• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pemanfaatan bahan alam sebagai alternatif pengobatan merupakan tren yang cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai imunomodulator. Imunomodulator merupakan senyawa yang mampu berinteraksi dengan sistem imun sehingga dapat menaikkan atau menekan aspek spesifik dari respon imun. Sistem imun sangat penting dalam melindungi tubuh dari penyakit-penyakit infeksi baik karena bakteri, virus, maupun mikroorganisme yang lain. Selain itu sistem imun juga berperan dalam penyakit alergi, autoimun maupun dalam transplantasi organ (Johnson, 2010). Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999).

Tanaman yang memiliki aktivitas imunomodulator pada umumnya memiliki aktivitas memicu imunitas spesifik dan non spesifik (Wagner & Proksh, 1985).

Phyllanthus niruri L. (meniran) dan Piper crocatum Ruiz & Pav. (daun sirih

merah) merupakan jenis tanaman yang tumbuh baik di daerah tropis seperti Indonesia yang memiliki aktivitas sebagai imunomodulator. Imunomodulator digunakan untuk memperbaiki sistem imun dengan cara stimulasi (imunostimulan) pada kondisi defisiensi imun dan menekan (imunosupresan) atau menormalkannya saat reaksi imun berlebihan. Meniran berperan sebagai imunomodulator pada penyakit yang membutuhkan pertahanan sistem imun

(2)

seluler maupun humoral. Meniran merupakan tanaman yang memiliki aktivitas imunostimulator yang dapat meningkatkan sistem imun pada hewan uji maupun manusia (Christever, 2001). Ekstrak meniran hijau meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag dan produksi nitrit oksida yang meningkat pada mencit Balb/c (Ibnul, 2012).

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Maat (1996), diketahui efek meniran pada mencit dapat meningkatkan fagositosis dan kemotaksis makrofag, kemotaksis neutrofil, sitotoksisitas sel NK dan aktivitas hemolisis komplemen. Penelitian lain menyebutkan bahwa pemberian ekstrak meniran dapat meningkatkan aktivitas dan fungsi beberapa komponen imunitas nonspesifik serta imunitas spesifik, baik humoral maupun selular (Barbour et al., 2004). Efek terhadap respons imun nonspesifik berupa peningkatan fagositosis dan kemotaksis makrofag, kemotaksis neutrofil 12, sitotoksisitas sel NK serta aktivitas hemolisis komplemen. Terhadap imunitas seluler, dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit T dengan meningkatkan sekresi TNFα, IFNγ dan IL-4, serta menurunkan sekresi IL-2 dan IL-10, sedangkan terhadap imunitas humoral, obat ini dapat meningkatkan produksi IgM dan IgG. Hal – hal tersebut di atas berperan dalam melawan infeksi (Barbour et al., 2004).

Piper crocatum Ruiz & Pav. (daun sirih merah) juga merupakan tanaman yang

banyak ditemukan di Indonesia dan digunakan sebagai obat tradisional untuk terapi bermacam-macam penyakit seperti kanker payudara (Manoi, 2007). Beberapa aktivitas farmakologis ekstrak daun sirih merah juga telah dilaporkan.

(3)

Secara in vivo, ekstrak daun sirih merah meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag tetapi tidak berpengaruh terhadap proliferasi limfosit maupun titer imunoglobulin G. Uji in vitro senyawa hasil isolasi dari daun sirih merah menunjukkan bahwa senyawa tersebut dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag (Hartini, 2014).

Uji titer IgG dari ekstrak n-heksana daun sirih merah pada tikus yang diinduksi vaksin hepatitis B menunjukkan adanya efek imunosupresan pada dosis 10 mg/kgBB, tetapi pada dosis 100 mg/kg BB menunjukkan efek imunostimulan (Wahyudhi, 2010), sedangkan ekstrak etanol daun sirih merah pada dosis 10, 100, dan 300 mg/kgBB tidak berpengaruh terhadap titer IgG (Wiweko, 2010). Menurut Apriyanto (2011) pemberian ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada dosis 10 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 300 mg/kgBB dapat menaikkan indeks fagositosis makrofag tikus terinduksi vaksin Hepatitis B. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pada dosis 10, 50 dan 100 mg/KgBB fraksi n-heksana ekstrak etanolik daun sirih merah meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag namun tidak pada jumlah sel T baik TCD4+ dan TCD8+ (Werdyani, 2012).

Penelitian mengenai manfaat meniran dan daun sirih merah masing-masing sebagai imunomodulator telah banyak dilakukan. Namun, penelitian mengenai aktivitas imunomodulator kombinasi ekstrak etanolik meniran dan daun sirih merah belum pernah dilakukan. Sehingga peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian kombinasi ekstrak etanolik meniran dan daun sirih merah terhadap respon imun secara in vivo. Respon imun terdiri dari dua macam yaitu respon

(4)

imun nonspesifik atau bawaan dan respon imun spesifik atau adaptif yang terdiri dari responimun seluler dan humoral (Abbas et al., 2012). Pada penelitian ini, respon imun nonspesifik diukur melalui parameter aktivitas fagositosis makrofag. Respon imun spesifik, dalam hal ini yaitu respon seluler dan humoral diukur melalui parameter proliferasi limfosit dan titer antibodi.

B. Rumusan Masalah

Apakah kombinasi ekstrak etanolik meniran (Phyllanthus niruri L.) dan daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag, proliferasi sel limfosit dan titer antibodi pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas imunomodulator kombinasi ekstrak etanolik meniran (Phyllanthus niruri L.) dan daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) secara in vivo. Data-data ilmiah yang dihasilkan dari penelitian ini menjadi informasi baru dan bisa digunakan sebagai landasan dalam pengembangan kombinasi ekstrak etanolik tersebut menjadi produk imunomodulator yang mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag, proliferasi limfosit serta titer IgG.

Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk mengetahui aktivitas imunomodulator kombinasi ekstrak etanolik meniran (Phyllanthus niruri L.) dan

(5)

daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) secara in vivo melalui parameter aktivitas fagositasi makrofag, proliferasi limfosit serta titer IgG.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi akan manfaat kombinasi ekstrak etanolik meniran (Phyllanthus niruri L.) dan daun sirih merah

(Piper crocatum Ruiz & Pav.) sebagai tanaman obat potensial yang berkhasiat

sebagai agen imunomodulator. Selain itu, hasil penelitian ini juga bermanfaat dalam pengembangan bahan alam dari tanaman asli Indonesia sebagai obat herbal terstandar.

(6)

E. Tinjauan Pustaka 1. Respon imun

Imunitas merupakan pertahanan tubuh dari penyakit, terutama penyakit infeksi. Sel dan molekul yang bertanggungjawab dalam imunitas disebut sistem imun dan keseluruhan sistem yang mengatur respon dalam mengenali substansi asing dikenal dengan respon imun (Abbas et al., 2012). Respon imun merupakan reaksi terhadap komponen mikroba dan makromolekul seperti protein dan polisakarida, serta senyawa kimia yang dikenali sebagai substansi asing yang mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi baik fisiologi maupun patologi.

Mekanisme pertahanan terhadap mikroba diperantarai oleh respon imun alami yang cepat dan respon imun adaptif yang lambat.

Gambar 1. Mekanisme respon imun nonspesifik (innate immune response) dan respon imun spesifik (adaptive immune response) (Abbas et al., 2012)

(7)

Respon sistem imun tubuh pasca rangsangan substansi asing adalah munculnya sel fungsional yang akan menyajikan antigen tersebut kepada limfosit untuk dieliminasi. Setelah itu muncul respon imun nonspesifik dan/atau respon imun spesifik, tergantung kondisi survival antigen tersebut. Apabila dengan respon imun nonspesifik sudah bisa dieliminasi dari tubuh, maka respon imun spesifik tidak akan terinduksi. Apabila antigen masih bisa bertahan, maka respon imun spesifik akan terinduksi dan akan melakukan proses pemusnahan antigen tersebut. a. Respon imun nonspesifik

Respon imun nonspesifik merupakan sistem pertahanan lini pertama dalam melawan mikroba. Respon imun nonspesifik melibatkan mekanisme seluler dan biokimia yang tetap ada meskipun belum terjadi infeksi dan akan merespon secara cepat bila infeksi menyerang (Abbas et al., 2012). Respon imun nonspesifik pada umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), artinya bahwa respon terhadap substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dapat terjadi walaupun tubuh belum pernah terpapar (Kresno, 2001). Respon imun nonspesifik dapat mendeteksi adanya substansi asing dan melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkannya, tetapi tidak mampu mengenali dan mengingat substansi asing tersebut. Komponen utama dalam respon imun nonspesifik ada tiga yaitu pertahanan fisik dan kimia seperti kulit (sel epitel) dan senyawa antimikroba yang diproduksi pada permukaan epitel ; sel fagositosis (neutrofil, makrofag), sel dendritik dan natural killer cells dan sel limfoid ; serta protein darah seperti komplemen dan mediator inflamasi (Abbas et al.,2012).

(8)

b. Respon imun spesifik

Respon imun spesifik merupakan imunitas yang didapat (adaptive immunity) dimulai dari pengenalan zat asing hingga penghancuran zat asing tersebut dengan berbagai mekanisme (Subowo, 1993). Karakter dari respon imun adaptif yaitu adanya spesifisitas, yaitu kemampuan membedakan substansi yang berbeda sehingga disebut respon imun spesifik. Respon imun spesifik hanya dapat menghancurkan antigen yang telah dikenalnya. Selain itu, respon imun spesifik mampu mengenali dan mengingat paparan berulang dari substansi asing yang sama, yang dikenal dengan istilah memori. Sel yang memiliki peran utama dalam respon imun spesifik adalah limfosit, APC dan efektor (Abbas et al., 2012). Sel-sel limfosit adalah Sel-sel yang dapat mengekspresikan reseptor terhadap antigen yang sangat bervariasi. Secara umum, limfosit dibedakan menjadi dua jenis yaitu limfosit T dan limfosit B. Respon imun spesifik terdiri dari dua tipe yaitu respon imun humoral dan seluler yang diperantarai oleh komponen sistem imun yang berbeda dan memiliki fungsi untuk mengeliminasi tipe mikroba yang berbeda pula.

(9)

Gambar 2. Tipe respon imun spesifik (Abbas et al., 2012)

2. Makrofag

Fagositosis merupakan mekanisme utama dalam respon imun nonspesifik. Pada proses ini, mikroorganisme diselubungi oleh komponen-komponen darah seperti komplemen yang akan menginduksi lisisnya mikroorganisme penyerang atau menghasilkan enzim sitotoksik litik dari sel pembunuh (killer cells). Granulosit, monosit dan sel dendritik memiliki kemampuan untuk memakan partikel, mikroorganisme dan cairan sehingga disebut sebagai fagosit (phago = memakan) (Burmester, 2003). Sel fagosit yang bersirkulasi di dalam darah ada dua yaitu neutrofil dan monosit. Monosit dan neutrofil bekerja pada tempat yang terinfeksi, dan mampu mengenal serta mencerna antigen. Monosit mampu

(10)

menembus jaringan ekstravaskuler dan bertahan dalam waktu yang cukup lama. Monosit dapat meninggalkan sirkulasi darah, berdiferensiasi menjadi sel makrofag dan menetap di dalam jaringan. Makrofag berdiferensiasi sesuai jaringan yang dituju, misal pada hati membentuk sel kupfer, peritoneal macrophage pada cairan peritoneum, alveolar macrophage pada paru-paru (Coico et al., 2009).

Makrofag dan monosit merupakan mediator yang sangat penting dalam respon imun nonspesifik. Keduanya dapat teraktivasi karena adanya sitokin-sitokin seperti IFN-γ yang dihasilkan oleh sel T. Aktivasi makrofag dan monosit menuntun sekresi dari sitokin-sitokin lain seperti IL-1, TNF-α dan IL-6 yang bertanggungjawab terhadap efek sistematik. Baik fagositosis bakteri maupun pengeluaran sitokin keduanya dimediasi oleh NO, yaitu produk metabolit seluler yang memiliki efek luas. TNF-α dan IFN-γ berperan dalam menginduksi sintesis metabolit nitrogen reaktif NO yang bertanggungjawab sebagai fungsi efektor dari monosit dan makrofag, seperti membunuh bakteri intrasel dan sel tumor (Burmester, 2003).

Makrofag yang teraktivasi akan memakan dan kemudian menghancurkan antigen. Makrofag juga dapat mensekresikan sitokin-sitokin yang akan mengaktivasi komponen sistem imun yang lain seperti neutrofil dan sel limfosit. Makrofag memiliki kemampuan memakan (fagositasi) antigen/mikroorganisme. Fagositasi terdiri dari dua tahap yaitu antigen terikat pada permukaan sel, kemudian difagositasi.

(11)

i ii

iv iii

Gambar 3. Tahapan fagositosis oleh makrofag

Pada tahap (i), mikroba berikatan dengan reseptor makrofag. Selanjutnya terjadi pembentukan fagosom (ii) yang diikuti oleh fusi antara fagosom dan lisosom (iii). Tahap (iv) menunjukkan mikroba yang dihancurkan oleh enzim lisosom, ROS (Reactive Oxygen Species) dan nitrit oksida

(Abbas et al., 2012)

Makrofag juga mengeluarkan ROI akibat peningkatan penggunaan oksigen dan RNI (Reactive Nitrogen Intermediet) yang dapat meningkatkan mekanisme membunuh antigen. Makrofag mampu menghancurkan antigen dengan

respiratory burst yang menghasilkan ROS seperti superoksida, hidrogen

peroksidase dan NO (Parslow et al., 2003). NO merupakan agen mikrobisidal kuat terhadap mikroorganisme intrasel. NO disintesis melalui mekanisme kerja enzim

nitrit oxide synthase yang diaktifkan oleh berbagai macam stimulus

(12)

inflamasi akut lokal melalui sekresi sitokin TNF, IL-1, kemokin, mediator-mediator kimia dan leukotrien. Selain itu, makrofag dan neutrofil bersama-sama membersihkan jaringan yang rusak akibat infeksi dan menyiapkan proses pemulihan jaringan melalui sekresi faktor-faktor pertumbuhan. Untuk mengetahui aktivitas makrofag dapat dilakukan dengan mengukur parameter-parameter tersebut di atas, seperti indeks fagositosis dan kapasitas fagositosis makrofag.

3. Limfosit

Limfosit merupakan sel darah putih berbentuk bulat dan berukuran kecil. Limfosit banyak terdapat di organ limpa, kelenjar limfe dan timus. Limfosit berdiferensiasi dan matang pada organ limfoid primer, lalu menuju ke dalam sirkulasi darah. Limfosit merupakan sel yang paling penting dalam sistem imun, berasal dari sel progenitor umum yang terdapat pada sum-sum tulang. Limfosit dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu limfosit T ; yang bertanggungjawab terhadap respon imun seluler, dan limfosit B yang memproduksi antibodi (respon imun humoral). Limfosit T menjadi dewasa (maturasi) pada timus sedangkan limfosit B pada sum-sum tulang atau bursa of fabricius pada unggas (Burmester, 2003).

Sel T dapat mengalami diversifikasi lagi menjadi sel TH atau sel TCD4+,

karena pada permukaan sel mempunyai suatu protein spesifik yang disebut CD4+,

sel sitolitik atau sel TCD8+ dan sel T regulator. Sel T sitolitik hanya mengenali

(13)

mengenali antigen yang digabungkan ke molekul MHC kelas II. MHC kelas I terdapat pada semua sel yang berinti kecuali sel darah merah sedangkan MHC kelas II hanya terdapat pada APC termasuk dendritik, makrofag, sel B dan beberapa tipe sel lain (Kresno, 1996). Sel TH mengalami diferensiasi menjadi TH1

dan TH2, keduanya mempunyai tugas untuk menangkap antigen yang

dipresentasikan oleh sel-sel APC. TH1 mampu menginduksi respon

hipersensitivitas tipe lambat, sedangkan TH2 tidak. TH1 dapat memproduksi

interferon-γ dan IL-2. TH2 dapat memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10 (Kresno,

1996). Sel T sitolitik berfungsi menghancurkan antigen.

Interleukin 12 merupakan sitokin pro inflamasi yang diproduksi oleh makrofag dan dendritik yang berperan sebagai mediator respon imun (Abbas et al., 2012). Sitokin ini sangat penting pada awal aktivitas seluler yang menghasilkan respon imun yang diperantarai sel, merupakan sitokin kunci pada respon imun tipe TH1(Hamza et al., 2010). Limfosit yang teraktivasi oleh IL-12 akan berdiferensiasi

menjadi sel TH1 dan TH2 (Abbas et al., 2012). Interleukin 10 merupakan sitokin

anti-inflamasi produk dari sub populasi limfosit yakni TH2 yang fungsi utamanya

menekan produksi beberapa jenis sitokin termasuk IL-12, serta menghambat aktivasi makrofag (Couper et al., 2008).

Apabila sistem imun diinisiasi oleh adanya antigen maka komponen-komponen sistem imun akan mengekspresikan sitokin-sitokin tertentu yang selanjutnya akan menginduksi komponen sistem imun lain yang teraktivasi. Aktivasi sel limfosit dapat berupa proliferasi baik sel TH, sel sitolitik maupun sel

(14)

B. Pengaruh suatu senyawa terhadap respon imun tubuh dapat diketahui dengan mengukur parameter di atas salah satunya yaitu proliferasi sel limfosit.

4. Antibodi

Respon imun humoral dilakukan oleh sel B dan produknya, yaitu antibodi. Antibodi merupakan suatu glikoprotein yang diproduksi oleh sel B dan dapat berikatan dengan antigen dengan spesifisitas dan afinitas tertentu. Antibodi akan muncul apabila ada antigen yang masuk. Antigen adalah suatu substansi asing yang dapat menginduksi respon imun spesifik atau suatu substansi yang merupakan target dari respon imun. Antigen dapat berikatan secara spesifik dengan molekul antibodi atau reseptor sel T (Abbas et al., 2012).

Antibodi sering disebut sebagai imunoglobulin karena fraksi dari globulin bersifat imunogen (Abbas et al., 2012). Molekul imunoglobulin memiliki 4 rantai polipeptida dasar yang terdiri dari 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan

(light chain) yang identik dan dihubungkan oleh ikatan disulfida (Johnson et al.,

2010). Imunoglobulin terdiri dari beberapa isotipe dan masing-masing isotipe mempunyai peran tersendiri.

IgM merupakan imunoglobulin yang memiliki dua struktur yaitu monomer dan pentamer, dimana struktur pentamer memiliki berat molekul yang paling tinggi. IgM merupakan antibodi yang muncul pertama kali setelah sensitisasi antigen. Isotipe IgG terdapat dalam serum dengan konsentrasi paling tinggi dibandingkan imunoglobulin lain, memiliki waktu paro (serum half life) antara

(15)

18-25 hari. IgG terikat pada sel yang memiliki reseptor yang sesuai dengan fragmen Fc dari IgG (Johnson et al., 2010).

Imunoglobulin yang melindungi lapisan mukosa, saliva, air mata, dan kolostrum dengan mengeblok bakteri, virus, dan toksin dalam berikatan dengan sel inang adalah IgA. IgA merupakan imunoglobulin yang terdapat dalam tiga bentuk struktur yaitu monomer, dimer dan dimer plus secretory piece. IgA dijumpai dalam konsentrasi tinggi pada sekret. Di dalam serum, IgA utamanya sebagai dimer dengan half life selama 5 hari. Sedangkan IgD merupakan imunoglobulin dengan level serum yang rendah dan memiliki half life selama 2-3 hari. Antibodi ini terdapat pada permukaan sel B. Imunoglobulin dengan konsentrasi dalam serum yang paling sedikit, begitu juga dengan half life nya yaitu IgE. Imunoglobulin ini berperan dalam reaksi alergi (Johnson et al., 2010).

Konsentrasi antibodi dapat diukur melalui berbagai metode diantaranya presipitasi, aglutinasi, ELISA, immunoblotting, immunofluoroscence, dan lain-lain (Burmester, 2003).

5. Imunomodulator

Senyawa yang mampu berinteraksi dengan sistem imun sehingga dapat menaikkan atau menekan aspek spesifik dari respon imun dapat digolongkan sebagai imunomodulator atau pengubah respon biologik. Imunomodulator digunakan untuk memperbaiki sistem imun dengan cara stimulasi

(16)

(imunostimulan) pada kondisi defisiensi imun dan menekan (imunosupresan) atau menormalkannya pada saat reaksi imun berlebihan (Barbour et al., 2004).

Imunosupresan adalah senyawa atau obat yang dapat menekan respon imun. Biasanya diberikan pada penerima organ transplan, untuk menekan sistem imunnya agar tidak menolak organ yang diterima. Imunosupresan mampu menghambat transkripsi dari sitokin dan memusnahkan sel T. Imunosupresan dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu agen alkilasi, tiopurin, antimetabolit, produk fungi misalnya siklosporin, dan golongan kortikosteroid (Tan, 2007).

Imunostimulator adalah senyawa atau obat yang memacu sistem imun dengan cara menginduksi atau meningkatkan aktivitas dari komponen-komponen sistem imun. Imunostimulator dapat mereaktivasi sistem imun dengan berbagai cara seperti meningkatkan jumlah dan aktivitas sel T, sel NK dan makrofag serta melepaskan interferon dan interleukin (Tan, 2007). Imunostimulator digolongkan menjadi dua yaitu imunostimulator spesifik dan nonspesifik. Imunostimulator spesifik adalah senyawa yang memberikan spesifisitas antigenik dalam respon imun, misalkan vaksin atau antigen lain sedangkan imunostimulator nonspesifik adalah senyawa yang tidak bersifat antigenik, tetapi dapat meningkatkan respon imun dari antigen lain atau menstimulasi komponen sitem imun tanpa mempunyai sifat imunogenik, misalkan adjuvan. Dewasa ini, senyawa-senyawa dari bahan alam diklaim mempunyai efek imunostimulator.

(17)

6. Meniran (Phyllantus niruri L.)

Gambar 4. Meniran (Phyllanthus niruri L.) (Diarini, 2014)

Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai immunomodulator adalah Phyllanthus niruri L. (Williams, 2001). Meniran merupakan herba, semusim, tumbuh tegak, tinggi 30-50 cm, bercabang–cabang. Batang berwarna hijau pucat. Daun tunggal, letak berseling. Helaian daun bundar memanjang, ujung tumpul, pangkal membulat, permukaan bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm, lebar sekitar 7 mm, berwarna hijau. Dalam satu tanaman ada bunga betina dan bunga jantan. Bunga jantan keluar di bawah ketiak daun, sedangkan bunga betina keluar di atas ketiak daun. Buahnya kotak, bulat pipih, licin, bergaris tengah 2-2,5 mm. Bijinya kecil, keras, berbentuk ginjal, berwarna coklat (Syamsyuhidayat & Hutapea, 1991).

Sistematika Tumbuhan Meniran (Badan POM RI, 2008). Divisi : Spermatophyta

(18)

Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Phyllanthus

Spesies : Phyllanthus niruri Linn

Nama daerah : Meniran ijo, memeniran (Sunda), meniran (Jawa).

Phyllanthus niruri L., telah digunakan pada Ayurvedic medicine selama lebih

dari 2000 tahun untuk penyakit batu empedu, gonorhoe, dan diabetes. Secara topikal dipakai untuk mengobati ulkus, luka, bengkak, dan gatal-gatal. Pada

Ayurvedic Medicine juga digunakan untuk pengobatan bronkhitis, lepra, anemia,

dan asma. Phyllanthus juga memiliki efek dalam terapi disentri, influenza, vaginitis, tumor, diabetes, diuretik, jaundice, batu ginjal, dispepsia, antiviral dan juga antihiperglikemia (Paithankar et al., 2011).

Meniran (Phyllanthus niruri L.) mengandung komponen fitokimia seperti flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin (Mangunwardoyo dkk., 2009). Meniran memiliki aktivitas imunostimulator yang dapat meningkatkan sistem imun pada binatang percobaan maupun manusia (Christever, 2001). Ekstrak meniran hijau meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag dan produksi nitrit oksida yang meningkat pada mencit Balb/c (Ibnul, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Maat (1996), diketahui efek meniran pada mencit dapat meningkatkan fagositosis dan kemotaksis makrofag, kemotaksis neutrofil, sitotoksisitas sel NK dan aktivitas hemolisis komplemen. Penelitian Aldi dkk. (2014) menggunakan dosis 100

(19)

mg/kgBB ekstrak etil asetat meniran untuk meningkatkan respon imun mencit jantan putih.

Pemberian ekstrak meniran dapat meningkatkan aktivitas dan fungsi beberapa komponen imunitas nonspesifik serta imunitas spesifik, baik humoral maupun selular. Efek terhadap respon imun nonspesifik berupa peningkatan fagositosis makrofag. Meniran juga memiliki aktivitas untuk meningkatkan proliferasi dari sel B dan sel T limfosit (Nworu et al., 2010). Senyawa-senyawa yang terkandung dalam meniran antara lain kuersetin, kuersitrin, isokuersitrin, astragalin, rutin, alkaloid, terpenoid, lignin, polifenol, tanin, kumarin dan saponin (Paithankar et al, 2011). Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa arabinogalaktan yang terdapat di dalam meniran merupakan substansi yang berperan dalam stimulasi sistem imun dengan mendorong makrofag untuk memfagositasi dengan meningkatkan produksi anion superoksida (Mellinger et al., 2008).

Tjandrawinata et al., (2005) telah melakukan penelitian uji pra-klinis untuk menguji aktivitas meniran. Uji pra-klinis terhadap tikus dan mencit dilakukan untuk menentukan keamanan dan karakteristik imunomodulasi. Hasil penelitian bahwa ekstrak P. niruri dapat memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T dan B, sekresi beberapa sitokin spesifik seperti interferon-gamma, TNF-α dan beberapa interleukin, aktivasi sistem komplemen, aktivasi sel fagositik seperti makrofag, dan monosit. Penelitian Zalizar (2013) juga menyebutkan bahwa flavonoid meniran memiliki aktivitas imunomodulator khususnya sebagai imunostimulator karena mampu meningkatkan aktivitas dan

(20)

kapasitas fagositosis serta titer antibodi pada tikus Wistar jantan yang diinduksi

S.aureus.

7. Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)

Gambar 5. Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)

Daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) banyak digunakan sebagai obat tradisional. Piper longum merupakan tanaman dalam marga Piper yang digunakan sebagai obat tradisional. Ekstrak metanol tanaman tersebut dilaporkan memiliki aktivitas imunomodulator (Sunila & Kuttan, 2004). Begitu juga dengan

Piper bettle dimana ekstrak metanol yang diperoleh dengan cara maserasi juga

memiliki aktivitas imunomodulator (Kanjwani et al., 2008).

Klasifikasi tanaman sirih merah sebagai berikut (Backer & Van Den Brink, 1965).

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Magnoliophyta

(21)

Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav.

Sirih merah dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit diabetes mellitus, hepatitis, batu ginjal, keputihan, penyakit jantung, hipertensi, maag, radang liver, kelelahan, masuk angina, gonorrhoe (Sudewo, 2005; Juliantina dkk, 2008). Kandungan senyawa aktif daun sirih merah sebagai imunostimulan adalah senyawa golongan neolignan, yaitu

2-allyl-4-(1’(3”,4”,5”-trimethoxy-phenyl)propan-2’yl)-3,5-dimethoxy cyclohexa-3,5-dienone serta

2-allyl-4-(1’-acetyl-1’(3”,4”,5”-trimethoxy-phenyl)propan-2’yl)-3,5-dimethoxy

cyclohexa-3,5-dienone (Kustiawan, 2012).

Penelitian tentang aktivitas imunomodulator daun sirih merah secara in vivo menunjukkan bahwa ekstrak etanol maupun ekstrak n-heksana daun sirih merah mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag akan tetapi tidak berpengaruh terhadap proliferasi limfosit (Apriyanto, 2011). Uji in vitro senyawa hasil isolasi dari daun sirih merah juga menunjukkan bahwa senyawa tersebut dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag (Hartini, 2014). Uji titer IgG dari ekstrak n-heksana daun sirih merah pada tikus yang diinduksi vaksin hepatitis B menunjukkan adanya efek imunosupresan pada dosis 10 mg/kgBB, tetapi pada dosis 100 mg/kg BB menunjukkan efek imunostimulan (Wahyudhi, 2010),

(22)

sedangkan pada penelitian lain dinyatakan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah pada dosis 10, 100, dan 300 mg/kgBB tidak berpengaruh terhadap titer IgG (Wiweko, 2010).

F. Landasan Teori

Sistem imun sangat penting dalam melindungi tubuh dari penyakit-penyakit infeksi baik karena bakteri, virus, maupun mikroorganisme yang lain. Selain itu sistem imun juga berperan dalam penyakit alergi, autoimun maupun dalam transplantasi organ (Johnson, 2010). Pemanfaatan bahan alam sebagai alternatif pengobatan merupakan tren yang cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai imunomodulator. Senyawa yang mampu berinteraksi dengan sistem imun sehingga dapat menaikkan atau menekan aspek spesifik dari respon imun disebut imunomodulator. Phyllanthus niruri L. (meniran) dan Piper crocatum Ruiz & Pav. (daun sirih merah) merupakan tanaman yang diketahui memiliki aktivitas sebagai imunomodulator.

Meniran (Phyllanthus niruri L.) mengandung komponen fitokimia seperti flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin (Mangunwardoyo, dkk., 2009). Meniran memiliki aktivitas imunostimulator yang dapat meningkatkan sistem imun pada binatang percobaan maupun manusia (Christever, 2001). Penelitian mengenai aktivitas imunomodulator meniran yang telah dilakukan memberikan informasi bahwa meniran mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag maupun

(23)

proliferasi sel limfosit. Beberapa aktivitas farmakologis ekstrak daun sirih merah juga telah dilaporkan. Secara in vivo, ekstrak daun sirih merah meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag tetapi tidak berpengaruh terhadap proliferasi limfosit maupun titer imunoglobulin G.

Uji aktivitas imunomodulator masing-masing ekstrak telah banyak dilakukan sehingga berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengetahui aktivitas imunomodulator kombinasi ekstrak etanolik keduanya pada tikus jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi vaksin hepatitis B. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi ekstrak etanolik meniran dan daun sirih merah terhadap respon imun.

G. Hipotesis

Pemberian kombinasi ekstrak etanolik meniran (Phyllanthus niruri L.) dan daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) pada tikus jantan galur Sprague

Dawley mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag, proliferasi sel

Gambar

Gambar 1. Mekanisme respon imun nonspesifik (innate immune response) dan respon imun  spesifik (adaptive immune response) (Abbas et al., 2012)
Gambar 2. Tipe respon imun spesifik (Abbas et al., 2012)
Gambar 3. Tahapan fagositosis oleh makrofag
Gambar 4. Meniran (Phyllanthus niruri L.) (Diarini, 2014)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Maka, dalam penelitian ini dapat diketahui potensi ketoksikan yang ditimbulkan dari pemberian kombinasi produk ekstrak daun sirih merah, umbi keladi tikus, dan herba meniran

Kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, daun sirih merah dan umbi keladi tikus menggunakan dosis kombinasi 25%, 50% dan 75% dari dosis optimum masing-masing

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek imunostimulan pemberian kombinasi ekstrak etanolik daun sirih merah, umbi keladi tikus, dan herba meniran

Masing-masing ekstrak dan kombinasi tiga ekstrak dari herba meniran, keladi tikus, dan daun sirih merah telah terbukti memiliki aktivitas imunomodulator, tetapi

Berdasarkan kerangka konsep tersebut dapat dibuat hipotesis yakni pemberian ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) tidak berpengaruh toksik terhadap gambaran

Terdapat perbedaan produksi Nitrit Oksida (NO) makrofag mencit Balb/c yang diinfeksi Salmonella typhimurium antara kelompok yang diberi ekstrak daun sirih merah

Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ekstrak herba meniran (Phyllantus niruri) dosis 250 mg/kgBB dapat

Untuk mengetahui perbandingan efektifitas kombinasi antara meniran dan jombang lebih baik dalam mengurangi reaksi peradangan secara makroskopis dan menekan