-anak adalah masa yang cara berpikirnya tidak sistematis, tidak logis, dan konkret, yaitu merujuk pada benda-benda yang dikenal di sekelilingnya. Selanjutnya, dengan kepribadiannya ini, lebih lanjut, pengetahuan dan pengalaman anak ditentukan oleh lingkungannya. Dalam konteks lingkungan inilah, peran orangtua, guru, dan masyarakat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan dan kebudayaan yang kondusif dan mendukung kepribadian anak untuk lebih baik.

Kemudian Lukens mendefenisikan bahwa sastra anak adalah sebuah karya yang menawarkan dua hal utama : kesenanangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca dengan memberikan hiburan yang menyenangkan karena menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke alur kehidupan yang penuh daya suspense, daya yang menarik pembaca untuk ingin tahu dan terikat karenanya dan semuanya dikemas

(11)

menarik, sehingga pembaca mendapatkan kesenangan dan hiburan (dalam Kurniawan, 2009: 23).

Di sisi lain menurut Nurgiyantoro (2005: 3) karena sastra selalu berbicara tentang kehidupan, maka sastra juga memberikan pemahaman yang lebih baik pada pembaca tentang kehidupan. Pemahaman itu datang dari eksplorasi terhadap berbagai bentuk kehidupan, rahasia kehidupan, penemuan dan pengungkapan berbagai karakter manusia dan lain-lain. Informasi inilah yang kemudian memperkaya pengetahuan dan pemahaman pembaca ( anak-anak).

Persoalannya adalah, apakah semua bacaan yang memiliki karakteristik tersebut di atas dapat dinyatakan sastra anak. Saxby (dalam Nurgiyantoro, 2005: 5) mengemukakan, bahwa jika citraan atau metafora yang dikisahkan tersebut berada dalam jangkauan anak, baik yang melibatkan aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, maupun pengalaman moral, dan diekspresikan dalam bentuk-bentuk kebahasaan yang juga dapat dijangkau dan juga dipahami oleh pembaca anak-anak, buku atau teks tersebut dapat diklasifikasikan sebagai sastra anak. Jadi, sebuah buku dapat dikatakan sebagai sastra anak jika citraan dan metafora kehiudupan yang dikisahkan, baik secara isi (emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, dan pengalaman moral) maupun bentuk (kebahasaan dan cara-cara pengekspresian) dapat dijangkau dan dipahami oleh anak sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya.

Sastra anak dapat berkisah apa saja, bahkan menurut pemikiran orang dewasa bisa tidak masuk akal. Misalnya, kisah binatang yang dapat berbicara, bertingkah laku, berpikir dan berperasaan layaknya manusia. Imajinasi dan emosi anak dapat

(12)

menerima cerita semacam itu secara wajar dan seperti itulah menurut jangkauan pemahaman anak-anak.

Sebagaimana halnya dalam sastra dewasa, sastra anak juga mengenal apa yang disebut genre, maka pembicaraan tentang genre sastra anak juga perlu dilakukan. Salah satunya adalah dongeng, dongeng merupakan salah satu genre sastra anak, yang sampai saat ini masih sangat disukai oleh anak.

Dongeng merupakan bentuk dari cerita tradisional. Pada masa lampau dongeng diceritakan oleh, misalnya orangtua kepada anaknya, secara lisan dan secara turun temurun sehingga selalu tedapat variasi penceritaan walau isinya kurang lebih sama. Dongeng hadir dimaksudkan untuk menyampaikan ajaran moral, konflik kepentingan baik buruk dan yang baik pada akhirnya menang. Tokoh yang dihadirkan bisa saja manusia ataupun binatang (fabel), dan makhluk lain sebagai pendukung ( Lukens dalam Nurgiyantoro, 2005: 22-23).

Sedangkan fabel juga termasuk dalam dongeng yang menceritakan tentang binatang sebagai personifikasi karakter manusia. Binatang yang dijadikan tokoh dapat berbicara, bersikap, berperilaku sebagaimana halnya manusia. Cerita fabel secara jelas bisaanya mengandung ajaran moral, dan pesan moral tersebut secara nyata bisaanya ditempatkan pada bagian akhir cerita. Tujuan penyampaian dan atau ajaran moral inilah yang menjadi fokus penceritaan dan sekaligus yang menyebabkan hadirnya fabel di tengah masyarakat.

Pemilihan tokoh binatang dimaksudkan untuk mengkongkretkan ajaran dalam bentuk tingkah laku, jadi bukan hanya disampaikan secara verbal dan abstrak. Selain itu fabel juga dimaksudkan untuk menyamarkan ajaran lewat personifikasi binatang,

(13)

agar moral yang disampaikan tidak terlihat langsung dan karenanya pembaca, yaitu para manusia tidak merasa digurui.

Cerita fabel yang menggunakan gambaran manusia utuh itu diciptakan oleh Aeoep, yang menurut cerita lama berasal dari yunani. Ia adalah seorang hamba yang hidupnya sulit ditelusuri. Kemudian William Caxton dari inggris menulis buku yang berjudul Aesop’s Fables pada tahun 1484 (Riris K dkk, 2010: 22).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan jika dongeng fabel adalah salah satu bentuk cerita yang menampilkan binatang sebagai tokohnya. Binatang tersebut dapat berpikir dan berinteraksi layaknya manusia juga dengan permasalahan layaknya hidup manusia. Artinya manusia dengan berbagai persoalan diungkapkan lewat cerita fabel. Para tokoh binatang hanya dijadikan sarana, personifikasi, untuk memberikan pelajaran moral kepada anak-anak, hal itu dimaksudkan agar anak-anak tidak merasa digurui sewaktu membaca cerita dongeng fabel tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Teluk Dalam Kota Banjarmasin diperoleh bahwa proporsi responden yang mempunyai pengetahuan baik dan

Berdasarkan hasil analisis terhadap data hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek keterampilan abad 21 yang muncul dan berkembang pada diri anak dalam kegiatan

Kesebelas, guru memberikan memberikan pertanyaan kepada siswa terikait dengan diskusi yang sudah dilakukan, menurut observer pada pertemuan pertama didapat rata-rata

Adalah informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk & jasa tersebut dan informasi yang

Untuk adonan dengan penambahan -amilase dan glukoamilase 25 U/g tepung masih dihasilkan adonan yang agak kasar sama dengan roti yang terbuat dari pasta ubi jalar ungu

Di dalam pelantikan tanggal 25 Desember 2009 tersebut disampaikan pernyataan oleh Bupati Jembrana bahwa Pemerintah Daerah Jembrana “akan memberikan dana bantuan

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa atom mempunyai inti positif dan elektron yang bergerak pada jarak yang jauh dari inti.Teori tersebut dikemukakan

El grupo de proveedores no está obligado a competir con otros productos sustitutos para la venta en un sector industrial: Este factor se encuentra en una amenaza baja, se debe a