• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan untuk menciptakan keuntungan maksimal dengan sejumlah faktor produksi dalam jumlah tertentu. Nicholson (2002) menjelaskan bahwa fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan matematik antara input yang digunakan untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu. Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini :

q = f ( K, L, M,.... )………...………( 2.1 ) Dimana q mewakili output barang-barang tertentu selama satu periode, K mewakili input modal yang digunakan selama periode tersebut, L mewakili input tenaga kerja dalam satuan jam, M adalah input bahan mentah yang digunakan.

Faktor produksi umumnya digolongkan menjadi tanah, tenaga kerja dan modal. Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok : (1) faktor biologi, yaitu lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, pupuk, obat-obatan, dan gulma, dan (2) faktor sosial ekonomi yaitu biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, resiko dan ketidakpastian, kelembagaan dan tersedianya kredit (Fatma, 2011).

Persamaan (2.1) menunjukkan bahwa output adalah fungsi dari sejumlah modal, tenaga kerja dan jumlah bahan mentah yang digunakan. Semakin tepat

(2)

kombinasi input,semakin besar kemungkinan output dapat diproduksi secara maksimal. Keberadaan fungsi produksi juga dijelaskan oleh Mankiw (2000) yang menjelaskan bahwa fungsi produksi mencerminkan teknologi yang digunakan untuk mengubah modal dan tenaga kerja menjadi output. Fungsi produksi memiliki perangkat yang disebut dengan pengembalian skala konstan (constant return to scale). Fungsi produksi memiliki pengembalian skala konstan jika peningkatan dalam persentase yang sama dalam seluruh faktor-faktor produksi menyebabkan peningkatan output dalam persentase yang sama.

Fungsi produksi ini menjadi penting dalam teori produksi karena hal ini dapat menerangkan secara matematis bagaimana sejumlah input menentukan tingkat output. Dengan melihat hal ini, maka dapat dilihat hubungan antara variabel- variabel penentu (independent variabel) X dengan variabel yang dijelaskan (dependent variabel) Y.

Menurut Simbolon, dalam teori ekonomi bahwa asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi yang menunjukkan hubungan antara output dengan input yang digunakan dinyatakan dalam hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang atau disebut The Law of Diminishing Returns atau The Law Of Diminishing Marginal Physical Product yaitu hukum yang menyatakan pertambahan terhadap total produk semakin lama semakin menurun sebagai akibat pertambahan satu unit variabel dimana input lain dianggap konstan. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar 2.1.

(3)

Gambar 2.1

Kurva Hubungan TPP,MPP, dan APP

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada tingkat permulaan penggunaan faktor produksi, TPP akan bertambah secara perlahan-lahan dengan ditambahnya penggunaan faktor produksi. Penambahan ini lama kelamaan menjadi semakin cepat dan mencapai maksimum di titik A, nilai kemiringan dari kurva total produksi adalah marginal produk. Jadi, dengan demikian pada titik tersebut berarti marginal produk mencapai nilai maksimum. Sesudah kurva total produksi mencapai nilai kemiringan maksimum di titik A, kurva total produksi masih terus menaik. Kenaikan produksinya dengan tingkat yang semakin menurun, dan ini terlihat pada nilai kemiringan garis singgung terhadap kurva total produksi yang semakin kecil. Pergerakan ke kanan sepanjang kurva total produksi dari titik A nampak bahwa garis lurus yang ditarik dari titik nol ke kurva tersebut mempunyai nilai kemiringan yang semakin besar. Nilai kemiringan dari garis ini mencapai

(4)

maksimum di titik B, yaitu pada waktu garis tersebut tepat menyinggung kurva total produksi. Karena nilai kemiringan garis lurus yang ditarik dari titik nol ke suatu titik pada kurva total produksi menunjukkan produksi rata-rata di titik tersebut, ini berarti di titik B produksi rata-rata mencapai maksimum. Mulai titik B, bila jumlah faktor produksi variabel yang digunakan ditambah, maka produksi naik dengan tingkat kenaikan yang semakin meurun, dan ini terjadi terus sampai di titik C. Pada titik C ini, total produksi mencapai maksimum dan lewat titik ini, total produksi terus semakin berkurang sehingga akhirnya mencapai titik nol kembali. Di sekitar titik C, tambahan faktor produksi (dalam jumlah yang sangat kecil) tidak mengubah jumlah produksi yang dihasilkan. Dalam daerah ini nilai kemiringan kurva total sama dengan 0. Jadi, marginal produk pada daerah ini sama dengan 0. Hal ini nampak dalam gambar dimana antara titik C dan titik 5 (paling bawah) terjadi pada tingkat penggunaan faktor produksi yang sama. Lewat dari titik C, kurva total produksi menurun, dan berarti marginal produk menjadi negatif. Dalam gambar juga terlihat bahwa marginal produk pada tingkat permulaan menaik, mencapai tingkat maksimum pada titik 3 (titik di mana mulai berlaku hukum the law of diminishing return), akhirnya menurun. Marginal produk menjadi negatif setelah melewati titik 5, yaitu pada waktu total produksi mencapai titik maksimum.

Rata-rata produksi pada titik permulaan juga nampak menaik dan akhirnya mencapai tingkat maksimum di titik 4, yaitu pada titik di mana antara marginal produk dan rata-rata produksi sama besar.

(5)

Yakni, tahapan I, tahapan II, dan tahapan III. Pada tahapan produksi yang pertama, produk fisik rata-rata dari input variabel terus meningkat. Pada tahapan II, produk fisik rata-rata itu menurun, seiring dengan produk fisik marginal, tapi produk fisik marginal masih bernilai positif. Sedangkan pada tahapan III, produk fidsik rata-rata terus menurun, bersamaan dengan penurunan produk fisik total dan marginal, tapi produk fisik marjinal sudah bernilai negatif.

2.1.2. Fungsi Produksi Cobb Douglas.

Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 2003).

Fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematis bentuknya adalah sebagai berikut:

Y= 𝛼𝛼X1b1 X2b2X3b3....Xnea

Untuk memudahkan pandangan terhadap persamaan tersebut maka persamaan diubah dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi persamaan berikut ini :

D + u ...(2.2) Ln Y = Ln b0 Dimana : + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + … + bn Ln Xn + aD + U... (2.3) Y = output X1 ln b = input 0 b = intercept

(6)

D = dummy variabel

U = kesalahan karena faktor acak

Fungsi produksi Cobb-Douglas harus dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi bentuk fungsi linear dalam penggunaannya dalam penyelesaian analisis produksi, dengan syarat sebagai berikut (Soekartawi, 1990):

1. Tidak ada pengamatan variabel penjelas (X) yang bersifat nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).

2. Dalam fungsi produksi, diasumsikan tidak terdapat perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies). Dalam artian bahwa kalau fungsi produksi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3. Tiap variabel X adalah perfect competition

4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah mencakup pada faktor kesalahan

5. Hanya terdapat satu variable yang dijelaskan (Y)

Menurut Nicholson (2002) batas kemungkinan produksi atau production possibility frontier merupakan suatu gambaran efisiensi teknik secara grafik yang memperlihatkan seluruh kombinasi dari dua barang yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumberdaya yang tersedia dalam perekonomian.

(7)

Kuantitas Y Per minggu P Yb B C A Yc D YA Kuantitas X Per minggu XC Sumber: Nicholson, 2002. Gambar 2.2

Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi Teknis

Pada gambar 2.3 garis batas PP’ memperlihatkan seluruh kombinasi dari dua barang (barang X dan Y) yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber daya yang tersedia dalam suatu perekonomian. Kombinasi keduanya pada PP’ dan di dalam batas kurva cembung adalah output yang mungkin diproduksi. Alokasi sumber daya yang dicerminkan oleh titik A adalah alokasi yang tidak efisien secara teknis karena produksi masih dapat ditingkatkan. Titik B contohnya berisi lebih banyak Y dan tidak mengurangi X dibandingkan dengan alokasi A.

2.1.3. Return to Scale

P

X0 XA

(8)

Return to Scale (RTS)atau skala pengembalian merupakan hal yang paling sering diteliti dalam hubungan produksi. Skala pengembalian menunjukkan hubungan perubahan input secara bersama- sama (dalam persentase) terhadap perubahan output (Sugiarto, 2000).

Fungsi produksi jangka panjang yang paling umum dipakai adalah fungsi produksi dengan persamaan Q = aL (b + c) K (b + c). Menurut Sugiarto (2000), jumlah pangkat (b + c) ini mempunyai signifikansi ekonomi yaitu skala pengembalian dengan tiga kemungkinan dalam nilai return to scale, yaitu:

a. Jika nilai (b+c) sama dengan satu, skala pengembalian fungsi produksi tersebut konstan (constant return to scale)

b. Jika nilai (b+c) lebih besar dari satu, dikatakan skala pengembalian menaik (increasing return to scale) artinya kenaikan input (misalkan m persen) akan diikuti kenaikan output sebesar lebih dari m persen.

c. Jika nilai (b+c) kurang dari satu dikatakan skala pengembalian menurun (decreasing return to scale), yang menunjukkan persentase kenaikan output lebih kecil dari persentase penambahan inputnya.

2.1.4. Efisiensi

Efisiensi tertumpu pada hubungan antara output dan input-input. Efisiensi mencerminkan hasil perbandingan antara output fisik dan input fisik. Semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi semakin tinggi tingkat efisiensi yang dicapai (Widyananto, 2010). Efisiensi merujuk pada output maksimum yang diperoleh atas penggunaan sejumlah sumber daya tertentu.

(9)

Apabila pencapaian output semakin tinggi daripada input yang digunakan maka hal itu menunjukkan efisiensi yang semakin besar.

Miller dan Meiners (2000) memperjelas konsep efisiensi dengan membaginya ke dalam dua jenis yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. 2.1.4.1.Efisiensi Teknis

Alokasi sumber daya yang efisien secara teknis adalah suatu pengalokasian sumber daya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi barang-barang lainnya (Nicholson, 2002).

Efisiensi teknis (technical eficiency) mengharuskan atau mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama.

Dalam hal ini, proses produksi selalu diusahakan untuk meminimalkan biaya dan tidak menghendaki pemakaian input lebih banyak untuk menghasilkan output dalam jumlah yang sama. Sebaliknya, dengan lebih sedikit input diusahakan pemaksimalan untuk mencapai jumlah output yang sama, atau bahkan lebih banyak.

2.1.4.2.Efisiensi Ekonomis

Secara implisit, dalam konsep efisiensi ekonomis (economy eficiency), terkandung gagasan bahwa yang terbaik adalah yang paling hemat biaya (least-cost). Pada setiap tingkatan output, suatu perusahaan akan memiliki proses produksi secara ekonomis efisien jika perusahaan itu memanfaatkan sumber daya dan biaya untuk setiap unit outputnya (berapa pun total outputnya) paling murah/

(10)

rendah. Konsep efisiensi ekonomis juga diperjelas oleh Nicholson (2002), dengan mendefenisikan bahwa alokasi sumber daya yang efisien secara ekonomis adalah sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat.

Menurut Soekartawi (2003), efisiensi merupakan sebuah optimalisasi produksi. Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut digunakan secara seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisien digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. Menurut Soekartawi, penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomis kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Untuk menghitung efisiensi harga maka fungsi produksi yang digunakan adalah :

Y = AXb ………(2.4) atau

Log Y = Log A + b Log X

maka kondisi produksi marjinal adalah : ∂Y / ∂X = b (koefisien regresi)

(11)

b adalah koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian , maka nilai produksi marjinal (NPM) faktor produksi X, dapat ditulis sebagai berikut :

NPM = bYPy / X ………...(2.5) dimana :

b = elastisitas produksi Y = produksi

Py = harga produksi

X = jumlah faktor produksi X

Kondisi efisien harga menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat dituliskan sebagai:

bYPy/ X = Px ………...(2.6) atau

bYPy / XPx = 1 dimana :

Px = harga faktor produksi X

Dalam praktek, nilai dari Y, Py, X dan Px adalah diperoleh dari nilai rata-ratanya, sehingga persamaan (2.7) dapat ditulis :

b Y Py / X Px = 1 ……….(2.7) Menurut Soekartawi (2003), yang sering terjadi di lapangan adalah kondisi pertanian pada persamaan 2.8 tidak dapat dicapai atau sulit dicapai karena berbagai hal, antara lain :

(12)

b. Kesulitan petani dalam memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat waktu;

c. Adanya faktor luar yang menyebabkan petani tidak berusaha secara efisien. Karena hal – hal tersebut, maka kemungkinan kondisi persamaan 2.7 dapat ditemuai sebagai berikut:

1. b.Y.Py / XPx > 1, hal ini berarti bahwa penggunaan faktor produksi X belum efisien. Agar bisa mencapai efisien, maka penggunaan faktor produksi X perlu di tambah.

2. (NPM / Px) < 1, hal ini berarti bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien, sehingga perlu dilakukan pengurangan faktor produksi X agar dapat tercapai efisiensi.

Nicholson (2002), mengatakan bahwa alokasi sumber daya disebut efisien secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lainnya.

2.2. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi.

Khazanani (2011), dengan judul penelitian “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor- faktor Produksi Usahatani Cabai Kabupaten Temanggung” melakukan penelitian terhadap produksi usahatani cabai Kabupaten Temanggung yang mengalami penurunan jumlah produksi dan luas lahan yang terus menurun dengan rata-rata produksi yang cenderung berfluktuatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi dengan pendekatan frontier stokastik

(13)

dengan Metode Maximum Likelihood. Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa variabel luas lahan, bibit, tenaga kerja dan pupuk mempengaruhi produksi cabai secara signifikan, sedangkan vaiabel pestisida tidak signifikan dalam mempengaruhi produksi cabai. Penggunaan faktor produksi bibit dan tenaga kerja belum efisien sehingga perlu ditambah sedangkan faktor produksi pupuk dan pestisida penggunaannya telah melampaui batas efisiensi sehingga perlu dikurangi untuk efisiensi yang lebih tinggi.

Fatma (2011), dengan judul penelitian “Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Usahatani Kopi Rakyat di Aceh Tengah”, menganalisis fungsi produksi, skala usaha dan efisiensi faktor produksi pada tanaman kopi tersebut. Dengan menggunakan alat analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, ditemukan bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap produksi kopi pada tingkat kesalahan 10% adalah tenaga kerja, luas lahan dan umur pohon. Penambahan jumlah tenaga kerja dan penambahan luas lahan serta semakin tingginya umur kopi akan menambah produktivitas kopi. Usahatani kopi berada pada skala produksi kopi yang semakin menaik. Analisis efisiensi menunjukkan bahwa secara teknis, penggunaan keseluruhan faktor- faktor produksi sudah efisien, tetapi jumlah tenaga kerja masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi kopi.

Panjaitan (2008), dalam penelitiaannya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kopi di Kabupaten Dairi”, menganalisis faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi produksi kopi di Kabupaten Dairi. Data yang digunakan adalah data primer melalui wawancara dan data sekunder.

(14)

Dari hasil analisis dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS), diketahui bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi produksi kopi di Kabupaten Dairi pada tingkat kesalahan 5% adalah luas lahan, pengalaman bertani, waktu kerja, pestisida sedangkan pupuk berpengaruh signifikan terhadap produksi kopi pada 𝛼𝛼 10%. Dari nilai Average Productivity of Labor (APL) diketahui bahwa penambahan waktu kerja akan meningkatkan produksi rata-rata kopi.

Notarianto (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usahatani Bawang Putih”, menganalisis penurunan jumlah produksi bawang putih. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode snow ball sampling dan metode analisis data menggunakan regresi linear berganda dan uji efisiensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi produksi bawang putih yaitu luas lahan, bibit, pupuk dan tenaga kerja. Nilai efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomis tidak sama dengan satu, artinya tidak efisien sehingga perlu penambahan penggunaan faktor produksi. Selain itu dengan adanya kondisi usahatani yang menunjukkan skala hasil yang meningkat maka dapat dikatakan bahwa kondisi usahatani bawang putih di daerah penelitian ini layak untuk dikembangkan atau dilanjutkan.

Widyananto (2011) dengan judul: “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usahatani Padi Organik dan padi Anorganik (Studi Kasus: Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen), menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi padi organik dan padi anorganik. Metode penelitian menggunakan analisis regresi berganda dan analisis frontier

(15)

dengan menggunakan data cross section yang bersumber dari data primer. Dari hasil penelitian variabel luas lahan, bibit,dan pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi padi organik, sedangkan tenaga kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan.Untuk usahatani padi anorganik, variabel luas lahan dan pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi padi anorganik, variabel pestisida berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan bibit dan tenaga kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan. Nilai efisiensi teknis dalam penelitian padi organik ini sebesar 0,963 yang berarti bahwa usahatani padi organik di daerah penelitian tidak efisien secara teknis. Untuk usahatani padi anorganik, nilai efisiensi teknis sebesar 0,814 yang berarti usahatani padi anorganik di daerah penelitian juga tidak efisien secara teknis. 2.3. Kerangka Konseptual

Usahatani adalah kegiatan untuk mengelola sumber daya alam di bidang yang pada akhirnya dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Kegiatan usahatani kopi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi, dalam hal ini faktor produksi yang dimaksud adalah luas lahan, tenaga kerja, umur tanaman dan jenis kopi.

Pertama, lahan merupakan tempat tumbuh bagi tanaman yang merupakan salah satu faktor produksi dalam menentukan besar kecilnya jumlah output yang dihasilkan oleh pertanian yang didasarkan pada luas sempitnya lahan yang digunakan sebagai input. Kedua, tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan input sumber daya manusia yang digunakan dalam proses produksi. Semakin serius manusia menangani sumber daya alam semakin besar manfaat yang akan

(16)

diperoleh petani melalui waktu yang dicurahkan dan kualitas yang dimiliki dalam mengelola pertanian. Ketiga, umur pohon. Fatma (2011) menyatakan bahwa umur pohon turut menentukan jumlah produksi kopi. Kopi berproduksi maksimal pada kisaran umur 9 sampai dengan 10 tahun, diikuti dengan produksi yang berfluktuasi sampai kemudian mengalami hasil yang semakin menurun.Keempat, pupuk. Moenandir (2004) menyatakan bahwa pupuk merupakan energi dalam bentuk kimiawi yang diberikan pada tanaman lewat tanah atau daun. Pupuk dipergunakan untuk menambah nutrisi dalam tanah yang akan mendasari nutrisi pada lahan pertanian untuk kelangsungan pertumbuhan tanaman selanjutnya. Tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil sehingga pemberian pupuk pada saat yang tepat akan menghasilkan keuntungan yang maksimal.Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk anorganik, pupuk organik dan pupuk hijau. Kelima, jenis kopi. Pada umumnya, setiap tanaman memiliki tingkat kecocokan dan kesesuaian tertentu pada suatu tempat sesuai dengan iklim, cuaca, curah hujan dan kondisi lahan yang bersangkutan.

Masalah utama yang terdapat di Kabupaten Dairi sehubungan dengan adanya usahatani kopi adalah adanya penurunan jumlah produksi kopi yang dihasilkan.Oleh karena itu, penggunaan faktor- faktor produksi dimaksud secara efisien menjadi hal yang penting dalam rangka meningkatkan produksi kopi.

Efisiensi merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan proses produksi usahatani. Efisiensi produksi dalam usahatani kopi dapat dilihat dari hasil perhitungan efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis merupakan pengukuran tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan

(17)

faktor produksi tertentu. Petani secara teknis dikatakan efisien apabila dalam pemakaian faktor produksi menghasilkan output maksimum. Dalam penelitian ini, faktor produksi yang dihitung secara teknis adalah luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi. Sementara efisiensi ekonomi merupakan pengukuran tingkat keberhasilan petani dalam rangka mencapai keuntungan maksimum yang dapat dihitung melalui pendekatan moneter atau memiliki satuan harga. Keuntungan maksimum tercapai apabila nilai produksi marjinal sama dengan harga faktor produksi. Dalam penelitian ini, faktor produksi yang dihitung efisiensi ekonominya adalah luas lahan dan tenaga kerja dengan alasan bahwa luas lahan dan tenaga kerja bisa dihitung dengan menggunakan pendekatan harga. Berdasarkan pemikiran sesuai landasan teori yang telah dibahas, maka dapat disusun kerangka konseptual yang menunjukkan hubungan faktor input variabel dengan jumlah produksi yang dihasilkan serta efisiensi pada usahatani kopi yang ditunjukkan dalam gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis Produksi Kopi Tenaga Kerja Umur Pohon Luas Lahan Pupuk Jenis Kopi Efisiensi Usahatani Kopi

(18)

Berdasarkan teori dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel luas lahan, tenaga kerja, umur pohon, pupuk dan jenis kopi berpengaruh positif terhadap produksi kopi.

2. Penggunaan faktor produksi pada usaha tani kopi di Kabupaten Dairi belum efisien.

Gambar

Gambar 2.3  Kerangka Konseptual  2.4.  Hipotesis  Produksi Kopi Tenaga Kerja Umur Pohon Luas Lahan Pupuk Jenis Kopi  Efisiensi  Usahatani Kopi

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh persentase massa gipsum dan serat terhadap kuat tekan dan kuat lentur papan semen-gipsum berserat eceng gondok.. Alat uji Kuat

Macam zat yang diadsobsi juga sangat berpengaruh karena semakin banyak zat-zat impuritis (zat pengotor) pada suatu fluida atau larutan maka semakin lambat

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suherman dan Dault adalah pada alat análisis yang menggunakan kriteria NPV, IRR dan Net

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa mencurahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga dapat terselesaikannya TugasAkhir yang berjudul

Indra Suhendra (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor resiko dan Ekspektasi Nilai Tukar terhadap Nilai Tukar Rupiah (Terhadap

Hal ini ditunjukan dengan adanya pengaruh yang cukup signifikan dari jenis isian, ukuran tetesan, dan laju alir fasa kedua (dispersi dan kontinyu) terhadap proses perpindahan massa

Jika dilihat dari aspek regulasi terkait yaitu UU Pilkada, UU ASN, dan UU Kepolisian, disebutkan bahwa yang dapat menduduki jabatan sebagai Pj Gubernur yaitu jabatan pimpinan

Berdasarkan PSAK 45 Laporan keuangan organisasi nirlaba terdiri dari 4 macam laporan yakni: (1) Laporan Posisi Keuangan Organisasi Laporan posisi keuangan atau