• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata

Lensa adalah suatu struktur tranparan (jernih). Kejernihannya dapat terganggu oleh karena proses degenerasi yang menyebabkan kekeruhan serabut lensa. Terjadinya kekeruhan pada lensa disebut dengan katarak (Khurana, 2007). Lensa di dalam bola mata terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (Ilyas, 2006).

Lensa merupakan elemen refraktif terpenting kedua pada mata yang bertumbuh sepanjang hidup serta disangga oleh serabut zonula zinni yang menghubungkannya dengan korpus siliaris dan kapsul lensa. Lensa ridak mempunyai asupan darah ataupun inervasi saraf dan tergantung sepenuhnya pada aquos humor untuk metabolisme dan pembuangan “limbahnya” ( American Academy of Oftalmology, 2008)

Menurut American Academy of Ophthalmology diameter lensa adalah 9-10 mm dan tebalnya bervariasi dengan umur, mulai dari 3,5 mm pada saat lahir dan 5 mm ketika dewasa. Beratnya juga bervariasi antara 135 mm (0-9 tahun) hingga 255 mg (usia 40-80 tahun) (AAO, 2007).

Menurut Vaughan dan Asbury, fungsi utama lensa mata adalah memfokuskan sinar pada retina agar sinar dari kejauhan dapat terfokus, otot-otot siliar berelaksasi, serabut-serabut zonula berkontraksi. Lensa mata terdiri atas 65% air, 35% protein (kandungan proteinnya tertinggi dari semua jaringan tubuh lainnya). Kadar kalium lebih banyak dalam lensa dibandingkan dengan

(2)

jaringan lainnya. Asam askorbat dan Glutation keduanya dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi. Di dalam lensa tidak terdapat saraf dan pembuluh lensa (Gaja, 2008)

Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu : kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan. Keadaan patologi lensa ini dapat berupa kondisi tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia, keruh atau yang disebut katarak, tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi. Semakin dewasa usia seseorang, lensa mata akan bertambah besar dan berat. (Ilyas, 2006).

Lensa mata terletak di bagian depan di dalam bola mata, lensa akan memusatkan sinar pada retina mata yang terletak di bagian belakang bola mata. Sinar melalui lensa akan menghasilkan bayangan yang tajam pada retina (Ilyas, 2003). Lensa dapat merefraksikan cahaya karena memiliki indeks refraksi, normalnya sekitar 1,4 di sentral dan 1,36 di perifer. Dalam keadaan non akomodatif, kekuatanya 15-20 dioptri (D) (Khurana, 2007)

2.2 Definisi Katarak

Katarak adalah kekeruhan lensa mata yang terjadi bila cairan terkumpul diantara serabut lensa. Indeks refraksi mengubah dan menyebabkan cahaya berpencar dengan mengakibatkan penglihatan menjadi kabur (Olver & Cassidy, 2009). Sedangkan menurut WHO, Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak berasal dari bahasa Yunani “kataarrhakies” yang berarti air terjun. Dalam

(3)

bahasa Indonesia , katarak disebut “bular”, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh (Ilyas, 2006).

Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur angsur meyebabkan penglihatan kabur sampai akhirnya tidak dapat menerima cahaya. Penyebab lain meliputitrauma, penyakit mata yang lain ( missal uvitis ), penyakit sistemik ( DiabetesMilitus ) atau defek congenital ( salah satu kelainan herediter sebagai akibat dariinfeksi virus prenatal). ( Barbara C. Long, 2000 )

2.3 Patogenesis

Patogenesis terjadinya katarak adalah multifaktorial. Berat dan tebal lensa akan meningkat sesuai pertambahan umur dengan kekuatan akomodasi lensa yang semakin menurun. Lapisan korteks baru akan terus bertambah dan terbentuk secara konsentris, sehingga nukleus lensa terkompresi dan menjadi keras (sklerosis). Protein lensa akan berubah dan terjadi agregasi menjadi protein dengan berat molekul tinggi. Agregasi protein menyebabkan fluktuasi indeks refraksi lensa, hamburan sinar dan berkurangnya transparansi lensa. Perubahan protein lensa akan memproduksi pigmen, sehingga lensa berubah menjadi kuning sampai cokelat sesuai pertambahan usia. Pertambahan usia juga akan menurunkan konsentrasi glutathione dan potassium, meningkatkan konsentrasi sodium dan kalsium serta meningkatkan hidrasi lensa (Ilyas, 1999). 2.4 Gejala Klinis Penderita Katarak

Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang

(4)

berpengaruh antra lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor genetik, sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pendidikan dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam hubungannya dengan paparan sinar ultra violet (Sirlan, 2000).

Menurut Hutasoit (2009) kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala dan dijumpai pada pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering diekluhkan adalah :

1. Silau

Pasien katarak sering mengeluh silau yang bisa bervariasi keparahannya mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau kondisi serupa di malam hari. Keluhan ini khususnya dijumpai pada tipe katarak posterior subkapsular. Pemeriksaan silau ( test glare ) dilakukan untuk mengetahui derajat gangguan penglihatan yang disebabkan oleh sumber cahaya yang diletakkan di dalam lapangan pandang pasien (AAO, 2008).

2. Diplopia mononuklear atau polyopia

Menurut American Academy of Ophtalmolog (AAO), perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa, menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa. Daerah ini dapat dilihat dengan refleks merah retinoskopi atau oftalmoskopi direk. Tipe katarak ini kadang menyebabkan displopia monokular atau polyopia (Hutasoit, 2009).

(5)

Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih mejadi spektrum warna sebab meningkatnya kandungan air dalam lensa (Khurana, 2008).

4. Distorsi

Menurut Hutasoit yang mengutip hasil penelitian Langston (2002) Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang, hal ini sering dijumpai pada stadium awal katarak.

5. Penurunan Tajam Penglihatan

Penurunan tajam penglihatan ditandai dengan ketidakmampuan menghitung jari-jari tangan pada jarak 3 meter. Menurut pendapat Hutasoit (2009) yang mengutip hasil penelitian American Academy of Ophtalmology, Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri (Khurana, 2008), umumnya pasien menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat sasaran dan pasien menceritakan kepada dokter mata, aktifitas apa saja yang terganggu. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan. Setiap tipe katarak biasanya mempunyai gejala gangguan penglihatan yang berbeda-beda, tergantung pada cahaya, ukuran pupil dan derajat miopia. Setelah didapat riwaayat penyakit, maka pasien harus dilakukan pemeriksaan penglihatan lengkap, dimulai dengan refraksi. Perkembangan katarak nuklear sklerotik dapat meningkatkan dioptri lensa, sehingga terjadi miopia ringan hingga sedang.

(6)

6. Sensitifitas Kontras

Menurut pendapat Hutasoit (2009) yang mengutip hasil penelitian American Academy of Ophtalmology, Sensitifitas kontras mengukur kemampuan pasien untuk mendeteksi variasi tersamar dalam bayangan dengan menggunakan benda yang bervariasi dalam hal kontras, luminance dan frekuensi spasial. Sensitivitas kontras dapat menunjukkan penurunan fungsi penglihatan yang tidak terdeteksi dengan snellen. Namun, hal tersebut bukanlah indikator spesifik hilangnya tajam pengihatan oleh karena katarak.

7. Myopic Shift

Berdasarkan pendapat Hutasoit (2009) yang mengutip hasil penelitian langston, dapat disimpulkan bahwa perkembangan katarak terjadi akibat peningkatan dioptri kekuatan lensa yang umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang. Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat peningkatan kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan ini disebut “second sight”. Namun, seiring dengan perubahan kualitas optikal lensa, keuntungan tersebut hilang.

2.4 Klasifikasi Katarak

Katarak diklasifikasikan dalam dua divisi utama (American Academy Of Ophtalmology, 2008), yaitu:

(7)

2.4.1 Katarak Developmental a. Katarak kongenital

Katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Biasanya disebabkan oleh herediter dan penyakit sistemik lain, anomali okular dan penyakit infeksi maternal.

b.Katarak Juvenil

Katarak ini ditemukan saat lahir sampai usia dewasa. Disebabkan oleh penyakit herediter dan bisa merupakan kelanjutan dari katarak kongenital.

2.4.2 Katarak Degeneratif a. Katarak Senilis

Tiga tipe utama katarak senilis, adalah : 1. Katarak Nuklear

Beberapa derajat nuklear sklerosis dan penguningan, dikatakan normal pada pasien dewasa setelah melewati usia menengah. Secara umum, kondisi ini hanya sedikit mengganggu fungsi penglihatan. Sklerosis dan penguningan dalam jumlah yang berlebihan disebut katarak nuklear, yang menyebabkan kekeruhan sentral. Tingkatan sklerosis, penguningan dan kekeruhan dievaluasi dengan slit-lamp secara oblik dan pemeriksaan refleks merah dengan pupil dilatasi. Bila sudah lanjut, nukleus berwarna coklat (katarak brunescent) dan konsistensinya keras.

(8)

2. Katarak kortikal

Perubahan komposisi ion pada korteks lensa dan perubahan hidrasi pada serabut lensa menyebabkan kekeruhan kortikal. Gejala katarak kortikal yang sering dijumpai adalah silau akibat sumber cahaya fokal, seperti lampu mobil. Monocular diplopia bisa juga dijumpai. Tanda pertama pembentukan katarak kortikal terlihat dengan slitlamp sebagai vakuola dan celah air (water clefts) di korteks anterior atau posterior.

3. Katarak Posterior Subkapsular

Katarak posterior subkapsular (Posterior subcapsular cataract = PSCs) sering dijumpai pada pasien yang lebihmuda daripada katarak nuklear atau kortikal. PSCs berlokasin di lapisan kortikal posterior dan biasanya aksial (Vaughan, 2000). Indikasipertama pembentukan PSCs adalah kilauan warna yangsamar (subtle iridescent sheen) pada lapisan kortikal posterioryang terlihat dengan slit-lamp. Pasien sering mengeluhkansilau dan penglihatan jelek pada kondisi cahaya terang karena PSCs menutupi pupik ketika miosis akibat cahaya terang,akomodasi, atau miotikum. Penglihatan dekat lebih jelek daripada penglihatan jauh. Beberapa pasien juga mengalamimonokular diplopia.

Katarak senile biasa timbul sesudah usia 50 tahun, namun juga dapat terjadi pada umur kurang dari 40 tahun, hampir selalu mengenai kedua mata walaupun yang satu dapat lebih besar dari yang lain. Kekeruhan dapat pada korteks atau sekitar nukleus. Katarak senilis merupakan katarak yang paling sering ditemukan. Katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium, yaitu : stadium insipien, stadium immatur, stadium matur, dan stadium hipermatur.

(9)

Perbedaan stadium katarak senil (Ilyas, 2006).

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan

Lensa Normal (air masuk)Bertambah Normal Berkurang

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik Mata Depan

Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut

Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow

Test Negatif Positif Normal Terbuka

Penyulit - Glaukoma - Uveitis+Glaukoma

b. Katarak Radiasi

Jenis katarak ini mempunyai perkembangan yang lambat, mulai pada bagian posterior korteks kira-kira 2 tahun sesudah eksposure dengan sinar radium atau rontgen.

c.Katarak komplikata

Katarak yang berhubungan dengan penyakit mata lainnya seperti iridosiklitis, koroiditis, uveitis, ulkus kornea, glaukoma, ablasio retina, dan tumor intra okular.

d.Katarak yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik (Asosiasi)

Diabetes melitus merupakan predisposisi untuk berkembang menjadi katarak senilis. Selain itu, katarak yang berhubungan dengan penyakit sistemik lainnya adalah katarak galaktosemik, katarak hipokalsemik (tetanik), katarak defisiensi gizi, katarak aminoasiduria, penyakit wilson dan katarak yang berhubungan dengan penyakit metabolik lain (Barnard, 2003).

(10)

Pembentukan katarak yang berhubungan dengan keracunan bisa disebabkan oleh kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, dinitrophenol dan naphthalene. f. . Katarak Traumatika

Katarak yang disebabkan oleh trauma pada lensa mata, dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam, adanya benda asing pada intra okuler, X-Ray yang berlebihan atau bahan radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak traumatik bervariasi dari jam sampai tahun (Ocampo, 2009).

2.5 Epidemiologi Katarak 2.5.1 Frekuensi dan Distribusi a. Orang

Prevalensi kebutaan pada usia 55-64 tahun sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%. Meskipun pada semua kelompok umur sepertinya prevalensi kebutaan di Indonesia tidak tinggi, namun di usia lanjut masih jauh di atas 0,5% yang berarti masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2013)

Distribusi katarak menurut umur berdasarkan survei kesehatan indra penglihatan Departemen Kesehatan Indonesia 1993-1996, prevalensi katarak pada kelompok umur antara 55-64 tahun sebesar 33,4% dan pada kelompok 65 tahun ke atas sebesar 62,2%. Data Surkesnas menunjukkan prevalensi katarak pada umur produktif 40-54 tahun sebesar 1,6% (Tana, 2006).

Menurut Ilyas dalam Riskawati, katarak dapat dijumpai pada semua umur dan kedua jenis kelamin. Sebesar 50% kasus ditemukan pada pasien yang berusia 65-74 tahun dan 70% kasus ditemukan pada pasien yang berusia di atas

(11)

75 tahun. Katarak biasanya mengenai kedua mata dengan ketebalan kekeruhan tidak selamanya sama (Riskawati, 2012).

Katarak dapat mengenai kedua mata, tetapi umumnya katarak pada satu mata dapat berkembang lebih cepat dari mata yang lainnya. Katarak sangat umum mempengaruhi sekitar 60% orang berusia di atas 60 tahun dan lebih dari 1,5 juta operasi katarak dilakukan di Amerika Serikat setiap tahun. Penyakit katarak ini banyak terjadi di negara-negara tropis seperti Indonesia. Hal ini berkaitan dengan faktor penyebab katarak, yakni sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari, penyebab lainnya adalah kekurangan gizi yang dapat mempercepat proses berkembangnya penyakit katarak. Penelitian-penelitian potong-lintang mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai 50% untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Sebagian besar kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing-masing mata jarang sama. Pada penelitian yang lain oleh Nishikori da Yamomoto, perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 1:8 dengan dominan perempuan pada pasien di atas 65 tahun yang dioperasi untuk katarak senile (Paine, 2008)

b. Tempat

Menurut Malik dalam Gaja (2008) berdasarkan daerah (tempat asal) prevalensi katarak di daerah pantai lebih tinggi (11,5%) dibandingkan daerah perkotaan (8,3%) dan pegunungan (7,4%).

(12)

Prevalensi kebutaan menurut provinsi pada penduduk umur 6 tahun ke atas tertinggi di Gorontalo (1,1%), diikuti Nusa Tenggara Timur ( 1,0%) Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung (masing-masing 0,8%). Prevalensi kebutaan terendah ditemukan di Papua (0,1%) di ikuti Nusa Tenggara Barat dan DI yogyakarta (masing-masing 0,2%)(Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Jumlah kebutaan terbanyak menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 sesuai provinsi yang ada di Indonesia adalah di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Sedangkan tersedikit adalah di Provinsi Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Di provinsi Sumatera Utara jumlah penduduk yang mengalami kebutaan sebanyak 35..684 dari 11.894.775 penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

c. Waktu

Penelitian oleh Singapore National Eye Center tentang prevalensi katarak pada masyarakat pedesaan di Indonesia, Jenis yang paling umum katarak untuk kedua jenis kelamin (disesuaikan untuk usia) 17 ialah jenis katarak campuran (13%) diikuti oleh jenis katarak nulear (5,7%), dan jenis katarak kortikal (4%) ). Prevalensi setiap katarak untuk orang dewasa berumur 21-29 adalah 1,1%, meningkat menjadi 82,8% untuk mereka yang berusia lebih tua dari 60 tahun. Kecenderungan serupa dengan usia yang dicatat untuk katarak nuklear kortikal, dan PSC. Perempuan memiliki tingkat prevalensi yang lebih tinggi daripada pria untuk semua jenis katarak kecuali kortikal. Ada kecenderungan peningkatan prevalensi semua jenis katarak dengan penurunan tingkat pendidikan.

(13)

2.5.2 Determinan (Faktor-Faktor yang Mempengaruhi)

Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah merupakan faktor penyebab (faktor yang memberi resiko) untuk terkena katarak baik yang menerangkan frekuensi, distribusi atau menerangkan munculnya penyakit tersebut. Faktor – faktor penyebab katarak dapat berasal dari dalam tubuh itu sendiri maupun dari luar tubuh. Fakto-faktor yang mempengaruhi penyakit katarak antara lain adalah :

a. Umur

Umur merupakan faktor resiko utama terjadinya katarak. Katarak dapat mengenai semua umur dan pada orang tua merupakan bagian yang umum terjadi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh adanya traumatik atau kelainan pada mata. Seiring bertambahnya umur, lensa mata secara bertahap bertambah keruh dan mengeras. Makin lanjut umur seseorang makin besar kemungkinan mendapatkan katarak. Menurut Lusianawati T, dkk (2006) umut 55 tahun keatas jauh lebih banyak yang menderita katarak dengan odds Ratio (OR) 30,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan umur kurang dari 55 tahun(Tana, 2006). b. Jenis Kelamin

Tingginya resiko perempuan terkena katarak sebenarnya tidaklah terlalu besar tapi secara konsisten dijumpai dalam banyak penelitian-penelitian. Prevalensi tertinggi pada perempuan terutama untuk resiko terjadinya katarak kortikal(Spreduto, 2004). Katarak pada perempuan lebih tinggi daripada pada laki-laki, hal ini kemungkinan berhubungan dengan angka harapan hidup yang

(14)

lebih tinggi pada perempuan. Kejadian katarak pada perempuan dengan OD 1,7 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Tana, 2006).

c. Pendidikan

Pendidikan yang rendah kemungkinan berhubungan dengan terbatasnya pengetahuan secara umum antara lain mengenai jenis makanan yang mengandung nutrisi yang baik sebagai salah satu cara pencegahan katarak. Pendidikan kurang dari SLTP lebih banyak yang menderita katarak dengan OR 7,76 kali lebih tinggi dibandingkan dengan berpendidikan SLTP ke atas (Tana, 2006). Dari beberapa survei yang dilakukan dimasyarakat diperoleh prevalensi katarak lebih tinggi pada kelompok yang berpendidikan rendah. Meskipun tidak ditemukan hubungan langsung antara tingkat pendidikan dan kejadian katarak, namun tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status sosial ekonomi termasuk perkerjaan dan status gizi (Sirlan, 2000).

d. Nutrisi

Beberapa penelitian mendapatkan bahwa multivitamin, vitamin A, Vitamin C, vitamin E, niasin, tiamin, riboflavin, beta karoten dan peningkatan protein mempunyai efek protektif terhadap perkembangan katarak. Luten dan zeaxantin adalah satu-satunya karotenoid yang dijumpai dalam lensa manusia dan penelitian terakhir menunjukkan adanya penurunan resiko katarak dengan peningkatan frekuensi asupan makanan tinggi lutein (bayam, brokoli). Memakan bayam yang telah dimasak lebih dari dua kali dalam seminggu dapat menurunkan resiko katarak (American Academy of Ophtalmology, 2008).

(15)

e. Merokok

Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat, dan karotenoid ( Taylor A, 2004). Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen-3 hydroxykhinurinine dan chromophores , yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa(Khuranan, 2007).

f. Diare

Harding menduga diare yag berulang dan intensif dapat menyebabkan katarak. Diperkirakan ada 4 faktor yang berperan yaitu : Keadaan malnutrisi, alkalosis relative dan gangguan osmotik lensa serta peningkatan kadar urea dan amonium sianat yang menyebabkan denaturasi protein lensa.

g. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitudo akomodatif. Meningkatnya kadar gula darah seiring dengan meningkatnya kadar glukosa dalam aquos humor. Karena glukosa dari aquos masuk ke dalam lensa degan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa (American Academy of Oftalmology, 2007).

Katarak pada pasien DM dapat terjadi dalam 3 bentuk ;

1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia berat. Lensa akan terlihat kekeruhan tanpa berupa garis akibat kapsul lensa kerut. Bila dehidrasi

(16)

lama akan terjadi kekeruhan lensa dan kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula darah normal kembali.

2. Pasien DM yang menderita katarak Juvenil yang tidak terkontrol akan terjadi katarak pada kedua mata secara bersamaan dalam waktu 48 jam.

3. Pasien DM yang menderita katarak senilis ditandai dengan adanya bentuk yang khusus seperti terdapatnya tebaran kapas atau salju di dalam badan lensa. Pada keadaan hiperglikemi terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa. Adanya Diabetes Mellitus akan lebih meningkatkan insidens maturasi (kematangan) katarak.

h. Alkohol

Konversi alkohol menjadi asetaldehid akan bereaksi dengan protein lensa sehingga menyebabkan kekeruhan lensa. Alkohol juga mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa ( Sirlan, 2000 ).

i. Obat-obatan

Data klinis dan laboratorium menunjukkan banyak obat yang mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obatan yang meningkatkan resiko katarak adalah kortikosteroid, fenotiazin, miotikum, kemoterapi, diuretik, obat penenang, obat rematik dll. Katarak dapat berhubungan dengan proses intraokular lainnya. Katarak dapat disebabkan oleh bahan toksis khusus (kimia dan fisika). Keracunan beberapa jenis obat dapat menyebabkan katarak, seperti : eserin(0,25-0,5%), korikosteroid, ergot dan antikolinesterase topikal. Kelainan sistermik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes melitus, galaktosemi dan distrofi miotonik (Ilyas, 2006).

(17)

j. Asam Urat Serum

Tingginya kasus katarak di dunia disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses kejadian katarak salah satunya adalah karena stres oksidatif telah didalilkan untuk memainkan peran dalam penyebab dan konsekuensi dari gangguan mata, termasuk mata kering, keratitis, glaukoma, katarak dan berkaitan dengan usia maculopathy (Faschinger et al . 2006).

Salah satu fungsi asam urat dalam cairan tubuh manusia adalah untuk menyediakan antioksidan yang kapasitasnya efisien, oleh karena itu aktivitas asam urat juga menjadi mekanisme kompensasi untuk melawan kerusakan oksidatif yang berkaitan dengan penyakit degenerative.

Mata adalah organ yang rentan terhadap stress oksidatif. Sekarang sudah diketahui bahwa asam urat juga bertindak sebagai antioksidan dan memberikan kontribusi untuk radikal sistem, sehingga melindungi dari kerusakan oleh stres oksidatif. Asam urat hadir tidak hanya dalam serum atau plasma, tetapi juga dalam keringat, hidung dan cairan lavage bronkial dan dalam cairan mata(Huang et al . 2002).

k. Radang

Peradangan pada lensa mata misalnya uveitis dan glaucoma akan mengakibatkan tertutupnya lensa oleh sel radang atau sisa sel radang. Pada proses radang akut dapat terjadi myopisasi akibat rangsangan badan siliar atau edema lensa. Radang pada suatu mata dapat mengakibatkan peradangan yang berat pada sebelahnya dan hal ini mengakibatkan gangguan penglihatan(Ilyas, 1999).

(18)

l. Traumatik

Adanya cedera atau luka tembus yang mengenai lensa mata akan menyebabkan robeknya kapsul lensa sehingga lensa menjadi keruh keputihan (Kementerian Kesehatan RI, 2006). Penyebab katarak traumatik yang paling sering dijumpai adalah cedera karena benda asing pada lensa atau cedera benda tumpul pada bola mata.

2.7 Penanggulangan Katarak

Satu-satunya penanggulangan katarak adalah mengangkat lensa yang sudah putih warnanya. Ini hanya dapat dilakukan lewat operasi. Operasi katarak merupakan salah satu tindakan yang cukup aman, apabila mata sebelahnya tidak menderita penyakit. Hasil bedah katarak saat ini sudah sangat baik dan 95% pasien dapat mempergunakan matanya seperti sediakala. Katarak tidak dapat dibersihkan dengan sinar laser atau obat (Ilyas, 2003).

Pasien khusus katarak yang juga menderita Diabettes mellitus dapat melakukan bedah katarak tetapi sebaiknya kadar gula darahnya tetap terkontrol sebelu pembedahan dilakukan. Bila kadar gula darah tidak terkontrol, hasilpembedahan katarak tidak nyata. Sebaliknya bila keadaan gula darah terkontrol maka pembedahan dapat memperbaiki penglihatan ( Ilyas, 1999).

Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara

(19)

topikal. Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit (Ilyas, 2006)

Menurut Olver dan Cassidy (2009), Persiapan umum bedah katarak : 1. Biometri : Pengukuran ultrasound untuk panjang mata dan keratometri untuk mengukur kurvatura kornea sehingga menghitung daya dari implan yang dimasukkan dalam mata selama pembedahan.

2. Pastikan bahwa masalah kesehatan umum stabil, terutama hipertensi, penyakit pernapasan, diabetes.

3. Beberapa obat meningkatkan insidensi perdarahan.

4. Informasi ke pasien tentang hasilang diharapkan dan komplikasi pembedahan (informed consent).

Menurut Olver dan Cassidy (2009), bedah katarak ekstrakapsular adalah suatu teknik yang mempertahankan kapsul posterior lensa, menjaga vitreus terpisah dari kamera okuli anterior. Pembedahan insisi dapat kecil atau besar.

a. Pembedahan insisi kecil, menggunakan fakoemulsifikasi (phaco) untuk meremukkan lensa dalam mata. Fragmen-fragmen diirigasi keluar secara otomatis. Implan lensa intraokular (IOL, intraocular lens) lunak yang dapat dilipat dimasukkan ke dalam kapsul lensa (IOL kamera okuli posterior) melalui insisi kecil. Insisi ini biasanya tanpa jahitan atau hanya menggunakan satu jahitan yang dapat diangkat paling cepat 2 minggu setelah pembedahan. Phaco adalah teknik yang paling umum digunakan.

(20)

b. Pembedahan insisi besar melibatkan pengangkatan seluruh nukleus sebagai satu bagian; korteks lunak diaspirasi dan suatu implan yang kaku atau lunak dimasukkkan. Luka di kornea memerlukan jahitan mikro yang diangkat selmabt-lambatnya 8 minggu setelah pembedahan.

2.8 Pencegahan Katarak 2.8.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya katarak dengan menghilangkan (melindungi) tubuh dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan katarak. Sampai saat ini belum ditemukan obatyang dapat mencegah timbulnya katarak. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak. Beberapa faktor yang perlu dihindari dapat mempercepat berkembangnya kekerasan lensa, antara lain : sinar ultra violet B dari matahari, efek racun dari rokok, alkohol, gizi kurang, kekurangan vitamin E dan radang menahun di bola mata. Obat-obatan tertentu juga dapat berkontribusi untuk timbulnya katarak, yaitu : beta metason, kloroquin, klorpomazin, kortison, ergotamine, indometasin dan beberapa obat lain (Pulungan 1996). Selain itu, makan makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan anti oksidan seperti vitamin C, zink dan selenium serta tumbuh-tumbuhan yang kaya akan bioflavonoid (buah jeruk, stroberry, cery, anggur, pepaya, melon dan tomat) (Sirlan, 1996).

(21)

2.8.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder berupa usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan mata lebih lanjut dengan mengidentifikasi kelompok populasi beresiko tinggi. Pada usia 40 tahun, sebaiknya mata diperiksa setiap tahun untuk menemukan kelainan mata, termasuk katarak. Bila terdapat keluhan yang mencurigakan adanya katarak, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan yang seksama oleh seorang dokter.Menurut WHO ada 2 kriteria untuk menegakkan diagnosa katarak, yaitu :

a. Penurunan tajam penglihatan.

Tajam penglihatan merupakan salah satu komponen dari fungsi penglihatan.Tajam penglihatan sentral dapat diukur menggunakan alat yang menampilkantarget dengan ukuran yang berbeda-beda pada jarak yang telah distandarkan.Biasanya menggunakan Snellen chart, yang terdiri dari beberapa baris huruf yangsemakin ke bawah semakin kecil. Setiap baris ditandai dengan angka, yangmenunjukkan jarak dimana mata normal dapat melihat semua huruf pada baristersebut.

Tajam penglihatan dapat diukur pada jarak 20 feet atau 6 meter. Untuk diagnosis, mata harus dites secara bergantian.19 Tajam penglihatan biasanyadinyatakan dalam bentuk pecahan. Pembilang menyatakan jarak antara orangyang diperiksa dengan kartu optotip Snellen yang diletakkan dimukanya.Penyebut merupakan jarak dimana huruf tersebut seharusnya dapat dilihat ataudibaca.Apabila pasien tidak dapat melihat huruf pada baris pertama Snellen chart,maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji hitung jari. Mata

(22)

normal dapat melihatjari terpisah pada jarak 60 meter. Apabila pasien gagal dalam pemeriksaan ini,maka dilanjutkan dengan uji lambaian tangan. Gerakan tangan dapat dilihat matanormal dari jarak 300 meter. Apabila pasien hanya dapat membedakangelap-terang, maka tajam penglihatan pasien adalah 1/~. Sedangkan bila pasiensama sekali tidak bisa mengenal adanya sinar, maka pasien tersebut buta total(visus nol).

Tabel 2. Keriteria Tajam penglihatan Menurut WHO :

Kriteria Tajam Penglihatan

Meter LogMar

Tajam Penglihatan Baik 6/6-6/18 0,00-0,48

Tajam Penglihatan Sedang <6/18-6/60 0,48-1,00

Tajam Penglihatan Buruk <6/60 >1,00

b. Pupil mata menjadi putih atau keruh.

Panduan penatalaksanaan medis katarak terdiri dari 3 pemeriksaan (Indonesian Society of Cataract and Refraktive Surgery, 2011) :

1. Pemeriksaan Rutin

1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chartprojector dengan koreksi terbaik serta menggunakan pinhole.

2. Pemeriksaandenganslitlampuntuk melihat segmen anterior.

3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer noncontact, aplanasi atau Schiotz.

4. Apabila TIO dalam batas normal (kurang dari21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil

(23)

cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.

Buratto L (2003) membagi densitas kekerasan lensa menjadi 5 jenis, dimana derajat 1 adalah katarak yang paling lunak sedangkan derajat 5 adalah katarak yang sangat keras. Klasifikasi katarak menurut buratto adalah sebagai berikut :

a. Derajat 1 : Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Reflek fundus masih mudah diperoleh. Usia penderita biasanya kurang dari 50 tahun

b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 – 6/30, tampak nucleus mulai sedikit berwarna kekuningan. Reflek fundus masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.

c. Derajat 3 : Nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 – 3/60, tampak nucleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yangberwarna keabu--‐abuan.

d. Derajat 4 : Nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampaknukleusberwarnakuningkecoklatan.Reflekfundussulitdinilai. e.Derajat5:Nukleussangatkeras,biasanyavisushanya1/60ataulebihjelek. Usiapenderitasudahdiatas65tahun.Tampaknucleusberwarnakecoklatan bahkansampaikehitaman.Katarakinisangatkerasdandisebutjugasebagai BrunescencecataractatauBlackcataract.

(24)

5. Pemeriksaanfunduskopijika masihmemungkinkan. 2. Pemeriksaan penunjang

USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain katarak.

3. PemeriksaanTambahan

1. Biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak.

2. Retinometri

Untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi.

Menurut Vaughan D dan Asbury T, Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamatan awam sampai kekeruhannya cukup padat (matur atau hipermatur) yang menyebabkan kebutaan. Walaupun demikian, katarak stadium dini dapat dipantau degan oftalmoskop, loop (kaca pembesar) atau lampu celah (slit lamp dengan pupil yang dilebarkan) (Gaja, 2008).

Banyak pasien katarak yang datang untuk melakukan pemeriksaan setelah mengalamai gejala berkurangnya kemampuan dalam melihat dan sudah mengganggu aktifitas kesehariannya. Pasien tersebut harus menjalani pemeriksaan penglihatan yang komprehensif dengan perhatian khusus diberikan kepada pemeriksaan lensa mata (AAO, 2010).

Katarak harus dicurigai bila refleks merah tidak mudah terlihat dengan oftalmoskop langsung. Ruang pupil setelah muncul gelap akan terlihat abu-abu atau putih, tergantung pada jenis dan tahap kegelapan lensa. katarak

(25)

pupil melebar, namun penentuan akurat jenis dan tingkat perubahan lensa memerlukan pemeriksaan lampu celah. Ruang anterior atau rongga vitreous mengalami perdarahan dan inflamasi, membran pupil dan tumor segmen posterior juga dapat mengaburkan refleks merah (Gardner dan Shoch, 1987)

Berdasarkan pendapat Gaja (2008) yang mengutip pendapat para ahli (Ilyas, 1999 dan Elkington, 1995) Tidak ada batas ambang ketentuan kapan operasi katarak dilakukan. Tetapi pada umumnya jika tajam penglihatan pada kedua mata 6/18 atau lebih buruk lagi biasanya sudah dilakukan ekstraksi katarak (operasi). Selain itu, penderita katarak yang usianya masih muda yang memerlukan penglihatan lebih terang memerlukan operasi lebih cepat(Gaja, 2008)

Bila penglihatan tergangu sehingga menggangu kegiatan sehari-hari maka tidak ada alasan untuk tidak meklakukan operasi katarak. Khusus untuk katarak yang belum perlu dibedah maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh penderita untuk mempertajam kondisinya, yaitu:

a. Penerangan pada saat membaca yang sesuai dengan keadaan katarak. Mata kadang-kadang melihat benda terlalu silau sehingga penerangan untuk melihat perlu diredupkan.

b. Cegah sinar matahari langsug menghadap ke mata karrna akan mengakibakan penglihatan kabur pada katarak dengan manik-manik kecil. c. Pakai televisi yang dapat melindungi mata dari cahaya langsung.

(26)

e. Pada saat menonton televisi hindari sinar yang cahayanya datang dari arah yang sama.

g. Pada saat membaca sebaiknya sinar datang atau berada di bagain belakang kepala (Pulungan, 1996).

2.8.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dalah usaha untuk mencegah timbulnya komplikasi akibat katarak dan pengobatannya. Setelah pembedahan mata perlu mendapatkan obat tetes mata selama beberapa minggu. Mata selama 2-4 minggu perlu diilindungi sewaktu tidur untuk mencegah kecelakaan pada mata tanpa disadari. Perbaikan yang nyata akan dirasakan nyata pada hari berikutnya setelah pembedahan mata. Penyembuhan sempurna akan didapatkan setelah 4-5 minggu. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan secara teratur. Bila mata telah sembuh diperlukan kacamata utuk melihat dekat.

a. Kacamata pasca bedah,

Lensa keruh yang dikeluarkan setelah pembedahan diperlukan lensa pengganti yang dapat memfokuskan bayangan terletak pada bintik kuningan sehingga penglihatan menjadi tegas dan jelas.

b. Lensa kontak pasca bedah

Lensa kontak dengan ukuran tertentu dapat dipergunakan sebagai pengganti lensa mata untuk melihat jauh. Lensa kontak sebagai lensa penggganti setelah katarak dikeluarkan akan lebih bermanfaat untuk penglihatan. Aka tetapi, pemasangannya pada mata orang usia lanjut akan mendapatkan kesukaran.

(27)

Pada keadaan tertentu lensa kontak tidak dapat dipergunakan seperti pada mata sakit, berair, merah dan silau.

c. Lensa tanam intraokular

Biasanya setelah lensa dikeluarkan maka ditanam lensa pengganti ke dalam mata. Lensa ini dinamakan lensa tanam intraokular. Pemasangan lensa dalam mata ini akan memberikan keuntungan berupa segera dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan karena lensa intraokular menggantikan kedudukan lensa katarak yang dikeluarkan.

2.9. Kerangka Konsep

Berdasarkan kajian teoris yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Karakteristik Penderita Katarak 1. Sosiodemografi Umur Jenis Kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan Daerah Asal 2. Sumber Rujukan 3. Jenis Katarak 4. Tajam Penglihatan

Sebelum Operasi Katarak Sesudah Operasi Katarak 5. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Gambar

Tabel 2. Keriteria Tajam penglihatan Menurut WHO :

Referensi

Dokumen terkait

erbagai inter&amp;ensi pendidikan telah dilaksanakan di berbagai  penelitian. ?asil yang berbeda diharapkan dalam studi ini karena  perbedaan antara inter&amp;ensi dan

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari

sebagai selisih antara manfaat yang diperoleh konsumen dari produk barang atau jasa yang dikonsumsi dengan pengorbanan yang dilakukan konsumen untuk

Kriteria komplikasi kehamilannya adalah ≥3 kali kejadian keguguran secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 10 minggu, ≥1 kali kematian janin yang tidak

Kedua, pendekatan KUAL digunakan untuk mencapai tiga tujuan, yakni digunakan untuk memperoleh: (1) data tentang perilaku dan ajaran tokoh arif, (2) masukan pertimbangan

pemerintah kolonial dan juga dari para prajurit Pangeran Mangkubumi,. namun serangan tersebut akhirnya dapat dikalahkan oleh Raden Mas

Screenshut diatas ini ,saya hasilkan dari modal $102.xx, dari hasil diatas ini saya tidak sama sekali bangga atau puas ,melainkan hasil yang sangat bodoh bagi saya ,