• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bronkopneumonia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bronkopneumonia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PRESENTASI KASUS

PRESENTASI KASUS

BRONKHOPNEUMONIA

BRONKHOPNEUMONIA

Disusun oleh Disusun oleh

ERIKA ZAHRA FRISTY P ERIKA ZAHRA FRISTY P

20090310061 20090310061

Pembimbing: dr. Dwi Ambarwati, Sp.A Pembimbing: dr. Dwi Ambarwati, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD SALATIGA RSUD SALATIGA

2014 2014

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul Bronkhopneumonia

Disusun oleh :

Nama : Erika Zahra Fristy P No. Mahasiswa : 20090310061

Telah dipresentasikan Hari/Tanggal:

Disahkan oleh: Dokter Pembimbing,

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I. PENDAHULUAN ... 4

A. Kasus ... Error! Bookmark not defined. B. Identitas Pasien ... 4

C. Anamnesis ... 4

D. Pemeriksaan Fisik ... 5

E. Pemeriksaan Penunjang ... 6

1. Darah Rutin ... 6

2. EKG ... Error! Bookmark not defined. 3. Ro. Thorax ... 7

F. Assessment ... 7

G. Terapi ... 7

BAB II. ASMA BRONKHIAL... 8 A. DEFINISI ... Error! Bookmark not defined. B. KLASIFIKASI ... Error! Bookmark not defined. C. ETIOLOGI ... Error! Bookmark not defined. D. TANDA DAN GEJALA ... Error! Bookmark not defined. E. PATOFISIOLOGI... Error! Bookmark not defined. F. PENATALAKSANAAN ... Error! Bookmark not defined. BAB III. PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

(4)

BAB I

KASUS

A. Identitas Pasien

 Nama : An. N Usia : 6 bulan

Alamat : Tempuran, Salatiga  No. CM : 273370

Tanggal masuk RS : 10 Mei 2014

B. Anamnesis

 Keluhan Utama

Pasien datang dengan batuk dan sesak nafas sejak 3 hari SMRS  Riwayat Penyakit Sekarang

Demam sejak 2 hari SMRS tapi sekarang sudah turun, kejang -, batuk +  berdahak tapi dahak sulit keluar, pilek +, sesak +. Setiap minum muntah +, menuyusui +, gerak aktif+, BAK dan BAB + cukup. Riwayat pengobatan + tapi tidak membaik

 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya Riwayat Penyakit Jantung (-).

Riwayat alergi

- Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak memiliki keluhan yang sama. Riwayat TB

(5)

Lingkungan tempat tinggal : bersih, terkadang ada debu, dan ayah pasien merokok +

Makanan yang dimakan : hanya ASI

Tumbuh kembang : tidak ada kelainan tumbuh kembang Imunisasi : Lengkap dan sesuai jadwal

C. Pemeriksaan Fisik

Kesan Umum : Sedang, tambak sesak Kesadaran : compos mentis.

 Nadi : 132x/menit, regular RR : 44x/menit

Temp : 36,3 Berat Badan : 6,8 kg Panjang Badan: 63 cm Ling.Kepala : 39 cm Status Gizi : Baik

Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah dicabut

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera icterik (-/-), reflek cahaya (+/+),

Telinga : Simetris kiri dan kanan, discharge (-/-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (+/+), sekret /-), septum deviasi (-/-).

Mulut : Perioral sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 Leher : Pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (+)

(6)

Inspeksi : ichtus cordis tidak terlihat. Palpasi : ichtus cordis tidak teraba Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-). Pulmo

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis. Palpasi : fremitus kanan dan kiri simetris Perkusi : sonor, kiri = kanan

Auskultasi : vesikuler, rhonki basah halus nyaring (+/+) Abdomen

Inspeksi : datar, retraksi subcostal (+) Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : timpani

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-). Extermitas : akral hangat, edema - /- , CRF < 2detik

D. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Rutin Hasil WBC 8,7 RBC 5,01 HGB 12,6 HCT 39,5 MCV 78,8 MCH 25,1 MCHC 31,9 PLT 226 Lymphosit 60 Segmen 30 LED I 23 LED II 47

(7)

2. Ro. Thorax

Tampak perselubungan semiopaq inhomogen di perihiler, suprahiler dan  paracardial bilateral

Peningkatan corakan bronchovaskular + Air bronchogram + Lain –  lain dalam batas normal

Kesan : Gambaran bronchopneumonia, curiga ec. Proses non spesifik

E. Assessment

Bronchopneumonia,

Dd : Bronkiolitis, Asma bronchial, PKTB

F. Terapi  Oksigen 2-3 L/menit  Infus Kaen 3B 6 tpm  Inj. Cefotaxime 2 x 150mg  Inj. Dexamethason 2 x 0,2 cc  Inj. Aminophylin 3 x 30mg  PCT 3 x ¼ tab  Alco 3 x 0,4 ml

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) : 1. Pneumonia lobaris

2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis) 3. Bronkopneumonia

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia  banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita  pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak (Bennete, 2013).

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan  pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada  juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

(9)

DEFINISI

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan  bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak ( patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada  paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan

oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)

EPIDEMIOLOGI

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di  bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika  pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di  bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011)

ETIOLOGI

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) : 1. Faktor Infeksi

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.

Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia  pada anak bervariasi tergantung :

- Usia

- Status lingkungan

- Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) - Status imunisasi

- Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus. Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :

(10)

Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP 2. Usia > 2 –  12 bulan

Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A   tidak sering tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis

3. Usia 1 –  5 tahun

Streptococcus pneumonia,  H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus  tersering Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut  pneumonia atipikal)

4. Usia sekolah dan remaja

S. pneumonia, Streptokokus grup A,   dan  Mycoplasma pneumoniae (pneumonia atipikal)terbanyak

2. Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi a. Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

 b. Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat  paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.

Selain faktor di atas,daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradle y et.al., 2011).

(11)

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru a. Pneumonia lobaris  b. Pneumonia interstitialis

c. Bronkopneumonia 2. Berdasarkan asal infeksi

a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired  pneumonia = CAP)

 b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) 3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

a. Pneumonia bakteri  b. Pneumonia virus

c. Pneumonia mikoplasma d. Pneumonia jamur

4. Berdasarkan karakteristik penyakit a. Pneumonia tipikal

 b. Pneumonia atipikal 5. Berdasarkan lama penyakit

a. Pneumonia akut  b. Pneumonia persisten

PATOGENESIS

 Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim  paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme  pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau  bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian  bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas,

(12)

dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia  bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan  penurunancompliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching ) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan  pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011): 1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang  berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat  pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan  prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen  bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan  perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi  pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

(13)

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya  penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan  pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan  peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

MANIFESTASI KLINIK

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal  penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya  berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).

Dalam pemeriksaan fisik pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

(14)

orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat  pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah

dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing ”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak  beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing ”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress  pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal

(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar  pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan

keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi  paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. 3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan  berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual ) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

(15)

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang  paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit  predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta  peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013).

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut(Bradley et.al., 2011):

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan retraksi dinding dada 2. Demam

3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles) 4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit  predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan)

KOMPLIKASI

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran  bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah

(16)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)

1. Penatalaksaan Umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.

 b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. 2. Penatalaksanaan Khusus

a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan  pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti

awal.

 b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung

c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan àamoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis 2. Berat ringan penyakit

3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis 4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.

1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : a. ampicillin + aminoglikosid  b. amoksisillin - asam klavulanat

c. amoksisillin + aminoglikosid d. sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) a. beta laktam amoksisillin

(17)

 b. amoksisillin - asam klavulanat c. golongan sefalosporin

d. kotrimoksazol

e. makrolid (eritromisin) 3. Anak usia sekolah (> 5 thn)

a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)  b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error ) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam diganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya  penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak

(18)

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan batuk disertai dengan sesak nafas. Demam sejak 2 hari SMRS tapi sekarang sudah turun, kejang -, batuk + berdahak tapi dahak sulit keluar, pilek +, sesak +. Setiap minum muntah +, menuyusui +, gerak aktif+, BAK dan BAB + cukup. Riwayat pengobatan + tapi tidak membaik. Pada  pemeriksaan fisik ditemukan pernafasan cuping hidung, retaksi subcostal dan terdapat

ronkhi basal harus nyaring.

Diagnosis kerja yang sesuai dengan gejala klinis pasien ialah pneumonia et causa infeksi, hal ini dikarenakan pasien mengeluh demam, batuk, sesak nafas, terdapat nafas cuping hidung, retraksi dinding dada, dan pada pemeriksaan penunjang terdapat. Hal tersebutsesuai dengan kriteria diagnosis  yaitu bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut(Bradley et.al., 2011):

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan retraksi dinding dada 2. Demam

3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles) 4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus 5. Leukositosis

Pada pemeriksaan radiologis terdapat Tampak perselubungan semiopaq inhomogen di perihiler, suprahiler dan paracardial bilateral hal ini dapat mmenunjukkan lokasi terjadinya lesi yaitu di bronkiolus (bronchopneumonia)

Pada pasien ini diberikan infus Ka-EN 3B karena dapat memenuhi kebutuhan cairan. Kebutuhan cairan pada pasien ini berdasarkan berat badan adalah :

6,8 kg x 100 cc/kgBB/hari = 680 cc/hari  Pasien masih mau minum asi ±100cc/hari

650cc-100cc=580cc/hari

 Infuse Makro : (680ccx15):1440 = 7,1 tpm 

Pemberian oksigen dilakukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh karena pasien mengalami sesak nafas sehingga oksigen dalam tubuh berkurang.. Injeksi cefotaxime digunakan untuk mengobati kausanya yang disebabkan oleh  bakteri. Injeksi dexamethasone untuk mengurangi peradangan sehingga permukaan

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (9 Mei 2014)

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI

Referensi

Dokumen terkait

PENGENDAL IAN PERTUMBUHAN FITOPLANKTON DENGAN MENGGUNAKAN IKAN NILA1. (Oreochromis niloticus -- TRE W AVAS) DAN IKAN TAMBAKAN (Welostoma temmincki

Upaya pengembangan ekonomi kerakyatan membutuhkan dukungan sektor lain, seperti sektor perbankan, industri, pertanian, perikanan, dan lain-lain, yang dapat mendorong sektor-sektor

pada gelas kimia tidak mengalami perubahan juga tidak terdapat adanya gas atau gelembung, tidak terdapat adanya gelembung tersebut membuktikan bahwa tidak

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu buddhayah , yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan

“Semua pengeluaran dari rekening kas umum negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh

Sehingga dapat disimpulkan bahwa variasi campuran bubuk keramik lantai sebesar 5 % merupakan variasi campuran optimum dati pengaruh penggantian sebagian semen dengan

Berdasarkan uraian penjelasan yang meliputi tugas dan kewenangan Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Fungsi-fungsi yang dimiliki, struktur organisasi, dan

Faktor-faktor tersebut diperoleh dari hasil analisis penampilan karya tari kelompok yang siswa tampilkan, hasilnya dalam proses membuat karya tari siswa kelas VIII