• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lapisan tanah dasar (subgrade) adalah lapisan terbawah suatu konstruksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lapisan tanah dasar (subgrade) adalah lapisan terbawah suatu konstruksi"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Lapisan tanah dasar (subgrade) adalah lapisan terbawah suatu konstruksi perkerasan jalan raya dimana diatasnya diletakkan lapisan pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan permukaan (surface course). Lapisan tanah dasar dibedakan atas :

1. Lapisan tanah dasar, tanah galian. 2. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan. 3. Lapisan tanah dasar, tanah asli.

Tanah dengan sifat yang kurang baik sangat tidak ekonomis dan mendukung apabila dijadikan sebagai tanah dasar suatu konstruksi bangunan sipil. Oleh sebab itu perlu dilakukan stabilisasi untuk memperbaiki tanah baik secara mekanis maupun kimiawi.

Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, kondisi drainase, dan lain-lain. Tanah dengan tingkat kepadatan yang tinggi mengalami perubahan volume yang kecil jika terjadi perubahan kadar air dan mempunyai daya dukung yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanah sejenis yang mempunyai nilai kepadatan rendah.

2.2 Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral – mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan – bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)

(2)

disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang kosong diantara partikel – partikel padat tersebut (Das,Braja M,1995).

Tanah merupakan campuran dari partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau semua jenis material berikut yaitu kerikil, pasir, lanau dan lempung. Secara kualitatif sifat-sifat agregat kerikil dan pasir dinyatakan dengan istilah padat, sedang dan lepas. Sedangkan untuk lempung (clay) dipergunakan istilah keras, kaku sedang dan lunak.

2.3 Sifat - Sifat Tanah

Sifat–sifat tanah terdiri dari sifat–sifat fisik (physical properties) dan sifat– sifat teknis (engineering properties). Sifat–sifat fisik antara lain mengenai kadar air, berat jenis tanah, analisa saringan, analisa hydrometer, batas– batas konsistensi sedangkan sifat-sifat teknis antara lain terdiri dari pemadatan standard, California Bearing Ratio (CBR), dan konsolidasi. Pada kesempatan ini, penelitian perbaikan tanah akan difokuskan pada stabilisasi tanah (tanah dengan kapur dan tanah dengan semen) sifat teknis uji konsolidasi di lokasi proyek pembangunan dan pengembangan jalan Muara Teweh – Puruk Cahu sepanjang 100 km.

Sifat fisik dan teknis (mekanis tanah) merupakan masalah utama yang harus didahulukan dan diperhatikan dalam pembuatan jalan raya, karena tanah merupakan lapisan dasar yang akan mendukung konstruksi yang ada diatasnya. Oleh karena itu sangat diperlukan pengetahuan dan penyelidikan yang mendalam mengenai sifat-sifat tanah tersebut sebelum pembuatan jalan raya dilaksanakan.

(3)

Pembahasan yang utama dalam masalah ini mengenai tanah yang distabilisasi dengan bahan campur kapur sebagai zat aditifnya. Dalam hal ini terlebih dahulu kita harus mengetahui mengenai apa yang disebut dengan tanah. Menurut Hardyatmo bahwa dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organic, dan endapan – endapan yang relative lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bed rock). Begitu juga dengan Wesley yang mengemukakan bahwa tanah terdiri dari tiga bagian yaitu : butiran tanah , air dan udara yang mengisi rongga antar masing – masing butiran tanah.

2.3.1 Sifat Fisik Tanah ( Index Properties Tanah)

Sifat fisik tanah merupakan parameter-parameter tanah yang tidak berkaitan langsung dengan kekuatan tanah,tetapi hanya mengindikasikan jenis dan kondisi tanah. Pada umumnya, untuk tanah berbutir kasar sifat-sifat partikelnya dan derajat kepadatannya relative adalah sifat-sifat yang paling penting. Sedangkan untuk tanah berbutir halus batas-batas konsistensi merupakan sifat-sifat yang paling berpengaruh. Dalam penulisan ini pengujian sifat-sifat fisik tanah yang dilakukan hanya pengujian berat jenis, karena hasil pengujian berat jenis (Gs) diperlukan dalam perhitungan konsolidasi. Sedangkan pengujian kadar Air, analisa saringan, analisa hidrometer, dan batas-batas konsistensi tidak diuraikan karena tidak dilakukan percobaan.

(4)

2.3.1.1 Berat Jenis Tanah

Pengujian ini adalah untuk mengetahui berat jenis suatu tanah yang lolos saringan nomor 4. Berat jenis tanah merupakan ratio perbandingan berat butir tanah dengan berat air destilasi diudara dengan volume yang sama dan pada temperature tertentu. Untuk pelaksanaan (peralatan yang digunakan, prosedur pelaksanaan, benda uji dan perhitungan) dapat dilihat dilembar lampiran. Pengujian berat jenis mengacu pada ASTM D-854-58, adapun berat jenis (Gs) untuk tiap jenis tanah asli berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 2.1.

2.3.2 Sifat-Sifat Teknis ( Engineering Properties Tanah)

Sifat mekanis tanah merupakan parameter-parameter tanah yang berkaitan langsung dengan kekuatan tanah, adapun sifat-sifat mekanis tanah diantaranya: pemadatan standard (standard proctor tes), dan California Bearing Ratio (CBR) dan konsolidasi. Dalam penelitian ini pengujian sifat mekanis tanah yang dilakukan adalah pengujian konsolidasi.

Tabel 2.1 Berat jenis untuk berbagai macam tanah asli

Jenis Tanah Berat Jenis ( Gs)

Krikil (gravel) 2,65 - 2,68

Pasir (sand) 2,65 - 2,68

Pasir kwarsa (Quartz sand) 2,64 - 2,66

Lanau (silt) 2,66 - 2,7

Lempung (clay) 2,68 - 2,8

Kapur (chalk) 2,60 - 2,75

(5)

2.3.2.1 Konsolidasi

2.3.2.1.1 Pengertian Konsolidasi

Bila lapisan tanah jenuh berpermeabilitas rendah dibebani, maka tekanan air pori di dalam lapisan tersebut segera bertambah. Perbedaan tekanan air pori pada lapisan tanah, berakibat air mengalir ke lapisan tanah dengan tekanan air pori yang lebih rendah, yang diikuti penurunan tanahnya. Karena permeabilitas yang rendah ini butuh waktu.

Konsolidasi adalah proses dimana tanah yang jenuh air mengalami kompresi akibat beban dalam suatu periode waktu tertentu, dimana kompresi berlangsung akibat pengaliran air keluar dari pori-pori tanah.

Pada peristiwa konsolidasi ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Besarnya penurunan yang akan terjadi, yang ditentukan oleh kompresiblitas tanah, tebal tanah kompresibel dan besarnya tambahan tekanan efektif.

2. Laju konsolidasi, dipengaruhi oleh permeabilitas tanah, tebal tanah kompresibel dan kondisi drainase di atas dan di bawah lapisan tanah kompresibel.

Untuk bisa mampat, air yang ada didalam pori tanah harus dikeluarkan. Kecepatan pemampatan dipengaruhi oleh proses keluarnya air dari dalam pori tanah dan sifat kompresibelitas tanah.

Pasir adalah tanah yang sangat permeable dan tanah yang tidak kompresibel, sehingga proses penurunan terjadi sangat cepat dan penurunannya kecil.

(6)

Lempung yang kenyang air adalah tanah yang rapat air dan bersifat sangat kompresibel sehingga penurunan yang terjadi bisa bertahun-tahun dan penurunan yang terjadi besar.

2.3.2.1.2 Penurunan Konsolidasi

Sebelum mendirikan suatu bangunan perlu diadakan peninjauan terhadap tanah yaitu daya dukung tanah mencukupi dan penurunan akibat konsolidasi ridak membahayakan bangunan, baik penurunan maksimum maupun penurunan deferensial. Jika di bawah tanah ada lapisan tanah kompresibel, tambahan tekanan efektif menyebabkan tanah berkonsolidasi dan mengalami penurunan. Tanah yang kompresibel adalah lempung, lanau lempung atau lempung yang lunak, medium atau kenyang air.

Penurunan dapat terjadi karena :

a. Penurunan seketika karena elastisitas tanah

fase dimana terjadi penurunan segera setelah beban bekerja. Disini terjadi proses penekanan udara keluar dari pori tanahnya. Proporsi penurunan awal dapat diberikan dalam perubahan angka pori dan dapat ditentukan dari kurva waktu terhadap penurunan dari pengujian konsolidasi.

b. Konsolidasi primer

penurunan yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang meninggalkan tanahnya akibat adanya tekanan. Proses konsolidasi primer sangat dipengaruhi oleh sifat tanahnya seperti permeabilitas, kompresibilitas angka pori, bentuk geometri tanah termasuk tebal lapisan mampat,

(7)

pengembangan arah horizontal dari zona mampat dan batas lapisan lolos air, dimana air keluar menuju lapisan lolos air.

c. Konsolidasi sekunder

konsolidasi sekunder, merupakan lanjutan dari proses konsolidasi primer, dimana proses berjalan sangat lambat. Penurunan jarang diperhitungkan karena biasanya sangat kecil. Kecuali pada jenis tanah organic tinggi dan beberapa lempung tak organik yang sangat mudah mampat.

Penurunan konsolidasi primer biasanya lebih lama dari penurunan konsolidasi sekunder.

2.3.2.1.2.1 Perhitungan Penurunan Konsolidasi

Langkah – langkah perhitungan penurunan konsolidasi sebagai berikut:

1. Cari parameter tanah yang dibutuhkan dari grafik hasil uji konsolidasi laboratorium, seperti : Cc, cr, σp, dll

2. Hitung OCR untuk menentukan apakah tanah lempung termasuk OC atau NC clay.

3. Hitung Sc dengan rumus berikut :  Tanah NC clay : ' ' ' log 1 o o eo Ho cc Sc

    Tanah OC clay, jika: a) o''p', maka ' ' ' log 1 o o eo Ho cr Sc       b) o''p', maka ' ' ' log 1 ' log 1 o o eo Ho cc o p eo Ho cr Sc          

(8)

dimana:

OCR = overconsolidation ratio =

p'

o' σp' = preconsolidation pressure.

σo' = effektive overburden pressure (beban karena lapisan di atas pertengahan clay yang akan dihitung settlementnya.

'

= beban yang ditambahkan pada lapisan tanah tersebut (timbunan, struktur).

e0 = angka pori awal.

2.3.2.1.3 Proses Konsolidasi

Mekanisme proses konsolidasi satu dimensi (one dimensional consolidation) dapat digambarkan dengan cara analisis seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. Silinder berpiston yang berlubang dan dihubungkan dengan pegas, diisi air sampai memenuhi silinder. Pegas dianggap bebas dari tegangan-tegangan dan tidak ada gesekan antara dinding silinder dengan tepi piston. Pegas melukiskan tanah yang mampat, sedangkan air dalam piston melukiskan air pori, dan lubang pada piston melukiskan kemampuan tanah dalam meloloskan air atau permeabilitas tanahnya. Gambar 2.1.a. melukiskan kondisi di mana system dalam keseimbangan. Kondisi ini identik dengan lapisan tanah yang dalam keseiimbangan dengan tekanan overburden. Alat pengukur tekanan yang dihubungkan dengan silinder memperlihatkan tekanan hidrostatis uo, pada lokasi tertentu di dalam tanah.

(9)

Dalam Gambar 2.1.b. tekanan ∆σ dikerjakan di atas piston dengan posisi katup V tertutup. Namun akibat tekanan ini, piston tetap tidak bergerak, karena air tidak dapat keluar dari tabung, sedangkan air tidak dapat mampat. Pada kondisi ini, tekanan yang bekerja pada air tidak dapat dipindahkan ke pegas, tapi sepenuhnya didukung oleh air. Pengukur tekanan air dalam silinder menunjukkan kenaikan tekanan sebesar ∆u = ∆σ, atau pembacaan tekanan sebesar uo + ∆σ. Kenaikan tekanan air pori ∆u tersebut disebut kelebihan tekanan air pori ( excess pore water pressure). Kondisi pada kedudukan katup V tertutup ini melukiskan kondisi tak terdrainasi (undrained di dalam tanah).

Dalam Gambar 2.1.c. katup telah dibuka, sehingga air dapat keluar lewat lubang piston dengan kecepatan yang dipengaruhi oleh luas lubang. Keluarnya air menyebabkan piston bergerak ke bawah, sehingga pegas secara berangsur-angsur mendukung beban akibat ∆σ. Pada setiap kenaikan tegangan yang didukung oleh pegas, kelebihan tekanan air pori ∆u di dalam silinder berkurang. Kedudukan ini melukiskan tanah sedang berkonsolidasi.

Akhirnya pada suatu saat, tekanan air pori nol dan seluruh tekanan ∆σ didukung oleh pegas dan piston tidak turun lagi. Kedudukan ini melukiskan tanah telah dalam kondisis terdrainasi (drained) dan konsolidasi telah berakhir.

Pada sembarang waktunya, tekanan yang terjadi pada pegas identik dengan kondisi tegangan efektif dalam tanah. Sedangkan air dalam silinder identik dengan tekanan air pori. Kenaikan tegangan ∆σ akibat beban yang diterapkan, identik dengan tambahan tegangan normal yang bekerja. Gerakan piston menggambarkan perubahan volume tanah, di mana gerakan ini dipengaruhi oleh kompresibilitas pegas, yaitu ekuivalen dengan kompresibilitas tanah.

(10)

Walaupun model piston pegas ini agak kasar, tapi cukup menggambarkan apa yang terjadi bila tanah kohesif jenuh dibebani di laboratorium maupun di lapangan.

(11)

2.3.2.1.4 Kondisi Tanah Di Alam 1. Tanah normal (normally consolidated)

Tanah di alam pada umumnya telah mengalami konsolidasi primer selama bertahun-tahun karena beratnya sendiri. Bagian tanah di A yang berada pada kedalaman h telah berpuluh-puluh tahun memiku beban berat sendiri dari tanah yang ada di atasnya. Jadi, lempung pada kondisi normally consolidated, bila tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure) atau tekanan prakonsolidasi sama dengan tekanan overburden efektif. Tekanan efektif lapangan Po:

Po = ho γ

Gambar 2.2. Analogi normally consolidated 2. Tanah Prakonsolidasi (over consolidated)

Adalah tanah yang pernah mengalami konsolidasi oleh beban yang lebih besar daripada tekanan efektif yang ada sekarang, Misalnya suatu bukit yang mengalami longsoran.

(12)

Tanah di b yang sekarang kedalamannya h0, ternyata pernah mengalami konsolidasi dengan beban yang lebih besar pada waktu dulu.

Tekanan lapangan sekarang : Po = ho γ Tekanan prakonsolidasi : Pc = hc γ

Jadi, lempung pada kondisi overconsolidated jika tekanan prakonsolidasi lebih besar dari tekanan overburden efektif yang ada pada waktu sekarang. Tanah dalam kondisi overconsolidated terjadi akibat :

- perubahan tegangan total yang terjadi karena erosi, penggalian, melelehnya lapisan salju yang menutupi.

- perubahan tekanan pori karena penguapan oleh pohon-pohon, pemompaan air tanah dalam, pengaliran air tanah ke lorong saluran, dan pengeringan lapisan permukaan.

Nilai banding overconsolidation (overconsolidation ratio, OCR) didefinisikan sebagai nilai banding tekanan prakonsolidasi terhadap tegangan efektif yang ada, atau bila dinyatakan dalam persamaan:

OCR = overconsolidation ratio (σp'/ σo ') Dimana :

- σp' = preconsolidation pressure - σo ' = effektive overburden pressure

Menurut riwayat pembebanannya tanah dibedakan atas:

- Normally consolidated OCR= 1

- Over consolidated OCR> 1

(13)

3. Tanah teoritis

Yaitu tanah yang belum pernah mengalami konsolidasi meskipu oleh beratnya sendiri.

Gambar 2.4. Analogi Tanah teoritis

2.3.2.1.5 Pengujian Konsolidasi

Uji konsolidasi bertujuan untuk menentukan sifat pemampatan suatu jenis tanah, yaitu sifat-sifat perubahan isi dan proses keluarnya air dari dalam tanah yang diakibatkan adanya perubahan tekanan vertical pada tanah tersebut. Untuk pelaksanaan uji konsolidasi (peralatan yang digunakan, prosedur pelaksanaan, benda uji dan perhitungan) dapat dilihat dilembar lampiran

Karakteristik suatu tanah selama terjadi konsolidasi satu dimensi atau pemuaian ditentukan dengan menggunakan uji oedometer. Gambar 2.5. memperlihatkan penampang melintang sebuah oedometer. Contoh tanah berbentuk suatu piringan ditahan di dalam sebuah cincin logam dan diletakkan di antara dua lapisan batu berpori (porous stone). Lapisan batu berpori sebelah atas, yang dapat bergerak di dalam cincin dengan suatu jarak bebas yang kecil, dipasang di bawah tutup pembebanan (loading cap) dari logam di mana tekanan bekerja terhadap contoh tanah. Seluruh rakitan- tersebut diletakkan di dalam sel terbuka yang berisi air, di mana air pori pada contoh tanah mendapat jalan masuk

(14)

yang bebas. Cincin yang menahan / membatasi contoh tanah dapat dijepit (diklem pada badan sel) atau mengapung (bebas bergerak secara vertikal) cincin bagian dalam harus memiliki permukaan yang limit untuk memperkecil gesekan.

Gambar 2.5. Alat uji oedometer 2.3.2.1.5.1 Parameter Tes Konsolidasi

Beberapa parameter yang diperoleh dari hasil tes konsolidasi, yaitu:

1) Tentukan berat jenis (Gs) dari contoh tanah yang dicari dari pengujian tersendiri.

2) Hitung berat tanah basah, berat isi, kadar air contoh sebelum dan dan sesudah pembebanan, dan hitung pula berat tanah keringnya (Ws).

3) Hitung tinggi efektif contoh tanah dengan rumus sebagai berikut: Ht =

.

di mana:

- Ht = Tinggi efektif benda uji (tinggi butir -butiran tanah jika dianggap menjadi satu).

- A = luas benda uji.

(15)

- Gs = berat jenis contoh tanah.

4) Angka pori awal (e0) dihitung dengan rumus: e0=

5) Derajat kejenuhan sebelum dan sesudah percobaan: Sr = .

6) Tentukan harga koefisien konsolidasi (Cv) ada 2 cara untuk menentukan Cv, yaitu :

1. Square Root Fitting Method

a. Hitung tinggi contoh tanah rata-rata (hm) pada setiap pembebanan

b. Buat grafik penurunan terhadap waktu dari setiap pembebanan (skala biasa). Sebagian grafik ini merupakan garis lurus. Jika garis ini diteruskan akan memotong sumbu y pada titik 0 – titik nol yang sebenarnya – dan memotong sumbu x yang berjarak a dari titik perpotongan salib sumbu. c. Buat garis OA, dimana titik A terletak pada sumbu x yang berjarak 1.15a

dari perpotongan salib sumbu. Titik OA dengan lengkung penurunan adalah t90 – waktu untuk mencapai konsolidasi sebesar 90%.

d. Hitung harga koefisien konsolidasi pada setiap pembebanan dengan rumus Cv = , ²

dimana :

0.848 = Tv (time factor) untuk 90% konsolidasi Cv = koefisien konsolidasi (cm²/detik)

H = ½ tinggi benda uji rata – rata (drainase ganda) (cm) t90 = waktu untuk mencapai 90% konsolidasi (detik)

(16)

2. Log Fitting Method

a. Buat grafik penurunan terhadap log waktu dari setiap pembebanan (skala semi log).

b. Dua bagian yaitu bagian tengah dan bagian akhir diteruskan hingga berpotongan pada R100 (100% konsolidasi).

c. Titik koreksi nol D0 terletak diatas sebuah titik pada grafik di sekitar pembacaan 0.1 menit, dengan jarak sama dengan jarak vertikal titik tersebut dengan suatu titik pada grafik yang waktunya 4x lebih besar, Sebaiknya dilakukan koreksi paling tidak dua kali.

d. D50 adalah setengah dari jumlah D0 dan D100. Dengan diketahuinya t50 (waktu untuk mencapai konsolidasi 50%).

e. Hitung harga koefisien konsolidasi pada setiap pembebanan dengan rumus Cv = 0,197 H²t 50

dimana :

0.197 = time factor 90% konsolidasi Cv = koefisien konsolidasi (cm²/detik)

H = ½ tinggi benda uji rata-rata (drainase ganda) (cm) t50 = waktu untuk mencapai 50% konsolidasi (detik) 7) Nilai Compression Index (Cc)

Adalah nilai parameter suatu tanah Cc dicari dari grafik e-logP berdasarkan hasil percobaan konsolidasi laboratorium. Diperoleh dari pengamatan penurunan setelah konsolidasi pembacaan 24 jam. Dari kurva hasil tes konsolidasi kompresi asli merupakan bagian kurva dengan tekanan

(17)

melebihi tekanan Pra-konsolidasi, bentuk kurvanya mendekati linier. Dari bagian kurva ini dapat dihitung Indeks Kompresi (Compression Index) Cc yang merupakan kemiringan dari bagian kurva ini.

 Tanah Normal

Nilai Cc adalah kemiringan garis penurunan dari garis konsolidasi tanah teoritis atau sama dengan garis konsolidasi tanah asli. Garis konsolidasi laboratorium agak lebih landai dari garis kondisi lapangan, karena dipengaruhi tidak kesempurnaan keasliaanya, misalnya: kurang baiknya prosedur pengambilan sampel. Dari penelitian ditemukan sifat bahwa garis laboratorium dan garis lapangan berpotongan pada garis e = 0.42 e0. Sifat ini dipergunakan untuk menarik garis konsolidasi lapangan.

Gambar 2.6. Penentuan tekanan tanah normal

a) a. Gambar grafik e-logP hhasil pengamatan konsolidasi laboratorium. b. Tarik garis e=e0dan P=Po berpotongan di A.

b) Tarik garis datar e1 = 0.42e0, memotong garis lab di B

c) Garis penghubung AB sama dengan garis konsolidasi lapangan. d) Dihitung nilai Cc sama dengan kemiringan garis AB pada skala semi logaritma.

(18)

Cc =

Ambil dua titik sembarang, misalnya titik A dan B. e1 = e0dan e2 = 0.42 e0

P1 = P0dan P2 = PB

Tabel 2.2 Nilai Cc untuk bermacam-macam

Sumber : (Modul Bab2 Penurunan Konsolidasi)

 Tekanan Pra – Konsolidasi (Preconsolidation Pressure)

Tanah ini pernah mengalami konsolidasi dengan tekanan prakonsolidasi (Pc) yang lebih besar dari pada tekanan lapangan yang ada sekarang P0. Kondisi prakonsolidasi dapat diketahui jika titik A’ ada dikanan A.

Casagrande mengusulkan suatu prosedur empiris dari kurva e - log a' untuk mendapatkan nilai σp'. Gambar 2.7 memperlihatkan suatu kurva e -log σ' untuk contoh lempung yang terkonsolidasi berlebihan (pada awalnya).

(19)

Gambar 2.7 Penentuan tekanan prakonsolidasi

Perhitungan (Gambar 2.7) tekanan prakonsolidasi terdiri dari beberapa tahap berikut ini:

1. Tarik garis sesuai dengan bagian garis yang lurus (BC) dari kurva

2. Tentukan titik D sampai ke lengkungan maksimum pada bagian rekompresi (AB) dari kurva.

3. Gambarkan garis singgung terhadap kurva pada D dan bagilah sudut antara garis singgung tersebut menjadi dua dengan garis horisontal melalui D. 4. Garis vertikal yang melalui perpotongan garis-garis dan CB memberikan nilai

pendekatan untuk tekanan prakonsolidasi.

Pada prosedur ini sedapat mungkin tekanan prakonsolidasi tersebut tidak dilewati. Kompresi tidak akan besar bila tegangan vertikal efektif tetap di bawah σp'. Bila dilewati maka kompresi akan besar.

(20)

Selain metode casagrande, ada juga cara lain yang dipakai untuk menentukan tekanan prakonsolidasi yaitu menggunakan kurva e - log σ' di lapangan (Gambar 2.8). Akibat efek pengambilan contoh tanah pada uji oedometer yang sedikit terganggu menghasilkan penurunan kemiringan garis kompresi asli, sehingga kemiringan garis kompresi asli dari tanah di lapangan akan sedikit lebih besar daripada kemiringan garis tersebut yang didapat dari uji laboratorium. Tidak ada kesalahan yang berarti dalam mengambil angka pori di lapangan dan angka pori (e.) pada awal uji laboratorium. Schmertman membuktikan bahwa garis asli laboratorium dapat berpotongan dengan garis asli di lapangan pada angka pori sebesar 0.42 kali angka pori awal. Garis asli di lapangan dapat diambil sebagai garis EF, dimana koordinat E adalah log σ' (= Log σp'.) dan eo. F adalah titik pada garis asli laboratorium pada angka pori 0,42 eo.

(21)

8) Rekompresi dan Pengembangan (Recompression and Swell)

Bagian rekompresi dari kurva konsolidasi menunjukkan tingkah laku tanah jika mengalami tambahan beban kembali setelah sebelumnya mengalami penurunan tegangan, sedangkan jika tanah mengalami penurunan tegangan, tidak seluruhnya volume tanah kembali semula, dari bagian kurva ini dapat dihitung Indeks pengembangan (Swellitig Index) dan Index rekompresi (Recompression Index).

- Swelling Index (Cs) merupakan kemiringan kurva pada saat mengalami penurunan tegangan.

- Recompression Index (Cr) merupakan kemiringan kurva pada saat mengalami kenaikan tegangan kembali (reloading) setelah mengalami penurunan tegangan.

9) Harga coefficient of volume compressibility (mv)

Mv =

dimana:

av = . ( )

10) Dari hasil percobaan konsolidasi dapat dihitung permeabilitas tanah setelah mengalami konsolidasi bagi setiap beban dengan rumus :

K = Cv . Mv . γw (cm dt) Dimana :

= Kadar air yang praktis dapat diambil

(22)

2.4 Klasifikasi Tanah

Sistem Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda – beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok – kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya. Klasifikasi tanah dibedakan berdasarkan tekstur dan pemakaiannya. Penjelasan lebih lanjut dapat di lihat pada uraian dibawah ini :

1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur

Tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap – tiap butir yang ada dalam tanah. Sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika (USDA). Berdasarkan system ini tanah dibagi menjadi tiga, yaitu :

a) Pasir : butiran dengan diameter 2,0 sampai dengan 0,05 mm. b) Lanau : butiran dengan diameter 0,05 sampai dengan 0,002 mm. c) Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm. 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Pemakaiannya

Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur terlalu sederhana karena hanya berdasarkan pada distribusi ukuran butirannya saja. Padahal dalam kenyataannya di lapangan jumlah dan jenis dari material lempung yang dikandung oleh tanah sangat mempengaruhi sfat fisis tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu harus memperhitungkan sifat plastisitas tanah yang disebabkan kandungan mineral lempung untuk menafsirkan ciri – ciri suatu tanah. Sistem klasifikasi tanah yang digunakan saat ini memperhitungkan distribusi ukuran butir dan batas – batas Atterberg. Sistem klasifikasi tanah tersebut adalah :

(23)

a) Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO pada umumnya dipakai oleh departemen jalan raya di semua Negara bagian di America serikat. Sistem klasifikasi ini dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Sistem ini sudah mengalami beberapa perbaikan; versi yang saat ini berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board dalam tahun 1945 (ASTM Standard no D-3282, AASHTO metode M145). Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk mengklasifikasi tanah , maka data hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam Table 2.3.

Tabel 2.3 Klasifikasi tanah sistem AASHTO (Braja,1990) Klasifikasi

umum

Tanah Berbutir

( 35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200) klasifikasi

kelompok

A – 1

A-3

A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisis ayakan ( % lolos )

No. 10 Maks50

No. 40 Maks25 Maks50 Min51

No. 200 Maks15 Maks25 Maks10 Maks35 Maks35 Maks35 Maks35

Sifat fraksi yang lolos ayakan

Maks 6 NP

No. 40

Batas Cair (LL ) Maks40 Min41 Maks40 Maks41

Indeks

Plastisitas (PI ) Maks10 Maks10 Min11 Min11

Tipe material yang paling dominan

Batu pecah, krikil, dan pasir

Pasir

halus Krikil dan pasir yang berlanau atau lempung

Penilaian sebagai bahan

(24)

Klasifikasi umum

Tanah Lanau – Lempung

( Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200)

klasifikasi kelompok A - 4 A-5 A -6

A – 7 A - 7 - 5 * A - 7 - 6 * Analisis ayakan

Min 36 Min 36 Min 36 Min 36

( % lolos ) No. 10 No. 40 No. 200

Sifat fraksi yang lolos ayakan No. 40

Batas Cair (LL ) Maks 40 Min 41 Maks 40 Maks 41

Indeks Plastisitas (PI ) Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11

Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai jelek

* Untuk A-7-5, PI < LL - 30 * Untuk A-7-6, PI > LL - 30

b) Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat tanah yang bervariasi tanpa penjelasan yang rinci. Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti : ukuran butir dan plastisitas. Dengan mengetahui klasifikasi tanah, engineer telah mengetahui gambaran yang baik mengenai perilaku tanah tersebut dalam berbagai situasi, misalnya selama konstruksi, di

(25)

diperkenalkan oleh Casagrande pada tahun 1942 untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan oleh The Army Corps of Engineer selama perang dunia II. Dalam rangka kerja sama dengan United States Bureau of Reclamation tahun 1952, sistem ini disempurnakan. Sistem klasifikasi unified diberikan pada Table 2.4. Sistem ini mengelompokkan tanah ke dalam dua kelompok besar, yaitu :

1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil), yaitu : tanah krikil dan pasir dimana kurang dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200. Symbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk krikil (gravel) atau tanah berkrikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah berbutir halus (fine- grained soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. symbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck , dan tanah – tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.

Simbol- simbol lain yang dipergunakan untuk klasifikasi tanah USCS adalah : W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik)

P = Poorly graded (tanah dengan gradasi buruk) L = Low plasticity (plastisias rendah) (LL < 50) H = High plasticity (palstisitas tinggi) (LL > 50) CL = In Organic Clay dengan plastisitas rendah CH = In Organic Clay dengan plastisitas tinggi

(26)

ML = In Organic Silt dengan plastisitas rendah

(27)

Di bawah ini merupakan tabel hasil pengujian indeks properties tanah asli yang telah dilakukan oleh Nugrahani, T,P (2012).

Tabel 2.5 Resume indeks properties tanah asli

Dari klasifikasi tanah system USCS hasil analisa butir dan sieve analysis dapat diketahui bahwa tabel di atas dapat kita lihat berdasarkan persentase lolos saringan klasifikasi menurut AASHTO bahwa tanah tersebut tergolong klasifikasi A-2-7 yaitu tanah pasir kelempungan.

Pengujian

Karakteristik

Keterangan Tanah Asli

Lanau /Lempung lolos

saringan No.200 25.3 %

Kadar Air 33.4 % Kondisional Kondisional

Berat Jenis 2.605 gr/cm³

Batas Plastis 24.1%

-Semakin besar nilai PL maka tanah akan semakin

baik

Batas Cair 52% 40 - 60 Derajat ekspansif tinggi

Batas Susut 8.5 %

Indeks Plastisitas 27.9 %  20-35 Ada masalah ekspansif

Derajat ekspansif medium. Aktivitas 0.95 ( > 0.9 dan < 7.2) Mineral Lempung : Iilite

(28)

2.5 Karakteristik Umum Tanah 2.5.1 Karakteristik Pasir

Secara partikel, ukuran partikel pasir besar dan sama atau seragam, bentuknya bervariasi dari bulat sampai persegi. Bentuk-bentuk yang dihasilkan dari abrasi dan pelarutan adalah sehubungan dengan jarak transportasi sedimen.

Perilaku terjadinya massa disebabkan oleh jarak pori di antara butiran masing- masing yang bersentuhan.

Mineral pasir yang lebih dominan adalah kwarsa yang pada dasarnya stabil, lemah dan tidak dapat merubah bentuk. Pada suatu saat, pasir dapat meliputi granit, magnetit dan hornblende. Karena perubahan cuaca di mana akan cepat terjadi pelapukan mekanis dan terjadi sedikit pelapukan kimiawi, mungkin akan ditemui mika, feldspar atau gypsum, tergantung pada batuan asal.

Secara permeabilitas, pasir merupakan material yang mempunyai permeabilitas tinggi, mudah ditembus air. Kapilaritas pasir dapat dikatakan rendah, sehingga dapat diabaikan.

Kekuatan hancur pasir diperoleh dari gesekan antar butiran. Dan berkenaan dengan kekuatan hancur, perlu diperhatikan bahwa pada pasir lepas sedikit tersementasi dapat menyebabkan keruntuhan struktur tanah.

Dalam hal kemampuan berdeformasi, pasir bereaksi terhadap beban cepat seperti tertutupnya pori-pori dan padatnya butiran akibat pengaturan kembali. Deformasi atau perubahan bentuk pasir pada dasarnya plastis, dengan

(29)

pemampatan dihubungkan dengan gradasi kerapatan relatif dan besarnya tegangan yang bekerja. Kepekaan dan terjadinya kerapatan pasir disebabkan getaran keras dan material-material yang siap dipadatkan. Kehancuran dapat terjadi pada butiran- butiran pada saat tegangan-regangan yang bekerja relatif rendah. Pada Tabel 2.6 di bawah ini ditampilkan perbandingan sifat-sifat mekanis tanah lempung dan pasir.

Tabel 2.6 Perbandingan sifat-sifat mekanis tanah lempung dan pasir yang dikutip dari (Seta, W)

Sifat-sifat Pasir Lempung

Sifat-sifat Hidrolis

Permeabilitas Sangat tinggi sampai tinggi Sangat rendah sampai tidak dapat ditembus (kedap)

Kapilaritas Dapat diabaikan Sangat tinggi

Kepekaan pencairan Nol sampai tinggi pada pasir

halus Tidak

Sifat-sifat Kekuatan

Asal mula Gesekan diantara butiran φ Drained: φ dan c; undrained: Su

Kuat relative Tinggi sampai sedang Tinggi sampai sangat rendah

Kepekaan Tidak Rendah sampai sangat tinggi

Formasi runtuh Kurang terikat Porus

Sifat-sifat Deformasi Besarnya (dengan

beban sedang) Rendah sampai sedang Sedang sampai tinggi

Kemampuan untuk

dipadatkan Memuaskan Kesulitan sedang

Pengembangan akibat

pembasahan Tidak Sedang sampai tinggi

Penyusutan pada pengeringan

(30)

2.5.2 Karakteristik lempung

Perilaku dan sifat lempung sangat tergantung pada komposisi mineral, unsur-unsur kimianya, dan partikel-partikelnya serta pengaruh lingkungan di sekitarnya. Sehingga untuk dapat memahami sifat dan perilakunya diperlukan pengetahuan tentang mineral dan komposisi kimia lempung, hal ini dikarenakan mineralogi adalah faktor utama untuk mengontrol ukuran, bentuk dan sifat fisik serta kimia dari partikel tanah. Apabila mempelajari mengenai lempung maka perlu dibedakan istilah:

a. Penggunaan istilah ukuran lempung, lebih dihubungkan dengan komposisi dari ukuran partikel, yang biasanya berukuran < 2µm.

b. Penggunaan istilah mineral lempung, lebih dihubungkan dengan komposisi ukuran mineral. Ukuran mineral ini lebih spesifik, kadang-kadang ukuran mineral ini < 2 µm dan dapat pula > 2 µm, meskipun pada umumnya < 2 µm.

Tabel 2.7 memberikan gambaran tentang ukuran dari beberapa mineralogi yang lazim ditemui pada lempung, dimana ukuran mineral Montmorillorite terlihat paling kecil ukurannya, sehingga mempunyai spesifikasi permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan mineral lempung lainnya.

Bentuk partikel-partikel lempung, secara umum terdiri dari dua bentuk struktur, yaitu:

a. Struktur menggumpal, terdiri dari suatu partikel yang mengapung perlahan ke arah permukaan yang dihasilkan dari pembebanan listrik

(31)

b. Struktur terurai, terdiri dari suatu partikel berhadapan-hadapan atau penyusunan sejajar yang terjadi selama konsolidasi (pemampatan).

2.6. Karakteristik Lempung Ekspansif

Lempung ekspansif adalah tanah yang mempunyai sifat kembang susut yang besar, sifat kembang susut ini sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang ada di dalam tanah tersebut. Jika kandungan airnya banyak maka tanah tersebut akan mengembang dan kekuatan daya dukungnya akan berkurang demikian sebaliknya jika kadar airnya berkurang atau kering maka tanah itu akan menyusut dan mengakibatkan tanah pecah-pecah di permukaannya sedangkan daya dukungnya akan meningkat.

Untuk konstruksi seperti jalan raya, kondisi ini akan sangat menimbulkan masalah, perkerasan akan retak, turun, bergelombang, bahkan bisa sampai patah jika tipe perkerasannya kaku (rigid pavement).

Perilaku dan sifat-sifat lempung sangat bergantung pada komposisi mineral-mineralnya, unsur-unsur kimianya, tekstur lempung, dan partikel-partikelnya serta pengaruh lingkungan di sekitarnya. Untuk memahami sifat dan perilaku lempung diperlukan pengetahuan tentang tanah lempung ekspansif dan mineral lempung.

Mineral utama pembentuk tanah lempung adalah Montmorilonite, Illite, dan Kaolinite. Ketiga mineral tersebut membentuk kristal Hidro Aluminium Silikat (Al2 O3 n Si O2 kH2O), namun demikian ketiga mineral tersebut mempunyai sifat dan struktur dalam yang berbeda satu dengan lainnya, yaitu :

(32)

a) Mineral Montmorilonite, mempunyai sifat pengembangan yang sangat tinggi, sehingga tanah lempung yang mengandung mineral ini akan mempunyai potensi pengembangan yang sangat tinggi.

Rumus kimia mineral Montmorilonite adalah Al Mg (Si4O10)(OH)2.kH2O. b) Mineral Illite, mineral ini mempunyai sifat pengembangan yang sedang

sampai tinggi, sehingga material lempung yang mengandung mineral ini mempunyai sifat pengembangan yang medium.

Rumus kimia mineral Illite adalah KyAl2(FeMg2Mg3)(Si4-y AlyO10(OH)2. c) Mineral Kaolinite, mempunyai ukuran partikel yang lebih besar dan

mempunyai sifat pengembangan yang lebih kecil. Rumus kimia untuk mineral ini adalah Al2Si2O5(OH)4

Ukuran partikel mineral lempung dan kapasitas pertukaran kation digambarkan dalam Tabel 2.7 yang dikutip dari Chen (1975).

URAIAN KAOLINITE ILLITE MONMORILLONITE

TEBAL PARTIKEL 0,5 – 2 0,003 - < 9,5 A

DIAMETER PARTIKEL 0,5 - 4 0,5 – 10 0,05 – 10 microns

SPESIFIK PERMUKAAN 10 – 20 65 – 180 50 – 840

KAPASITAS PERTUKARAN 3-15 10 – 40 70 – 80

2.6.1 Identifikasi Tanah Ekspansif

Identifikasi tanah ekspansif pada awal penyelidikan tanah diperlukan untuk melakukan metode pengujian yang tepat di laboratorium serta sangat berhubungan dengan hasil pengujian laboratorium dan pengujian lapangan serta tingkat pengembangannya. Biasanya tanah ekspansif terdapat pada kondisi:

(33)

1. Mempunyai kadar lempung yang tinggi, biasanya termasuk tanah liat dengan plastisitas yang tinggi.

2. Pada kondisi kering, tanahnya retak-retak dengan retakan lebar dan dalam. 3. Kuat saat kering, kemudian menjadi bubur disaat basah.

4. Lengket dan susat dilewati kendaraan saat basah.

5. Mengandung serpihan-serpihan dan permukaan yang licin.

2.7 Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah adalah upaya rekayasa untuk memperbaiki mutu tanah yang tidak baik menjadi baik agar mendapatkan hasil yang optimal. Tujuan dari stabilisasi tanah yaitu meningkatkan daya dukung tanah dalam menahan beban dan menjaga tingkat kestabilan tanahnya.

Apabila tanah yang dihadapi bersifat sangat lepas , sangat mudah tertekan, mempunyai indeks konsistensi yang tidak sesuai, mempunyai permeabillitas yang tinggi, atau mempunyai sifat lain yang tidak diinginkan maka tanah tersebut harus distabilisasikan. Stabilisasi dapat terdiri dari salah satu tindakan berikut :

1. Menambahkan kerapatan tanah.

2. Menambahkan material baru untuk menyebabkan perubahan – perubahan kimiawi dan fisis dari material tanah lama.

3. Merendahkan muka air.

(34)

Adapun metode – metode stabilisasi tanah yang dikenal adalah sebagai berikut :

1. Stabilisasi Tanah Mekanis

Stabilisasi tanah secara mekanis adalah penambahan kekuatan atau daya dukung tanah dengan cara mengatur gradasi tanahnya. Tujuan stabilisasi ini adalah untuk mendapatkan tanah yang berdaya dukung baik. Metode ini biasanya digunakan pada tanah berbutir kasar dimana mempunyai fraksi tanah (lolos saringan no.200) paling besar 25%. Tanah yang telah berhasil distabilisasi secara mekanis ini akan memiliki kemampuan tertentu terhadap deformasi oleh muatan lalu lintas yang bekerja diatasnya. Hal ini disebabkan karena adanya kait mengkait dan geseran antar butiran tanah serta daya antar butiran tanah oleh bagian halus dan kestabilan akan tercapai setelah diberi usaha pemadatan yang cukup.

2. Stabillisasi Kimiawi

Stabilisasi tanah secara kimiawi merupakan usaha untuk mendapatkan tanah dasar yang lebih stabil dengan menggunakan bahan campur (stabilizing agent), metode stabilisasi ini biasanya digunakan pada tanah berbutir halus. stabilizing agent yang banyak dipergunakan di antaranya :

a) Stabilisasi tanah dengan kapur

` Stabilisasi tanah dengan kapur sudah banyak digunakan pada proyek – proyek jalan di banyak negara. Untuk hasil yang optimum kapur yang digunakan biasanya antara 3% sampai dengan 7%. Thomson (1968) menemukan bahwa dengan kadar kapur 5% sampai dengan 7 % akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar dari kadar kapur 3%.

(35)

b) Stabilisasi tanah dengan semen

Hasil yang didapat dari stabilisasi tanah dengan semen hampir sama dengan stabilisasi tanah dengan kapur. Menurut Chen (1988) dengan menambahkan semen pada tanah akan dapat meningkatkan shrinkage limit dan shear strength.

c) Stabilisasi tanah dengan fly ash

Fly ash dapat juga dipergunakan sebagai stabilizing agent, karena apabila dicampurkan dengan tanah akan terjadi reaksi pozzolonic. Pada tanah lunak kapur yang akan dicampur fly ash dengan perbandingan satu banding dua terbukti dapat meningkatkan daya dukung tanah.

Disamping pengunaan bahan stabilisasi yang disebutkan masih banyak bahan aditif lain yang dapat digunakan untuk menstabilisasikan tanah.

2.7.1 Stabilisasi Kapur 2.7.1.1 Kapur

Istilah kapur mengandung tiga pengertian, yaitu kalsium karbonat (CaCO3) untuk keperluan pertanian, kalsium hidroksida {Ca(OH)2} yang terhidrasi atau kapur mati (slake lime), dan kalsium oksida (CaO) yang disebut kapur hidup atau quick lime.

Menurut ketentuan direktorat penyelidikan masalah tanah dan jalan Departemen Pekerjaan Umum, kapur yang disarankan untuk stabilisasi tanah adalah kapur kembang (CaO) atau kapur padam {Ca(OH)2}. Dalam penelitian ini digunakan jenis kapur padam (hidrated high-calcium lime). Kapur padam adalah hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk hidrat. Di bawah ini

(36)

diberikan daftar perkiraan jumlah kebutuhan kapur untuk berbagai macam tanah sesuai dengan tabel dibawah ini.

Tabel 2.8 Jumlah kandungan kapur untuk berbagai macam tanah Macam tanah (soil type) Kapur kembang (quicklime) Kapur padam (Hydrated lime) Clayed gravel ( GC, GM-GC) (A-26,A-2-7) 2 – 3 % 2 – 4 % Silty clays (CL) (A-6, A-7-6) 3 – 8 % 5 – 10 % Clays (CH) (A-6, A-7-6) 3 – 10 % 3 – 8 %

(Sumber: Departemen Pekerjaan Umum)

Sebagai bahan stabilisasi biasanya digunakan kapur mati (slake lime) atau kalsium hidroksida {Ca(OH)2} dan kapur hidup atau kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida (CaO) lebih efektif pada kasus - kasus tertentu , kapur jenis ini mempunyai kelemahan – kelemahan pada pelaksanaannya, dapat membuat alat – alat mudah berkarat, mudah bertebarannya serbuk kapur dan menyebabkan terbakarnya kulit pekerja. Dari beberapa permasalahan stabilisasi maka kapur mati (slake lime) sebagai bahan stabilisasi lebih sering digunakan. Sedangkan kalsium karbonat (CaCO3) kurang efektif sebagai bahan stabilisasi kecuali sebagai bahan pengisi (filler). Proses stabilisasi tergantung dari keaktifan kimia dan tanah asli membentuk sementasi.

(37)

Kapur diperoleh dari hasil pembakaran kalsium karbonat (batu kapur alami) sampai semua karbondioksida terbakar. Reaksi pembentukan kalsium oksida (quick lime) adalah sebagai berikut:

CaCO3+ 4300 cal CaO + CO2

Pada persamaan 2.11, merupakan reaksi proses pembakaran kapur menjadi kalsium oksida. Proses tersebut pada dasarnya emdometris, secara teoritis 4300 kalori panas diperlukan untuk mengurai 1 mol CaCO3 menjadi kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida dapat dihidrasi berdasarkan reaksi dibawah ini :

CaO + H20 Ca (OH)2+ 15,3 kkal

Proses tersebut sangat sulit jika menggunakan MgO dan terjadi di bawah tekanan. Pada keadaan normal terjadi reaksi sebagai berikut :

CaO + Mg + H2O Ca (OH)2+ Mg

Yang diproduksi adalah kapur dolomit monohidrat dan senyawa Ca (OH)2 + Mg (OH)2 yang terbentuk dibawah tekanan. Dengan demikian kalsium hidroksida sekali lagi di transformasikan dan reaksinya adalah :

Ca(OH)2+ H2CO3+ 2H2O

Asam karbonat diproduksi dari kandungan karbon dioksida pada tanah dan air bebas. Kalau tercampur dengan struktur tanah terjadi transformasi dan penggumpalan partikel – partikel tanah, sehingga membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar. Akibat kejadian ini akan mengubah batas – batas Atterberg dan sifat pemadatan ( lashari,2000).

(38)

2.7.2 Stabilisasi semen 2.7.2.1. Semen

Semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif sebagai Perekat yang mengikat fragmen-fragmen mineral menjadi suatu kesatuan yang kompak. Semen dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis yaitu semen hidrolis dan semen non hidrolis (Istimawan Dipohusodo, 1999).

Semen hidrolis adalah suatu bahan pengikat yang mengeras jika bereaksi dengan air serta menghasilkan produk yang tahan air. Contohnya seperti semen Portland, semen putih dan sebagainya, sedangkan semen non hidrolis adalah semen yang tidak dapat stabil dalam air (Istimawan Dipohusodo, 1999).

Distribusi ukuran butir semen portland adalah antara 0,5-100 mikron. Campuran tanah dengan semen umumnya berkisar antara (4-15)% dari berat tanah. Dalam pencampuran ini akan mengakibatkan kenaikan kekuatan dengan periode waktu kekuatan perawatan yang relatif singkat sehingga untuk melanjutkan konstruksi tidak harus menunggu lama. Hal ini menguntungkan jika pelaksanaan pekerjaan menunjukkan waktu yang kritis. Oleh karena itu, waktu pelaksanaan stabilisasi tanah-semen tidak boleh melebihi waktu proses pengerasan (pengikatan) PC yaitu kurang lebih 2 (dua) jam, sebab tanah bisa pecah akibat pemadatan.

(39)

Tabel 2.9 Kandungan senyawa semen

Komposisi campuran Tipe Portland Cement

I dan I A II dan II A III dan III A IV V

silicon Dioxide (SiO2) - 20,2 - -

-Alumunium Oxide (Al2O3) - 6,0 - -

-Ferric Oxcide (Fe2O3) - 6,0 - 6,5

-Magnesium Oxide (MgO) 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0

Sulfur Trioxide (SO3) - - - -

-When (C3A), is 8% less 3,0 3,0 3,5 2,3 2,3

When (C3A), is more than 8 % 3,5 NA* 4,5 NA* NA*

Loss in ignition, max 8 % 3,0 3,0 3,0 2,5 3,0

Insolube residu, max % 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75

Tricalsium Silicate (C3S) , max % - - - 35

-Dicalsium Silicate (C2S), max % - - - 40

-Tricalsium Alumunate (C3A), max % - 8,0 15,0 7,0 5,0

Tetracalcium Aluminate tambah dua kali

- - - - 25,0

Tricalcium Aluminate {( C4AF + 2 (C3A)}

atau solid Solution (C4AF + C4F),a aplicable, max %

Catatan : NA* = Tidak bisa diterangkan ( not applicable)

Ada beberapa unsur paling penting dalam semen, yaitu : 1. Trikalsium silikat ( 3CaO.SiO2) , disingkat C3S, 2. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2), Disingkat C2S,

3. Trikalsium aluminat (3CaO.Al2O3) , disingkat C3A, dan

4. Tetrakalsium Aluminoferit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) , disingkat C4Af Unsur 1 dan 2 merupakan bagian yang paling dominan bagi sifat semen nya karena kedua unsur tersebut merupakan bagian terbesar dari semen , yaitu 70 sampai 80 % (Tjokrodimuljo,1966). Proses hidrasi yang terjadi apabila semen tercampur air dapat dituliskan sebagai berikut (Satyarno, 2003):

(40)

Waktu ikatan yang terjadi pada semen yang dicampur air terdiri atas dua bagian yaitu waktu ikatan awal (initial setting time) dan waktu ikatan akhir (final setting time) . Waktu ikatan dihitung sejak semen dicampur dengan air. Menurut Tjokrodimulyo (1996) waktu awal yang cukup lama diperlukan pada pekerjaan beton, yaitu untuk waktu transportasi, penuangan, pemadatan dan perataan permukaan.

2.7.2.2 Portland Cement

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara mencampurkan batu kapur yang mengandung kapur (CaO) dan lempung yang mengandung silika (SiO2), oksida alumina (Al2O3) dan oksida besi (Fe2O3) dalam oven dengan suhu kira-kira 145°C sampai menjadi klinker. Klinker ini dipindahkan, digiling sampai halus disertai penambahan 3-5% gips untuk mengendalikan waktu pengikat semen agar tidak berlangsung terlalu cepat (Aman Subakti, 1994).

Menurut SK SNI S-04-1989-F sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland dibagi dalam 5 jenis, yaitu :

1. Semen Portland Jenis I (Ordinary Portland Cement-OPC) 2. Semen Portland Jenis II

3. Semen Portland Jenis III 4. Semen Portland Jenis IV 5. Semen Portland Jenis V

(41)

2.8 Penelitian Stabilisasi Tanah Yang Sebelumnya Pernah Dilakukan 2.8.1 Stabilisasi Tanah dengan Pengujian Konsolidasi

1. Basori (2011) meneliti Tanah Miri di desa Miri, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen. Metode penelitian melalui serangkaian pengujian, yaitu berat jenis (specific gravity), kadar air (water content), analisa saringan dan hydrometer (grain size analysis), penurunan konsulidasi, dan tekanan pengembangan pada saat kadar air 90% maks kering, 95% kering, optimum, 95% basah, 90% basah, dengan mengacu pada standar ASTMdan prosedur pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tanah yang diuji dalam keadaan kering udara. Hasil penelitian ini adalah unsure kimia CaO merupakan unsur terbesar yaitu sebesar sebesar 25,49 %, w = 8,696%, Gs = 2,63, LL = 62,850%, PL = 35,120%, SL = 20,060%, berdasarkan grafik pembagian ukuran butiran tanah dapat diketahui bahwa persentase kerikil = 0%, pasir = 58,696% lanau dan lempung = 41,304%. Berdasarkan sistem USCS tanah sampel uji termasuk golongan SC dan berdasar AASHTO masuk kelompok A7-5(7). Hasil uji standard Proctor didapat berat isi kering maksimum 1,545 kg/cm3 dan kadar air optimum = 21,3%. Hasil uji konsolidasi menunjukan Nilai Cv pada kondisi kepadatan maksimum adalah sebesar 0,0321 cm2/dtk. Nilai Cc (Indeks pemampatan) pada kadar air optimum mengalami kenaikan yaitu 0,023. Nilai penurunan konsolidasi (Sc) pada kadar air optimum (0,0060cm). Tekanan pengembangan pada kondisi kepadatan maksimum adalah sebesar 0,0670 kg/cm2, sedangkan untuk nilai pengembangannya 2,276%.

(42)

2.8.2 Stabilisasi Tanah dengan Kapur

1. Ingles and metacalf (1972) meneliti tentang stabilitas kapur pada tanah lempung berlanau, dengan kapur hidrasi (Ca(OH)2) pada temperature 25o C, menunjukkan bahwa peningkatan prosentase kapur seiring dengan peningkatan kekuatan tekan dengan alat UCS (Unconfined Compressive Strength) sampai kurang lebih pada campuran dengan prosentase kapur 7 %, selanjutnya pada campuran kapur > 7% peningkatan UCS relatif kecil. 2. Idrus (1991) meneliti stabilisasi tanah dengan kapur pada tanah Losari

Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan meningkat dengan pertambahan prosentase kapur seiring dengan peningkatan masa perawatan.

3. Syahirman Suriadi (2000), meneliti stabilitas tanah lempung di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yoyakarta dengan memakai kadar kapur 4% dan garam 0%,1%,2%,2,5% dan 3% dengan masa perawatan 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kadar garam dapat meningkatkan berat jenis, batas plastis, batas susut, serta menurunkan batas cair dan indeks plastisitas.

4. Lashari (2000), meneliti stabilisasi tanah lempung di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah dengan menggunakan kadar kapur 0%, 2,5%, 5%, dan 7% serta bubuk bata merah dengan prosentase 0%, 5%, 10%, dan 15%. Masa pemeraman 0 hari, 2 hari, 7 hari, dan 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan stabilisasi tanah lempung seiring dengan peningkatan prosentase kapur dan bubuk bata merah dapat memperaiki

(43)

sifat fisik dan mekanik tanah serta menurunkan volume pengembangan setelah melewati masa pemeraman 2 hari.

5. Hendra May Rahman (2012), meneliti stabiltas tanah dengan kapur pada tanah Muara Taweh Kalimantan Tengah dengan menggunakan kadar kapur 0%, 3%, 5%, 7%, 9% dan 11% dengan masa pemeraman 7 hari dan 14 hari. hasil pengujian tanah yang telah distabilisasi dengan kapur dapat dilihat terjadi perubahan yang signifikan pada persentase kadar kapur 5% dengan pemeraman 14 hari. Didapatkan nilai indeks plastisitas sebesar 7.39%, swelling test sebesar 0.52%, dan nilai CBR soaked sebesar 22.23% sehingga terjadi peningkatan pada indeks properties dan engineering properties pada tanah yang telah dicampur kapur mengalami penurunan derajat ekspansife dan meningkatkan nilai CBR menjadi 22.23% sehingga termasuk kedalam kategori sedang sampai dengan baik untuk penggunaan sebagai subgrade jalan raya tersebut.

2.8.3 Stabilisasi Tanah dengan Semen

1. Anastasia, 1991; dari hasil penelitian pada tanah lempung di daerah bandung yang distabilisasi dengan semen , kadar semen yang digunakan 4 % 10 % didapat hasil: Dapat menurunkan batas cair rata – rata 30 % -40% dan menaikkan batas plastis rata – rata 15 % - 20 % sehingga memberikan penurunan indeks plastis cukup berarti. Semen dapat meningkatkan kekuatan kompresif/ kuat tekan tergantung dari jumlah semen yang diberikan dan didapat kadar semen optimum sebesar 6 %

(44)

dengan kekuatan ultimate sebesar 0,287 kg/cm². semen dapat menurunkan sensitivitas tanah rata – rata sebesar 50 % - 70%.

2. Yosua, 2000; Stabilisasi tanah – semen di Barito Utara sebagai lapis pondasi dengan perbandingan tanah – semen 100 : 0, 97 : 3, 94 : 6, 91 : 9, 88 : 12, dari keempat kombinasi campuran tanah – semen. Uji batas atterberg pada campuran semen yang rendah hanya memberikan sedikit perbaikan dan tidak dapat mencapai persyaratan untuk lapis pondasi bawah maupun untuk lapis pondasi atas. Ini mengisyaratkan bahwa semen tidak dapat berlaku sebagai modifer (cement modified soil). Sifat kekuatan tanah dengan semen dari uji UCS dan CBR memperlihatkan kenaikan yang berarti, seiring dinaikkannya jumlah semen dalam tanah. Didapat kombinasi 94 : 6 (tanah : semen, % terhadap berat) memberikan lapis pondasi bawah yang memenuhi dan ekonomis, dimana didapat nilai UCS 7 hari pemeraman 23,190 kg/cm² ( > 22 kg/cm²), CBR 3 hari permanen 4 hari rendam 167,54 % (>80%).

3. Nurhidaanti (2012), meneliti stabilisasi tanah ekspansif di Puruk Cahu – Muara teweh, dengan enggunakan kadar kapur 7%, 9%, 11%, 13%, 15%. Masa pemeraman 7 hari, 14 hari dan 21 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan stabilisasi tanah ekspansif seiring dengan peningkatan persentase semen,sehingga didapat kadar semen optimum untuk stabilisasi adalah 9%. Namun pada persentase yang tinggi (11%, 13%, 15%) terjadi failure pada pengujian atterberg limits dan

Gambar

Tabel 2.1  Berat jenis untuk berbagai macam tanah asli Jenis  Tanah Berat Jenis ( Gs)
Gambar 2.1. Analogi Konsolidasi
Gambar 2.3. Analogi over consolidated
Gambar 2.4. Analogi Tanah teoritis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis-jenis epifit dan tumbuhan penopang, serta mengetahui jumlah jenis tumbuhan penopang yang berasosiasi dengan

Berdasarkan perhitungan diatas dimana r hitung lebih besar dari nilai r tabel, Maka Ha diterima yang berbunyi bahwa “Ada Hubungan antara Kinerja guru dan prestasi belajar

 Anak dengan HIV/AIDS memiliki kerentanan untuk ditelantarkan dikarenakan stigma dari masyarakat. Mereka rentan ditelantarkan oleh keluarganya jika orang tuanya sudah

Sedangkan Hehanusa (2009) menyatakan bahwa budaya individu sebagai variabel moderating tidak berpengaruh terhadap hubungan partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja

Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa ANFIS Optimal dapat menurunkan nilai error secara signifikan dibandingkan metode lainnya sehingga dapat

Dalam pengaturan paten yang baru diharapkan kajian yang lebih mendalam terkait dengan perlindungan paten itu sendiri karena teknologi cakupannya sangat luas dan apabila

Target penjualan yang diberikan kantor pusat, dituangkan di dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) dan rencana tindak (Action Plan). RKAP dan Action Plan merupakan

Sebagai masukan bagi pendamping UPPKH untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur yang telah dibuat; sebagai masukan bagi pemerintah untuk melihat bagaimana