• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SATUAN PENDIDIKAN. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SATUAN PENDIDIKAN. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SATUAN PENDIDIKAN

Oleh Mansur HR

Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter di satuan pendidikan. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang pendidik untuk mengajarkan nilai karakter kepada peserta didiknya. Berdasarkan kajian nilai-nilai Agama, Panca Sila, Budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional, telah teridentifikasi

18 nilai pembentuk karakter bangsa, yaitu (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis,(9) Rasa ingin tahu, (10) Semangat kebangsaan, (11) Cinta tanah air,(12) Menghargai prestasi, (13) Bersahabat, (14) Cinta damai, (15) Gemar membaca, (16) Peduli lingkungan,(17) Peduli sosial, (18) Tanggung jawab. Adapun strategi implementasi pendidikan karakter di satuan pendidikan meliputi langkah-langkah; (1) Integrasi dalam mata pelajaran, (2) Integrasi dalam muatan lokal, (3) Pengembangan budaya

sekolah dan pusat kegiatan belajar, (4) Kegiatan pembelajaran, (5) Kegiatan ekstra kurikuler.

Kata kunci: implementasi, strategi, pendidikan karakter

ABSTRACT

This paper aims at describing the implementation of character education in the education unit. Character education is a conscious and earnest effort of an educator to teach the value of the character to the learners. 18 forming values of national character has been identified based on the religious values, Pancasila, culture, and national education goals. They are 1) religious, 2) honest, 3) tolerance, 4) discipline, 5) hard work, 6) creative, 7) independently, 8) democratic, 9) curiosity, 10) spirit of nationality, 11) love of the homeland, 12) to appreciate the achievements, 13) friends, 14) pacifist, 15) likes to read, 16) concerned about the environment, 17) social care, and18) responsibility. The implementation strategy of character education in the education unit covers the steps; 1) integration of the subjects, 2) the integration of local content, 3) development of school culture and learning centers, 4) learning activities, and 5) extra curricular activities.

(2)

Pendahuluan

Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai yang dinyatakan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka idealnya lulusan satuan pendidikan memiliki kompetensi sikap yang meliputi sikap spiritual (beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), dan sikap sosial (berakhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab), pengetahuan (berilmu) dan keterampilan (cakap dan kreatif). Namun, faktanya dunia pendidikan kita dewasa ini hanya mampu melahirkan lulusan-lulusan manusia dengan tingkat intelektualitas yang memadai. Banyak dari lulusan sekolah yang memiliki nilai tinggi, berotak cerdas, brilian tapi sayangnya tidak sedikit pula diantara mereka yang cerdas itu justru tidak memiliki perilaku cerdas dan sikap yang brilian serta kurang mempunyai mental kepribadian yang baik (Aunillah, 2011:9). Pernyataan tersebut dibuktikan dengan banyaknya persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, penyalah gunaan narkoba, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya.

Fenomena tersebut jelas menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi banyak kalangan. Apa jadinya jika negeri ini memiliki banyak orang cerdas, namun ternyata mental dan perilaku mereka sama sekali tidak cerdas? Bahkan, tidak ada korelasi antara tingginya nilai yang diperoleh di bangku pendidikan dengan perilaku mereka di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, muncullah sosok-sosok orang pandai yang memperalat orang bodoh atau orang pandai yang menindas orang lemah. Oleh karena itu sejak tahun 2010, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Program ini dicanangkan sebab selama ini dunia

(3)

pendidikan dinilai kurang berhasil dalam mengantarkan generasi bangsa menjadi pribadi yang bermartabat.

Pentingnya penerapan pendidikan karakter di satuan pendidikan juga diperkuat oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kesuksesan dan kegagalan seseorang disegala aspek kehidupan tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis saja, tetapi lebih pada faktor kepribadian atau sikap. Hasil-hasil penelitian yang dimaksud antara lain; hasil penelitian di Universitas Standford menyimpulkan bahwa kesuksesan ditentukan oleh 87,5% attitude (sikap) dan hanya 12,5% karena kemampuan akademik seseorang (Mardiansyah dan Senda, 2011:88). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian dari Institut Teknologi Carnegie yang mengatakan bahwa dari 10.000 orang sukses, 85% sukses karena faktor kepribadian dan 15% karena faktor teknis (Kurniawan, 2010:87). Demikian pula hasil penelitian Dr.Albert Edward Wiggam dalam Kurniawan (2010:87) yang menyatakan bahwa dari 4000 orang yang kehilangan pekerjaan, 400 orang (10%) karena kemampuan teknis, sedangkan 3.600 orang (90%) karena faktor kepribadian.

Hasil-hasil penelitian tersebut tentunya sangat menarik untuk dicermati. Sebab ternyata faktor utama dari kesuksesan dan kegagalan itu adalah kepribadian atau lebih spesifik lagi adalah sikap dari orang tersebut. Hal ini mengisyaratkan perlunya mengimplementasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan untuk membentuk karakter atau perilaku baik peserta didik selain pengetahuan dan keterampilannya.

Mencermati uraian di atas, setidaknya ada beberapa rumusan masalah yang dapat dirangkum dalam tulisan ini, di antaranya adalah: (1) apakah pengertian pendidikan karakter? (2) nilai-nilai apa sajakah yang perlu dikembangkan untuk membentuk karakter peserta didik? (3) bagaimanakah strategi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan?

Berdasarkan beberapa pemetaan tersebut, dapat diketahui bahwa tulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman secara teoretis kepada pendidik tentang pengertian pendidikan karakter beserta nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk membentuk karakter peserta didik. Selain itu juga memberikan pemahaman kepada pendidik tentang strategi atau langkah-langkah yang dilakukan dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan.

Manfaat yang dapat diperoleh dari tulisan ini adalah: (1) bagi pendidik, sebagai sumber informasi tambahan tentang pendidikan karakter dan implementasinya di satuan pendidikan; (2) bagi satuan pendidikan, sebagai informasi dan masukan tentang strategi

(4)

mengimplementasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan yang akan berdampak pada terciptakan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah; (3) bagi peserta didik, akan mendapatkan pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara optimal melalui pembentukan karakter.

Pembahasan

Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter terdiri dari dua kata, yakni pendidikan dan karakter. Kedua kata ini memiliki arti dan makna yang berbeda. namun ketika digabungkan akan memiliki makna dan semangat lain hingga memiliki kekuatan tersendiri untuk mengubah kepribadian anak. Jika dilihat Kamus Bahasa Indonesia (2003:263) pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi pendidikan mengandung arti proses dalam membina, melatih, memelihara anak atau siapa pun sehingga menjadi manusia yang santun, cerdas, kreatif, berguna bagi diri, keluarga, masyarakat dan bangsa (Hendri, 2013:1).

Sementara Karakter jika dilihat Kamus Bahasa indonesia (2003:506), berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Menurut Munir (2010:3) karakter dalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan. Sudewo (2011:13) membedakan karakter dengan tabiat, karakter adalah perilaku baik sedangkan tabiat adalah perilaku buruk. Lebih lanjut Sudewo (2011:14) mengemukakan bahwa karakter adalah kumpulan sifat baik yang menjadi perilaku sehari-hari, sebagai perwujudan kesadaran menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya dalam mengemban amanah dan tanggung jawab.

Berdasarkan arti dan makna dari dua kata di atas, yakni pendidikan dan karakter, maka pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan,

(5)

kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan maupun bangsa sehingga terwujud insan kamil (Aunillah, 2011:18). Sejalan dengan pendapat tersebut, Samani dan Heriyanto (dalam Hendri, 2013:2) mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Menurut Kemendiknas (2010) pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Dari beberapa definisi tentang pendidikan karakter sebagaimana dikemukakan di atas, nampak bahwa meskipun secara redaksional berbeda, namun intinya sama yakni pendidikan karakter adalah upaya pendidik untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan, mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi telah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2010. Pencanangan ini menurut Aunillah (2011:9) dilakukan sebab selama ini, dunia pendidikan dinilai kurang berhasil dalam mengantarkan generasi bangsa menjadi pribadi-pribadi yang bermartabat. Dunia pendidikan kita hanya mampu melahirkan lulusan manusia dengan tingkat intelektualitas yang memadai. Banyak dari lulusan sekolah yang memiliki nilai tinggi, cerdas, brilian, serta mampu menyelesaikan soal mata pelajaran dengan sangat cepat, namun sayangnya tidak sedikit diantara mereka tidak memiliki perilaku cerdas serta kurang mempunyai mental kepribadian yang baik. Padahal tujuan pendidikan adalah menjadikan manusia berkarakter, manusia yang mulia, manusia yang manusiawi (Harefa, 2013:200). Bahkan sejak ribuan tahun yang lalu Socrates pun telah mengemukakan bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah membuat seseorang menjadi good and smart (orang yang memiliki perilaku baik dan cerdas). Oleh karena itu manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang bijak yang dapat menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik dan dapat hidup secara bijak dalam seluruh aspek kehidupan.

Nilai-nilai Pembentuk Karakter

Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan, telah teridentifikasi 18 nilai pembentuk karakter bangsa yang bersumber dari

(6)

Agama, Pancasila, Budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional (Kemendiknas, 2010:9). Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran sehingga lambat laun akan membentuk karakter peserta didik.

Uraian dari 18 nilai pembentuk karakter bangsa yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) Religius, adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain; (2) Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan; (3) Toleransi, adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya; (4) Disiplin, adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan; (5) Kerja keras, adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya; (6) Kreatif, adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki; (7) Mandiri, adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas; (8) Demokratis, adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain; (9) Rasa ingin tahu, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar; (10) Semangat kebangsaan, adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya; (11) Cinta tanah air, adalah cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa; (12) Menghargai prestasi, adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain; (13) Bersahabat/komunikatif, adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain; (14) Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya; (15) Gemar membaca, adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya; (16) Peduli lingkungan, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi; (17) Peduli sosial, adalah

(7)

sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan; (18) Tanggung jawab, adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Meskipun telah dirumuskan 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun tidak menutup kemungkinan bagi pendidik atau satuan pendidikan untuk menambah dengan nilai karakter lain sesuai dengan karakteristik materi maupun kegiatan pembelajaran. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing, yang dilakukan melalui analisis konteks sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis nilai karakter yang dikembangkan antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan yang lain, misalnya nilai karakter yang melekat pada mata pelajaran muatan lokal.

Strategi Implementasi Pendidikan Karakter

Dalam implementasinya pendidikan karakter tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan menggunakan strategi yang sesuai dengan kondisi. Strategi implementasi pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh satuan pendidikan.

Menurut Kemendiknas (2011:14), strategi implementasi pendidikan karakter di satuan pendidikan meliputi langkah-langkah sebagai berikut;

Pertama, integrasi dalam mata pelajaran. Setiap mata pelajaran terdapat muatan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Misalnya pembelajaran tentang Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam bahasa Indonesia terdapat muatan nilai-nilai rasa ingin tahu, kritis, tanggung jawab, kejujuran yang perlu dikembangkan. Oleh karena itu dalam penulisan karya tulis ilmiah pendidik perlu mengingatkan kepada peserta didiknya bahwa dalam menulis itu kita tidak boleh meniru karya atau tulisan orang lain. Kalau harus meniru tulisan orang lain maka harus dituliskan sumbernya.Dengan demikian peserta didik akan terbiasa untuk berperilaku jujur dan bertanggung jawab.

Melalui mata pelajaran IPS peserta didik dapat diarahkan untuk menjadi warga

(8)

warga dunia yang cinta damai. Misalnya pada Kompetensi Dasar “Mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar Proklamasi dan proses terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia” mengandung nilai karakter peduli lingkungan, peduli sosial dan cinta tanah air.

Demikian pula Kompetensi Dasar “Mengidentifikasi kegunaan energi listrik, konversi energy listrik, transmisi energy listrik, dan berpartisipasi dalam penghematannya dalam kehidupan sehari-hari” pada mata pelajaran IPA mengandung nilai karakter rasa ingin tahu, kerja keras, kreatif dan hemat. Sedangkan Kompetensi Dasar “Menggambar grafik fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat” pada mata pelajaran Matematika mengandung nilai karakter rasa ingin tahu, teliti, mandiri dan kreatif.

Oleh karena itu segenap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik seharusnya tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik tetapi juga dapat membentuk sikap atau karakternya sebagaimana nilai-nilai karakter yang melekat pada mata pelajaran tersebut.

Kedua, integrasi dalam muatan lokal. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 79 Tahun 2014, muatan lokal adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya. Muatan lokal diajarkan dengan tujuan membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk (a) mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya, dan (b) melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran muatan lokal antara lain; peduli lingkungan, peduli sosial, cinta tanah air, rasa ingin tahu, kerja keras, kreatif, serta mandiri.

Ketiga, pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar. Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melaui kegiatan pengembangan diri, yang meliputi: (a) Pengkondisian, yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang bersih, tersedianya tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas; (b) Kegiatan rutin, adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat, misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran

(9)

dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik dan teman; (c) Kegiatan Spontanitas, merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang

terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana; (d) Keteladanan, merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan peserta didik

dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain, misalnya nilai disiplin (kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta didik), kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, kerja keras dan percaya diri.

Keempat, kegiatan pembelajaran. Salah satu upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan merancang dan menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran aktif atau pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Beberapa pendekatan dan strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran antara lain; pendekatan kontekstual, pendekatan saintifik, pembelajaran discovery, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek dan strategi pembelajaran lainnya yang berbasis aktivitas.

Dalam kurikulum 2013 yang sarat dengan muatan karakter, kegiatan pembelajaran dirancang dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan saintifik (pendekatan keilmuan). Penerapan pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar yakni; mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menalar dan mengkomunikasikan, disingkat 5M (permendikbud nomor 103 tahun 2014). Pendekatan tersebut digunakan untuk menciptakan pembelajaran berbasis aktivitas, dalam hal ini peserta didik yang aktif melakukan pengamatan fakta, mengajukan pertanyaan dari apa yang diamati, mengumpulkan informasi, menalar berdasarkan informasi yang dikumpulkan, kemudian mengkomunikasikan temuan/hasil pembelajarannya. Dengan demikian penerapan pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran selain mengembangkan pengetahuan dan mengasah keterampilan juga dapat membentuk karakter peserta didik.

(10)

10 

Nilai-nilai karakter yang dapat diintegrasikan dan dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran melalui penerapan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut;

Kegiatan pembelajaran Nilai karakter yang dikembangkan

Mengamati, meliputi kegiatan membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat)

Kesungguhan, ketelitian, mencari informasi

Menanya, meliputi kegiatan mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)

Kreativitas, rasa ingin tahu, kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat

Mengumpulkan informasi, meliputi kegiatan melakukan eksperimen,

membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/aktivitas, wawancara dengan nara sumber

Teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

Mengasosiasi/menalar, meliputi kegiatan pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan

Jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan

Mengkomunikasikan, meliputi kegiatan menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya

Jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

(11)

11 

Kelima, kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Menurut permendikbud nomor 62 tahun 2014, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, kemandirian serta nilai-nilai karakter peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Kegiatan ekstrakurikuler sebagaimana diuraikan dalam permendikbud nomor 62 tahun 2014 terdiri atas kegiatan ekstrakurikuler wajib dan kegiatan

ekstrakurikuler pilihan. Kegiatan ekstrakurikuler wajib adalah kegiatan ekstrakurikuler yang wajib dilaksanakan oleh satuan pendidikan dan wajib diikuti oleh seluruh peserta didik yaitu pendidikan kepramukaan. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler pilihan merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh satuan pendidikan sesuai bakat dan minat peserta didik.

Bentuk kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa: (a) Krida, misalnya kepramukaan, Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), dan lainnya; (b) Karya ilmiah, misalnya Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian, dan lainnya; (c) Latihan olah-bakat latihan olah-minat, misalnya pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, pecinta alam, jurnalistik, teater, teknologi informasi dan komunikasi, rekayasa, dan lainnya; (d) Keagamaan, misalnya pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis alquran, retreat; (e) Bentuk kegiatan lainnya.

Satuan pendidikan wajib menyusun program kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan bagian dari Rencana Kerja Sekolah (RKS). Program kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dikembangkan dengan mempertimbangkan penggunaan sumber daya bersama yang tersedia pada gugus/klaster sekolah. Penggunaannya difasilitasi oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing. Program kegiatan ekstrakurikuler disosialisasikan kepada peserta didik dan orangtua/wali pada setiap awal tahun pelajaran.

(12)

12 

Simpulan

Mencermati uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang pendidik untuk mengajarkan nilai karakter kepada peserta didik; (2) Nilai-nilai pembentuk karakter meliputi; religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab; (3) Strategi untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan meliputi; Integrasi dalam Mata Pelajaran, Integrasi dalam muatan lokal, Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar, Kegiatan pembelajaran, dan Kegiatan ekstrakurikuler.

Daftar Pustaka

Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Laksana.

Depdiknas, Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Harefa, Andrias. 2013. Menjemput Keberuntungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hendri Kak. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Dongeng. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media.

Kemendiknas. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas

Kemendiknas. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemendiknas Kemendikbud. 2014. Permendikbud nomor 62 tahun 2014 tentang Kegiatan

Ekstrakurikuler Pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud

Kemendikbud. 2014. Permendikbud nomor 79 tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud

Kemendikbud. 2014. Permendikbud nomor 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud

Kurniawan, Boy Hadi. 2010. Yakinlah Anda Pasti Bisa Sukses Solo: Pustaka Iltizam. Mardiansyah, Dudi dan Senda, Irawan. 2011. Keajaiban Berperilaku Positif Jakarta:

TanggaPustaka.

(13)

13 

Puskur, Balitbang. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Puskur Kemendiknas

Puskurbuk, Balitbang. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemendiknas.

Sudewo, Arie. 2011. Character Building. Jakarta: Republika Penerbit.

Referensi

Dokumen terkait

Dinamika zaman terus bergulir dengan berbagai perubahan kebutuhan. Seperti makanan dan minuman menjadi industri yang tidak sekedar menghasilkan makanan atau

Dari kesadaran hukum serta kepatuhan hukum yang terjadi dalam pelaksanaan Pemindahan Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pendidikan Ka- bupaten Lamongan maka hal tersebut dapat

Dari kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa maksud dari penelitian ini merupakan sesuatu yang belum di ketahui sehingga menggerakkan penulis untuk mencari pemecahannya

Walaupun pada awalnya pengetahuan awal semua masyarakat Desa Dalpenang itu sama yaitu bahwa penyakit kusta merupakan penyakit kutukan atau keturunan karena

merumuskan klausul-klausul baku yang fundamental berbeda dari klausul-klausul baku usaha laundry lain, setidaknya usaha laundry yang pernah menjadi objek penelitian

bersama akibat hukum dari perceraian adalah majlis hakim Pengadilan Agama Semarang dalam membagi harta bersama dengan berlandaskan dari rasa keadilan, sehingga

Pendapatan negara lingkup Provinsi Sulawesi Tenggara sampai dengan periode triwulan I 2018 adalah sebesar Rp4,441 triliun. Pendapatan negara tersebut sudah termasuk

Pelanggan yang merasakan puas menggunakan beton siap pakai Holcim atas kualitas produk maupun pelayanannya, menjadikan harga tidak penting dan tetap bersedia menggunakan atau