• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BEBERAPA TUMBUHAN OBAT DI KABUPATEN PASER, KALIMANTAN TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BEBERAPA TUMBUHAN OBAT DI KABUPATEN PASER, KALIMANTAN TIMUR"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BEBERAPA

TUMBUHAN OBAT DI KABUPATEN PASER, KALIMANTAN TIMUR

Phytochemical Screening and Antioxidant Activity Scrutinizing of Some

Medicinal Plants in Paser Regency, East Kalimantan

Septina Asih Widuri

*

, Ike Mediawati, Noorcahyati

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam, Jl. Soekarno Hatta KM.38 Samboja, PO.BOX 578 Balikpapan, Indonesia

*Surel: sa.widuri@yahoo.com Abstract

Increased frequency of degenerative diseases by free radicals has been caused the increased need for antioxidants-based drugs. The aims of this study were the screening of phytochemicals presents in some medicinal plants extract from Paser District, East Kalimantan and their antioxidant activities. Sample material consisted of stem bark of mangkulitai bini (Guioa pterorhachis), medang kayu (Litsea sp), ulin popar (Salacia sp), melipas (Prunus sp) and stem of kayu kuning (Nauclea officinalis). All of them were collected from forest near the Petangis village, Paser, East Kalimantan. Phytochemical screening was conducted using Harborne methods and antioxidant activity was tested with DPPH IC50. Phytochemical screening of the extracts showed the presence of steroids, flavonoids, tannins, saponins,

triterpenoids and hydroquinone. Antioxidant activities were ranging from 7.8 to 72 ppm which was considered very active. The stem bark extract from mangkulitai bini and medang kayu showed the highest antioxidant activity (7.8 ppm). Keywords: phytochemical, antioxidant, medicinal plants, DPPH

1.

PENDAHULUAN

Penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes mellitus, kanker, kardiovaskuler dan stroke merupakan masalah besar dalam pembangunan kesehatan Indonesia (Achmadi, 2005). Salah satu faktor pencetus penyakit-penyakit degeneratif tersebut adalah stres oksidatif yang ditimbulkan oleh radikal bebas (Handajani et al., 2010). Radikal bebas ialah suatu senyawa yang bersifat sangat reaktif dan berenergi tinggi yang dapat memicu reaksi berantai sehingga terjadi kerusakan fungsional sel (Fessenden & Fessenden, 1986). Radikal bebas dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun dari faktor di luar tubuh seperti asap rokok, hasil penyinaran ultraviolet, zat tambahan dalam makanan dan berbagai polutan lainnya (Werdhasari 2014).

Radikal bebas dapat dinetralkan oleh antioksidan. Antioksidan terbagi menjadi antioksidan dari dalam tubuh (endogen) seperti enzim-enzim yang bersifat antioksidan dan antioksidan dari luar tubuh (eksogen) seperti bahan alam berupa buah dan bagian-bagian lain dari tumbuhan (Werdhasari 2014).

Peningkatan frekuensi penyakit degeneratif akibat radikal bebas pada akhirnya akan

meningkatkan kebutuhan obat-obatan yang

berfungsi sebagai antioksidan (Devasagayam et al. 2004). Meskipun antioksidan sintesis telah tersedia secara komersial, namun penggunaannya sangat dibatasi oleh aturan yang ketat karena bersifat karsinogen (Shui et al. 2004), sehingga penggunaan antioksidan alami lebih dianjurkan. Sumber-sumber antioksidan alami sangat dibutuhkan tidak hanya sebagai kandidat bahan obat untuk penyakit degeneratif, tetapi juga dapat dikembangkan sebagai bahan untuk suplemen pangan fungsional maupun zat tambahan dalam berbagai produk kosmetik untuk kesehatan kulit. Sebab, masyarakat saat ini semakin peduli terhadap masalah penuaan dini terutama pada organ kulit.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia dan aktivitas antioksidan yang terdapat dalam ekstrak sejumlah tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan Desa Petangis.

2.

METODE

Simplisia yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang mangkulitai bini (Guioa pterorhachis), kulit batang medang kayu (Litsea sp), batang kayu kuning (Nauclea officinalis), kulit batang ulin popar (Salacia sp), dan kulit batang melipas

(2)

(Prunus sp) yang diambil dari hutan di sekitar Desa Petangis, Kecamatan Batu Engau, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur pada September 2014. Sampel tumbuhan selanjutnya dideterminasi di Herbarium Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam sedangkan skrining fitokimia dan uji antioksidan dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB.

Sampel untuk pengujian dipersiapkan melalui beberapa tahap. Bagian tumbuhan sampel dicuci pada air mengalir dan dikeringkan pada suhu ruang lalu dihaluskan dengan blender kemudian diayak dengan ayakan 65 mesh. Ekstraksi sampel dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70% dengan perbandingan 1:5 (sampel dan pelarut) selama 24 jam dalam suhu ruang (Sukandar et al. 2009). Ekstrak etanol selanjutnya dipekatkan dengan rotary evaporator

dan hasilnya digunakan untuk pengujian fitokimia. Skrining fitokimia (alkaloid, steroid, flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid, dan hidrokuinon) dilakukan dengan metode Harborne (1987).

1. Uji alkaloid. Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam 10 ml kloroform dan 4 tetes NH4OH, kemudian disaring dan filtrat yang diperoleh dimasukkan dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 6 ml H2SO4 2 M. Lapisan asam yang terbentuk kemudian diteteskan pada lempeng tetes lalu ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorf.

2. Uji flavonoid. Filtrat sebanyak 10 ml ditambah 0,5 g serbuk Mg, 2 ml HCl pekat dan 20 ml amil alkohol kemudian dikocok. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning, dan jingga.

3. Uji saponin. Sebanyak 10 ml filtrat dimasukkan dalam tabung reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik lalu didiamkan selama 10 menit. Saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil pada sampel.

4. Uji steroid dan triterpenoid. Sampel ditambah 25 ml etanol panas 50oC kemudian disaring dan diuapkan hingga kering. Residu yang tersisa dilarutkan dengan eter lalu ditambah 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Hasil steroid positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru atau hijau sedangkan triterpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau ungu.

5. Uji tanin. Sampel ditambah 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambah larutan FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kehijauan.

6. Uji hidrokuinon. Sampel direaksikan dengan NaOH 1 N lalu diamati perbahan warnanya. Hasil positif ditunjukkan dengan warna kuning.

7. Uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode spektofotometri (Leu

et al., 2006). Sumber radikal bebas yang digunakan adalah 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Analisis pengujian dilakukan dengan melihat perubahan warna masing-masing sampel setelah diinkubasi dengan DPPH. Elektron paad DPPH akan berpasangan dengan elektron pada sampel sehingga terjadi perubahan warna sampel mulai dari ungu tua hingga kuning terang. Selanjutnya absorbansi larutan sampel diukur dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang maksimum 517 nm.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mangkulitai bini, medang kayu, melipas, kayu kuning dan ulin popar dipilih sebagai objek yang diuji berdasarkan pada khasiat yang dipercaya masyarakat di Desa Petangis. Kulit batang mangkulitai bini digunakan sebagai obat memar dan luka dengan cara direndam, dihaluskan, dioleskan pada bagian yang sakit. Kulit batang medang kayu dipercaya sebagai obat penyakit kulit. Cara penggunaanya kulit batang dibakar atau direbus lalu dioles pada bagian yang sakit. Kulit batang melipas digunakan sebagai obat luka dalam dengan cara meminum air rebusannya. Batang kayu kuning digunakan sebagai obat sakit persendian dengan cara meminum air rendamannya demikian pula kulit batang ulin popar digunakan untuk pengobatan sakit persendian dan menguatkan tulang dengan cara meminum air rebusan kulit batangnya. Khasiat sebagai obat luka memar maupun luka dalam serta memperkuat tulang diasumsikan berhubungan dengan kemampuan regenerasi sel.

3.1 Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia tumbuhan obat dari Desa Petangis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil skrining fitokimia

Nama tanaman A St F T S Tr H

Mangkulitai bini (Guioa pterorhacis) - - + + + + + Medang kayu(Litsea sp.) + - + + + + + Melipas/menipos(Prunus sp.) - - + - + + - Kayu kuning(Nauclea officinalis) - - + + + + - Ulin popar (Salacia sp.) - + + + - - - Keterangan: alkaloid (A), steroid(St), flavomoid (F), tanin(T),

(3)

Alkaloid adalah senyawa yang mengandung unsur nitrogen dan biasanya terasa pahit (Faccini, 2003 dalam Mans, 2013). Hal ini menyebabkan tumbuhan menjadi tidak enak dimakan. Sebagian alkaloid merupakan racun bagi organisme lain sehingga tumbuhan terhindar dari predator tertentu (Mans 2013). Alkaloid merupakan golongan utama metabolit sekunder tumbuhan yang sangat penting dalam perkembangan dan produksi obat-obatan (Facchini 2001). Beberapa manfaat alkaloid yang sudah diaplikasikan dalam pengobatan modern antara lain untuk penyakit asma, mengurangi sakit karena asam urat, antibiotik, meningkatkan daya pikir, kram perut, dilatasi pupil, menurunkan sekresi dan motilitas lambung, mengurangi spasma dan sekresi usus, malaria, menghilangkan kram pada saluran kencing, infeksi amoeba, mengurangi sakit, mengurangi batuk, pendarahan uterus, stimulan, aphrodisiac, dan leukimia (Andrew & Schild 1959).

Steroid adalah senyawa triterpenoida yang yang tersebar luas di alam dan mempunyai fungsi biologis sebagai antiinflamasi (Harborne 1987). Senyawa ini tidak berwarna dan berbentuk kristal. Senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan yang telah digunakan untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, antibakteri dan antivirus. Di bidang farmasi, steroid banyak dimanfaatkan terkait fungsinya pada hormon reproduksi (Savithramma et al. 2011).

Flavonoid banyak digunakan sebagai bahan obat karena menunjukkan aktivitas antimikroba, antivirus, antioksidan, antihipertensi, merangsang pembentukan estrogen dan mengobati gangguan fungsi hati (Jung et al., 2006). Meshram, et al. (2013) juga melaporkan bahwa flavonoid berperan penting dalam aktivitas antidiabetes, yaitu menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan.

Bagi tumbuhan, tanin berguna untuk melindungi diri dari serangan herbivora karena tanin dapat mengganggu sistem pencernaan hewan pemangsa (Cushine & Lamb 2005). Tanin memberi rasa pahit pada bagian tumbuhan (Harborne & Williams 2000). Dalam dunia medis, tanin memiliki kemampuan antibakteri (Ajizah, 2004), antivirus dan antijamur serta mempercepat penyembuhan luka (Chung et al. 1998).

Sejumlah laporan menyebutkan bahwa saponin yang diisolasi dari tumbuhan memiliki berbagai aktivitas biologis seperti antikanker, menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, meningkatkan daya tahan tubuh dan sebagai antioksidan. Saponin secara tradisional telah banyak digunakan sebagai deterjen, pestisida, moluscisida (Shi et al. 2004). Chung et al. (1998)

menyebutkan bahwa terpenoid bersama tanin mempunyai aktivitas antiradang.

Kuinon adalah senyawa yang menyebabkan reaksi coklat pada buah dan sayuran yang terpotong dan terlibat dalam jalur sintesis melanin pada jaringan kulit manusia (Kang et al. 2014). Berdasarkan riset Kang et al. (2014), kuinon dilaporkan memiliki aktivitas anti-malaria dan antimikroba sehingga obat-obatan mengandung kuinon digunakan untuk mengatasi infeksi akibat bakteri atau jamur. Senyawa ini juga merupakan salah satu senyawa polifenol yang digunakan sebagai antioksidan (Kankeaw & Masong 2015).

3.2 Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam nilai IC50 (Inhibitory Concentration). Nilai IC50 menggambar-kan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka senyawa uji tersebut semakin efektif sebagai penangkap radikal bebas.

Tabel 2. Hasil uji antioksidan dengan metode DPPH (nilai IC50)

Nama Tumbuhan Nilai IC(ppm) 50 Mangkulitai bini (Guioa pterorhachis) < 7.8 Medang kayu (Litsea sp) < 7.8 Melipas/menipos (Prunus sp) 24.4 Kayu kuning (Nauclea officinalis) 43.7

Ulin popar (Salacia sp) 72

Kontrol (Vitamin C) < 7.8

Berdasarkan Tabel 2, senyawa yang terkandung dalam kelima tumbuhan yang diuji tergolong sebagai antioksidan yang sangat aktif. Suatu senyawa dikategorikan aktif sebagai antioksidan jika nilai IC50 yang dimiliki ≤ 100 ppm, dinyatakan berpotensi sedang jika nilai IC50 berkisar 100-200 ppm dan dinyatakan tidak aktif sebagai antioksidan jika nilai IC50>200 ppm Yen & Chen (1995). Sementara kategori yang antioksidan sangat aktif menurut Ariyanto (2006) apabila nilai IC50 < 50 ppm.

Beberapa senyawa yang diduga berperan sebagai antioksidan, di antaranya adalah flavonoid dan tanin (Harborne 1987). Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Polterait (1997) yang menyatakan bahwa senyawa tanin dan flavonoid merupakan golongan antioksidan utama. Miller (1996) juga melaporkan bahwa flavonoid memiliki aktivitas antioksidan, antiradang, dan antikanker.

Bombardelli & Morazzoni (1993) menyatakan bahwa struktur flavonoid memungkinkan senyawa ini

(4)

mengikat radikal bebas. Flavonoid bekerja sebagai antioksidan dalam berbagai mekanisme, diantaranya dengan transfer atom hidrogen atau donasi elektron atau berinteraksi dengan antioksidan yang lain (Bombardelli & Morazzoni 1993). Berdasarkan penelitian Zhao et al. (2011), tanin yang diisolasi dari

Castanea mollissima menunjukkan aktivitas antioksidan demikian pula tanin yang diisolasi dari

Casuarina equisetifolia (Zhang et al. 2010).

Ekstrak kulit batang mangkulitai bini dan medang kayu menunjukkan aktivitas penghambatan DPPH yang paling mendekati kontrol vitamin C, yaitu masing-masing sebesar kurang dari 7,8 ppm. Metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak kulit batang Mangkulitai bini sebagaimana tersaji pada Tabel 1 yaitu flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid, dan hidrokuinon sedangkan senyawa alkaloid tidak terdeteksi. Kulit batang tumbuhan ini digunakan secara tradisional sebagai obat memar atau bengkak. Fungsi ini dapat disebabkan oleh adanya senyawa flavonoid dan tanin sebagaimana dilaporkan oleh Mohammed et al. (2014), bahwa golongan senyawa flavonoid dan tanin mampu menghambat sejumlah molekul target dalam proses

pembengkakan jaringan. Sementara itu,

Pushpangadan et al. (2015) menyebutkan sejumlah senyawa bioaktif yang digunakan sebagai

antinflamasi merupakan senyawa-senyawa

terpenoid seperti celastrol, wilforlide A, dan madecassoside. Kulit batang Guioa pterorhachis

digunakan secara topikal pada memar.

Ekstrak kulit batang medang kayu juga menunjukkan nilai IC50 di bawah 50 ppm atau tergolong antioksidan yang sangat kuat. Jika melihat pada Tabel 1, golongan senyawa kimia yang dimiliki medang kayu yaitu alkaloid, flavonoid, tanin,

saponin, triterpenoid, dan hidrokuinon.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengikatan radikal bebas pada pengujian antioksidan dapat disebabkan oleh adanya golongan flavonoid.

Secara umum, berdasarkan uji fitokimia dan antioksidan yang telah dilakukan, mangkulitai bini, medang kayu, melipas, ulin popar, dan kayu kuning berpotensi untuk diteliti lebih lanjut sebagai sumber antioksidan alami. Diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk mengetahui apakah senyawa yang yang terdapat pada kelima tumbuhan di atas tergolong senyawa aktif yang stabil.

4.

SIMPULAN

Ekstrak tumbuhan mangkulitai bini (Guioa pterorhachis), medang kayu (Litsea sp), ulin popar (Salacia sp), melipas (Prunus sp) dan batang kayu

kuning (Nauclea officinalis) mengandung golongan senyawa flavonoid yang diduga berperan dalam aktiitas penangkapan radikal bebas. Kelima jenis tumbuhan tersebut berpotensi sebagai sumber antioksidan.

5.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam atas anggaran penelitian dalam DIPA 2014.

6.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi UF. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. PT Kompas Media Nusantara, Jakarta. Andrew W, Schild HO. 1959. Applied Pharmacology.

Tenth Ed. J&A Churchill Ltd., London.

Ajizah A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhium terhadap ekstrak daun jambu biji. Bioscientiae, (1)1.

Ariyanto R. 2006. Uji Aktivitas Antioksidan, Penentuan Kandungan Fenolik dan Flavonoid Total Fraksi Kloroform dan Fraksi Air Ekstrak Metanolik Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Bombardelli E, Morazzoni P. 1993. The flavonoids: new perspectives in biological activities and therapeutics. Chimicaoggi, 25-28.

Chung KT, Wong TY, Wei CL, Huang YW, Lin Y. 1998. Tannins and human health: a review. Criti Rev. Food. Sci. Nutr., 6, 421-464.

Contini SHT, Salvador MJ, Watanabe W, Ito IY, Oliveira, DCR. 2003. Antimicrobial activity of flavonoids and steroids isolated from two Chromolaena species. Revista Brasileira de Ciencias Farmaceuticas Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 39(4), 403-408.

Cushine TPT, Lamb AJ. 2005. Antimicrobial activity of flavonoids. International Journal of Antimicrobial Agents, 26, 324-356.

Devasagayam TPA, Tilak JC, Boloorl KK. 2004. Review: free radical and antioxidants in human health. Curr Stat Fut Pros JAP, 53, 794-804.

Faccini PJ. 2001. Alkaloid Biosynthetis in plants: biochemistry, cell biology, molecular regulation, and metabolic engineering applications. Annu. Rev. Plants Physiol. Plant Mol. Biol., 52, 29-66.

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik (Terjemahan A. H. Pudjaatmaka). Erlangga, Jakarta.

Global status report on noncommunicable diseases 2010. (2010). Diakses dari http// www.who. int/nmh/ncd_report_full_en.pdf.

Handajani A, Roosihermiatie B, Maryani H. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola kematian pada penyakit degeneratif di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 13(1), 42-53.

(5)

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. (Terjemahan K. Padmawinata & I. Soediro). Penerbit ITB, Bandung. Harborne JB, Williams CA. 2000. Advances in flavonoid research since 1992. Phytochemistry, 55, 481-504. Jung M et.al. 2006. Antidiabetic agents from medicinal

plants. Current Medicinal Chemistry, 13, 1203-1218.

Kang FN et al. 2014. The potential of anti-malaria compounds derived from African medicinal plants, part II: a pharmacological evaluation of non-alkaloids and non-terpenoids. Malaria Journal, 13, 81.

Kankeaw U, Masong E. 2015. The antioxidant activity from hydroquinone derivative by the synthesis of

Cinnamomium verum J. Presl barks’s extracted.

International Journal of Chemical Engineering and Applications, 6(2), 91-94.

Leu SJ et al. 2006. Phenolic constituents of Malus doumeri var formosana in the field of skin care.

Biological and Pharmaceutical Bulletin, 29(4), 740-745.

Mans DRA. 2013. From forest to pharmacy: plant based traditional medicines as sources for novel therapeutic compounds. Academia Journal of Medicinal Plants, 1(6), 101-110.

Meshram SS, Itankar PR, Patil AT. 2013. To study antidiabetic activity of stem bark of Bauhinia purpurea Linn. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 2(1), 171-175.

Miller AL. 1996. Antioxidant flavonoids: structure, function, and clinical usage. Alt. Med. Rev., 1, 103.

Mohammed MS et al. 2014. Secondary metabolites as anti-inflammatory agents. The Journal of Phytopharmacology, 3(4), 275-285.

Polterait O. 1997. Antioxidants and free radical scavengers of natural origin. Current Org. Chem., 1, 415-440.

Pushpangadan P, Ijniu TP, George V. 2015. Plant based anti-inflammatory secondary metabolites. Review. Annals of Phytomedicine, 4(1), 17-36.

Rugna A, Polo J, Evelson P, Gurni A, Llesuy TS, Wagner ML. 2003. Antioxidant activity in rhizomes from Smilax campestris Griseb. Smilacaceae.

Molecular Medicinal Chemistry, (1), 21-25.

Savithramma N, Rao ML, Suhrulatha D. 2011. Screening of medicinal plants for secondary metabolites.

Middle East Journal of Scientific Research, 8(3), 579-584.

Sukandar EY et al. 2009. ISO Pharmacotherapy. Penerbit PT. ISFI, Jakarta.

Shi J et al. 2004. Saponins from edible legumes: chemistry, processing and health benefits. Journal of Medicinal Food, 7, 67-78.

Shui GH, Leong LP. 2004. Analysis of polyphenolic antioxidants activity of methanolic leaves and flowers extracts of Lippia alba. Research Journal Of Medicine And Medical Agencies, 4(1), 107-110. Werdhasari A. 2014. Peran antioksidan bagi kesehatan.

Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 3(2), 59-68. Yen GC, Chen HY. 1995. Antioxidant activity of various

tea extracts in relation to their antimutagenicity.

Journal Agriculture Food Chemistry, 43, 32-37. Zhang SJ et al. 2010. Antioxidant tannins from stem bark

and fine root of Casuarina equisetifolia. Molecules,

15, 5658-5670.

Zhao S et al. 2011. Antioxidant potential of polyphenols and tannins from burs of Castanea mollissima

Blume. Molecules, 16, 8590-8600. ---

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa efek dari pemberian ekstrak etanol daging buah Labu Kuning (Cucurbita moschata D.) dapat menurunkan edema

1) Konsep desain kalung yang akan dibuat adalah sederhana dan ceria yang mana disesuakan dengan target pasar nya yaitu para wanita muda. 2) Material tambahan yang

Peningkatan pengetahuan tentang perawatan kaki merupakan hal yang sangat penting karena pengetahuan tersebut akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup pasien

Berdasarkan penjelasan di atas maka tujuan dalam Pengabdian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Terhadap

“Bagaimana Komunikasi Perawat Dengan Pasien Dirumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Dalam Terapi Musik Diruang Rehabilitasi”.6.

dalam kuadran A, karena semua variabel ini menjadikan jasa Maskapai “Air Asia” Indonesia warga Surabaya tersebut unggul di mata pelanggan, variabel-variabel yang termasuk

Perkembangan Kemampuan Berhitung Anak Pada Siklus III BSH (Berkembang Sesuai Harapan) dan BSB (Berkembang Sangat Baik) pada Kondisi Awal yaitu : Anak dapat mengenali angka

Perkembangan diperngaruhi oleh faktor kematangan dan belajar apabila anak sudah menunjukkan masa peka ( kematangan ) untuk berhitung maka orang tua dan Guru di TK harus tanggap