• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penelitian ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengolahan citra, Jaringan Saraf Tiruan metode Learning Vector Quantization (LVQ), Backpropagation dan beberapa sub pokok pembahasan lainnya yang menjadi landasan dalam penelitian ini.

2.1 Uang Kertas

Uang kertas rupiah adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas) yang dikeluarkan oleh pemerintah indonesia, dalam hal ini Bank Indonesia, dimana penggunanya dilindungi oleh UU No.23 tahun 1999 dan sah digunakan sebagai alat tukar pembayaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Wicaksono, 2008).

(2)

Gambar 2.1 Citra uang kertas

2.1.1 Ciri-Ciri Keaslian Uang Kertas Rupiah

Ciri Rupiah adalah tanda tertentu pada setiap Rupiah yang ditetapkan dengan tujuan untuk menunjukkan identitas, membedakan harga atau nilai nominal, dan mengamankan Rupiah tersebut dari upaya pemalsuan. Secara umum, ciri-ciri keaslian Rupiah cukup mudah dikenali oleh masyarakat berupa unsur pengaman yang tertanam

pada bahan uang dan teknik cetak yang digunakan, sebagai berikut (Bank Indonesia, 2011):

1. Tanda Air (Watermark) dan Electrotype

Pada kertas uang terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterawangkan kearah cahaya.

2. Benang Pengaman (Security Thread)

Ditanam atau dianyam pada bahan kertas uang sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah. Pada pecahan tertentu akan memendar apabila dilihat dengan sinar ultraviolet.

3. Cetak Dalam/Intaglio

Cetakan yang terasa kasar apabila diraba. 4. Gambar Saling Isi (Rectoverso)

Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya.

(3)

5. Tinta Berubah Warna (Optically Variable Ink)

Hasil cetak tinta khusus yang akan berubah warna apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

6. Tulisan Mikro (Microtext)

Tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar.

7. Cetakan Tidak Kasat Mata (Invisible Ink)

Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di bawah sinar ultraviolet. 8. Gambar Tersembunyi (Latent Image)

Hasil cetak berupa gambar atau tulisan tersembunyi yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu.

Dari semua ciri-ciri di atas, beberapa ciri uang ada yang dapat dilihat secara kasat mata maupun tidak. Pada penelitian ini pemilihan fitur pengaman berupa cetakan tidak kasat mata (invisible ink) sebagai acuan untuk memeriksa persentasi keaslian mata uang kertas. Gambar 2.2 merupakan ciri uang berdasarkan fitur pengaman invisible ink.

(4)

2.2 Pengertian Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpan (Sutoyo, et all. 2009).

2.2.1 Citra Analog

Citra analog yaitu terdiri dari sinyal-sinyal elektromagnetik yang dapat dibedakan sehingga pada umumnya tidak dapat ditentukan ukurannya. Citra analog mempunyai fungsi yang kontinu. Hasil perekaman citra analog dapat bersifat optik yakni berupa foto (film foto konvensional) dan bersifat sinyal video seperti gambar pada monitor televisi. Oleh karena itu, agar citra ini dapat diproses dikomputer maka dilakukan proses konversi analog ke digital terlebih dahulu (Siregar, 2009).

2.2.2 Citra Digital

Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer. Citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar 2 dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data 2 dimensi. Citra digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real maupun komplek yang direpresentasikan dengan bit tertentu.

Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x,y dan amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital. Gambar 2.3

(5)

menunjukkan sebuah citra digital dalam koordinat (x, y) dan Gambar 2.4 menunjukkan posisi koordinat citra digital (Putra, 2010).

Gambar 2.3 Citra Digital (Nugroho, 2011)

Gambar 2.4 Koordinat Citra Digital (Putra, 2010)

Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M kolom dan N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (piksel = picture element) yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada

(6)

koordinat (x,y) adalah f(x,y), yaitu besar intensitas atau warna dari piksel di titik itu. Oleh sebab itu citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks seperti persamaan(2.1) (Sutoyo, et all. 2009). 𝑓 𝑥, 𝑦 = 𝑓(0,0) 𝑓(1,0) … 𝑓(0,1) 𝑓(1,1) … 𝑓(𝑁 − 1,0) 𝑓(𝑁 − 1,1) … … … 𝑓(0, 𝑀 − 1) 𝑓(1, 𝑀 − 1) … … 𝑓(𝑁 − 1, 𝑀 − 1) … … … (2.1)

2.2.3 Jenis- Jenis Citra Digital

Citra digital dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu (Wahana Komputer,2013):

1. Citra Biner. Masing-masing piksel hanya berwarna hitam dan putih . Oleh karena itu hanya terdapat dua kemungkinan yaitu hitam dan putih, maka hanya diperlukan satu bit per piksel. Oleh karena itu citra biner sangat efisien atau irit tempat penyimpanan (storage). Citra yang direpresentasikan seba gai citra biner sangat cocok digunakana untuk citra yang menggambarkan teks, fingerprint atau rencana arsitektural. Seperti terlihat pada Gambar 2.4 di bawah ini:

Gambar 2.5 Citra Biner (Wahana Komputer, 2013)

2. Citra abu-abu (Grayscale). Masing-masing piksel berisikan warna abu-abu dengan nilai normal antara 0 (hitam) sampai 255 (putih). Range tersebut berarti masing-masing piksel dapat direpresentasikan oleh nilai 8 bit atau 1 byte. Citra Grayscale dengan range nilai yang lain juga digunakan. Akan tetapi pada

umumnya citra tersebut memiliki range pangkat dua dari 8 bit. Seperti terlihat pada Gambar 2.6.

(7)

Gambar 2.6 Citra Grayscale (Wahana Komputer, 2013)

3. Citra RGB. Untuk citra RGB masing-masing piksel mempunyai sebuah warna khusus. Warna dideskripsikan oleh kombinasi warna merah (Red), hijau (Green), biru (Blue). Jika masing-masing komponen (Merah, Hijau, Biru) mempunyai range antara 0-255, maka total range yang digunakan untuk citra RGB adalah 155 pangkat 3 atau 16.777.216 kemungkinan warna. Seperti terlihat pada Gambar 2.7 di bawah ini.

(8)

2.2.4 Pengolahan Citra

Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik), melakukan pemilihan citra ciri (feature images) yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengujian objek terkandung pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data. Input dari pengolahan citra adalah citra, sedangkan output-nya adalah citra hasil pengolahan (Sutoyo,et all. 2009).

Teknik pengolahan citra dibagi menjadi beberapa sub kelas. Adapun pembagian kelas dari pengolahan citra adalah seperti berikut ini (Wahana Komputer, 2013):

1. Image Enhancement.

Image Enhancement merujuk pada memproses sebuah gambar sehingga hasilnya menjadi lebih bagus dengan menggunakan aplikasi khusus. Contoh ini meliputi menajamkan atau mengurangi blur dari sebuah gambar, menandai tepi, meningkatkan kontras gambar atau meningkatkan kecerahan sebuah gambar, menghilangkan noise.

2. Image Restoration

Image Restoration adalah mengembalikan keadaan semula sebuah gambar yang telah rusak menjadi seperti semula. Seperti contoh dapat dilihat seperti, menghilangkan blur yang disebabkan oleh pergerakan linear, menghilangkan distorsi optik, menghilangkan efek tua dari sebuah gambar.

3. Image Segmentation

Image Segmentation meliputi pembagian gambar menjadi bagian yang berbeda atau mengisolasi aspek tertentu dari sebuah gambar. Sebagai contoh dapat dilihat seperti, menemukan garis,lingkaran atau bentuk khusus sebuah gambar, fotografi, mengidentifikasi mobil , pohon, gedung atau jalan

(9)

2.2.5 Langkah-Langkah Pengolahan Citra Digital

Berikut ini merupakan langkah-langkah pengolahan citra digital, seperti pada Gambar 2.8 berikut ini. Basis Pengetahuan Akuisi Citra Pre-processing Pengenalan dan Interpretasi Segmentasi Representasi dan Deskripsi Hasil Domain Masalah

Gambar 2.8 Langkah-langkah Pengolahan Citra Digital (Sutoyo, et all. 2010)

Secara umum, langkah-langkah pengolahan citra digital sebagai berikut : 1. Akuisi citra

Akuisi citra adalah tahap awal untuk mendapatkan citra digital. Tujuan akuisi citra adalah untuk menentukan data yang diperlukan dan memilih metode perekaman citra digital. Tahap ini dimulai dari objek yang akan diambil gambarnya, persiapan alat-alat sampai pada pencitraan. Pencitraan adalah kegiatan transformasi dari citra tampak (foto, gambar, lukisan, patung, pemandangan, dan lain-lain) menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk pencitraan adalah :

a) Video kamera b) Kamera digital

c) Kamera konvensional dan konverter analog to digital d) Scanner

e) Photo sinar-x sinar infra merah

2. Pre-processing

Tahap ini digunakan untuk menjamin kelancaran pada proses berikutnya. Hal-hal penting yang dilakukan pada tingkatan ini diantaranya adalah sebagai berikut :

a) Peningkatan kualitas citra (kontras, brightness, dan lain-lain) b) Menghilangkan noise

(10)

c) Perbaikan citra (image restoration) d) Transformasi (image transformation)

e) Menentukan bagian citra yang akan di observasi

3. Segmentasi

Tahapan ini digunakan untuk mempartisi citra menjadi bagian-bagian pokok yang mengandung informasi penting. Misalnya memisahkan antara objek dengan latar belakang.

4. Representasi dan deskripsi

Dalam hal ini representasi merupakan suatu proses untuk merepresentasikan suatu wilayah sebagai suatu daftar titik-titik koordinat dalam kurva tertutup. Setelah suatu wilayah dapat direpresentasi, proses selanjutnya adalah melakukan deskripsi citra dengan cara seleksi ciri (feature extraction and selection). Seleksi ciri bertujuan untuk memilih informasi kuantitatif dari ciri yang ada, yang dapat membedakan kelas-kelas objek dengan baik, sedangkan ekstraksi ciri bertujuan untuk mengukur besaran kuantitatif ciri setiap piksel, misalnya rata-rata, standar deviasi, koefisien variasi, dan lain-lain.

5. Pengujian dan interpretasi

Tahap pengujian bertujuan untuk memberi label pada sebuah objek yang informasinya disediakan oleh descriptor, sedangkan tahap interpretasi bertujuan untuk memberi arti atau makna kepada kelompok objek-objek yang dikenali.

6. Basis pengetahuan

Basis pengetahuan sebagai basis data pengetahuan berguna untuk memandu operasi dari masing-masing modul proses dan mengkontrol interaksi antara modul-modul tersebut. Selain itu, basis pengetahuan juga digunakan sebagai referensi pada proses template matching atau pada pengujian pola.

(11)

2.2.6 Akuisisi Citra

Akuisi citra adalah tahap awal untuk mendapatkan citra digital. Tujuan akuisi citra adalah untuk menentukan data yang diperlukan dan memilih metode perekaman citra digital. Tahap ini dimulai dari objek yang akan diambil gambarnya, persiapan alat-alat sampai pada pencitraan. Pencitraan adalah kegiatan transformasi dari citra tampak (foto, gambar, lukisan, patung, pemandangan, dan lain-lain) menjadi citra digital

misalnya melalui kamera digital, scanner, dan kamera konvensional (Sutoyo, et all. 2009).

2.3 Preprocessing

Teknik preprocessing digunakan untuk mempersiapkan citra agar dapat menghasilkan ciri yang lebih baik pada tahap pemisahan ciri terhadap proses pengujian pola. Teknik pra-pemrosesan sangat berkaitan dengan pengujian pola. Pengujian pola secara umum merupakan suatu ilmu yang mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif ciri atau sifat dari objek. Pola sendiri merupakan suatu entitas yang terdefinisi dan dapat diidentifikasi dan diberi nama. Salah satu contoh dari pola yaitu sidik jari. Pola dapat merupakan kumpulan dari hasil pengukuran atau pemantauan dan dapat dinyatakan dalam notasi vector atau matriks. (Putra, 2009).

2.3.1 Cropping

Cropping pada pengolahan citra berarti memotong satu bagian dari citra sehingga diperoleh citra yang diharapkan. Ukuran pemotongan citra tersebut berubah sesuai dengan ukuran citra yang diambil. Cropping dilakukan pada koordinat (x,y) sampai pada koordinat (m,n). Oleh karena itu, pertama kali yang harus dilakukan adalah menentukan koordinat-koordinat tersebut. Misalnya koordinat XL, YT, XR dan YB

(12)

dan y memiliki koordinat YT sampai YB (YT < y < YB) dengan selang [YT, YB] didapat

(XL, YT) adalah koordinat titik sudut kiri atas dan (XR, YB) adalah koordinat titik sudut

kanan bawah maka ukuran pemotongan citra dapat dirumuskan sebagai berikut (Adfriansyah, 2012):

𝑤 = 𝑋𝑅− 𝑋𝐿 + 1 … … … . … … … (2.2)

𝑕 = 𝑌𝐵− 𝑌𝑇 + 1 … … … . . … … … (2.3)

Dimana:

w’ = ukuran lebar citra hasil cropping h’ = ukuran tinggi citra hasil cropping

2.3.2 Penskalaan Citra (Scaling)

Penskalaan merupakan proses pembesaran atau pengecilan objek. Jika titik x’ = SxX dan y’ = SyY, maka dapat dikatakan bahwa P mengalami proses penskalaan ke P’ (lihat Gambar 2.9). Notasi matriks dari penskalaan adalah sebagai berikut (Harianja, 2010): 𝑃 𝑥 𝑦 = 𝑠𝑥 0 0 𝑠𝑦 𝑥 𝑦 … … … (2.4)

P=SP, dimana S merupakan matriks yang merepresentasikan penskalaan.

(13)

2.3.3 Konversi RGB to Grayscale

Sebuah citra berwarna mempunyai 3 layer matriks, yakni layer warna Red, Green, Blue. Dengan demikian bila proses perhitungan dilakukan menggunakan tiga layer, berarti diperlukan tiga kali perhitungan yang sama. Ini artinya waktu proses lebih lama. Dengan demikian, konsep dengan mengubah 3 layer RGB menjadi 1 layer matriks grayscale, akan menghemat waktu pemrosesan dan kebutuhan memori.

Secara umum, untuk mengubah citra berwarna yang memiliki matriks masing-masing R, G, B menjadi citra grayscale dengan nilai s, dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G, dan B, sehingga dapat dituliskan dengan rumus (Harianja, 2010):

𝑆 =𝑅 + 𝐺 + 𝐵

3 … … … . . … … (2.5)

Dimana:

S = citra grayscale R = red (warna merah) G = green (warna hijau) B = blue (warna biru)

2.3.4 Citra Biner

Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan: hitam dan putih. Piksel objek bernilai 1 dan piksel latar belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan citra, 0 adalah warna putih dan 1 adalah warna hitam (Harianja, 2010).

Proses pengambangan (thresholding) akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang memiliki dua nilai tingkat keabuan, yaitu hitam dan putih. Secara umum proses

(14)

pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut (Putra, 2009):

𝑔 𝑥, 𝑦 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓 𝑥, 𝑦 ≥ 128

0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓 𝑥, 𝑦 < 128 … … … . . . … … … (2.6)

dengan g(x,y) citra biner dari citra grayscale f(x,y) dan T menyatakan nilai ambang. Nilai T memegang peran sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas hasil citra biner sangat bergantung pada nilai T yang digunakan. Dengan operasi pengambangan tersebut, objek dibuat berwarna gelap (1 atau hitam) sedangkan latar belakang berwarna terang (0 atau putih).

2.4 Format File Citra JPEG atau JPG

Format Joint Photographic Experts Group (JPEG) merupakan format yang paling terkenal sampai sekarang ini. Kali ini karena sifatnya yang berukuran kecil (hanya puluhan/ratusan KB saja), dan bersifat portable. File ini sering digunakan pada bidang fotografi untuk menyimpan file foto. File ini bisa digunakan di internet (Afdhali, 2010).

Format file JPEG merupakan bentuk kompresi gambar high color bit-mapped dan juga standar kompresi file yang cocok diterapkan pada image yang kompleks dengan jumlah warna yang banyak dan pada kamera digital, serta sistem pencitraan dengan menggunakan komputer (Siregar, 2009).

2.5 Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan Saraf Tiruan (JST) atau Artificial Neural Network yang sering disingkan ANN merupakan model jaringan neural yang meniru prinsip kerja dari neuron otak manusia (neuron biologis). Model sederhada sebuah neuron pertama kali dibuat berdasarkan fungsi neuron biologis yang merupakan dasar unit pensinyalan dan sistem saraf (Putra, 2009).

(15)

Jaringan Saraf Tiruan memiliki beberapa kemampuan seperti yang dimmiliki otak manusia, yaitu:

1. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman

2. Kemampuan melakukan perumpamaan (generalization) terhadap input baru dari pengalaman yang dimilikinya

3. Kemampuan memisahkan (abstraction) karaktearisktik penting dari input yang mengandung data yang tidak penting (Putra, 2009)

Jaringan Saraf Tiruan akan mentransformasikan informasi dalam bentuk bobot dari satu neuron ke neuron lainnya, informasi tersebut akan diproses oleh suatu fungsi perambatan dan semua bobot masukan yang datang dijumlahkan kemudian dibandingkan dengan suatu nilai ambang tertentu melalui fungsi aktivasi setiap neuron. Bila nilai fungsi melampaui nilai ambang maka neuron diaktifkan dan informasi keluaran diteruskan ke neuron yang tersambung dengannya. Berikut ini adalah gambar struktur neuron jaringan saraf (Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Struktur Neuron Jaringan Saraf (Muis, 2009)

Model sel saraf (neuron) umumnya terdiri atas:

1. Masukan (x) yang berfungsi sebagai penerima sinyal 2. Bobot koneksi (Wji) untuk menyimpan informasi

3. Bias (W0) yang berfungsi mengatur nilai ambang

4. Elemen pemrosesan (∑) dan fungsi aktivasi (f) untuk memroses informasi 5. Keluaran (y) sebagai keluaran yang akan menyampaikan hasil pemrosesan

(16)

21

Wj1 Wj2 Wjn

Berikut ini adalah model matematika untuk satu neuron.

Gambar 2.11 Model Matematika Satu Neuron

Persamaan matematika dari Gambar 2.11 sebagai berikut:

𝑆𝑗 𝑊𝑗𝑖 𝑛 𝑖=1 𝑋𝑗 + 𝑊0𝑋0… … … . (2.7) 𝑌𝑗 𝑥 = 𝑓 𝑆𝑗 𝑥 … … … . … . (2.8) 2.5.1 Fungsi Aktivasi

Beberapa fungsi transfer untuk mengaktifkan neuron ditetapkan sebagai berikut (Panjaitan, 2007):

1. Fungsi Linier

2. Fungsi Ambang (Treshold) 3. Fungsi Linier Piecewise 4. Fungsi Sigmoid Biner

1. Fungsi Linier

Fungsi linier ini menggunakan konsep superposisi, seperti persamaannya berikut ini

𝑦 = 𝑓 𝑥 = 𝛼𝑥 … … … (2.9) Wj0 x0 x1 x3 x2 J f y1

(17)

Gambar 2.12 Fungsi Aktifasi Linier

2. Fungsi Ambang (Treshold)

Fungsi aktivasi ambang biasa menggunakan jenis biner atau bipolar. Keluaran suatu treshold biner dapat dituliskan seperti persamaan:

𝑦 = 𝑓 𝑥 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < 0

1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 0 … … … . … … … (2.10)

3. Fungsi Linier Piecewise

Fungsi aktivasi yangmempunyai batas hard-limit dengan batas atas dan bawah 1 dan -1, dengan ketentuan 𝑦 = 𝑓 𝑥 = −1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < −1 𝑥 𝑗𝑖𝑘𝑎 − 1 ≥ 𝑥 ≥ 1 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 1 … … … (2.11)

4. Fungsi Sigmoid Biner (Logsig) (Finindia, 2013)

Fungsi sigmoid biner memiliki range nilai [0,1]. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk Jaringan Saraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai:

𝑓 𝑥 = 1

1+𝑒−𝑥… … … . . … … … . (2.12)

(18)

W11 W21 W12 W22 W13 W23

Gambar 2.13 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner

2.5.2 Metode Learning Vector Quantization (LVQ)

Jaringan LVQ (Learning Vector Quantization) juga diperkrnalkan oleh Tuevo Kohonen. LVQ merupakan salah satu jaringan Saraf tiruan yang melakukan pembelajaran secara terawasi. LVQ mengklasifikasikan input secara berkelompok ke dalam kelas yang sudah didefinisikan melalui jaringan yangtelah dilatih. Dalam kata lain LVQ mendapatkan n input dan mengelompokkan kedalam m output. Arsitektur jaringan LVQ ini terdiri dari input, lapisan kohonen, dan lapisan output (Putra, 2009).

Jaringan LVQ adalah jaringan yang mengklasifikasi pola sehingga setiap unit keluaran menyatakan suatu kelas atau kategori. Vector bobot untuk unit keluaran sering disebut vector referensi (buku kode) untuk kelas yang dinyatakan oleh unit tersebut. Selama pelatihan unit keluaran dicari posisinya dengan mengatur bobotnya lewat pelatihan terbimbing (Widodo, 2005).

Gambar 2.14 Arsitektur Jaringan LVQ (Nurkhozin, 2011) x0 x1 x2 || x-w1 || || x-w2 || y1 y2

(19)

Deskripsi dari gambar di atas adalah sebagai berikut: x : vector pelatihan masukan

y : vector output keluaran T : target vector pelatihan wj : vector bobot output ke-j

Cj : kelas hasil komputasi oleh unit output

|| x-wj || : jarak Euclidean antara vector bobot dan unit output

Berikut ini adalah algoritma Learning Vector Quantization (LVQ) (Nurkhozin, 2011):

1. inisialisasi vector referensi, inisialisasi learning rate α(0) 2. Bila kondisi STOP belum terpenuhi, kerjakan langkah 2–6 3. Untuk setiap vector input pelatihan x, kerjakan langkah 3- 4 4. Dapatkan nilai J sedemikian hingga ||x-wj|| minimum

5. Update wj sebagai berikut :

Jika Cj = T maka

𝑤𝑗 𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑤𝑗 𝑙𝑎𝑚𝑎 + 𝛼 𝑥 − 𝑤𝑗 … … … . … . . (2.15)

Jika Cj ≠ T maka

𝑤𝑗 𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑤𝑗 𝑙𝑎𝑚𝑎 − 𝛼 𝑥 − 𝑤𝑗 … … … . … . . (2.16) 6. Reduksi learning rate

7. Tes kondisi STOP

2.5.3 Metode Backpropagation

Metode Backpropagation biasa digunakan dalam bidang pengujian pola, metode ini umumnya digunakan pada jaringan saraf tiruan yang berjenis multi-layer feed-forward. Feed-forward berarti aliran sinyal diarahkan searah dari masukan ke keluaran. Kesalahan yang didapatkan dari selisih output dengan target akan diumpan balik ke masukan awal untuk mengubah parameter-parameter pembentuk jaringan JST. Setelah kesalahan keluaran kecil, maka hanya proses alur maju saja yang digunakan (Wicaksono, 2008).

(20)

Syarat fungsi aktivasi dalam Backpropagation adalah bersifat kontinu, terdifferensial dengan mudah, dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi aktivasi yang dapat memenuhi ketiga syarat tersebut adalah logsig, tansig, dan purelin. Metode pengujian merupakan proses inisialisasi data yang akan diolah selanjutnya oleh Backpropagation. Data yang akan dikenali disajikan dalam bentuk vector. Masing-masing data mempunyai target yang disajikan juga dalam bentuk vector. Target atau keluaran acuan merupakan suatu peta karakter yang menunjukkan lokasi dari vector masukan (Nurmila, et.all).

Secara umum topologi JST Backpropagation ini dapat dilihat berikut ini (Nurkhozin, 20011):

Dengan menggunakan satu hidden layer, algoritma Backpropagation sebagai berikut : Step 0 :

Inisialisasi nilai bobot dengan nilai acak yang kecil. Step 1 :

Selama kondisi berhenti masih tidak terpenuhi, (epoch<=maks_epoch) dan (nilai error<=target_error).

Step 2 : Untuk tiap pasangan pelatihan, kerjakan step 3 - 8.

Feed forward:

a. Step 3

Tiap unit masukan (xi, i = 1,…, n) menerima sinyal xi dan menyebarkan sinyal ini ke

semua unit lapisan di atasnya (unit tersembunyi).

b. Step 4

Untuk setiap unit dalam (Zj , j=1,2,..,p) dihitung input dengan menggunakan nilai

bobotnya

𝑧𝑖𝑛 𝑗 = 𝑣𝑜𝑗 + 𝑥𝑖 𝑛

𝑖=1

𝑣𝑗𝑘 … … . … … … . . … . . (2.17) Kemudian dihitung nilai output dengan menggunakan fungsi aktivasi yang dipilih

𝑧𝑗 = 𝑓 𝑧𝑖𝑛𝑗 … … … . . . (2.18)

(21)

c. Step 5

Tiap unit keluaran (yk, k = 1,…, m) jumlahkan bobot sinyal masukannya,

𝑦_𝑖𝑛𝑘 = 𝑤0𝑘 + 𝑧𝑗 + 𝑤𝑗𝑘 𝑝

𝑗 =1

… . . … … … . (2.19)

Kemudian dihitung nilai output dengan menggunakan fungsi aktivasi

𝑦𝑘 = 𝑓 𝑦_𝑖𝑛𝑘 … … … . . … … . . (2.20)

Backpropagation of error:

d. Step 6

Tiap unit keluaran (yk , k = 1,…, m) menerima pola target yang saling berhubungan

pada masukan pola input, hitung kesalahan informasinya,

δk = (tk – yk) f’ (y_ink) ………...………...…………...………(2.21)

hitung koreksi bobotnya yang digunakan untuk memperbaharui nilai wjk :

Δwjk = α δk zj ………...………(2.22)

hitung koreksi biasnya yang digunakan untuk memperbaharui nilai wok

Δw0k = α δk ………...………..(2.23)

dan kirimkan δk ke unit-unit pada lapisan pada layer sebelummya.

e. Step 7

Setiap unit lapisan tersembunyi (zj, j = 1,…, p) dihitung delta input yang berasal dari

unit pada layer di atasnya :

𝛿𝑖𝑛𝑗 = 𝛿𝑘𝑤𝑗𝑘

𝑚

𝑘=1

… … … . … … … . . . (2.24)

Kemudian nilai tersebut dikalikan dengan turunan fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi kesalahannya,

δj = δ_inj f’ (z_inj)……… ……….……….……(2.25) hitung koreksi bobotnya (digunakan untuk memperbaharui voj ):

Δv0j = α δj ………..………...…(2.26) hitung koreksi bobotnya (digunakan untuk memperbaharui vij):

(22)

Update nilai bobot dan bias

f. Step 8

Tiap unit keluaran (yk, k = 1.. m) update bias dan bobotnya (j = 0,…, p):

wjk (baru) = wjk (lama) + Δ wjk ………..…...(2.28)

Setiap unit pada lapisan tersembunyi memperbaiki bias dan bobotnya.

vij (baru) = vij (lama) + Δ vij ………….………..…...(2.29)

g. Step 9

Menguji apakah kondisi berhenti dan sudah terpenuhi.

Algoritma Testing (Pengujian)

Setelah pelatihan, jaringan saraf Backpropagation diaplikasikan dengan menggunakan fase yang diberikan sebelumnya dari algoritma pelatihan. Prosedur aplikasinya adalah sebagai berikut

Step 0 :

Inisialisasi bobot (dari algoritma pelatihan) Step 1 :

Untuk setiap vector input, kerjakan step 2-4 Step 2 :

Untuk i = 1,...,n: set aktifasi dari unit input ; i x Step 3 : Untuk j = 1,...p 𝑧𝑖𝑛 𝑗 = 𝑣𝑜𝑗 + 𝑥𝑖 𝑛 𝑖=1 𝑣𝑗𝑘 … … . … … … . . … . . 2.30 𝑧𝑗 = 𝑓 𝑧𝑖𝑛𝑗 … … … . . . (2.31) Step 4 : 𝑌𝑖𝑛 𝑘 = 𝑤0 + 𝑧𝑗 𝑛 𝑖=1 𝑤𝑗𝑘 … … . … … … . . … . . . . 2.32 𝑦𝑘 = 𝑓 𝑦_𝑖𝑛𝑘 … … … . . … … . . (2.33)

(23)

2.6 Peneliti Terdahulu

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang mendukung pengangkatan judul ini, maka dilampirkan beberapa jurnal pendukung, antara lain:

1. Penelitan Dewanto Harjunowibowo.2010. “Perangkat Lunak Deteksi Uang Palsu Berbasis LVQ Memanfaatkan Ultraviolet”.

Peneliti melakukan penelitian dengan memanfaatkan sinar ultraviolet, berdasarkan hasil yang diperoleh dan uraian pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan penggunaan cahaya ultraviolet untuk menampilkan citra ciri khas uang asli adalah sangat efektif dan untuk meningkatkan keamanan sistem, perlu penambahan variable masukan JST dengan pola yang dibentuk oleh deteksi tepi.

2. Penelitian Dawud Gede Wicaksono . 2008. “Perangkat Lunak Pendeteksian Nilai Nominal dan Keaslian Uang Kertas Rupiah Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation”.

Peneliti merancang perangkat lunak yang mampu mengenali nilai nominal uang kertas rupiah beserta keasliannya melalui proses pengolahan citra berbasiskan metode Jaringan Saraf Tiruan dengan algoritma Backpropagation, dimana pola khas dari tiap jenis uang kertas inilah yang dikenali oleh perangkat lunak ini, sehingga mampu membedakan tidak hanya uang kertas rupiah, tetapi juga jenis uang kertas pecahan lain.

3. Penelitian Elias Dianta Ginting. “Deteksi Tepi Menggunakan Metode Canny dengan Matlab untuk Membedakan Uang Asli dan Uang Palsu”.

Pada penelitian ini, cara membedakan uang palsu dan uang asli dengan memanfaatkan tanda air pada uang kertas, sehingga penulis membuat suatu aplikasi yang bias mendeteksi benang pengaman dari suatu mata uang kertas, dengan memperlihatkan ada tidaknya tanda air pada uang kertas.

4. Penelitian Maharani Dessy Wuryandari dan Irawan Afrianto. 2012. “Perbandingan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation dan Learning Vector Quantization pada Pengujian Wajah”. Penelitian ini bertujuan membandingkan kedua metode ini untuk mengenali wajah, serta mengetahui hasil

(24)

optimal dari kedua metode tersebut dalam pengujian wajah, dan dapat disimpulkan bahwa dari segi akurasi dan waktu pengujian bahwa metode Learning Vector Quantization memiliki kemampuan lebih baik dibandingkan dengan metode Backpropagation.

5. Penelitian Agus Nurkhozin, Mohammad Isa Irawan, dan Imam Mukhlas. 2011. “Komparasi hasil Klasifikasi Penyakit Diabetes Mellitus Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation dan Learning Vector Quantization”.

Penelitian ini bertujuan mengkomparasi hasil klasifikasi menggunakan kedua metode ini dalam mengklasifikasi penyakit diabetes untuk melihat metode mana yang memiliki tingkat akurasi dan kecepatan tinggi.

(25)

Gambar

Gambar 2.1 Citra uang kertas
Gambar 2.2 Fitur Pengaman Invisible Ink
Gambar 2.4 Koordinat Citra Digital (Putra, 2010)
Gambar 2.5 Citra Biner (Wahana Komputer, 2013)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah: (a) Untuk mengetahui penganturan hukum positif di Indonesia mengenai tindak pidana

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan

Rencana kegiatan yang dilakukan meliputi pelatihan deteksi dini pertumbuhan balita, pelatihan deteksi dini penyimpangan perkembangan balita, workshop stimulasi perkembangan

Berdasar hasil temuan penelitian, cukup banyak temuan menarik yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini. Di antara simpulan tersebut adalah sebagai berikut 1) variabel

Semakin tinggi peningkatan jumlah dosis ekstrak etanol kayu manis ( Cinnamomum burmannii ) yang diberikan pada Mus musculus BALB/c yang diinfeksi dengan bakteri

Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut5.

Uz pomoć kriterija za određivanje pripadnosti kajkavskom narječju, alijeteta i alteriteta, zahvaljujući snimljenom govoru na kojem smo proveli istraživanje,