• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP B24

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP B24"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN I. I. PEMBAHASANPEMBAHASAN A. A. DEFINISIDEFINISI HIV HIV

 Human Imunodeficiency Virus (HIV)

 Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasukadalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam

dalam  family  family lintaviruslintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).

menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).  Human

 Human immunodeficiency immunodeficiency virusvirus (HIV) adalah penyebab(HIV) adalah penyebab acquiredacquired immunodeficiency syndrome

immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1(AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang  paling

 paling banyak banyak ditemukan ditemukan di di seluruh seluruh dunia, dunia, dan dan HIV-2 HIV-2 banyak banyak ditemukan ditemukan didi Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim

menggunakan enzim reverse transcriptasereverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamaliauntuk menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).

(Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ). HIV (

HIV ( Human Immunodeficiency  Human Immunodeficiency VirusVirus) adalah sejenis virus yang menyerang) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena  berkurangnya

 berkurangnya nilai nilai CD4 CD4 dalam dalam tubuh tubuh manusia manusia menunjukkan menunjukkan berkurangnya berkurangnya sel- sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).

nol) (KPA, 2007). AIDS

AIDS

AIDS adalah singkatan dari

AIDS adalah singkatan dari  Acquired  Acquired Immuno Immuno Deficiency Deficiency SyndromeSyndrome, yang, yang  berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat m

 berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh enurunnya kekebalan tubuh yangyang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS

(2)

melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya  berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Laurentz, 2005).

AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut (AVERT, 2011).

B. ETIOLOGI

 Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang  penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein

Tat , berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein  Rev dibutuhkan untuk ekspresi  protein struktural virus.  Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein  Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).

C. PATOFISIOLOGI

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga

(3)

dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat  berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar

200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya  penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang  parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

D. TANDA DAN GEJALA

Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

1. Gejala mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan  b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis e. Demensia/ HIV ensefalopati

2. Gejala minor:

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan  b. Dermatitis generalisata

(4)

d. Kandidias orofaringeal

e. Herpes simpleks kronis progresif f. Limfadenopati generalisata

g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita h. Retinitis virus Sitomegalo

 Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

1. Fase awal

Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.

2. Fase lanjut

Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,  penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti  pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,  berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.

3. Fase akhir

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir  pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan mengikut fasenya.

1. Fase akut

Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia,  penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.

2. Fase asimptomatik

Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan  bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara

(5)

langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.

3. Fase simptomatik

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir  pada penyakit yang disebut AIDS.

E. CARA PENULARAN

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan,  persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)

1. Seksual

Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.

2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.

3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau  pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika

melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.

4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.

5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV 6. Penularan dari ibu ke anak

7. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.

8. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium. Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).

Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada

(6)

 pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000). Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain:

1. Kontak fisik

 Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS,

 bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.

 Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui

hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang tertular.

2. Memakai milik penderita

3. Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.

4. mengigigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.

5. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).

Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV.

kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien

(7)

yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).

Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus, manakala  polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi ter hadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari  bahan genetik yang dikenal RNA.  Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA

virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010).

E. KOMPLIKASI

Komplikasi primer :

§ MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder  § Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )

§ Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV

§ Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Obat – obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:

a)  Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan  pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan

dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).

 b)  Non – nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel – sel. Obat – obatan NNRTI termasuk:  Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).

(8)

c) Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.

2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,  persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira – kira 25% – 35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi  penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat – obatan tersebut adalah:

a)Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14 – 28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)

 b) Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2 – 3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa  persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3

hari.

c)Post – exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi,  baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu  pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang  bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat – obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui  pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang  pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai  pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana

(9)

hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.

3. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan  pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).

4. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis

II. ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN

1. Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.

2. Penampilan umum : pucat dan kelaparan

3. Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, dan sulit tidur. 4. Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara

 berubah, epsitaksis.

5.  Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.

6. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL. 7. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi.

8. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot bantu pernapasan,  batuk produktif atau non produktif.

9. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.

10. Genital : lesi atau eksudat pada genital.

(10)

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus

2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri, kecemasan 3. Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi 4.  Nyeri b.d agen injury biologis

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan  pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan

dengan faktor biologis, psikologis

6. Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi 7. Deficit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan 8. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik

9. Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi, imonusupresi , ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak adekuat pertahanan tubuh  primer

(11)

DAFTAR PUSTAKA 

Heri.” Asuhan Keperawatan

 HIV/AIDS”,( Online),(http://mydocumentku.blogspot.

com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012) Istiqomah, Endah.” Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

 HIV/AIDS”,( Online) ,(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html, diakses 20 Oktober 2012)

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius

Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC

Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis  Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC

UGI.2012.” Diet Penyakit HIV/AIDS ”,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia.  blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Mustasaaren kunnostusojitushanketta koskeva lausunto (1996) herättää kysymyk- sen siitä, miten haittojen lieventämistoimet voidaan ottaa huomioon soveltamishar- kinnassa.

Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara yang

10 Pada penelitian ini didapatkan letak conus medularis pada foto MRI perempuan paling banyak berakhir setinggi sepertiga bawah L1 (22%), satu segmen lebih rendah

Melalui Simposium 3 rd Balikpapan Rheumatology Update 2015 ini diharapkan para TS dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan terkait diagnosis dan patogenesis berbagai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi bentuk dan jenis pola segregasi pemukiman kota, untuk mengetahui dampak dari pola pemukiman

dari energi radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh pemancar televisi pada suatu frekuensi tertentu.. Dalam hal ini, field strength gelombang

b) Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 mengindikasikan anggaran kesehatan yang seimbang antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu minimun 5% dari APBN di Pusat,

DAPATKAN 1UKU TUTORIAL AAMAI TER1ARU DI. DAPATKAN 1UKU TUTORIAL AAMAI