• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen adalah bagaimana sebuah perusahaan dapat bertahan, dan faktor-faktor apa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. manajemen adalah bagaimana sebuah perusahaan dapat bertahan, dan faktor-faktor apa"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya tingkat turbulensi di hampir setiap industri ditandai oleh banyaknya perusahaan baru yang bermunculan dan bahkan menggeser perusahaan lama (Caves, 1998; Li dan Liu, 2014). Memahami bagaimana sebuah perusahaan dapat bertahan dan berumur panjang menjadi topik sentral pada kajian manajemen organisasi (Bonn, 2000). Pertanyaan mendasar yang menjadi perhatian para akademisi dan praktisi manajemen adalah bagaimana sebuah perusahaan dapat bertahan, dan faktor-faktor apa saja yang menentukan kelangsungan hidup sebuah perusahaan (Bonn, 2000).

Topik kebertahanan usaha dalam kajian manajemen organisasi cenderung diasosiasikan dengan kinerja organisasi (lihat Bonn, 2000; Walter et al., 2014). Dalam hal ini, perusahaan yang berkinerja baik diasumsikan memiliki tingkat kebertahanan hidup yang juga tinggi (Walter et al., 2014). Meskipun demikian, penggunaan pendekatan berbasis kinerja dalam memahami kesuksesan jangka panjang dan kebertahanan suatu perusahaan sejak dulu telah dikritik oleh Aldrich (1979) dan Hannan dan Freeman (1989). Mereka berpendapat bahwa mengacu pada hasil perbandingan kinerja dalam usaha memahami kesuksesan jangka panjang dan kebertahanan hidup suatu perusahaan dapat menyesatkan. Perusahaan yang berkinerja baik memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan perusahaan berkinerja buruk, namun ciri-ciri tersebut belum tentu menjadi sumber kebertahanan hidup

(2)

2 perusahaannya (Bonn, 2000). Dengan demikian, perusahaan berkinerja tinggi belum tentu memiliki tingkat kebertahanan hidup yang juga tinggi.

Berdasarkan tinjauan studi empiris (lihat Tabel 1), terdapat beberapa faktor yang ditemukan menjadi penentu kebertahanan hidup sebuah perusahaan, antara lain: orientasi bisnis (Hakala, 2013), inovasi produk (Cefis dan Marsili, 2006; Löfsten, 2016), reputasi sumberdaya manusia (SDM) (Berbegal-Mirabent, 2015), perencanaan bisnis (Indarti dan Langenberg, 2004; Löfsten, 2016), inovasi model bisnis (Velu, 2015), aktivitas ekspor (Dzumashev et al., 2016), dukungan pemerintah (Sørheim et al., 2011; Payumo et al., 2014), dan dukungan inkubator bisnis (Schwartz, 2013; Mas-Verdú, 2015). Faktor-faktor kebertahanan dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal.

Pandangan berbasis sumberdaya (resource-based view) dapat memberi pemahaman bagaimana sumberdaya dan kapabilitas sebagai aspek internal perusahaan memegang peranan penting terhadap kebertahanan dan keberlangsungan perusahaan tersebut (Barney, 1991; 1995; 2007). Melalui pandangan berbasis sumberdaya, perusahaan dilihat sebagai sekumpulan sumberdaya produktif (Penrose, 1959). Ketika sumberdaya tersebut memiliki nilai, langka, sulit untuk ditiru, dan terdapat dukungan organisasional, maka akan terbangun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan pada perusahaan (Barney, 2007). Keunggulan kompetitif yang berkelanjutan tersebut dipahami sebagai unsur penting bagi kebertahanan dan keberlangsungan perusahaan (lihat Barney, 1991).

(3)

3 Tabel 1.1 Penelitian Faktor Penentu Kebertahanan Hidup Perusahaan

Terdahulu

No. Faktor Referensi

Internal

1 Orientasi Bisnis Hakala (2013).

2 Reputasi Sumberdaya Manusia (SDM)

Berbegal-Mirabent (2015), Nicoló (2015).

3 Inovasi Produk Cefis dan Marsili (2006), Löfsten (2016).

4 Perencanaan Bisnis Indarti dan Langenberg (2004), Löfsten (2016).

5 Inovasi Model Bisnis Velu (2015).

6 Jaringan Sosial Indarti dan Langenberg (2004) 7 Aktivitas Ekspor Dzumashev et al. (2016). 8 Akses Modal Furlan dan Grandinetti (2014),

Indarti dan Langenberg (2004).

Eksternal

9 Dukungan Pemerintah Payumo et al. (2014), Sørheim et al. (2011).

10 Inkubator Bisnis Mas-Verdú et al. (2015), Schwartz (2013).

Sumber: berbagai sumber (diolah)

Meskipun demikian, menggunakan pandangan berbasis sumberdaya semata dalam menjustifikasi fenomena kebertahanan perusahaan dianggap kurang lengkap (lihat Burns dan Stalker, 1968). Mengacu pada Scott (1981), keberhasilan dalam mengelola sebuah organisasi tidak hanya dipengaruhi oleh aspek internal organisasi tersebut, tapi juga bergantung pada sifat dasar lingkungannya. Dengan demikian, keberhasilan organisasi menuntut adanya keselarasan antara sumberdaya internal dan kondisi lingkungan eksternal organisasi. Maka, terdapat juga faktor kontinjensi (eksternal) atas keberhasilan pengelolaan sebuah organisasi, khususnya dalam mempertahankan keberadaannya (lihat Scott, 1981).

(4)

4 Pentingnya faktor kontinjensi dalam melihat bagaimana faktor eksternal dapat mempengaruhi kebertahanan hidup perusahaan sejalan dengan tinjauan studi empiris sebelumnya (lihat Tabel 1.1). Terdapat beberapa faktor seperti dukungan pemerintah (Payumo et al., 2014) dan peran inkubator bisnis (Schwartz, 2013; Mas-VerdÚ et al., 2015) yang merupakan faktor eksternal dari perusahaan. Disamping itu, Indarti dan Postma (2013) juga berpendapat bahwa perusahaan perlu untuk berinteraksi dengan lingkungan eksternalnya agar dapat bertahan. Berdasarkan hal tersebut, menggunakan pandangan berbasis sumberdaya (Barney, 1991; 1995) dan teori kontinjensi (Woodward, 1965; Burns dan Stalker, 1968; Lawrence dan Lorsch, 1969;) dalam mengkaji faktor-faktor penentu kebertahanan usaha dianggap dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif.

Lebih lanjut, dalam studinya di Amerika Serikat, O’Shea et al. (2005) melaporkan bahwa salah satu jenis perusahaan yang memiliki tingkat kebertahanan hidup yang tinggi adalah university spin-off (USO). Pendapat ini mengacu pada data Association of University Technology Managers (AUTM) (2001) yang melaporkan bahwa dari 3.376 USO di Amerika Serikat yang berdiri pada tahun 1980 dan 2000, terdapat 68 persen yang masih beroperasi pada tahun 2001, yang pada tahun 2014 telah terbentuk dan bertahan sebanyak 4.688 USO (AUTM, 2014). Angka tersebut bahkan jauh lebih tinggi dari angka tingkat kebertahanan hidup perusahaan konvensional yang ada di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya.

Mengacu pada studi Nerkar dan Shane (2003) di Massachusetts Institute of Technology (MIT), dikemukakan bahwa USO memiliki tingkat kebertahanan hidup

(5)

5 yang tinggi karena didasarkan pada pengembangan teknologi secara radikal dan/atau memiliki paten dengan ruang lingkup yang luas. Pada umumnya kedua hal tersebut memang dipahami sebagai sumber keunggulan kompetitif bagi perusahaan, yang juga dapat meningkatkan probabilitas kebertahanannya (LÖfsten, 2016). Maka dari itu, USO dipahami sebagai jenis perusahaan yang memiliki tingkat kebertahanan hidup yang tinggi.

Pada awalnya, konsep USO mulai muncul ketika pemanfaatan dan pengembangan sains dan teknologi secara optimal pada perguruan tinggi menjadi topik sentral dalam kebijakan ekonomi dan industri (Lawton-Smith, 2007; Harrison dan Leitch, 2010). Isu utama kebijakan tersebut adalah agar perguruan tinggi dapat berkontribusi terhadap pengembangan ekonomi sekitarnya, yaitu dengan membangun suatu hubungan yang efektif antara perguruan tinggi dan industri (Berbegal-Mirabent et al., 2015). Pembangunan hubungan yang efektif tersebut dapat dilakukan melalui proses komersialisasi, dimana kekayaan intelektual perguruan tinggi menjadi sumberdaya utamanya (Berbegal-Mirabent et al., 2015).

Secara umum, terdapat empat mekanisme yang dapat digunakan oleh perguruan tinggi dalam mengkomersialisasikan kekayaan intelektualnya, yaitu melalui paten, lisensi, usaha bersama, dan USO (Lockett et al., 2005). Awalnya, paten dan lisensi adalah mekanisme tradisional yang paling dominan digunakan oleh perguruan tinggi (Siegel et al., 1999; Lockett et al., 2005). Paten dan lisensi dapat menjadi mekanisme yang dominan karena memungkinkan perguruan tinggi dan para akademisi menghasilkan keuntungan atas kekayaan intelektualnya dengan lebih cepat, tanpa perlu

(6)

6 menghabiskan sumberdaya yang besar dalam menghadapi persoalan-persoalan komersialisasi (Lockett dan Wright, 2005).

Meskipun demikian, pada perkembangannya terjadi peningkatan perhatian terhadap USO dibanding mekanisme lainnya (Lambert, 2003; Lockett et al., 2005). USO dianggap sebagai mekanisme yang lebih tepat dalam mengkomersialisasikan kekayaan intelektual dari perguruan tinggi yang tidak mudah dipatenkan atau dilakukan transaksi dengan menggunakan perjanjian lisensi (Feller, 1997; Srheim et al., 2011). Disamping itu, ketika dikomparasikan dengan mekanisme yang lain, USO dilaporkan memiliki kemanfaatan lainnya seperti mendorong kegiatan penelitian lebih intensif dan mencatat jumlah paten dan lisensi yang tinggi (Egeln et al., 2002). Hal tersebut kemudian mendorong perguruan tinggi untuk mulai melihat USO sebagai mekanisme yang lebih menarik dibanding paten dan lisensi (lihat Siegel et al., 2003).

Secara umum, university spin-off (USO) didefinisikan sebagai perusahaan baru, kecil, dan berteknologi tinggi, yang dibangun atas dasar optimalisasi kekayaan intelektual yang ada di perguruan tinggi (Callan, 2001). Berdasarkan definisi tersebut, Pirnay et al. (2003) menggambarkan USO sebagai salah satu jenis perusahaan yang dibentuk melalui proses spin-off, dengan tujuan agar dapat mengeksploitasi secara komersial pengetahuan, teknologi, atau hasil penelitian yang ditemukan dalam sebuah perguruan tinggi. Secara singkat, USO dapat disebut sebagai bentuk kewirausahaan yang ada di suatu perguruan tinggi (Berbegal-Mirabent et al., 2015).

Sejauh ini, USO dianggap sebagai bentuk paling nyata dari proses komersialisasi atas kekayaan intelektual yang ditemukan di sebuah perguruan tinggi (Landry et al.,

(7)

7 2006). Hal ini dapat dipahami karena ketiga mekanisme lainnya (paten, lisensi, dan usaha bersama) masih bergantung pada perusahaan di luar dari perguruan tinggi. Sementara itu, USO melakukan pemanfaatan kekayaan intelektual perguruan tinggi secara optimal dengan membentuk suatu perusahaan baru secara mandiri (Rasmussen, 2011). Dengan demikian, pembentukan USO dianggap dapat mengoptimalkan potensi kekayaan intelektual yang dimiliki oleh suatu perguruan tinggi (Lockett dan Wright, 2005).

Pada dasarnya, USO memiliki kesamaan dengan jenis perusahaan lain pada umumnya. Sebagai contoh, bergerak di industri manufaktur, berukuran kecil dan menengah (UKM), serta termasuk sebagai perusahaan baru (lihat Callan, 2001). Oleh sebab itu, sejumlah faktor yang diuraikan sebelumnya (lihat Tabel 1) diasumsikan juga dapat mempengaruhi tingkat kebertahanan hidup USO. Meskipun demikian, USO tetap memiliki karakteristiknya tersendiri, yaitu berbasis kekayaan intelektual yang ada di perguruan tinggi (Pirnay et al., 2003). Dengan demikian, kurang tepat apabila USO disamakan sepenuhnya dengan jenis perusahaan lain pada umumnya. Implikasinya, masih dibutuhkan studi empiris lainnya dalam menggali fenomena kebertahanan USO (LÖfsten, 2016).

Selain itu, meskipun USO dianggap memiliki tingkat kebertahanan hidup yang tinggi (O’Shea et al., 2005), Smith et al. (2014) berpendapat bahwa USO perlu dilihat sebagai fenomena yang tidak dapat digeneralisasi. Hal tersebut dapat dilihat melalui banyaknya studi yang mencoba menangkap fenomena USO pada berbagai konteks yang berbeda (Kroll dan Liefner, 2008; Smith et al., 2014). Salah satu faktor

(8)

8 kontekstual yang cukup banyak mempengaruhi perbedaan USO tersebut adalah perbedaan karakteristik antara negara maju dan berkembang (So et al., 2008).

Berbeda dengan negara maju, lemahnya inovasi, infrastruktur, dan sistem legalitas yang menjadi karakteristik umum negara berkembang dianggap memiliki pengaruh terhadap perbedaan karakteristik USO yang ada (lihat Kroll dan Liefner, 2008; Payumo et al., 2014). Sebagai contoh, USO pada negara maju diidentikkan dengan perusahaan berteknologi tinggi (GÜbeli dan Doloreux, 2005). Namun pada negara berkembang, USO lebih banyak dibangun melalui produk berteknologi rendah (Kroll dan Liefner, 2008), atau berbasis sumberdaya alam (Payumo et al., 2014). Oleh sebab itu, agar dapat menghasilkan pemahaman yang jelas, tingginya tingkat kebertahanan hidup USO juga perlu dilihat secara spesifik, yaitu berdasarkan konteksnya masing-masing (Botelho dan Almaida, 2010; Gilsing et al., 2010).

Tidak hanya pada level negara, perbedaan faktor penentu kebertahanan hidup USO juga dapat disebabkan oleh karakteristik USO yang berbeda. Sebagai contoh, USO yang memiliki ukuran perusahaan yang besar dapat memiliki faktor penentu kebertahanan hidup yang berbeda dengan USO yang berukuran kecil (Audretsch et al., 2000; Mas-VerdÚ et al., 2015). Hal tersebut konsisten dengan argumentasi Smith et al. (2014) yang menekankan pentingnya melihat USO sebagai fenomena yang tidak dapat digeneralisir dalam menghasil hasil penelitian yang komprehensif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka terdapat beberapa celah yang selanjutnya diisi dalam penelitian empiris saat ini. Pertama, sebagai topik penelitian yang masih

(9)

9 terbilang baru, sebagian besar penelitian USO diarahkan pada pengidentifikasian faktor-faktor yang dapat mendorong terbentuknya USO pada perguruan tinggi (lihat O’Shea et al., 2008; Srheim et al., 2011; Berbegal-Mirabent et al., 2015). Padahal, beberapa studi empiris melaporkan bahwa tingkat kebertahanan hidup USO juga tercatat sangat tinggi (O’Shea et al., 2008), namun aspek ini masih kurang menjadi perhatian para peneliti (LÖfsten, 2016).

Sejalan dengan itu, sebagian besar penelitian dengan topik kebertahanan hidup sebuah perusahaan lebih banyak dilakukan pada konteks perusahaan manufaktur, usaha kecil menengah (UKM), dan perusahaan baru (lihat Bonn, 2000; Parry et al., 2012; Nicolò, 2015). Di sisi lain, penelitian yang sama pada konteks USO masih minim dilakukan (Kroll dan Liefner, 2012; Payumo et al., 2014). Maka dari itu, penelitian ini berfokus dalam menganalisis faktor-faktor penentu dari tingkat kebertahanan hidup perusahaan berbasis USO.

Kedua, studi USO perlu dipandang secara kontekstual, yaitu bergantung pada karakteristik dari setiap negara dan wilayah (lihat Kroll dan Liefner, 2008; Smith et al., 2014). Sementara itu, area penelitian USO sejauh ini lebih banyak dilakukan di negara maju (seperti Inggris, Amerika, Eropa), sedangkan di negara-negara berkembang masih sangat minim (Kroll dan Liefner, 2008; Payumo et al., 2014). Padahal, Payumo et al. (2014) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan karakteristik USO pada negara berkembang, dimana umumnya tidak berbasis pada teknologi. Hal tersebut mengindikasikan pemilihan studi USO pada konteks negara berkembang memiliki

(10)

10 urgensi dan relevansinya saat ini. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang (Payumo et al., 2014).

Ketiga, salah satu isu penting dalam meneliti kebertahanan hidup perusahaan adalah mempertimbangkan aspek ukuran perusahaan (Audretsch et al., 2000; Mas-VerdÚ et al., 2015). Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa studi empiris menunjukkan bahwa perusahaan yang lebih besar cenderung memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang lebih kecil (Hall dan Weiss, 1967; Eatwell, 1971). Fritsch et al. (2006) dalam studinya juga mengemukakan bahwa perusahaan yang dimulai dengan ukuran yang lebih besar memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibanding perusahaan yang dimulai dengan ukuran kecil. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini juga mengkaji faktor penentu kebertahanan hidup USO di Indonesia dengan mempertimbangkan aspek ukuran perusahaan. Dalam hal ini, menguji perbedaan faktor penentu kebertahanan hidup USO pada perusahaan berukuran besar dan kecil.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibangun pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Faktor-faktor apakah yang menjadi penentu kebertahanan hidup USO yang

ada?.

2. Apakah terdapat perbedaan faktor penentu kebertahanan hidup USO yang ada pada konteks dua kelompok ukuran perusahaan kecil dan besar?.

(11)

11 1.4 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan pertanyaan penelitian di atas, terdapat dua tujuan pada penelitian ini, antara lain:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu kebertahanan hidup USO yang ada. 2. Menguji perbedaan faktor penentu kebertahanan hidup USO yang ada pada dua

kelompok ukuran perusahaan yang berbeda.

1.5 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, terdapat beberapa nilai dan manfaat secara teoritis dan metodologis serta praktis, antara lain:

1. Manfaat teoritis dan metodologis; memberikan kontribusi teoritis terhadap pengembangan teori dengan melihat kolaborasi perspektif sumberdaya internal dan faktor eksternal dalam mengkaji topik kebertahanan hidup perusahaan, khususnya pada konteks perusahaan berbasis USO. Dalam hal ini, memberi pemahaman terkait faktor-faktor penentu kebertahanan hidup perusahaan (USO). Disamping itu, memperluas pemahaman tentang USO berdasarkan studi di Indonesia.

2. Manfaat praktis;

a) Bagi praktisi; dapat membantu perusahaan berbasis USO, perguruan tinggi, ataupun pemerintah Indonesia dalam membangun kerangka kebijakan yang tepat dalam menunjang kebertahanan hidup perusahaan berbasis USO yang ada di Indonesia.

(12)

12 b) Bagi akademisi/peneliti; penelitian ini memberikan bukti empiris bagi akademisi/peneliti terkait faktor-faktor yang menjadi penentu bagi perusahaan berbasis USO agar dapat bertahan dan berumur panjang. Disamping itu, juga memberikan gambaran terkait fenomena USO yang ada di Indonesia.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulis tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan literatur, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan serta simpulan, keterbatasan dan saran penelitian mendatang.

Bab I menguraikan ulasan mengenai latar belakang yang mendasari pentingnya dilakukan penelitian ini dan pembahasa penelitian sebelumnya serta gap penelitian yang menjadi dasar permasalahan dalam penelitian ini. Bab ini juga membahas manfaat penelitian baik secara teoritikal maupun secara praktikal. Pada bagian kahir bab ini, juga disusun sistematika penulisan tesis sebagai bentuk alur laporan dari penelitian ini. Pada Bab II penelitian ini mendiskusikan tentang landasan teori yang mencakup pembahasan kebertahanan usaha, pandangan berbasis sumberdaya, teori kontinjensi, dan university spin-off (USO). Selain itu, membahas tinjauan literatur dari setiap variabel yang digunakan pada penelitian ini. Pandangan berbasis sumberdaya dan teori kontinjensi menjadi pendekatan utama dalam mengurai sejumlah variabel yang relevan dengan kebertahanan usaha pada konteks USO. Pada bagian akhir, bab ini juga

(13)

13 menguraikan ulasan mengenai sejumlah variabel penelitian yang diangkat pada penelitian ini.

Selanjutnya, dalam Bab III penelitian ini menggambarkan tentang metode penelitian yang digunakan. Bagian ini melingkupi pembahasan desain penelitian, alasan pemilihan populasi dan kriteria sampel, jenis data penelitian yang terdiri dari sumber data dan teknik pengumpulan data yang digunakan. Selain itu, terdapat juga penjelasan mengenai definisi operasional dan pengukuran variabel, uji instrumen yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas. Teknik analisis data, identifikasi faktor penentu, dan pengolahan data menggunakan model regresi melalui analisis regresi linier berganda (multiple regression analysis).

Hasil pengujian dideskripsikan pada Bab IV yang menyajikan hasil pengumpulan data, karakteristik dan profil responden. Selain itu, tersaji hasil uji instrumen penelitian yang terdiri dari hasil uji validitas dan reliabilitas, statistik deskriptif, hasil analisis data dan hasil analisis regresi. Selanjutnya, juga terdapat ulasan mengenai pembahasan hasil penelitian.

Akhirnya, pada Bab V penelitian ini menguraikan ulasan mengenai simpulan penelitian dan keterbatasan penelitian. Temuan-temuan yang terdapat dalam penelitian ini menjadi saran penelitian mendatang dan implikasi penelitian yang terdiri dari implikasi teoritikal dan implikasi manajerial atau praktikal.

Referensi

Dokumen terkait

Maka adalah menjadi hasrat pengkaji untuk melihat sejauhmana pelajar semester akhir Diploma Perakaunan telah menguasai kemahiran-kemahiran dalam menggunakan perisian komputer

pendidikan (belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama, belajar menjadi seseorang). Kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 2 Mendo Barat ini masih

Gambar 14 menunjukkan orbit 2D dari 3 pengkondisian yang diberikan pada sistem, terlihat dari gambar bahwa kondisi unbalance dan low-balancing memiliki diameter orbit

Pandemi Covid-19 dapat dimaknai sebagai momentum untuk introspeksi terkait dengan tatanan kehidupan beragama yang telah banyak mengalami komodifikasi. Sebagai contoh,

1.. Pemanfaatan eugenl /ebaga% fung%/%$a mam#u menekan /erangan Pytophtora  palmivora #a$a tanaman la$a* Fusarium oxysporum #a$a tanaman 7an%l%*  Drechslera maydis  #a$a tanaman

Kemudian berdasarkan dari hasil kuesioner yang disebar kepada 43 orang responden mengenai Apakah pegawai mengerjakan pekerjaan sesuai dengan pekerjaan yang telah

Maka dari itu metode analisis yang digunakan harus sesuai dengan kaidah–kaidah disiplin informatika sehingga penulis dapat dengan mudah memperoleh gambaran yang

Butiran minyak tersebut dapat bergerak ke atas karena butiran-butiran tersebut mendapatkan muatan negatif dari udara yang terionisasi menjadi muatan negatif dan muatan